Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PADA An.

“ I “ DENGAN PENYAKIT
OMSA ( OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT )
DI RUANG POLI KLINIK THT

JERNI

16.690

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO
T.A 2018
A. Definisi OMSA
Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam
waktu yang singkat yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang karena infeksi
bakteri piogenik dan mengeluarkan nanah. Bakteri piogenik sebagai penyebabnya
yang tersering yaitu Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan
Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri penyebabnya yaitu Hemofilus influenza,
Escheria colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, Pseudomonas
aerugenosa. Hemofilus influenza merupakan bakteri yang paling sering kita
temukan pada pasien anak berumur di bawah 5 tahun.

B. Etiologi
Penyebab Otitis Media Akut aktif (OMSA) dapat merupakan vius maupun
bakteri. Virus atau bakteri dari tenggorokan (penderita infeksi saluran pernapasan
atas) dapat sampai ke telinga tengah melalui tuba eustachius / kadang melalui aliran
darah.
Bakteri penyebab OMSA adalah bakteri pyogenik, seperti Streptokokus
haemolitikus, stafilakokus aureus, Pneumokokus. Selain itu juga kadang-kadang
ditemukan juga Haemopilus influenza, Esherichia colli, streptokokus anhemolitikus,
proteus vulgaris dan pseudomonas auregenosa. Hemofilus influenza sering ditemukan
pada anak yang berusia 5 tahun. (Canter RJ).

C. Patofisiologi
OMSA sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang
tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius.
Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi
saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel darah putih akan melawan sel-sel bakteri dengan mengorbankan diri
mereka sendiri, sedikitnya terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan
jaringans ekitar sel eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir
dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga
dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengatran di
telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat
merobek gendang telinga karena tekanannya.
D. Tanda dan Gejala
Gejala klinis OMSA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
 Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap.
 Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
 Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai
39,50oC, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
 Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
 Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan
jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).
 Stadium OMA berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
 Stadium Oklusi Tuba Eustachius
 Terdapat Oklusi retraksi membran timpani akibat tekanan negativ di dalam
telinga tengah. Berwarna normal atau keruh pucat.
1. Stadium hiperemis (Presupurasi)
 Seluruh membran timpani tampak hiperemis dan edema karma pembuluh
darah yang melebar.
 Sekret yang terbentuk bersifat eksudat serosa, sukar terlihat.
2. Stadium Supurasi
 Membran timpani menonjol ke telinga luar karena edema pada mukosa
telinga tengah.
 Hancurnya sel epitel superficial.
 Terbentuknya eksudat purulen di kavium timpani.
3. Stadium Peforasi
 Ruptur membran timpani.
 Nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.
 Pasien mulai tenang, suhu badan turun dan dapat tidur nyenyak.
4. Stadium Resolusi
 Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali.
 Jika peforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus / hilang
timbul lebih dari tiga minggu terjadilah OMSK.
E. Klasifikasi
Otitis media supuratif akut dapat diklasifikasikan menjadi 5 stadium, yitu :
1. Stadium oklusi tuba eutachius
Tanda adanya oklusi tuba eustachius adalah gambaran retraksi membrane timpani
akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, akibat absorbs udara.
Kadang-kadang membrane timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna
keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tapi tidak dapat di deteksi. Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani
tampak hiperemis serta edema. Secret yang telah terbentuk mungkin masih masih
bersifat aksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial
serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane
timpani menonjol (bulging) kea rah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta
rasa nyeri di telinga semakin bertambah berat.
4. Stadium perfrorasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang
menjadi tenang, suhu badan menurun dan anak dapat tertidur dengan nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan
akan normal kembali, bila sudah terjadi perforasi, maka sekretnya akan berkurang dan
akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka
resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.

F. Komplikasi
Komplikasi yang serius adalah :
 Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis).
 Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
 Kumpulan pada wajah.
 Tuli
Tanda-tanda terjadi komplikasi :
 Sakit kepala
 Tuli yang terjadi secara mendadak
 Vertigo (perasaan berputar)
 Demam dan menggigil

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan atoskop (alat untuk memeriksa liang-liang gendang
telinga dengan jelas).
2. Melihat ada tidaknya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna
gendang telinga menjadi kemerahan / agak kuning dan suram, serta cairan di
liang telinga.
3. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat
gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon
gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.
Tujuan : untuk melihat berkurangnya atau tidak ada sama sekali gerakan
gendang telinga.
4. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekuatan membran timpani.
5. Kultur dan uji sensitifitas dilakukan timpano sintesis (aspirasi jarum dari
telinga tengah melalui membran timpani). Uji senditivitas dan kultur dapat di
lakukan untuk mengidentifikasi organism pada secret telinga
6. Pengujian audiometric menghasilkan data dasar atau mendeteksi seetiap
kehilangan pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.

