Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN BBLR

DI RUANG NICU RSD K.R.M.T WONGSONEGORO

Nama : Serlika Anggraini

NIM : 523126

PROFESI NERS ( SEMESTER I)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG
TAHUN AJARAN 2023
Jalan Yos Sudarso / Jalan Puri Anjasmoro - Semarang
Telp : (024) 76632823, 76632825, Fax. (024) 76632939
E-mail:humas@stikestelogorejo.ac.id-Website:www.stikestelogorejo.ac.id
A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur yang mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran pernafasan. ISPA berat

apabila masuk ke jaringan paru- paru dan dapat menyebabkan pneumonia. ISPA termasuk

golongan Air Bone Disease yang penularannya melalui udara (Pitriani, 2020).

2. Etiologi

Di negara berkembang, streptococcus pneumonia dan haemopylus influenza menjadi

penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Patogen ini dapat masuk dan hidup di

saluran pernafasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan. Penyebab ISPA terdiri lebih

dari 300 spesies bakteri, virus, dan riketsi. Bakteri penyebab ISPA antara lain genus

streptococcus, staphylococcus, pneumococcus, haemophilus influenza, bordetella, dan

corynebacterium. Virus penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) antara lain

myxovirus, adenovirus, coronavirus, picornavirus, mycoplasma, herpesvirus (Pitriani, 2020).

Faktor lain yang dapat menyebabkan ISPA pada anak antara lain status gizi, status imunisasi,

kepadatan penduduk, kondisi rumah, ventilasi rumah, dan asap rokok,

3. Klasifikasi

Berdasarkan (Halimah, 2019), klasifikasi ISPA dikategorikan berdasarkan umur dan lokasi

anatomi yaitu :

a. ISPA berdasarkan umur :

1. Anak umur <2 bulan


Dengan tanda klinis berhenti menyusu, kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau

sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam >38°C, pernapasan

cepat >60x/menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral pada lidah,

distensi abdomen, dan abdomen tegang.

2. Anak usia 2 bulan sampai <5 tahun :

a) Gejala sangat berat : Batuk, kesulitan bernafas, sianosis sentral, tidak

dapat makan dan minum, pernafasan cepat, terdapat penarikan dinding

dada, anak kejang, dan penurunan kesadaran.

b) Gejala berat : Batuk, kesulitan bernafas, pernafasan cepat, terdapat

penarikan dinding dada, tidak terdapat sianosis sentral, dan masih

dapat minum.

c) Gejala sedang : Batuk, kesulitan bernafas, pernafasan cepat, tidak

terdapat penarikan dinding dada.

d) Gejala ringan : Batuk, tanpa pernafasan cepat, tidak ada penarikan

dinding dada.

b. ISPA berdasarkan lokasi anatomi :

1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)

Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek dan

faringitis.

2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)

Infeksi yang menyerang bagian epiglotis (laring) sampai dengan alveoli.

4. Anatomi Fisiologi
Sistem pernapasan terdiri dari komponen berupa saluran pernapasan yang dimulai dari

hidung, faring, laring, trakhea, brokhus, bronchiolus, alveoli, dan paru-paru.

Anatomi Saluran Pernapasan (Sarpini, 2018)

1) Rongga hidung

Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Udara yang

masuk melalui hidung akan disaring oleh bulu-bulu yang ada di vestibulum dan akan

dihangatkan serta dilembabkan. Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan (respirasi)

dan indra penciuman (pembau).

2) Farings

Faring merupakan pipa yang memiliki otot, mulai dasar tengkorak sampai

esophagus, terletak dibelakang hidung (nasofaring). Faring terdiri atas nasofaring,

orofaring, dan laringorofaring. Faring berfungsi untuk jalan udara dan makanan.

3) Larings

Jalinan tulang rawan yang dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat, dan

ligamentum yang berfungsi untuk berbicara, dan juga berfungsi sebagai jalan udara

antara faring dan trakea.

4) Epiglotis

Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup laring

ketika orang sedang makan, untuk mencegah makanan masuk ke dalam laring.
5) Trakhea

Trakhea (batang tenggorok) merupakan tabung berbentuk pipa seperti huruf C,

tersusun atas 16-20 lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin. Trakea ini dilapisi oleh

selaput lendir yang terdiri epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda

asing.

6) Bronkhus

Bronkhus merupakan percabangan dari trakea, dimana bagian kanan lebih pendek dan

lebar dibanding bronkhus kiri. Bronkhus kanan memiliki tiga lobus, yaitu lobus atas,

lobus tengah, dan lobus bawah. Berbeda halnya bronkhus kiri yang lebih panjang,

memiliki dua lobus, yaitu lobus atas dan lobus bawah.

7) Bronkhiolus

Saluran setelah bronkhus adalah bagian percabangan yang disebut sebagai

bronkiolus. Bronkiolus ialah cabang-cabang bronkhus yang semakin masuk ke dalam

paru-paru semakin kecil dan halus dengan dinding yang tipis. Luas permukaan

bronkiolus menentukan besar oksigen yang dapat diikat secara efektif oleh paru-paru.

Fungsi bronkiolus adalah sebagai media atau saluran yang menghubungkan oksigen agar

mencapai paru-paru.

8) Alveoli

Ujung saluran napas sesudah bronkhiolus berbentuk kantong udara yang disebut

alveoli. Kelompok-kelompok alveoli yang sangat banyak ini berbentuk seperti anggur dan

disinilah terjadinya pertukaran gas O2 dan CO2. Dinding alveoli berupa selaput membran

tipis dan elastis serta diliputi oleh banyak kapiler. Membran ini memisahkan gas dari

cairan. Gas yaitu udara kita sedot saat menarik napas dan cairan adalah darah dari kapiler.
Jadi seluruh pertukaran dalam paru terjadi pada alveoli.

9) Paru-Paru

Paru merupakan organ paling besar dari organ pernapasan dan ada dua buah kiri dan

kanan. Paru kanan mempunyai 3 lobus dan sedikit lebih besar dari paru kiri yang

mempunyai 2 lobus. Kedua paru dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum yang

berisi jantung, travhea, esofagus, dan beberapa limfe-nodus. Paru dilapisi oleh selaput

pelindung yang disebut pleura dan pisahkan dari rongga abdomen oleh diafragma.

Selaput pleura yang meliputi paru terdiri dari 2 lapis, berisi cariran yang diproduksi

pleura. Fungsi cairan ini agar paru dapat bergerak leluasa dalam rongga dada selama

bernapas (Sarpini, 2018).


5. Pathways

Bakteri, virus, jamur, lingkungan

Inflamasi Peradangan pada saluran pernafasan Kesulitan/sakit dalam


mengunyah dan menelan

Pola nafas tidak efektif Kuman melepas endotoksin Peningkatan asam lambung

Leukosit melepa zat pyrogen Nausea

Hipotalamus kebagian termuregulator

Suhu tubuh meningkat

Hipertermi Hospitalisasi

Merangsang pertahanan tubuh Perubahan progress


keluarga
terhadap mikroorganisme

Suplai O2 menurun Produksi mucuc oleh sel sel basilica system imun
menurun
Penurunan metabolism sel Penumpukan sekresi
Resiko infeksi
Intoleransi aktivitas
Bersihan jalan nafas tidak efektif

Pathway ISPA (Windasari, 2018)


6. Patofisiologi

Infeksi pernafasan yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur

mengakibatkan reaksi inflamasi dari respon immunologi. Hal ini menimbulkan reaksi

mekanisme pertahanan tubuh pada saluran pernafasan seperti filtrasi udara, inspirasi

di rongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglotis, serta pembersihan mukosilier dan

fagositosis. Patogen yang menyerang tubuh, menempel pada sel epitel hidung

mengikuti proses pernafasan dan masuk kedalam saluran pernafasan. Setelah terjadi

inokulasi, patogen melewati beberapa mekanisme pertahanan saluran nafas seperti

pertahanan fisik, mekanis, sistem imun hormonal, dan seluler.

Pertahanan pada saluran pernafasan atas adalah rambut-rambut halus di lubang

hidung yang memfiltrasi patogen, lapisan mukosa, dan sel-sel silia. Selain itu, terdapat

amandel dan kelenjar gondok yang mengandung sel-sel imun. Jika patogen dapat

menghindari mekanisme pertahanan dan menjajah saluran pernafasan atas, maka

patogen akan dihalangi oleh lapisan pertahanan (sistem imun) untuk mencegah

patogen tersebut masuk hingga ke salauran pernafasan bawah (Pitriani, 2020).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dapat menyebar melalui udara yang

terkontaminasi. Bakteri penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, oleh

karena itu ISPA termasuk dalam kelompok penyakit yang ditularkan melalui udara.

Rute penularan melalui udara yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun
benda yang terkontaminasi. Sebagian besar infeksi melalui udara dapat ditularkan

melalui kontak langsung, namun tidak jarang ISPA terjadi ketika udara yang

mengandung mikroorganisme penyebab ISPA terhirup.

7. Manifestasi Klinis

Pada umumnya, gejala klinis ISPA seperti demam selama 4-7 hari, pilek, batuk

disertai sputum berwarna kuning atau putih dengan konsistensi kental, dada terasa nyeri,

sesak nafas, sakit kepala, sulit menelan, dan nafsu makan menurun (Suriani, 2018).

Adapun manifestasi klinis dari ISPA menurut (Masriadi, 2017), berdasarkan

tingkat keparahannya sebagai berikut :

a. Gejala ringan

1. Batuk.

2. Suara serak saat berbicara atau menangis.

3. Peningkatan suhu tubuh 37°C-38°C.

4. Mengeluarkan ingus berbentuk lendir dari hidung dengan konsistensi

cair atau kental.

b. Gejala sedang

1. Peningkatan produksi sputum.

2. Suara pernafasan terdengar ronkhi atau wheezing.

3. Peningkatan suhu tubuh >39°C.

4. Timbul bercak-bercak merah seperti campak pada kulit.

5. Frekuensi nafas >60x/menit pada anak usia <1 tahun dan frekuensi nafas

>40x/menit pada anak usia >1 tahun.


c. Gejala berat

1. Bibir dan kulit membiru.

2. Kesadaran menurun.

3. Terdapat suara nafas tambahan stridor.

4. Tenggorokan berwarna merah.

5. Nadi cepat >160 x/menit atau tidak teraba

6. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.

7. Keluar darah dari mulut ketika batuk.

8. Dada terasa nyeri saat bernafas.

8. Pemeriksaan

a. CT-Scan, dilakukan untuk mengecek apakah ada penebalan pada area dinding hidung dan

rongga mukosa sinus bagian dalam.

b. Kultur virus, dengan mengambil sample sputum dilakukan untuk mengetahui jenis

mikroorganisme apa yang menimbulkan penyakit.

c. Foto rotgen thoraks, dilakukan untuk mengetahui kondisi paru-paru.

9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ISPA antara lain:

1) Otitis Media Akut

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan

tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,

muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada

pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah.

Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan

membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terjadi pada

membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore.

2) Rinosinusitis

Rinosinusitis (RS) adalah suatu kondisi peradangan yang melibatkan hidung

dan sinus paranasal. Secara klinik RS adalah keadaan yang terjadi sebagai tanda dan

gejala adanya peradangan yang mengenai mukosa rongga hidung dan sinus paranasal

dengan terjadinya pembentukan cairan atau adanya kerusakan pada tulang di bawahnya.

3) Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai sesak napas atau napas cepat. Penyakit

ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Secara klinis pada anak yang lebih tua

selalu disertai batuk dan napas cepat dan tarikan dinding dada ke dalam. Namun pada

bayi seringkali tidak disertai batuk.

4) Epistaksis

Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga

hidung atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis bukan

suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat

berhenti sendiri.

5) Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah

penyakit mata yang paling umum di dunia. Konjungtiva terpajan oleh banyak

mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu. Penyakit ini

bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat

dengan banyak sekret purulen kental.

6) Faringitis

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh

virus, bakteri, alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Virus dan bakteri melakukan invasi

ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Penyakit ini banyak menyerang

anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak usia kurang dari 3 tahun.

Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah (Wulandari & Meira, 2018).

10. Penatalaksanaan Medis Keperawatan

Prinsip penatalaksanaan pada Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebagai

berikut :

1. Perbanyak waktu istirahat minimal 8 jam perhari

2. Menambah makanan yang bergizi. Berikan makanan dalam porsi sedikit, namun

lebih sering dari biasanya

3. Minum lebih banyak air, kerena dapat membantu mengencerkan dahak

4. Kenakan pakaian yang tipis dan longgar saat demam

5. Berikan ASI dan MPASI untuk anak usia ≤2 tahun

6. Atasi demam dengan memberikan kompres menggunakan kain bersih (washlap)

yang dimasukkan kedalam air hangat atau air dengan suhu normal.
7. Berikan oksigen apabila frekuensi nafas anak melebihi batas normal. Lakukan

rujukan ke rumah sakit apabila frekuensi nafas anak semakin meningkat.

8. Tidak memberikan antibiotik atau paracetamol tanpa resep dokter.

Antibiotik diberikan apabila ISPA disebabkan oleh bakteri.

ISPA atas tidak selalu diobati dengan antibiotik karena sebagaian besar kasus

ISPA atas, disebabkan oleh virus. Terapi suportif diberikan untuk ISPA atas yang

disebabkan oleh virus.

1. Terapi Suportif

Terapi suportif meredakan gejala dan meningkatkan kinerja nutrisi

yang adekuat, bersihkan sumbatan pada hidung, serta pemberian

multivitamin.

2. Antibiotik

Antibiotik hanya digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang

disebabkan oleh bakteri, idealnya berdasarkan jenis kuman dan penyebab

utamanya adalah pneumonia, influenza, serta aureus.

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses awal dalam melakukan tindakan keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam melakukan pengumpulan data untuk menilai dan mengetahui

kesehatan klien. Tujuan dari dilakukannya penilaian kesehatan klien adalah untuk

mengumpulkan informasi dan database dari klien, sehingga pengumpulan data tersebut dapat

dilakukan dalam beberapa cara melalui observasi, pemeriksaan head to toe, dan pemeriksaan
penunjang lainnya (Nursalam, 2018).

a. Identitas klien

1) Identitas klien meliputi :

Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,

agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan

diagnosa medik.

2) Identitas Penanggung Jawab

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan

dengan pasien

b. Keluhan utama

Biasanya pasien yang mengalami ISPA di dapatkan keluhan utamanya adalah demam,

kejang, sesak napas, batuk, nafsu makan menurun, gelisah atau rewel, dan kepala terasa

sakit.

c. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya pasien sebelumnya merasakan panas yang tinggi secara tiba -tiba, sakit kepala,

malise, nyeri pada area sendi dan otot, kehilangan nafsu makan, flu dan batuk, dan sakit

tenggorokan.

2. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pasien sudah pernah mengidap penyakit yang serupa.


3. Riwayat kesehatan keluarga

Klien yang mengalami ISPA biasanya memiliki riwayat penyakit infeksi, seperti TBC,

Pneumonia, dan Ifeksi saluran pernafasan lainnya. Bahkan kemungkinan keluarga klien

sendiri memiliki riwayat penyakit yang serupa.

f. Pemeriksaan fisik

g. Kaji pola fungsi kesehatan

h. Pemeriksaan laboratorium

2. Diagnose keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis berdasarkan masalah kesehatan

pasien. Diagnosis keperawatan adalah kunci perawat membuat rencana perawatan yang

tepat akan membantu pasien mencapai kesehatan optimal. Dengan demikian, penilaian

menjadi lebih komprehensif dan disesuaikan dengan masalah dan diagnosis pasien (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosis keperawatan pada ISPA yaitu :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas

(D.0001)

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (D.0005)

3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen (D.0056)

5. Risiko Infeksi dibuktikan dengan peningkatan paparan organisme patogen

lingkungan (D.0142)

6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0111)


3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

1. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
efektif (D.0001) b.d keperawatan selama 3x Observasi :
hipersekresi jalan nafas d.d pertemuan diharapkan 1.1. Identifikasi kemampuan
bersihan jalan nafas batuk
Gejala dan tanda mayor (L.01001) meningkat dengan 1.2. Monitor tanda dan gejala
Subjektif : kriteria hasil : infeksi saluran napas
(tidak tersedia) - Batuk efektif Terapeutik :
Objektif : meningkat (5) 1.3 Atur posisi semi- fowler atau
1. Batuk tidak efektif - Produksi sputum fowler
2. Tidak mampu batuk menurun (5) Edukasi :
3. Sputum berlebih - Mengi menurun (5) 1.4 Jelaskan tujuan dan prosedur
4. Mengi, wheezing, ronkhi - Wheezing menurun batuk efektif
kering (5) 1.5 Anjurkan tarik napas dalam
- Dispnea menurun (5) 1.6 Anjurkan
Gejala dan tanda minor - Sulit bicara menurun (5) mengulangi tarik napas
Subjektif : - Sianosis menurun (5) 1.7 Anjurkan batuk dengan
1. Dispnea - Gelisah menurun (5) kuat
2. Sulit bicara - Frekuensi nafas
Objektif : membaik (5)
1. Gelisah - Pola nafas membaik (5)
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah
5. Pola nafas berubah
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
(D.0005) b.d hambatan upaya keperawatan selama 3x (I.01011)
nafas d.d pertemuan diharapkan pola Observasi :
nafas (L.01004) membaik 2.1 Monitor pola nafas (frekuensi,
Gejala dan tanda mayor dengan kriteria hasil : kedalam, usaha napas)
Subjektif : - Tekanan inspirasi 2.2 Monitor bunyi nafas tambahan
1. Dispnea meningkat (5) (wheezing/ronkhi)
- Tekanan ekspirasi Terapeutik :
Objektif : meningkat (5) 2.3 Posisikan semi- fowler
1. Penggunaan otot bantu - Dispnea menurun (5) atau fowler
nafas - Penggunaan otot bantu Edukasi :
2. Fase ekspirasi memanjang nafas menurun (5) 2.4 Ajarkan teknik batuk efektif
3. Pola nafas abnormal - Pemanjangan fase
(takipnea, bradipnea, ekspirasi menurun (5)
hiperventilasi, kussmaul, - Pernafasan cuping
cheyne-sokes) hidung menurun (5)
- Frekuensi nafas
Gejala dan tanda minor membaik (5)
Subjektif :
1. Ortopnea

Objektif : - Kedalaman nafas


1. Pernafasan cuping hidung membaik (5)
2. Tekanan ekspirasi
menurun
3. Tekanan inspirasi menurun
4. Ventilasi semenit menurun
5. Diameter thotaks anterior-
posterior meningkat

3. Hipertermi (D.0130) b.d proses Setelah dilakukan tindakan Manajemen


penyakit (mis. inflamasi) d.d keperawatan selama 3x Hipertermia (I.15506)
pertemuan termoregulasi Observasi :
Gejala dan tanda mayor : (L.01004) membaik 3.1 Identifikasi penyebab
Subjektif : dengan kriteria hasil : hipertermia
(tidak tersedia) - Mengigil menurun 3.2 Monitor suhu tubuh
Objektif : (5) Terapeutik :
1. Suhu tubuh diatas nilai - Suhu tubuh membaik 3.3 Longgarkan atau lepaskan
normal (5) pakaian
- Suhu kulit membaik (5) 3.4 Berikan cairan oral
Gejala dan tanda minor : - Takipnea menurun 3.5 Lakukan
Subjektif : (5) pendinginan eksternal (mis
(tidak tersedia) - Takikardi menurun kompres dingin pada dahi,
Objektif : (5) leher, dada, abdomen, aksila)
1. Kulit merah - Bradikardi menurun (5) Edukasi :
2. Kejang 3.6 Anjurkan tirah baring
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat
4. Intoleransi aktivitas (D.0056) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178)
b.d ketidakseimbangan antara keperawatan selama 3x Observasi :
suplai dan kebutuhan oksigen pertemuan toleransi 4.1 Identifikasi
d.d aktivitas (L.05047) gangguan fungsi tubuh
meningkat dengan kriteria yang
Gejala dan tanda mayor : hasil : mengakibatkan kelelahan
Subjektif : - Frekuensi nadi 4.2 Monitor pola dan jam tidur
1. Mengeluh lelah meningkat (5) 4.3 Monitor kelelahan fisik dan
Objektif : - Keluhan lelah emosional
1. Frekuensi jantung menurun (5) Terapeutik :
meningkat >20% eari - Dispnea saat/setelah 4.4 Sediakan
kondisi istirahat beraktivitas menurun (5) lingkungan yang nyaman dan
- Kekuatan tubuh bagian rendah stimulus (mis.
Gejala dan tanda minor : atas dan bawah Cahaya, suara, kunjungan)
Subjektif : meningkat (5) Edukasi :
1. Dispnea saat/setelah - Sianosis menurun (5) 4.5 Anjurkan tirah baring
aktivitas - Warna kulit membaik
2. Merasa tidak nyaman (5)
setelah beraktivitas - Frekuensi nafas
3. Merasa lemah membaik (5)
Objektif :
1. Sianosis
2. Tekanan darah berubah
>20% dari kondisi istirahat
5. Risiko infeksi (D.0142) d.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
peningkatan paparan organisme keperawatan selama 3x Observasi :
patogen lingkungan pertemuan diharapkan kontrol 5.1 Monitor tanda dan gejala
risiko (L.14128) meningkat infeksi lokal dan sistemik
dengan kriteria hasil : Terapeutik :
- Kemampuan mencari 5.2 Cuci tangan sebelum
informasi tentang dan
faktor risiko sesudah kontak dengan pasien
meningkat (5) dan lingkungan pasien
- Kemampuan 5.3 Pertahankan teknik aseptik
mengidentifikasi faktor pada pasien beresiko tinggi
risiko Edukasi :
meningkat (5) 5.4 Jelaskan tanda dan gejala
- Kemampuan mengubah infeksi
perilaku 5.5 Ajarkan cara
meningkat (5) mencuci tangan dengan benar
- Kemampuan 5.6 Ajarkan etika batuk
menghindari faktor 5.7 Anjurkan
risiko meningkat (5) meningkatkan asupan
- Kemampuan mengenali nutrisi
perubahan status 5.8 Anjurkan
kesehatan meningkatkan asupan
meningkat (5) cairan
- Penggunaan fasilitas
kesehatan meningkat (5)

6. Nausea b.d Efek Agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual (I.03117)
Farmakologis (SDKI D.0076 keperawatan selama 3x24jam Observasi :
Hal: 170) diharapkan nausea menurun 6.1 Identifikasi pengalam mual
(SLKI, L.08065) 6.2 Identifikasi isyarat non
Gejala dan tanda mayor : dengan kriteria hasil : verbal
Subjektif : - Nafsu makan meningkat 6.3 ketidaknyamanan
1. Mengeluh mual (1) 6.4 Identifikasi dampak mual
2. Merasa ingin muntah - Keluhan mual menurun terhadap kualitas hidup
3. Tidak berminat makan (5) 6.5 Identifikasi faktor peyebab
Objektif : - Sensasi panas menurun mual
(tidak tersedia) (5) 6.6 Monitor mual
- Pucat menurun (1) 6.7 Monitor asupan nutrisi dan
Gejala dan tanda minor : kalori
Subjektif : Terapiutik
1. Merasa asam di mulut 6.8 Kendalikan faktor penyebab
2. Sensasi panas/dingin mual
3. Sering menelan Edukasi
Objektif : 6.9 Anjurkan makanan tinggi
1. Salva meningkat karbohidrat dan rendh lemak
2. Pucat Kolaborasi
3. Diaforesis 6.10 Kolaborasi pemberian obat
antiemetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali Fikri, Syamsul Arifin, M. F. F. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
An. P Dengan Diagnosa Medis Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Di Ruang D
2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. 2(8.5.2017), 2003–2005.

Amaliyyah, R. (2021). Asuhan Keperawatan pada An. R Usia Bayi dengan Diagnosa
Medis Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Poli Umum Puskesmas Kebonsari
Surabaya. February, 6.

Ariana, R. (2016). Studi Kasus Asuhan Keperawatan pada Anak Balita yang
Mengalami ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Baru Samarinda. 1– 23.

Aziz, N. L. (2019). Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA
Pada Balita di desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi. Skripsi Kesehatan
Masyarakat Stikes BHM Madiun, 116. http://repository.stikes-bhm.ac.id/614/1/1.pdf

Khasanah, N. (2022). Asuhan Keperawatan Pada An. G dengan Infeksi Saluran


Pernapasan Akut (ISPA) di Ruang Baitunnisa I Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang. Universitas Islam Sultan Agung.

Lazamidarmi, D., Sitorus, R. J., & Listiono, H. (2021). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi,
21(1), 299. https://doi.org/10.33087/jiubj.v21i1.1163

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan

Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan.

Setiawan, P. A. (2021). Diagnosa dan Tatalaksana Hemoragik. Jurnal Medika Hutama , 1660-

1665.

Anda mungkin juga menyukai