Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA ISPA

DI DESA MELER DUSUN LAJA KECAMATAN RUTENG.

Oleh :

ADELINA SIA

23203042

PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2024
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab
utama kematian pada balita didunia. Penyakit ini paling banyak terjadi di
negaranegara berkembang di dunia. Populasi penduduk yang terus bertambah
dan tidak terkendali mengakibatkan kepadatan penduduk di suatu wilayah yang
tidak tertata baik dari segi aspek sosial, budaya dan kesehatan (Adesanya &
Chiao, 2017). Kondisi ini akan bertambah buruk dengan status sosial ekonomi
keluarga yang rendah atau berada dibawah garis kemiskinan karena tidak dapat
memenuhi asupan gizi yang baik dan sehat untuk balita ditambah dengan kondisi
fisik rumah yang tidak layak tinggal (Kolawole, Oguntoye, Dam, & Chunara,
2017).(Mahendra & Farapti, 2018)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.
Inveksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host,
apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling
banyak di temukan pada anak di bawah lima tahun karena pada kelompok usia
ini adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan
terhadap berbagai penyakit. (Karundeng Y.M, et al. 2016)(Suriani, 2018)
B. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi
Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan
epiglotis, yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara
yang dihirup. (Nursing Students, 2015)
1. Hidung
Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang hidung)
yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara
ke rongga hidung. Bagian hidung lain adalah rongga hidung yang dilapisi
oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi
diawali dari sini. Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan
disaring oleh bulu-bulu yang ada di dalam vestibulum (bagian rongga
hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2. Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar
tengkorak sampai dengan esofagus yang terletak di belakang naso faring
(di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring
(laringo faring).

3. Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas
bagian tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang
terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.
4. Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup
laring ketika orang sedang menelan

Saluran Pernapasan Bagian Bawah


Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan bronkhus, segmen
bronkhus, dan bronkhiolus, yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi
surfaktan.
5. Trakhea
Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok yang memiliki panjang
kurang lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra
thorakalis kelima. Trakhea tersebut tersusun atas enam belas sampai dua
puluh lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin. Trakhea ini dilapisi oleh
selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan
debu atau benda asing.
6. Bronkhus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua
percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan
lebar dari pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan
bawah; sedangkan bronkhus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang
berjalan dalam lobus atas dan bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus
adalah bagian percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.
7. Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru itu
sendiri di dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan
diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura
yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis, kemudian juga dilindungi oleh
cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.

Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian (paru kanan dan
paru kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung beserta
pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks.
Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, dan memiliki fungsi
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
b. Fisiologi
Pernafasan/respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskann udara yang
banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari
tubuh. Penghisapan udara disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi.

Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana
oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah
dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen
menembus membran, di ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan
dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh.
Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan menembus
membran alveoli dankapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir
sampai pada mulut dan hidung. (Saputro. R, 2013).

C. KLASIFIKASI
Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris
saluran pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru termasuk dalam
saluran pernafasan (respiratory tract). Program pemberantasan penyakit (P2)
ISPA dalam 2 golongan yaitu (Cahyaningrum, 2012):

a. ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk
dan pilek (common cold).

b. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri,
yang ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun
tarikan dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-programpemberantasan ISPA (P2
ISPA) mengklasifikasikan ISPA(Cahyaningrum, 2012) sebagai berikut:
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:

a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat
pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.

b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)


Bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian
bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 60
menit.
2. Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun diklasifikasikan atas:

a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding
dada dan bagian bawah ke dalam.

b. Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas
cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan
dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun.

c. Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada
nafas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak
umur 2- <12 bulan dan kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5
tahun.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise,
mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila
peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA yaitu, faktor
lingkungan, individu anak (umur, jenis kelamin dan berat badan lahir), nutrisi,
imunisasi, status sosial ekonomi, dan perilaku orang tua yang merokok,
Maryunani (2010)(Syahidi, Gayatri, & Bantas, 2016)
F. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini yaitu asma. Komplikasi lain
yang dapat timbul yaitu:

1. Otitis media

2. Croup
3. Gagal nafas

4. Sindrom kematian bayi mendadak dan kerusakan paru


residu (Wuandari.D
& Purnamasari. L, 2015)

G. PATOFISIOLOGI
Menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014) Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi
4 tahap yaitu:

a. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan


reaksi apa-apa.

b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.

c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul


gejala demam dan batuk.

d. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh


sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal
akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif
dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel
dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu
terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia,
makrofag alveoli, dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal
yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap
rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma
imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih). Makrofag
banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi
infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh
bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi
setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan
di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi
saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan
yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA
dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
H. WOC

Bakteri, virus dan jamur


I. PENATALAKSANAAN
1. Upaya pencegahan
Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:

a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya


dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung
cukup gizi.

b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan


tubuh terhadap penyakit baik.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.

d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.

2. Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain:

a. Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari

b. Meningkatkan makanan bergizi

c. Bila demam beri kompres dan banyak minum

d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung

e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat

f. Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI

3. Penatalaksaan medis : pemberian antibiotik sesuai jenis kuman penyebab.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014):
1. Identitas Pasien

2. Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
dari pada usia yang lebih lanjut.

3. Jenis kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark.
4. Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Diketahui bahwa
penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna
dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe
akan mempermudah terjadinya ISPA anak.

B. RIWAYAT KESEHATAN

1. Riwayat penyakit sekarang


Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah,
nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.

2. Riwayat penyakit dahulu


Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini

3. Riwayat penyakit keluarga


Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.

4. Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan
padat penduduknya. (Nursing Student, 2015).

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.

2. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien

3. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
4. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak

5. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan

6. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman
7. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/
tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
8. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis.

9. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

a. Inspeksi

→ Membran mukosa- faring tamppak kemerahan

→ Tonsil tampak kemerahan dan edema

→ Tampak batuk tidak produktif

→ Tidak ada jaringan parut dan leher

→ Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan


tambahan, pernafasan cuping hidung
b. Palpasi

→ Adanya demam

→ Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri


tekan pada nodus limfe servikalis
→ Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi
→ Suara paru normal (resonance)

d. Auskultasi

→ Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

10. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat
nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.

11. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.

12. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.

13. Ekstremitas atas


Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk. (Nursing Student, 2015).

D. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d sputum
berlebihan

2. Hipertermia b.d proses penyakit d.d takipnea

3. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologi d.d pola nafas berubah

4. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d membran mukosa kering

5. Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan menelan makanan


6. Intoleransi aktivitas b.d ketidakmampuan antara suplai dan kebutuhan oksigen
d.d merasa lemah

ANALISA DATA
No Data Etiolgi Masalah Keperawatan
1. DS Bakteri, virus dan jamur Bersihan jalan napas
↓ tidak efektif b.d sekresi
→ Pasien Terhisap masuk ke saluran yang tertahan d.d sputum
mengatakan sulit pernapasan berlebihan

bernafas
Menempel pada hidung,
→ Pasien sinus, faring, laring,
mengatakan sulit bronkus

berbicara DO : ISPA
↓ Menginvasi
→ RR = 36 x/mnt
sel
→ Ronchi (+) ↓ Respon pertahanan
sel
→ Pasien tampak ↓
gelisan Produksi mukus ↑
↓ Kongesti pada
→ Sianosis hidung
↓ Kesulitan
→ Pola nafas berubah bernafas

Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif
2. DS: Bakteri, virus dan jamur Hipertermia b.d proses
↓ penyakit d.d takipnea
→ Pasien Terhisap masuk ke saluran
pernapasan
mengatakan

tubuh nya Menempel pada hidung,
panas sinus, faring, laring,
bronkus
→ Pasien ↓
mengatakan ISPA

kulitnya terasa Invasi kuman
panas DO : ↓
Merangsang tubuh melepas
→ Suhu = 390C
zat pirogen
→ Kulit tampak ↓
merah Hipotalamus ke bagian
termoregulator

→ Kulit terasa ↓
hangat ↓
Hipertermia
3. DS: Bakteri, virus dan jamur Nyeri Akut b.d agen
↓ pencedera fisiologi d.d
→ Pesien mengatakan Terhisap masuk ke saluran
pola nafas berubah
sakit pernapasan

→ Pasien batuk
Menempel pada hidung,
sejak beberapa sinus, faring, laring,
bronkus
hari yang lalu

DO : ISPA
↓ Inflamasi
→ Pasien tampak

meringis Merangsang pengeluaran zat-zat
seperti mediator
→ Skala nyeri 7 kimia, bradikinin serotonin,
histamin, dan prostaglandin
→ Pasien tampak

gelisah Nociseptor

→ Pola napas
Thalamus
berubah ↓ Korteks
serebri

Nyeri Akut
4. DS : Bakteri, virus dan jamur Hipovolemia b.d
↓ kehilangan cairan aktif
→ Pasien Terhisap masuk ke saluran
mengatakan pernapasan d.d membran mukosa
↓ kering
merasa lemah
Menempel pada hidung,
→ Pasien sinus, faring, laring,
mengatakan bronkus
sering merasa ↓
haus DO: ISPA

Virus merusak lapisan epitel
dan lapisan mukosa

→ Suhu = 390C ↓
Tubuh menjadi lemah dan
→ Nadi = 60 x/mnt daya tahan tubuh menjadi
rendah
→ Turgor kulit

menurun Diare

→ Membran
Hipovolemia
mukosa kering
→ Nadi teraba lemah

5. DS : Bakteri, virus dan jamur Risiko defisit nutrisi d.d


↓ ketidakmampuan
→ Pasien Terhisap masuk ke saluran
mengatakan pernapasan menelan makanan

kesulitan
Menempel pada hidung,
menelan DO: sinus, faring, laring,
bronkus
→ Terdengar suara

ronchi(+) ISPA
↓ Aktivitas sistem imun
→ Pasien tampak
↓ Limfadenopati regional
kesulitanbernafas ↓
Menyumbat makanan
↓ Nyeri saat menelan (disfgia)

Risiko Defisit Nutrisi

6. DS: Bakteri, virus dan jamur Intoleransi aktivitas b.d


↓ ketidakmampuan antara
→ Pasien Terhisap masuk ke saluran
mengatakan pernapasan suplai dan kebutuhan
↓ oksigen d.d merasa
badannya lemas
Menempel pada hidung, lemah
→ Pasien sinus, faring, laring,
mengatakan lelah bronkus
DO : ↓
ISPA
→ Pasien tampak ↓
Penumpukan sekret mukus pada
lelah jalan napas
→ Sianosis ↓
Suplai jaringan O2 ke jaringan↓
→ Gambar EKG ↓ Penurunan metabolisme sel
menujukkan ↓
aritmia Intoleransi Aktivitas
saat/setelah
aktivitas
INTERVENSI
No Diagnosis Tujuan SLKI SIKI
Keperawatan

1. Bersihan jalan Setelah Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif


napas tidak dilakukan a. Batuk efektif (3 sedang Definisi : melatih pasien yang tidak
efektif b.d intervensi ) memiliki kemampua batuk efektif
sekresi yang selama 4 x 24 u membersihkan laring, trakea,
tertahan d.d b. Sulit berbicara (4
jam maka dan bronkiolus dari jalan napas
sputum cukup membaik )
Pernapasan atau bendaasing di dalam jalan
berlebihan akan c. Sianosi (3 sedang ) napas Tindakan/ observasi
meningkat d. Gelisah (3 sedang) → Identifikasi kemampuan batuk
e. Frekuensi napas (4 → Monitor tanda dan gejala infeks
cukup membaik) saluran napas
f. Pola napas (4 cukup → Monitor input dan output cairan
membaik) Kontol (mis. Jumlah dan karateristik
Terapeutik
Gejala
→ Atur posisi semi fowler atau fow
a. Kemampuan → Pasang perlak dan bengkok di
memonitor pangkuan pasien
munculnya gejala → Buang sekret pada tempat sputu
secara mandiri (3 Edukasi
sedang) → Jelaskan tujuan dan prosedur ba
b. Kemampuan efektif
memonitor lama → Anjurkan tarik napas melaluihid
bertahannya gejala (3 selama 4 detik, diahan selama
sedang) 2 detik kemudian dari mulut
deng bibir mecucu selama 8
c. Kemampuan
detik
memonitor variasi
gejala (2 cukup → Anjurkan mengulangi tarik napa
menurun) dalam hingga 3kali
Kolaborasi
→ Kolaborasi pemberian mukolitik
ekspektoran jika perlu
Tingkat Infeksi
Edukasi Fisioterapi Dada
Definisi : Mengajarkan
a. Nafsu makan (1
memobilisa sekresi napas melalui
menurun)
perkusi, geta dan drainase postural
b. Demam (2 Tindakan /observasi
cukup meningkat)
→ Identifikasi kemampuan pasien
keluarga menerima informasi
r
c. Kemerahan sedang) (3 Terapeutik
→ Persiapan materi dan edukasi
→ Jadwalkan waktuyang tepat untu
memberikan pendidikan keseha
sesuai kesepakatan dengan pasie
dan keluarga
→ Berikan kesempatan pasien dan
keluarga untuk bertanya
Edukasi
→ Jelaskan kontraindikasi fisiotera
dada
→ Jelaskan tujuan dan prosedur
fisioterapi dada
→ Ajarkan mengeluarkan sekret
melalui pernapasan dalam
→ Ajarkan batuk selama dan setela
prosedur
Penghisapan Jalan Napas
Definisi : membersihkan sekret
den kateter suction bertekanan
negatif k dalam mulut
nasofaring,trakea dan
Tindakan/observasi
→ Indikasi kebutuhan dilakukan
penghisapan
→ Monitor dan catat warna, jumlah
konsistensi sekret
Terapeutik
→ Gunakan teknik aseptik
→ Gunakan prosedural streril dan
disposibel
→ Lakukan hisapan lebih dari 15 d
Edukasi
Anjurkan bernapa dalam dan
pelan selama insersi kateter suction
2. Hipertermia Setelah Termoregulasi Manajemen Hipertermia
b.d proses dilakukan Observasi
penyakit d.d intervensi a. Kulit merah (3 → Identifikasi penyebab hiperterm
takipnea selama 4 x sedang) (mis. Dehidrasi, terpapar
24jam maka b. Pucat (4 cukup Lingkungan panas, penggunaan
Demam akan meningkat) inkubator)
membaik c. Suhu tubuh (3 sedang) → Monitor suhu tubuh
d. Suhu kulit (3 sedang) → Monitor kadar elektrolit
e. Tekanan darah (3 → Monitor komplikasi akibat
sedang) hipertermi Terapuetik
→ Sediakan lingkungan yang dingi
→ Longgarkan atau leapaskan paka
→ Basahi dan kipasi permukaan tu
→ Berikan cairan oral
→ Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
→ Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
→ Kolaborasi pemberian cairan da
elektrolit intravena

