Anda di halaman 1dari 8

Abses Retrofaringeal

Abses_Retrofaringeal 1.jpg

DEFINISI

Abses Retrofaringeal adalah suatu penimbunan nanah di dalam jaringan tenggorokan bagian belakang.

PENYEBAB

Abses biasanya disebabkan oleh infeksi streptokokus yang berasal dari amandel, tenggorokan, sinus,
adenoid, hidung atau telinga tengah.

Kadang cedera pada tenggorokan bagian belakang akibat tertusuk duri ikan juga bisa menyebabkan
abses retrofaringeal.

Meskipun jarang, abses retrofaringel juga bisa disebabkan oleh tuberkulosis.

Abses retrofaringeal biasanya menyerang anak yang berumur kurang dari 5 tahun.

Jaringan pada tenggorokan bagian belakang anak-anak memungkinkan terbentuknya rongga berisi nanah
(dimana hal ini tidak terjadi pada orang dewasa).

Infeksi di daerah ini bisa terjadi selama atau segera setelah infeksi tenggorokan oleh bakteri.

GEJALA

Gejalanya berupa:

Riwayat nyeri tenggorokan, infeksi hidung atau abses gigi

Demam tinggi

Nyeri tenggorokan hebat


Pembengkakan kelenjar getah bening leher

Kesulitan menelan

Ngiler

Gangguan pernafasan

Retraksi interkostal (penarikan otot sela iga ketika penderita berusaha keras untuk bernafas)

Stridor (suara pernafasan yang kasar).

KOMPLIKASI

Perdarahan di sekitar abses

Pecahnya abses ke dalam saluran udara (yang bisa menyebabkan penyumbatan saluran udara)

Pneumonia

Penyebaran infeksi ke dada.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Rontgen atau CT scan leher menunjukkan adanya rongga berisi nanah diantara tenggorokan dan tulang
belakang leher.

Pemeriksaan darah menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel darah putih.

Pembiakan lendir tenggorokan bisa menunjukkan adanya organisme penyebab.

PENGOBATAN

Untuk mengatasi infeksi dilakukan pembedahan drainase (untuk membuang nanah) dan diberikan
antibiotik dosis tinggi melalui infus.

PENCEGAHAN
Diagnosis dan pengobatan yang tepat pada faringitis dan infeksi nasofaringeal biasanya bisa mencegah
terjadinya abses retrofaringeal.

Sumber : www.medicastore.com

ABSES PARAFARING

I. PENGERTIAN

Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas
jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya karena bakteri atau parasit) atau karena adanya benda
asing (misalnya serpihan, jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk
mencegah penyebaran/ perluasan infeksi ke bagian lain dari tubuh.

Abses parafaring adalah kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang parafaring. Abses parafaring
terjadi karena ruang parafaring mengalami infeksi.

II. ETIOLOGI

Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara:

1. Langsung, yaitu akibat tusukan jarum akibat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan
terjadi karena jarum suntik telah terkontamiunasi kuman yang menembus lapisan otot tipis (muskulus
konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fosa tonsilaris.

2. Proses supurasi kelenjar leher limfa bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal,
mastoid dan serebra servikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring.

3. Penjelasan infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.

III MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan di daerah sekitar angulus
mandibuila, deemam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol ke arah medial.

IV PENATALAKSANAAN

1. Bed rest

2. Posisi tundelen berg (kepala lebih rendah dari pada badan )

3. Bila terdapat pus dilakukan evakuasi bedah (insisi)


4. Insisi intraoral, bila penonjolan dalam faring dilanjutkan insisi dan drainase

5. Insisi ekstraoral bila abses menonjol ke luar/ tampak pembengkakan yang jelas

6. Antibiotika dosis tinggi seperti gentamisin 2 x 40-80 mg dan metronidazole 3 x 250-500 mg

V PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto jaringan lunak AP menunjukkan penebalan jaringan lunak parafaring dan pendorongan trakhea ke
samping depan. Dengan tomografi komputer terlihat jelas abses dan penjalarannya.

