Anda di halaman 1dari 16

Kasus 1

Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa ibunya ke poli THT RSHS dengan keluhan
keluar secret warna hijau dari telinga anak 2 minggu terakhir, kalau dipanggil sering tidak
menjawab hanya menjawab jika dipanggil dengan suara keras, riwayat pasien pernah
mengeluarkan riwayat cairan yang sama 4 bulan yang lalu tetapi menurut ibu pasien pasien
sering berendam di tempat kolam kerbau berenang bersama teman-temannya. Menurut ibu
pasien, pasien tidak menyukai ikan atau sayuran sehingga pasien dibiarkan memilih makanan
sesuai keinginannya sering hanya jajan diwarung saja. Pada pemeriksaan fisik secret purulen
keluar dari telinga kiri warna hijau bau amis pendengaran 70dcbel, cek spesimen didapatkan
streptococus (+), dr melakukan irigasi telingan dan memberikan obat erlamicetin tetes telinga
untuk 6 minggu, anak tampak menggaruk-garuk telinganya.
Konsep Umum
1. Definisi
Otitis adalah inflamasi telinga atau peradangan pada telinga. Inflamasi dapat terjadi di
saluran telinga luar yang disebut otitis eksterna atau ditelinga tengah yang disebut otitis
media.
Otitis eksterna adalah salah satu jenis dari infeksi telinga yang mengenai saluran
telinga. Karena saluran telinga gelap dan hangat maka dapat dengan mudah terkena
infeksi bakteri atau jamur. Otitis eksterna adalah radang liang telinga, baik akut maupun
kronis disebabkan oleh bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit.
Sedangkan Otitis Eksterna Maligna merupakan infeksi telinga luar yang ditandai dengan
adanya jaringan granulasi pada liang telinga dan nekrosis kartilago dan tulang liang
telinga hingga meluas ke dasar tengkorak.
Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid disebabkan oleh infeksi virus atau
bakteri yang menyebabkan radang telinga tengah. Kondisi ini biasanya terjadi bersamaan
dengan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi
1. Otitis eksterna
Terjadi pada individu yang rentan setelah berenang atau jenis lain pajanan telinga
luar terhadap air.
2. Otitis media

Terjadi akibat infeksi bakteri, biasanya oleh streptococcus pneumoniae,


Haemophilus influenzae atau Staphylococcus aureus. Otitis media akut juga dapat
terjadi akibat virus, imaturitas, sistem imun atau reflux gastroesofagus pada anak
kecil juga dapat menjadi penyebabnya. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi
tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan

efisiensi

obat

antimikroba

dengan

menganggu

mekanisme

farmakokinetiknya. Otitis media akut terjadi ketika tuba eustachius yang secara
normal mengalirakan sekresi telinga tengah ke tenggorokan menjadi tersumbat
atau penuh sehingga menyababkan penimbunan sekresi telinga tengah dan cairan.
Ketika tuba eustachius terbuka kembali, tekanan ditelinga yang mengalami
kongesti tersebut dapat menarik sekresi hidung yang terkontamiasi melalui tuba
eustachius untuk masuk ke telinga tengah sehingga terjadi infeksi.
Faktor Resiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor
genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu
formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis
kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,
disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain. Peningkatan insidens
OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak
matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status
imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki
lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan.
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang
dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya
lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih
mudah menyebar ke telinga tengah.

Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah
17,5 mm
3. Tanda Gejala
a. gatal-gatal
b. keluarnya cairan berbau busuk.
c. Jika saluran telinga membengkak atau terisi oleh nanah dan sel-sel kulit yang mati,
maka bisa terjadi gangguan pendengaran.
d. Biasanya jika daun telinga ditarik atau kulit didepan saluran telinga ditekan, akan
timbul nyeri.
e. Dengan menggunakan otoskop,

kulit

pada

saluran

telinga

tampak

merah,

membengkak dan penuh dengan nanah dan sel-sel kulit yang mati.
f. Nyeri spontan timbul saat membuka mulut (sendi temporomandibularis)
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada
anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di
samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada
anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan
anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C (pada
stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare,
kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur
membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur
tenang.Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu
penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien
tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang
kemerahan dan membengkak atau bulging.

