Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PJBL TOPIK 1

Fundamental Pathophysiology dan Nursing Care Anemia

Disusun oleh: Kelompok 5 Reguler 1


Lailatul Mukaroma 155070200111025
Eritia Ekky Wahyuningtias 155070201111001
Tita Sefti Sudartya 155070201111003
Marya Nurhana 155070201111005
M. Yusuf Wahyudi 155070201111007
Renda Avista Dinny Saputri 155070201111009

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
1. Definisi Anemia
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa
O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan
menurun.
Anemia adalah penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan
sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia adalah
keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah dibawah nilai
normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2007). Anemia adalah keadaan rendahnya
jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin atau hematokrit di bawah normal (Brunner &
Suddarth, 2000:22). Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin lebih rendah dari
nilai normal (Emma, 1999).
2. Etiologi Anemia
Secara umum Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a. Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi tertentu seperti
mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino, serta gangguan pada
sumsum tulang.
b. Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah merah dalam
sirkulasi.
c. Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.

Menurut Mansjoer, (1999:547), anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan


kronik. Penyebab lain yaitu :

a. Diet yang tidak mencukupi.


b. Absorbsi yang menurun.
c. Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan.
d. Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah.
e. Hemoglobinuria.
f. Penyimpangan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
3. Faktor Resiko Anemia
- Genetik dan riwayat keluarga: riwayat keluarga merupakan faktor resiko untuk anemia
yang disebabkan oleh genetik, misalnya sickle-cell anemia, talasemia, atau fancony
anemia
- Nutrisi: pola makan yang kurang zat penting bagi sel darah merah seperti zat besi, vitamin
B12, dan asam folat dapat meningkatkan resiko anemia
- Kondisi saluran cerna: kondisi saluran cerna dapat mempengaruhi absorbsi nutrisi yang
penting bagi pembentukan sel darah merah sehingga dapat meningkatkan resiko anemia.
Selain itu, pendarahan akibat tukak lambung, tukak peptik, dan infeksi parasit pada saluran
cerna juga dapat menyebabkan anemia
- Menstruasi: menstruasi dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat besi.
Kehilangan darah akibat menstruasi memicu pembentukan darah berlebih. Apabila tidak
diikuti dengan peningkatan asupan nutrisi terutama zat besi, dapat memicu terjadinya
anemia defisiensi zat besi.
- Kehamilan: kehamilan dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat besi. Hal
ini disebabkan tubuh harus memiliki nutrisi yang cukup untuk tubuh ibu dan fetus, serta
nutrisi untuk pembentukan sel darah fetus. Apabila tidak dibarengi dengan asupan nutrisi
yang cukup terutama zat besi, dapat menyebabkan anemia.
- Penyakit kronis seperti kanker, gagal ginjal, dan tukak dapat meningkatkan resiko anemia.
- Zat kimia dan obat: beberapa obat dan zat kimia seperti benzena, penisilin, primaquin, dan
sulfasalazin dapat menyebabkan anemia.
- Faktor lain seperti infeksi, penyakit autoimun.
4. Epidemiologi Anemia
Anemia merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak negara, baik negara maju maupun
berkembang. Di negara maju pravelensi anemia tergolong relatif rendah dibandingkan dengan
negara berkembang yang diperkirakan mencapai 90% dari semua individu.
Beberapa peneliti dan laporan menyatakan bahwa anemia gizi besi merupakan prevalensi
yang paling tinggi dari berbagai anemia gizi, dan hampir separuh dari semua wanita di negara
berkembang menderita anemia.
Di antara negara-negara berkembang yang mempunyai prevalensi anemia gizi yang paling
tinggi adalah negara-negara di benua Asia Selatan. Prevalensi anemia gizi paling tinggi pada
wanita hamil dan lebih dari 40% wanita hamil di negara Asia menunjukkan Hb<11g/dL.
Beberapa negara yang dilaporkan memiliki prevalensi anemia gizi pada wanita hamil yang
cukup tinggi antara lain (1) Bangladesh (1981-1982) hasil survei gizi pada pedesaan
menunjukkan prevalensi anemia gizi pada ibu hamil 77%, (2) Bhutan (1992) menunjukkan
bahwa 59% wanita hamil menderita anemia (Hb<11g/dL), (3) India berdasarkan hasil studi
yang cukup representatif oleh ICMR dengan menggunakan metode cyanmethemoglobin
menggambarkan prevalensi anemia ibu hamil 87%, dan 62% pada kehamilan trimester II pada
Tahun 1992, (4) Maldives, 68% wanita hamil dilaporkan menderita anemia dengan
Hb<11g/dL, (5) Nepal dilaporkan pravelensi anemia gizi pada ibu hamil 60-65% , (6)
Srilangka ditemukan anemia gizi wanita hamil 38%.
Prevalensi anemia gizi wanita hamil di Indonesia berdasarkan hasil penelitian atau survei
yang telah dilakukan mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, diperkirakan 50-70%. Laporan
hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilaksanakan pada Tahun 1985-1986
menunjukkan bahwa 73,7% wanita hamil menderita anemia (Hb<11g/dL). Sedangkan hasil
SKRT (1992) menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil adalah 63,5% dan turun
menjadi 50,9% pada SKRT 1994. Data SKRT 1995 menunjukkan bahwa prevalensi anemia
pada WUS (15-45 tahun) 39,5% dan pada remaja putri (10-14 tahun) 57,1%.
5. Klasifikasi Anemia
A. Klasifikasi anemia akibat gangguan eritropoiesis:
a) Anemia defisiensi Besi :
Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis Hb, mengakibatkan
timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
b) Anemia Megaloblastik
Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada sintesis timidin dan
defek padareplikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran prekursor sel darah
(megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.
c) Anemia Aplastik
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitas. Hiposelularitas
ini dapat terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan
defek pada perbaikan DNA serta gen.
d) Anemia Mieloptisik
Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor,
kelainangranuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal.
B. Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel:
a) Anemia mikrositik : penyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia (gangguan
Hb).
b) Anemia normositik : contohnya yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti gangguan
ginjal.
c) Anemia makrositik : penyebab utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat
konsumsi alcohol, dan anemia megaloblastik.
6. Patofisiologi Anemia
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam
tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan
dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan
kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan
fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L,
yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Jika muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena
anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang.
Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung (Sjaifoellah,
1998).
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah
merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat
defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar
diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh
dengan dasar:
1. Menghitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya,
seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan
hemoglobinemia.

7. Tanda dan Gejala Anemia


Gejala umum:
a. Lemah, letih, lesu dan lelah.
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang – kunang.
c. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
Tanda-tanda umum:
a. Pucat,
b. Takicardi,
c. Bising sistolik anorganik,
d. Bising karotis,
e. Pembesaran jantung.
Manifestasi khusus pada anemia:
a. Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam, anemis,
pucat, lelah, takikardi.
b. Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl),
iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat, kehilangan minat
bermain atau aktivitas bermain. Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah,
pucat, sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada mukosa bibir, farink,telapak
tangan dan dasar kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang
fungsional.
c. Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.
8. Pemeriksaan Diagnostik Anemia
a. Kadar Hb.
Kadar Hb <10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 32% (normal: 32-37%),
leukosit dan trombosit normal, serum iron merendah, iron binding capacity meningkat.
b. Indeks eritrosit
c. Jumlah leukosit dan trombosit
d. Hitung retikulosit
e. Sediaan apus darah
f. Pameriksaan sumsum tulang
g. Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe anemia:
- Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis
- Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan total naik,
urobilinuria.
- Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel patologik darah
tepi ditemukan pada anemia aplastik karena keganasan (Petit, 1997).
Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :
a. Jumlah Hb lebih rendah dari normal (12 – 14 g/dl)
b. Kadar Ht menurun (normal 37% – 41%)
c. Peningkatan bilirubin total (pada anemia hemolitik)
d. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
e. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak (pada anemia aplastik)
9. Penatalaksanaan Anemia
Penatalaksanaan dari anemia tergantung dari penyebabnya.
A. Anemia defisiensi besi
- Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
- Pemberian preparat Fe:
a. Fero sulfat 3 x 325 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat dimulai
dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap. Pada pasien yang tidak kuat dapat
diberikan bersama makanan.
b. Fero glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat intoleransi
terhadap pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak dapat
diberikan oral, maka dapat diberikan secara parenteral dengan dosis 250 mg Fe (
3mg/kg BB ) untuk tiap g% penurunan kadar Hb di bawah normal.
c. Iron dekstran mengandung Fe 50 mg/ml, diberikan secara intramuscular mula-mula
50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan.
Dapat pula diberikan intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan, Bila
dalam 3-5 menit tidak mnimbulkan reaksi, boleh diberikan 250-500 mg.
- Selain itu pengobatan anemia defisiensi zat besi biasanya terdiri dari suplemen makanan
dan terapi zat besi. Kekuranagan zat besi dapat diserap dari sayuran, biji-bijian , produk
susu, dan telur. Tetapi paling baik diserap dari daging, ikan dan unggas. Pada
kebanyakan kasus anemia defisiensi zat besi, terapi zat besi secara oral dengan larutan
Fe2+ + garam besi.
Obat-obat yang dapat menurunkan absorpsi zat besi dalam tubuh:
a) Obat antasida yang mengandung Al, Mg, Ca2+.
b) Tetracycline dan doxycycline
c) Antagonis H2
d) Proton pump inhibitor
e) Cholestyramin
B. Anemia Pernisiosa
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari secara intramuscular selama 5-7 hari, 1 kali tiap
bulan.
C. Anemia Defisiensi Asam Folat
Pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian /
suplementasi asam folat oral 1 mg per hari.
D. Anemia pada Penyakit Kronik
Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah seperlunya.
Pengobatan dengan suplementasi besi tidak diindikasikan. Pemberian kobalt dan
eritropoeitin dikatakan dapat memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
E. Anemia Aplastik
- Transfusi darah, sebaiknya diberikan transfusi darah merah. Bila diperlukan
trombosit, berikan darah segar atauplatelet concentrate.
- Atasi komplikasi ( infeksi ) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk
mencegah timbulnya infeksi.
- Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat
trombositopenia berat.
- Androgen, seperti fluokrimesteron, testosteron, metandrostenolon, dan nondrolon.
Efek samping yang mungkin terjadi, virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati,
dan amenore.
- Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin, dkk menyarankan
penggunaannya pada pasien > 40 tahun yang tidak menjalani transplantasi sumsum
tulang dan pada pasien yang telah mendapat transfusi berulang.
- Transplantasi sumsum tulang.
F. Anemia Hemolitik
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi
toksik-imunologik, yang dapat diberikan adalah kortikosteroid ( prednisone, prednisolon ),
kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-
obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid.
10. Pencegahan Anemia
A. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan
asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh
dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga
dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis,
kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu kita perhatikan bahwa zat besi yang terdapat
pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan
olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.
Makanlah variasi makanan yang kaya besi, asam folat, dan B12 dari empat
kelompok makanan wajib (protein, karbohidrat, lemak, sayuran dan buah) seperti polong-
polongan kering dan kacang-kacangan, hati, daging, telur, ikan, kerang-kerangan, buah
kering, sayuran hijau, kelompok buah sitrus.
B. Dengan Konsumsi Suplemen
Jika diagnosanya sudah jelas difiseinsi besi, kombinasikan suplemen besi dengan
vitamin C. besi adalah komponen kunci hemoglobin dan vitamin C diperlukan untuk
membantu penyerapan besi. Suplemen besi bisa cepat memperbaiki kondisi anemia
sepanjang penyebab kurang darahnya sendiri sudah diatasi. Gunakan dosis yang
dianjurkan karena kelebihan suplemen ini dapat mengiritasi lambung dan untuk
mencegahnya sebaiknya dimakan bersama makanan atau setelah makan.
11. Komplikasi Anemia
Menurut Reksodiputro (2004) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), komplikasi dari
anemia yaitu:
a. Gagal jantung kongesif;
b. Parestesia;
c. Konfusi kanker;
d. Penyakit ginjal;
e. Gondok;
f. Gangguan pembentukan heme;
g. Penyakit infeksi kuman;
h. Thalasemia;
i. Kelainan jantung;
j. Rematoid;
k. Meningitis;
l. Gangguan sistem imun,
m. Parasestia,
n. Kejang.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANEMIA


1. ANALISIS DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DO : Faktor penyebab anemia Intoleransi aktivitas

-Kaji kekuatan dan


keseimbangan
Anemia
-Ambulansi

-Mengubah posisi sendiri


ditempat tidur Anorexia

-Melakukan aktivitas
sehari- hari Lemas
DS :

Kelemahan, kelelahan, Cepat lelah


disapnea, kurang tidur.

Intoleransi aktivitas

2. DS : perubahan sensasi Anemia Ketidakefektifan


perfusi jaringan
DO : perifer
-Perubahan karakteristik Kadar Hb turun
kulit

-Perubahan tekanan
darah di ekstremitas Komparten sel penghantar Oksigen/
zat nutrisi berkurang
-Nadi lemah atau tidak
teraba

-Kulit pucat saat elevasi Ketidakefektifan perfusi jaringan


dan tidak kembali saat perifer
diturunkan
3. DS : Anemia Ketidakseimbangan
nutrisi
-Klien menyatakan
kurang minat pada
makanan Anorexia

-Nyeri abdomen

DO : Ketidakseimbangan nutrisi

-Berat badan menurun

- Membran mukosa
pucat

4. DS: Anemia Resiko jatuh

-Pusing, mudah lelah,


mata berkunang-kunang,
sulit berkonsentrasi. Aliran darah perifer menurun

DO:

Takikardi Penurunan transpor O2 ke jaringan

Hipoksia, pucat

Intoleransi aktivitas

Resiko jatuh

2. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam klien dapat menunjukkan toleransi
terhadap aktivitas
NOC: Activity Tolerance
Kriteria Hasil :
Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan :
Saturasi oksigen dengan aktivitas
1: severely compromised
Tekanan darah sistol dengan aktivitas 2: subtantially
Tekanan darah diastol dengan aktivitas compromised
3: moderately
Warna kulit
compromised
Dapat melakukan aktivitas sehari- hari
4: mildly compromised
dengan mudah
5: not compromised
Kemampuan berbicara dalam
beraktifitas fisik

NIC: Activity Therapy

1. Ajarkan klien tentang bagaimana melakukan aktivitas sehari- hari


Rasional : Untuk meningkatkan pergerakan dan melakukan pergerakan yang aman
2. Pencanakan tentang program latihan sesuai dengan kemampuan pasien
Rasional : Latihan pergerakan dapat meningkatkan otot dan sirkulasi darah
3. Monitor intake nutrisi
Rasional : untuk memastikan kecukupan energi
4. Libatkan keluarga untuk melatih mobilitas pasien
Rasional : untuk mendukung pasien
5. Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan gerak
Rasional : Sebagai dasar untuk memberikan alternatif dan latihan yang sesuai dengan
kemampuannya.

2. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 5 x 24 jam klien dapat menunjukkan
perfusi jaringan yang baik.
NOC: Perfusi Jaringan Perifer
Indikator 1 2 3 4 5

Capillary refill pada jari

Capillary refill pada kaki

Suhu kulit ekstremitas

Nadi karotis

Tekanan darah siastol

Tekanan darah diastol

Keterangan :
1. Severe deviation from normal range
2. Subtantial deviation from normal range
3. Moderate deviation from normal range
4. Mild deviation from normal range
5. No deviation from normal range

NIC: Ketidakefektifan Perfusi Jaringan

1. Memonitoring cairan yang masuk dalam tubuh klien


Rasional : Kebutuhan cairan klien tercukupi
2. Manajemen syok
Rasional : Agar dapat diantisipasi terjadinya syok pada klien
3. Manajemen nutrisi
Rasional : Agar nutrisi klien terpenuhi
4. Memonitor tanda- tanda vital
Rasional : Mengetahui perkembangan status klien saat ini
5. Terapi oksigen
Rasional : Oksigen dalam tubuh klien terpenuhi
3. Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x 24 jam nutrisi klien adekuat.
NOC: Status Nutrisi

Indikator 1 2 3 4 5
Intake nutrisi

Food intake

Fluid intake

TB dan BB

Energy

Keterangan :
1: Tidak adekuat
2: Sedikit adekuat
3: Cukup adekuat
4: Adekuat
5: Sangat adekuat

NIC: Managemen Nutrsi

1. Menentukan status gizi pasien dan kemampuan untuk memenuhi gizi


Rasional : Kebutuhan gizi pasien dapat terpenuhi
2. Identifikasi alergi makanan pada pasien
Rasional : Agar pasien tidak mengalami alergi
3. Kaji kalori dan nutrisi yang dibutuhkan oleh klien
Rasional : Nutrisi klien terpenuhi
4. Berkolaborasi dengan keluarga untuk membawakan makanan favorit dari klien
Rasional : meningkatkan selera makan klien
5. Menyediakan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan ke arah pilihan yang lebih
sehat, jika perlu.
Rasional : meningkatkan selera makan klien

4. Diagnosa keperawatan: resiko cidera


Tujuan : Klien mampu menjalankan aktivitas dengan normal tanpa ada resiko cedera dalam
8x24 jam
NOC: Resiko Jatuh
Kriteria hasil:
Indikator 1 2 3 4 5

Jatuh di kamar mandi

Jatuh saat naik tangga

Jatuh saat berdiri

Jatuh saat berjalan

NIC: Manajemen Energi

1. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara farmakologis maupun non
farmakologis denga tepat.
Rasional: memberi obat penambah darah
2. Tentukan jenis dan banyaknya aktifitas yang dibutuhkan untuk menjaga ketahanan.
Rasional: klien tidak melalukan aktifitas yang terlalu berat.
3. Monitor intake atau asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat.
Rasional: peningkatan status nutrisi klian
4. Anjurkan tidur siang.
Rasional: mengurangi kelelahan.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Bruce M.Camifta. Nelson Textboox of Pediatric, “ Anemia”. 17th edition. United States of
America; Saunders; 2004

Supandiman.I. Hematologi Klinik. “Anemia” Edisi 2. Alumni 1997

Smaltzer, C., S., dan Bare, G., B., 2001, Buku Ajar Medikal Keperawatan Bedah, Edisi 8,
Penerjemah Agung Waluyo, EGC : Jakarta.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119/jtptunimus-gdl-elvaainima-5919-2-babii.pdf
http://eprints.ums.ac.id/16666/2/BAB_I.pdf
http://library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/207314005/bab2.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39977/4/Chapter%20II.pdf
http://skp.unair.ac.id/repository/web-pdf/web_ANEMIA_SYAMSUL_HUDA.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-arumwulann-5862-2-babii.pdf

Anda mungkin juga menyukai