Regulasi Temprature
Observasi
→ Monitor suhu tiap dua jam seka
jika perlu
→ Monitor tekanan darah, frekuan
fernapasan dan nadi
→ Monitor warna dan suhu kulit
→ Monitor dan catat tanda/gejala
hipertermia
Teraupetik
→ Pasang alat pemantau suhu kutin
jika perlu
→ Tingkatkan asupan nutrisi dan c
yang adekuat
→ Sesuaikan suhu lingkungan deng
kebutuahan pasien
Edukasi
→ Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion dan heat stroke
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antipiretik,
ji perlu
3. Nyeri Akut b.d Setelah Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
agen pencedera dilakukan → Keluhan nyari (4 cukup Tindakan/Observasi
fisiologi d.d intervensi menurun) → Identifikasi lokasi, karakte
pola nafas selama 4 x 24
→ Gelisah (3 sedang) durasi, frekuensi, kualitas, inten
berubah jam maka nyeri
nyeri akan → Pola napas (4 cukup
membaik ) → Identifikasi skala nyeri
menurun
→ Tekanan darah (3 → Identifikasi respons nyeri non v
sedang) → Identifikasi faktor memperberat
dan memper nyeri
→ Identifikasi pengetahuan
keyakinan tentang nyeri
→ Identifikasi pengaruh
terhadap respon nyeri
→ Identifikasi pengaruh nyeri
kualitas hidup
→ Monitor keberhasilan
komplementer yang sudah
diber
→ Monitor efek samping penggu
analgetik
Terapeutik
→ Berikan teknik nonfarmak
untuk mengurangi rasa
(akupresur, terapi biofeedback,
terapi aromaterapi, teknik ima
terbimbing, kompres hangat di
terapi bermain
→ Kontrol lingkungan
memperberat rasa nyeri (mis.
ruangan, pencahayaan,
kebising
→ Fasilitasi istirahat dan tidur
→ timbangkan jenis dan sumber
dalam pemilihan strategi mered
nyeri
Edukasi
→ Jelaskan penyebab, periode,
pemicu nyeri
→ Jelaskan strategi meredakan
nye
→ Anjurkan memonitor nyeri s
mandiri
→ Anjurkan menggunakan anal
secara tepat
→ Ajarkan teknik nonfarmako
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
→ Kolaborasi pemberian analgetik
perlu
4. Hipovolemia Setelah Status Cairan Manajemen Hipervolemia
b.d kehilangan dilakukan → Turgor kulit(2 cukup Observasi:
cairan aktif d.d intervensi memburuk ) → Periksa tanda dan gejala
membran selama 4 x 24 hypervolemia
→ Berat badan (4 cukup
mukosa kering jam maka
kondisi menurun) → Identifikasi penyebab hypervole
volume → Suara tambahan (4 → Monitor status hemodinamik
cairan cukup menurun ) → Monitor intake dan output caira
membaik → Frekuensi nadi (3 → Monitor tanda hemokonsentras
sedang )
→ Monitor tanda peningkatan teka
→ Suhu tubuh (3 sedang) onkotik plasma
→ Monitor efek samping diuretik
Teraupetik :
→ Timbang berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
→ Batasi asupan cairan dan garam
→ Tinggikan kepala tempat tidur30
derajat
Edukasi :
→ Anjurkan melapor jika haluan
urin<0,5 ml/kg/jam dalam 6
jam
→ Anjurkan melapor jika BB
bertambah>1 kg dalam sehari
→ Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluan cai →
Ajarkan cara membatasi cairan →
Kolaborasi:
→ Kolaborasi pemberian diuretic

Pemantauan Cairan
Observasi:
→ Monitor frekuensi dan kekuatan
→ Monitor frekuensi nafas
→ Monitor berat badan
→ Monitor elastisitas atau turgor k
mi
→ Monitor warna, jumlah dan bera
urin
→ Monitor kadar albumin dan prot
total
→ Monitor intake dan output caira
→ Identifikasi tanda tanda
hypervolemia
→ Identifikasi factor
ketidakseimbangan cairan
Teraupetik :
→ Atur interval waktu pemantauan
→ Dokumentasikan hasil pemantau
Edukasi :
→ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantuan
→ Informasikan hasil pemantauan
perlu
5. Risiko defisit Setelah Status Nutrisi Manajemen Gangguan Makan
nutrisi d.d dilakukan → Porsi makanan yang Tindakan/Observasi
ketidakmampua intervensi dihabiskan(2 cukup → Monitor asupan dan keluarnya
n menelan selama 4 x 24 menurun ) makanan dan cairan serta
makanan jam maka
→ Diare (2 cukup kebutu kalori
kebutuhan
menurun ) Teraupetik
metabolisme
akan → Berat badan (2 cukup → Timbang berat badan secara ruti
membaik memburuk ) → Diskusikan perilaku makan dan
→ IMT (2 cukup jumlah aktivitas fisik(termasuk
memburuk ) olahraga)yang sesuai
→ Nafsu makan (2 cukup → Lakukan kontrak perilaku
memburuk ) → Dampingi ke kamar mandi untu
pengamatan perilaku
memuntah kembali makanan
→ Berikan penguatan positif terhad
keberhasilan target dan perubah
perilaku
→ Berikan konsekuensi jika tidak
mencapai target kontrak
→ Rencanakan progam pengobatan
untuk perawatan dirumah
Edukasi
→ Anjurkan membuat catatan haria
tentang perasaan dan situasi
pem pengeluaran makanan
→ Ajarkan pengaturan diet yang te
→ Ajarkan keterampilan koping un
penyelesaian masalah perilaku
makan
Kolaborasi
→ Kolaborasi dengan ahli gizi tent
target berat badan, kebutuhan
ka dan pilihan makanan
6. Intoleransi Setelah Toleransi aktivitas Manajemen Energi
aktivitas b.d dilakukan → Frekuensi nadi (3 Tindakan/Observasi
ketidakmampu intervensi sedang) → Identifikasi gangguan fungsi tub
an antara selama 4 x 24 yang mengakibatkan kelelahan
→ Kekuatan tubuh
suplai dan jam maka
bagian atas (2 → Monitor kelelahan fisik dan
kebutuhan respon
cukup menurun) emosional
oksigen d.d terhadap
merasa lemah → Kekuatan tubuh → Monitor pola dan jam tidur
aktivitas yang
bagian bawah (2 → Monitor lokasi dan
membutuhka
cukup ketidaknyamanan selama
n tenaga
akan menurun ) melak aktivitas
meningkat → Keluhan lelah (4 cukup Teraupetik
menurun → Sediakan lingkungan yang nyam
→ Frekuensi napas (3 dan rendah stimulus
sedang) → Lakukan latihan rentang gerak
pasif/aktif
→ Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
→ Fasilitasi duduk di sisi tempat ti
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
→ Anjurkan tirah baring
→ Anjurkan melakukan aktivitas s
bertahap
→ Anjurkan menghubungi perawa
tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Kolaborasi
→ Kolaborasi dengan ahli gizi tent
cara mengkatkan asupan makan
DAFTAR PUSTAKA
1. Cahyaningrum, P. F. (2012). HUBUNGAN KONDISI FAKTOR
LINGKUNGAN DAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN
2010. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

2. Hanafi, P. C. M. M., & Arniyanti, A. (2020). Penerapan Fisioterapi Dada


Untuk Mengeluarkan Dahak Pada Anak Yang Mengalami Jalan Napas Tidak
Efektif. Jurnal Keperawatan Profesional, 1(1), 44–50.
https://doi.org/10.36590/kepo.v1i1.84

3. Mahendra, I. G. A. P., & Farapti, F. (2018). Relationship between Household


Physical Condition with The Incedence of ARI on Todler at Surabaya. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 6(3), 227. https://doi.org/10.20473/jbe.v6i32018.227-
235

4. Siregar, T., & Aryayuni, C. (2019). Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap


Pengeluaran Sputum Pada Anak Dengan Penyakit Gangguan Pernafasaan Di
Poli Anak RSUD Kota Depok. Jurnal Keperawatan Widya Gantari
Indonesia, 2(2), 34–42. Retrieved from
https://ejournal.upnvj.ac.id/index.php/Gantari/article/view/856/591

5. Suriani, Y. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan Gangguan


ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) Di Wilayah Kerja Puskesmas Air
Haji Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten Pesisir Selatan. Retrieved
from http://repo.stikesperintis.ac.id/186/

6. Syahidi, M. H., Gayatri, D., & Bantas, K. (2016). Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak
Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan
Tebet, Jakarta Selatan, Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Indonesia, 1(1), 23–27. https://doi.org/10.7454/epidkes.v1i1.1313

Anda mungkin juga menyukai