4. Klasifikasi
Otitis dibagi menjadi :
1. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tandatanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada
pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya efusi telinga
tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran
timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di
belakang membran timpani, dan otore.
2. Otitis media kronik ditandai dengan adanya supuratif (bernanah) yang merupakan
lanjutan dari OMA yang mengalami pecah gendang telinga (membran timpani) dan
tidak menutup setelah 6 minggu atau non supuratif (serosa/gendang telinga utuh).
3. Otitis media supuratif kronik (OSMK) adalah otitis media yang berlangsung lebih dari
2 bulan karena infeksi bakteri piogenik dan ditandai oleh perforasi membran timpani
dan pengeluaran sekret.
5. Stadium
Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam
telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan
posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang
terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi,
membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya

berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya
sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses
inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium
ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia,
telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi
gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena
terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar
antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
Membran Timpani Hiperemis

3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa
telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya
eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau
bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit,
nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu
gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran
konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih
lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi
pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang
tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak
menutup kembali jikanya tidak utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium
ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi
kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh
menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah

sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik
(Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
Membran Timpani Peforasi

5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani
berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret
purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium
ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya
tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa
mengalami perforasi membran timpani.
6. Komplikasi
Otitis media yang berulang atau tidak diobat dapat menyebabkan pembentukan
jaringan parut di gendang telinga dan penurunan ketajaman pendengaran secara permanen
Komplikasi yang jarang terjadi pada otitis media akut adalah meningitis, abses otak
otogenik, atau infeksi tulang mastoid

Patofisiologi
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang selsel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran
telinga dengan cotton bud (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini
dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran
menumpuk disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan
air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut
pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur.
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas (ISPA) yang
disebabkan oleh bakteri, kemudian menyebar ke telinga tengah melewati tubaeustachius.
Ketika bakteri memasuki tuba eustachius maka dapat menyebabkan infeksi dan terjadi
pembengkakan, peradangan pada saluran tersebut.
Proses peradangan yang terjadi pada tuba eustachius menyebabkan stimulasi
kelenjarminyak untuk menghasilkan sekret yang terkumpul di belakang membran
timpani.Jika sekret bertambah banyak maka akan menyumbat saluran eustachius,sehingga
pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang osikel(maleus, incus,
stapes) yang menghubungkan telinga bagian dalam tidak dapatbergerak bebas.
Selain mengalami gangguan pendengaran, klien juga akan mengalami nyeri pada
telinga.Otitis media akut (OMA) yang berlangsung selama lebih dari dua bulan dapat
berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila faktor higiene kurang diperhatikan,
terapi yang terlambat, pengobatan tidak adekuat, dan adanyadaya tahan tubuh yang kurang
baik.
Otitis media sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang tenggorokan /
pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius.
Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran
tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan
datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel darah putih akan melawan sek-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri, sedikitnya terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel
eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah
banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil

penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam bergerak bebas.
Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya. (Kapita selekta kedokteran, 1999, 79).

Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang telinga yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai dengan penonjolan
gendang telinga yang merah pada pemeriksaan otoskopi. Penanda tulang dan refleks
mungkin kabur. Otitis media dengan efusi dapat tampak sebagai gendang telinga yang
berwarna abu-abu, baik menonjol ataupun cekung ke dalam. Otitis eksterna
didiagnosus dengan teramatinya saluran eksterna yang merah dan mengalami
inflamasi.
2. Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop (Otoskop Pneumatik) lebih lanjut
membantu diagnosis otitis media. Dengan menekan balon berisis udara yang
dihubungkan ke otoskop, bolus kecil udara dapat diinjeksikan ke dalam telinga luar.
Mobilitas membran timpani dapat diobservasi oleh pemeriksa melalui otoskop. Pada
otitis media akut dan otitis media dengan efusi, mobilitas membran timpani
berkurang.
3. Timpanogram adalah suatu pemeriksaan yang mencakup pemasangan sonde kecil
pada telinga luar dan pengukuran gerakan mebran timpani (gendang telinga) setelah
adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi mobilitas
membran timpani. Pada otitis media akut dan otitis media dengan efusi mobilitas
gendang telinga berkurang.
4. Tes audiologi/audiometri memperlihatkan defisit pendengaran yang merupakan
indikasi penimbunan cairan infkesi atau alergi.
5. Tes CT Scan dan MRI keduanya berguna untuk memriksan perluasan inflamasi
terhadap anatomi jaringan lunak, pembentukan abses, dan komplikasi intracranial.
Penatalaksanaan
1. Pengobatan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada


stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan
pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania
yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius,
menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan
sistemik (Titisari, 2005).
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat
tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun
atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun
pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik (Djaafar,
2007).
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika
terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin.