H. Pengkajian Sistem yang Berhubungan Dengan Penyakit

1. Kaji adanya perilaku nyeri verbal dan non-verbal.


2. Kaji adanya peningkatan suhu (indikasi adanya proses infeksi).
3. Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher.
4. Kahi status nutrisi dan keadekuatan asupan cairan kalori.
5. Kaji kemungkinan tuli.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada telinga tengah dan rupturnya
membrane timpani
2. Hipertermi berhubungan dengan prosses inflamasi
3. Gangguan persepsi sensori auditori berhubungan dengan gangguan hantaran
bunyi pada organ pendengaran
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
OMSA yang tepat

J. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Nyeri akut berhungan dengan inflamasi pada telinga tengah dan rupturnya
membrane tympani.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, rasa nyeri
dapat terkontrol, dengan criteria hasil :
- Skala nyeri 1-3 (0-10)
- Ekspresi wajah rileks

INTERVENSI RASIONAL

 Kaji karakteristik nyeri  Menentukan tingkat keparahan dan


intervensi lebih lanjut

 Dapat memperoleh infeksi/rupture


 Anjurkan klien untuk tidak mengorek membrane tympani
telinga
 Kompres dapat mengurangi rasa nyeri
 Kompres dingin pada bagian mastoid
2. ipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien menyatakan
tidak demam lagi, dengan criteria hasil :
- Suhu 36,7oC-37oC
- Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi

INTERVENSI RASIONAL

 Ukur suhu 6 jam sekali  Mengetahui perubahan suhu sebelum


dan sesudah dilakukan intervensi
 Kompres hangat pada lipatan-  Kompres pada lipatan, contohnya :
lipatan dan kening Ketiak, lebih cepat menurukan panas
karena pori-pori di daerah tersebut
besar.
 Anjurkan pasien untuk minum  Mencegah dehidrasi sebagai efek
kurang lebih 2,5-3 L/hari demam

3. Gangguan persepsi sensori auditori berhubungan dengan gangguan hantaran


bunyi pada organ pendengaran
Tujuan :
 Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam fungsi
inderapendengaran klien kembali normal dengan, criteria hasil :
- Gangguan pendengaran dapat teratasi
- Klien tidak mengalami hambatan komunikasi

INTERVENSI RASIONAL
 Kaji tingkat gangguan pendengaran  Mengetahui tingkat gangguan dan
menentukan intervensi
 Ketika berkomunikasi dengan klien  Dengan komunikasi keras tapi
usahakan dengan suara keras tapi pelan diharapkan dapat lebih
pelan diterima klien

 Kolaborasi dalam melakukan  Timpanotomi bertujuan untuk


miringotomi/timpanotomi melakukan drainase secret dari
telinga tengah ke telinga luar
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
OMSA yang tepat
Tujuan :
 Pengetahuan klien tentang penatalaksanaan OMSA meningkat

INTERVENSI RASIONAL

 Kaji tingkat pengetahuan klien 


 Berikan informasi berkenaan
dengan kebutuhan klien
 Susun bersama hasil yang
diharapkan dalam bentuk kecil dan
realistic untuk memberikan klien
tentang keberhasilan
 Beri upaya penguatan pada klien
 Gunakan bahasa yang mudah
dipahami
 Berikan informasi langkah demi
langkah dan lakukan demonstrasi
ulang bila mengajarkan prosedur
DAFTAR PUSTAKA

1. Canter RJ. Acute suppurative otitis media. In : Kerr AG, ed. Scott Brown’s
Otolaryngology. Sixth edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, London, 1997,
3/9/1-7.
2. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima.
Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
3. Healy GB. Rosbe KW. Otitis Media and Middle Ear Effusions. In: Ballenger’s
Otorhinolarygology Head and Neck Surgery. Sixteenth edition. BC Decker Inc.
Ontario, 2003, 249-59.
4. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
5. George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai