Oleh :
ADELINA SIA
23203042
A. DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab
utama kematian pada balita didunia. Penyakit ini paling banyak terjadi di
negaranegara berkembang di dunia. Populasi penduduk yang terus bertambah
dan tidak terkendali mengakibatkan kepadatan penduduk di suatu wilayah yang
tidak tertata baik dari segi aspek sosial, budaya dan kesehatan (Adesanya &
Chiao, 2017). Kondisi ini akan bertambah buruk dengan status sosial ekonomi
keluarga yang rendah atau berada dibawah garis kemiskinan karena tidak dapat
memenuhi asupan gizi yang baik dan sehat untuk balita ditambah dengan kondisi
fisik rumah yang tidak layak tinggal (Kolawole, Oguntoye, Dam, & Chunara,
2017).(Mahendra & Farapti, 2018)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.
Inveksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host,
apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling
banyak di temukan pada anak di bawah lima tahun karena pada kelompok usia
ini adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan
terhadap berbagai penyakit. (Karundeng Y.M, et al. 2016)(Suriani, 2018)
B. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi
Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan
epiglotis, yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara
yang dihirup. (Nursing Students, 2015)
1. Hidung
Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang hidung)
yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara
ke rongga hidung. Bagian hidung lain adalah rongga hidung yang dilapisi
oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi
diawali dari sini. Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan
disaring oleh bulu-bulu yang ada di dalam vestibulum (bagian rongga
hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2. Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar
tengkorak sampai dengan esofagus yang terletak di belakang naso faring
(di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring
(laringo faring).
3. Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas
bagian tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang
terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.
4. Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup
laring ketika orang sedang menelan
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian (paru kanan dan
paru kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung beserta
pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks.
Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, dan memiliki fungsi
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
b. Fisiologi
Pernafasan/respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskann udara yang
banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari
tubuh. Penghisapan udara disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi.
Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana
oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah
dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen
menembus membran, di ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan
dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh.
Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan menembus
membran alveoli dankapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir
sampai pada mulut dan hidung. (Saputro. R, 2013).
C. KLASIFIKASI
Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris
saluran pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru termasuk dalam
saluran pernafasan (respiratory tract). Program pemberantasan penyakit (P2)
ISPA dalam 2 golongan yaitu (Cahyaningrum, 2012):
a. ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk
dan pilek (common cold).
b. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri,
yang ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun
tarikan dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-programpemberantasan ISPA (P2
ISPA) mengklasifikasikan ISPA(Cahyaningrum, 2012) sebagai berikut:
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat
pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding
dada dan bagian bawah ke dalam.
b. Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas
cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan
dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun.
c. Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada
nafas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak
umur 2- <12 bulan dan kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5
tahun.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise,
mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila
peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA yaitu, faktor
lingkungan, individu anak (umur, jenis kelamin dan berat badan lahir), nutrisi,
imunisasi, status sosial ekonomi, dan perilaku orang tua yang merokok,
Maryunani (2010)(Syahidi, Gayatri, & Bantas, 2016)
F. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini yaitu asma. Komplikasi lain
yang dapat timbul yaitu:
1. Otitis media
2. Croup
3. Gagal nafas
G. PATOFISIOLOGI
Menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014) Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi
4 tahap yaitu:
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
2. Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain:
e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat
A. PENGKAJIAN
Pengkajian menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014):
1. Identitas Pasien
2. Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
dari pada usia yang lebih lanjut.
3. Jenis kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark.
4. Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Diketahui bahwa
penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna
dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe
akan mempermudah terjadinya ISPA anak.
B. RIWAYAT KESEHATAN
4. Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan
padat penduduknya. (Nursing Student, 2015).
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
3. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
4. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
5. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
6. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman
7. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/
tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
8. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis.
9. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
a. Inspeksi
→ Adanya demam
c. Perkusi
→ Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi
10. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat
nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
11. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
12. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
D. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d sputum
berlebihan
3. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologi d.d pola nafas berubah
ANALISA DATA
No Data Etiolgi Masalah Keperawatan
1. DS Bakteri, virus dan jamur Bersihan jalan napas
↓ tidak efektif b.d sekresi
→ Pasien Terhisap masuk ke saluran yang tertahan d.d sputum
mengatakan sulit pernapasan berlebihan
↓
bernafas
Menempel pada hidung,
→ Pasien sinus, faring, laring,
mengatakan sulit bronkus
↓
berbicara DO : ISPA
↓ Menginvasi
→ RR = 36 x/mnt
sel
→ Ronchi (+) ↓ Respon pertahanan
sel
→ Pasien tampak ↓
gelisan Produksi mukus ↑
↓ Kongesti pada
→ Sianosis hidung
↓ Kesulitan
→ Pola nafas berubah bernafas
↓
Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif
2. DS: Bakteri, virus dan jamur Hipertermia b.d proses
↓ penyakit d.d takipnea
→ Pasien Terhisap masuk ke saluran
pernapasan
mengatakan
↓
tubuh nya Menempel pada hidung,
panas sinus, faring, laring,
bronkus
→ Pasien ↓
mengatakan ISPA
↓
kulitnya terasa Invasi kuman
panas DO : ↓
Merangsang tubuh melepas
→ Suhu = 390C
zat pirogen
→ Kulit tampak ↓
merah Hipotalamus ke bagian
termoregulator
→ Kulit terasa ↓
hangat ↓
Hipertermia
3. DS: Bakteri, virus dan jamur Nyeri Akut b.d agen
↓ pencedera fisiologi d.d
→ Pesien mengatakan Terhisap masuk ke saluran
pola nafas berubah
sakit pernapasan
↓
→ Pasien batuk
Menempel pada hidung,
sejak beberapa sinus, faring, laring,
bronkus
hari yang lalu
↓
DO : ISPA
↓ Inflamasi
→ Pasien tampak
↓
meringis Merangsang pengeluaran zat-zat
seperti mediator
→ Skala nyeri 7 kimia, bradikinin serotonin,
histamin, dan prostaglandin
→ Pasien tampak
↓
gelisah Nociseptor
↓
→ Pola napas
Thalamus
berubah ↓ Korteks
serebri
↓
Nyeri Akut
4. DS : Bakteri, virus dan jamur Hipovolemia b.d
↓ kehilangan cairan aktif
→ Pasien Terhisap masuk ke saluran
mengatakan pernapasan d.d membran mukosa
↓ kering
merasa lemah
Menempel pada hidung,
→ Pasien sinus, faring, laring,
mengatakan bronkus
sering merasa ↓
haus DO: ISPA
↓
Virus merusak lapisan epitel
dan lapisan mukosa
↓
→ Suhu = 390C ↓
Tubuh menjadi lemah dan
→ Nadi = 60 x/mnt daya tahan tubuh menjadi
rendah
→ Turgor kulit
↓
menurun Diare
↓
→ Membran
Hipovolemia
mukosa kering
→ Nadi teraba lemah
Regulasi Temprature
Observasi
→ Monitor suhu tiap dua jam seka
jika perlu
→ Monitor tekanan darah, frekuan
fernapasan dan nadi
→ Monitor warna dan suhu kulit
→ Monitor dan catat tanda/gejala
hipertermia
Teraupetik
→ Pasang alat pemantau suhu kutin
jika perlu
→ Tingkatkan asupan nutrisi dan c
yang adekuat
→ Sesuaikan suhu lingkungan deng
kebutuahan pasien
Edukasi
→ Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion dan heat stroke
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antipiretik,
ji perlu
3. Nyeri Akut b.d Setelah Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
agen pencedera dilakukan → Keluhan nyari (4 cukup Tindakan/Observasi
fisiologi d.d intervensi menurun) → Identifikasi lokasi, karakte
pola nafas selama 4 x 24
→ Gelisah (3 sedang) durasi, frekuensi, kualitas, inten
berubah jam maka nyeri
nyeri akan → Pola napas (4 cukup
membaik ) → Identifikasi skala nyeri
menurun
→ Tekanan darah (3 → Identifikasi respons nyeri non v
sedang) → Identifikasi faktor memperberat
dan memper nyeri
→ Identifikasi pengetahuan
keyakinan tentang nyeri
→ Identifikasi pengaruh
terhadap respon nyeri
→ Identifikasi pengaruh nyeri
kualitas hidup
→ Monitor keberhasilan
komplementer yang sudah
diber
→ Monitor efek samping penggu
analgetik
Terapeutik
→ Berikan teknik nonfarmak
untuk mengurangi rasa
(akupresur, terapi biofeedback,
terapi aromaterapi, teknik ima
terbimbing, kompres hangat di
terapi bermain
→ Kontrol lingkungan
memperberat rasa nyeri (mis.
ruangan, pencahayaan,
kebising
→ Fasilitasi istirahat dan tidur
→ timbangkan jenis dan sumber
dalam pemilihan strategi mered
nyeri
Edukasi
→ Jelaskan penyebab, periode,
pemicu nyeri
→ Jelaskan strategi meredakan
nye
→ Anjurkan memonitor nyeri s
mandiri
→ Anjurkan menggunakan anal
secara tepat
→ Ajarkan teknik nonfarmako
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
→ Kolaborasi pemberian analgetik
perlu
4. Hipovolemia Setelah Status Cairan Manajemen Hipervolemia
b.d kehilangan dilakukan → Turgor kulit(2 cukup Observasi:
cairan aktif d.d intervensi memburuk ) → Periksa tanda dan gejala
membran selama 4 x 24 hypervolemia
→ Berat badan (4 cukup
mukosa kering jam maka
kondisi menurun) → Identifikasi penyebab hypervole
volume → Suara tambahan (4 → Monitor status hemodinamik
cairan cukup menurun ) → Monitor intake dan output caira
membaik → Frekuensi nadi (3 → Monitor tanda hemokonsentras
sedang )
→ Monitor tanda peningkatan teka
→ Suhu tubuh (3 sedang) onkotik plasma
→ Monitor efek samping diuretik
Teraupetik :
→ Timbang berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
→ Batasi asupan cairan dan garam
→ Tinggikan kepala tempat tidur30
derajat
Edukasi :
→ Anjurkan melapor jika haluan
urin<0,5 ml/kg/jam dalam 6
jam
→ Anjurkan melapor jika BB
bertambah>1 kg dalam sehari
→ Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluan cai →
Ajarkan cara membatasi cairan →
Kolaborasi:
→ Kolaborasi pemberian diuretic
Pemantauan Cairan
Observasi:
→ Monitor frekuensi dan kekuatan
→ Monitor frekuensi nafas
→ Monitor berat badan
→ Monitor elastisitas atau turgor k
mi
→ Monitor warna, jumlah dan bera
urin
→ Monitor kadar albumin dan prot
total
→ Monitor intake dan output caira
→ Identifikasi tanda tanda
hypervolemia
→ Identifikasi factor
ketidakseimbangan cairan
Teraupetik :
→ Atur interval waktu pemantauan
→ Dokumentasikan hasil pemantau
Edukasi :
→ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantuan
→ Informasikan hasil pemantauan
perlu
5. Risiko defisit Setelah Status Nutrisi Manajemen Gangguan Makan
nutrisi d.d dilakukan → Porsi makanan yang Tindakan/Observasi
ketidakmampua intervensi dihabiskan(2 cukup → Monitor asupan dan keluarnya
n menelan selama 4 x 24 menurun ) makanan dan cairan serta
makanan jam maka
→ Diare (2 cukup kebutu kalori
kebutuhan
menurun ) Teraupetik
metabolisme
akan → Berat badan (2 cukup → Timbang berat badan secara ruti
membaik memburuk ) → Diskusikan perilaku makan dan
→ IMT (2 cukup jumlah aktivitas fisik(termasuk
memburuk ) olahraga)yang sesuai
→ Nafsu makan (2 cukup → Lakukan kontrak perilaku
memburuk ) → Dampingi ke kamar mandi untu
pengamatan perilaku
memuntah kembali makanan
→ Berikan penguatan positif terhad
keberhasilan target dan perubah
perilaku
→ Berikan konsekuensi jika tidak
mencapai target kontrak
→ Rencanakan progam pengobatan
untuk perawatan dirumah
Edukasi
→ Anjurkan membuat catatan haria
tentang perasaan dan situasi
pem pengeluaran makanan
→ Ajarkan pengaturan diet yang te
→ Ajarkan keterampilan koping un
penyelesaian masalah perilaku
makan
Kolaborasi
→ Kolaborasi dengan ahli gizi tent
target berat badan, kebutuhan
ka dan pilihan makanan
6. Intoleransi Setelah Toleransi aktivitas Manajemen Energi
aktivitas b.d dilakukan → Frekuensi nadi (3 Tindakan/Observasi
ketidakmampu intervensi sedang) → Identifikasi gangguan fungsi tub
an antara selama 4 x 24 yang mengakibatkan kelelahan
→ Kekuatan tubuh
suplai dan jam maka
bagian atas (2 → Monitor kelelahan fisik dan
kebutuhan respon
cukup menurun) emosional
oksigen d.d terhadap
merasa lemah → Kekuatan tubuh → Monitor pola dan jam tidur
aktivitas yang
bagian bawah (2 → Monitor lokasi dan
membutuhka
cukup ketidaknyamanan selama
n tenaga
akan menurun ) melak aktivitas
meningkat → Keluhan lelah (4 cukup Teraupetik
menurun → Sediakan lingkungan yang nyam
→ Frekuensi napas (3 dan rendah stimulus
sedang) → Lakukan latihan rentang gerak
pasif/aktif
→ Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
→ Fasilitasi duduk di sisi tempat ti
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
→ Anjurkan tirah baring
→ Anjurkan melakukan aktivitas s
bertahap
→ Anjurkan menghubungi perawa
tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Kolaborasi
→ Kolaborasi dengan ahli gizi tent
cara mengkatkan asupan makan
DAFTAR PUSTAKA
1. Cahyaningrum, P. F. (2012). HUBUNGAN KONDISI FAKTOR
LINGKUNGAN DAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN
2010. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.