ASKEP TEORI

I. Pengkajian

Pengkajian pada klien dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi:

1. Identitas

2. Riwayat Penyakit dahulu

Pernah menderita sakit gigi, pernah dilakukan insisi di daerah muskulus konstriktor faring superior

3. Observasi dan pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Keadaan umum klien biasanya lemah

b. Tanda-tanda vital

Terjadi hipertermi

c. Body sistem

1. Pernapasan (B1: Breathing)

Terjadi obstuksi saluran napas seperti mengorok dan dispnea, suara klien menjadi sengau.
2. Cardiovaskuler (B2: Bleeding)

Terdapat edema pada laring, edema di daerah submandibula dan di uvula.

3. Persyarafan (B3:Brain)

Kesadaran biasanya komposmentis. Adanya nyeri pada leher, leher terasa kaku.

4. Perkemihan (B4: Bladder)

Umumnya tidak ada gangguan pada sistem perkemihan.

5. Pencernaan (B5: Bowel)

Terdapat nyeri telan, anoreksia, konstipasi dapat terjadi karena terlalu lama bedrest.

6. Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)

Terjadi kekakuan otot leher (neck stiffnes) disertai nyeri pada pergerakan, terjadi trismus

7. Reproduksi-Seksual

Umumnya tidak terjadi gangguan pada sistem reproduksi.

II. Diagnoisa Keperawatan

1. Hipertermi b.d proses infeksi

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubu b.d intake yang kurang, anoreksia, kesulitan menelan.

3. Perubahan pola istirahat dan tidur bd nyeri, hipertermi

4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan b.d kurangnya
informasi
III. Intervensi

1. Hipertermi b.d proses infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan suhu tubuh menurun

Kriteria hasil :

1. Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5)

2. K/U membaik

3. Akral hangat kering merah

4. klien nyaman

Intervensi

1. Pantau tanda-tanda vital tiap 4 jam sekali

R: Untuk mengetahu kedaan klien

2. Kompres air hangat pada pusat panas seperti axilla dan dahi

R: Untuk menurunkan panas

3. anjurkan pada keluarga klien untuk memakaikan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat

R: Agar klien nyaman

4. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan antipiretik

R: Antibiotik dapat mencegah dan mengantisipasi terjadinya infeksi, antipiretik dapat memblok pusat
panas sehingga panas dapat teratasi.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubu b.d intake yang kurang, anoreksia, kesulitan menelan.

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan jumlah kalori klien sesuai dengan kebutuhan tubuh

Kriteria hasil :

1. Berat badan stabil


2. Masukan oral meningkat

3. Nafsu makan meningkat

Intervensi

1. Monitor balance intake dan output

2. Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya nutrisi untuk kesembuhan

3. Berikan makanan lunak/cair

4. beri makanan dalam porsi sedikit tapi sering

5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet

3. Perubahan pola istirahat dan tidur bd nyeri, hipertermi

Tujuan : Kebutuhan tidur dapat terpenuhi

Kriteria hasil:

1. Tidur kembali normal (7-8 jam / hari)

2. Klien tampak segar

Intervensi:

1. Kaji penyebab gngguan tidur pada klien

2. Ciptakan suasana yang nyaman

3. Berikan posisi yang nyaman pada klien

4. Hindari melakukan tindakan saat klien tidur

4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan b.d kurangnya
informasi

Tujuan : Klien dan keluarga mengerti tentang penyakit

Kriteria hasil:
1. Klien dan keluarga tidak cemas

2. Klien dan keluarga dapat menjawab pertanyaan yg diajukan perawat

Intervensi

1. Beri informasi yang akurat tentang proses pnyakit dan anjurkan klien untuk ikut serta dalam tindakan
perawatan

R: Informasi yang akurat tentang penyakit dan keikutseraat klien dalam perawatan dapat mengurangi
beban pikiran klien

2. Kaji tingkat pengetahuan pasien/ keluarga tentang penyakit

R: Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan klien dfan keluarga

3. Kaji latar belakang dan pendidikan klien.

R: Agar perawat dapat menjelaskan dengan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan keluarga

4. Gunakan gambar-gambar dalam melakukan penjelasan (bila memungkinkan).

R: Gambar dapat membantu mengimgat penjelasan yang telah diberikan.

Anda mungkin juga menyukai