Untuk

terapi

awal

diberikan

penisilin

intramuskular

agar

konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis


terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik
diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan
eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam
empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi
dalam 3 dosis (Djaafar, 2007).
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk
untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala
cepat hilang dan tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007).
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara
berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3
sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10
hari (Djaafar, 2007).
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret
mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat

dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi
mastoiditis (Djaafar, 2007).
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik.
Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua
sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera
dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah
yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik
meningkat. Menurut American Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007).
Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan firstline terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima
hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan
terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi
seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae (Kerschner, 2007). Pneumococcal 7valent conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media
(American Academic of Pediatric, 2004).
Sesuai pada kasus pasien diberikan antibiotik Erlamicetin yang diberikan
selama 6 minggu berarti sudah mengalami stadium perforasi karena pengobatan yang
dilakukan lebih dari 3 minggu.
Erlamicetin merupakan suatu tetes telinga
Indikasi:
Infeksi superfisial pada telinga luar oleh kuman gram positif atau gram negatif yang peka
Terhadap Chloramphenicol.
Kontra Indikasi:
- Bagi penderita yang sensitif terhadap Chloramphinicol.
- Perforasi membran timpani.
Komposisi:
Tetes telinga Erlamycetin mengandung 1% Chloramphenicol base di dalam larutan tetes
telinga.
Aksi dan Pemakaian:
Sebagai broad spektrum antibiotika, bekerja sebagai bakteriostatik terhadap beberapa
species dan pada keadaan tertentu bekerjanya sebagai bakterisid.
Cara Pemakaian:

Teteskan ke dalam lubang telinga 2 - 3 tetes, 3 kali sehari.


Peringatan dan Perhatian:

Hindarkan penggunaan jangka lama karena dapat merangsang hipersensitivitas dan


superinfeksi oleh kuman yang resistan

Obat tetes ini hanya bermanfaat untuk infeksi yang sangat superfisial, infeksi yang
dalam memerlukan terapi sistemik

Efek samping:
Iritasi lokal, seperti gatal, rasa panas, dermatitis vesikuler dan mukolopapular.
Penyimpanan:
Simpan di tempat yang sejuk, kering dan terlindung dari cahaya.
Kemasan:
Botol @ 10 ml.
2. Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren,
seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman,
2003).
1) Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada
anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis
nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali
terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau
timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan
terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur
(Kerschner, 2007).
2) Timpanosintesis

Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan


pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret
untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak
memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang
sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat
menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran
secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif,
randomized trial yang telah dijalankan.
3) Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan
efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi
tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan
OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan
adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren
(Kerschner, 2007).
NCP
A. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN
1) Biodata Pasien
Nama

Umur

Jenis kel. :
Alamat

2) Riwayat Kesehatan
a.

Keluhan Utama: Biasanya pasien merasakan nyeri pada telinga kanan, perasaan
tidak enak pada telinga, pendengaran berkurang, ketika membersihkan telinga
keluar cairan berbau busuk

b. Riwayat penyakit sekarang: pasien mengatakan Tanyakan sejak kapan keluhan


dirasakan, apakah tiba-tiba atau perlahan-lahan, sejauh mana keluhan dirasakan,
apa yang memperberat dan memperingan keluhan dan apa usaha yang telah
dilakukan untuk mengurangi keluhan.
c. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan pada klien dan keluarganya ; apakah klien
dahulu pernah menderita sakit seperti ini, apakah sebelumnya pernah menderita
penyakit lain, seperti panas tinggi, kejang, apakah klien sering mengorek-ngorek

telinga dengan jepit rambut atau cutton buds sehingga terjadi trauma, apakah klien
sering berenang.
d. Riwayat penyakit keluarga: Apakah ada diantara anggota keluarga klien yang menderita penyakit seperti klien
saat ini dan apakah keluarga pernah menderita penyakit DM.
3) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi liang telinga, perhatikan adanya cairan atau bau, pembengkakan pada
MAE, warna kulit telinga, apakah terdapat benda asing, peradangan, tumor.
b. Inspeksi dapat menggunakan alat otoskopik (untuk melihat MAE sampai
ke membran timpany). Apakah suhu tubuh klien meningkat.
c. Palpasi
Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi respon nyeri dari klien,
maka dapat dipastikan klien menderita otitis eksterna sirkumskripta
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pendengaran berhubungan dengan penyumbatan pada liang telinga sekunder terhadap
pembesaran furunkel, jaringan granulasi yang subur, penumpukkan sekret pada liang telinga,
telinga rasa penuh/nyeri ditandai dengan Ibu Klien mengeluh pendengaran anaknya
berkurang. Liang telinga tampak sempit, hyperemesis dan edema tanpa batas yang jelas.
Kegagalan interaksi social berhubungan dengan hambatan komunikasi di tandai penumpukan
serumen, penyempitan liang telinga, hyperemesis dan edema
INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Dx.
1. I

Tujuan/ KH
Intervensi
Rasional
Nyeri
pasien
a. Kaji tingkat nyeri klien / dan Meberi
dapat teratasi

skala nyeri
b.

untuk

mengkaji respon terhadap

Lakukan pembersihan telingaintervensi


secara teratur dan hati-hati.

c.

info

Untuk

mengurangi

Beri penyuluhan kepada klienpenumpukan


tentang penyebab nyeri danyang

serumen

menyebabkan

penyakit yang dideritanya /edema


demamnya
d.

Supaya

Lakukan aspirasi secara sterilmengerti


(bila

terjadi

abses)

pasien
tentang

untukpenyebab penyakit yang

mengeluarkan nanahnya, jikadi derita, sehingga tau


dinding furunkelnya tebal,.
e.

apa

yang

Kolaborasi dalam pemberiansupaya

di

lakukan

tidak

timbul

obat analgetik dan antibiotikpenyakit yang sama.


dosis tinggi

Untuk

mengurangi

adanya penekanan pada


telinga.
Untuk
2.

II

mengurangi

nyeri pada pasien


Memperbaikia. Mengambil serumen dengan Usaha
lain
fungsi

irigasi, atau suction.

pendengaran b. Menberikan

anti

untuk

membersihkan
biotic

hydrogen pyrocsida

kanalis

/auditorius

eksterna

seperti korek api, jepit


rambut,
Usaha

untuk

mematikan bakteri dalam


3.

III

telinga luar
Membantu a. Beri alat bantu pendengaran
Untuk
pasien

untuk
b. Ajari

berinteraksi

klien

membantu

untukpendengaran klien

menggunakan tanda non verbal Merupakan alternative


dan bentuk komunikasi lainnya lain untuk mempermudah
c. Ajari keluarga atau orangkomunikasi dengan orang
terdekat praktik komunikasilain
yang efektif

Mampu berkomunikasi

d. Mengurangi

kegaduhanyang baik dengan klien

lingkungan

Ketengan
dapat

4.

IV

lingkungan
membantu

Suhu

tubuh
a. Pantau suhu tubuh pasien

kelancaran komunikasi
Suhu
38,9
C

pasien

dapat
b. Beri kompres hangat

menunjukan

kembali normal
c. Anjurkan

pasien

proses

memakaiinflamasi

pakaian tipis dan menyerap Membantu


keringat

menurunkan

d. Kolaborasi pemberian obatsecara bertahap

demam

anti piretik

Pakaian
menyerap

tipis

dan

keringat,

sehingga keringat yang di


keluarkan bisa terserap
Untuk

mengurangi

demam
DAFTAR PUSTAKA
Potter Patricia A.,1996, Pengkajian Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi VIII, EGC, Jakarta.
Mansjoer, arif dkk. 1999.Kapita selekta.edisi III, hal. 83-85
Dongoes,Marilynn. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III

Anda mungkin juga menyukai