Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TENTANG

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DIBETES KETOASIDOSIS

OLEH KELOMPOK 1:
1. ALBERIKA S. D. JEHOMAN
2. DOROTEA NASVIA
3. ADELINA SIA
4. FREDERIKUS KARDIMAS OTUNG
KELAS: 2019 A

PRODI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini, kami membahas
tentang Makalah Tentang Asuhan Keperwatan Kritis Diabetes Ketoasidosis.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai Makalah
Tentang Asuhan Keperwatan Kritis Diabetes Ketoasidosis. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu kami
mengucapakan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran dan kritik dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB 2 TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
B. Konsep Asuhan Keperawatan
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang berkarakteristikan dengan
hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Di sebagian
negara barat, lebih dari 90% DM terutama pada anak dan remaja adalah DM tipe 1. DM
tipe 1 disebabkan oleh kerusakan sel B pankreas baik oleh proses autoimun maupun
idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah ketoasidosis diabetikum (KAD). Ketoasidosis diabetikum terjadi
akibat defisiensi insulin yang beredar dan kombinasi peningkatan hormon-hormon kontra
regulator yaitu katekolamin, glukagon, kortisol, dan hormon pertumbuhan (Riduan dan
Mustofa, 2017).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai
oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relatif. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan natrium
menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah sangat
tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai
koma. KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat (Tarwoto,2012).
Pasien dengan KAD sering di jumpai dengan penurunan kesadaran, bahkan koma
(10% kasus). Beberapa faktor yang dapat berperan dalam terjadinya KAD yaitu diabetes
mellitus yang tidak terkontrol, infeksi dan riwayat stroke (Tarwoto, 2012).
Penatalaksanaan KAD bersifat multi faktorial sehingga memerlukan pendekatan
terstruktur oleh dokter dan paramedis yang bertugas. Terdapat banyak sekali pedoman
pelaksanaan KAD pada literatur kedokteran dan hendaknya semua itu tidak diikuti secara
ketat sekali disesuaikan dengan kondisi pasien. Dalam pelaksanaan KAD setiap rumah
sakit hendaknya memiliki pedoman atau disebut sebagai integrated care pathway.
Pedoman ini harus dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam rangka mencapai tujuan
terapi. Studi akhir menunjukkan sebuah integrated care pathway dapat memperbaiki hasil
akhir penatalaksanaan KAD secara signifikan (ADA, 2018).
Terapi insulin merupakan salah satu penatalaksanaan pada kegawatan KAD. Insulin
harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai
(Soewondo, 2006). Pemberian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon,
sehingga menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari
jaringan otot meningkat utisasi glukosa oleh jaringan (Wisman, 2007).
Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia,
asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi 3 komorbid, dan yang
penting adalah pemantauan adanya perubahan hemodinamika tubuh pasien secara terus
menerus (ADA, 2018)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan rumusan masalah yang diangkat
adalah “Bagaimana pengelolaan pasien DM dengan Ketoasidosis “.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menggambarkan penatalaksanaan kegawatan pada pasien DM dengan
Ketoasidosis Metabolik
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada pasien DM dengan kegawatan Ketoasidosis
Metabolik
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien DM dengan Kegawatan
Ketoasidosis Metabolik
c. Memaparkan hasil intervensi pada pasien DM dengan Ketoasidosis
Metabolik
d. Memaparkan hasil implementasi pada pasien DM dengan Ketoasidosis
Metabolik
e. Memaparkan penatalaksanaan manajemen kegawatan pada pasien DM
dengan Ketoasidosis Metabolik
f. Memaparkan hasil evaluasi pada pasien DM dengan Ketoasidosis
Metabolik
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
1. Definisi
Diabetik ketoasidosi (DKA) adalah keadaan dekompensasi atau kekacauan
metabolic yang di tandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis,terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relative. DKA merupakan
komplikasi akut diabetes militus yang serius dan membutuhkan pengelolaan
gawat darurat. DKA disebabkan oleh tidak adanya insulin atau akibat
ketidakadekuatan jumlah insulin. Kekurangan insulin ini menyebabkan gangguan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Ningsih, 2019).
2. Etiologi
Tiga penyebab utama DKA adalah berkurangnya atau tidak adanya insulin,
penyakit atau infeksi, diabetes yang tidak terdiagnosa dan tidak terobati (DKA
dapat merupakan manifestasi awal dari DM tipe I). Kekurangan insulin bisa
terjadi karena ketidakcukupan dosis insulin yang diresepkan atau ketidakcukupan
insulin yang diberikan oleh individu. Kesalahan dosis insulin dapat dilakukan oleh
individu yang mengalami sakit atau individu yang berasumsi bahwa jika mereka
mengalami kurang makan atau muntah, maka mereka harus mengurangi dosis
insulin mereka. Keadaan sakit atau infeksi dapat menyebabkan meningkatnya
kadar gula dalam darah dan individu tidak perlu mengurangi dosis insulin sebagai
kompensasi terhadap berkurangnya jumlah makan ketikasakit dan mungkin akan
membutuhkan tambahan dosis insulin.
Penyebab potensial lain dari berkurangnya insulin termasuk kesalahan dalam
injeksi insulin, khususnya pada pasien dengan gangguan penglihatan, sengaja
melalaikan dosis insulin khususnya pada usia remaja yang memiliki kesulitan
terhadap koping dengan DM atau aspek lain dari kehidupan mereka. Penyakit dan
infeksi berhubungan dengan resistensi insulin. Pada respon terhadap stres fisik
dan emosional dapat meningkatkan hormon stres yaitu glukagon, epineprin,
norepineprin, kortisol dan hormon pertumbuhan. Hormon ini meningkatkan
produksi glukosa oleh hati dan menganggu penggunaan glukosa oleh otot dan
jaringan lemak, melawan efek insulin. Jika insulin tidak meningkat selama periode
sakit atau infeksi, keadaan hiperglikemia dapat meningkat menjadi DKA (Ningsih,
2019).
3. Patofisiologi
KAD terjadi oleh karena menurunnya konsentrasi insulin efektif dan
meningkatnya hormon kontra insulin ( katekolamin, kortisol, glucagon, dan
growth hormone )menyebbkan terjadinya hiperglikemia dan ketosis.
Hiperglikemia terjadi sebagai dampak dari 3 proses ; meningkatnya proses
gluconeogenesis, meningkatnya glikogenesis, menurunnya ambilan glukosa
dijaringan perifer. Keadaan ini terjadi oleh adanya ketidakseimbangan hormone
tersebut di atas yang menyebabkan meningkatnya resistensi insulin sementara
disertai dengan meningkatnya kadar asam lemak bebas (free fatty acid).
Kombinasi defisiensi insulin dan meningkatnya hormone kontra insulin pada
KAD menyebabkan pelepasan asam lemak bebas yang tidak terkendali dari
jaringan adipose kedalam sirkulasi ( lipolysis ) dan terjadi oksidasi asam lemak
bebas dalam hepar menjadi benda keton, menyebabkan ketonemia dan asidosis
metabolic.
Apabilah jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium).
Diuresis osmotic yang ditandai oleh diurasi berlebihan ( polyuria ) ini akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit penderita ketoasidosi diabetic
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 – 500 mEq
natrium, kalium serta klorida selama perode waktu 24 jam.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari DKA adalah poliuria, polidipsia dan meningkatnya
keletihan. Keluhan lain yang dialami pasien adalah pengelihatan kabur, sakit
kepala dan kelemahan. Individu dengan kekurangan volume intravaskular akan
mengalami hipotensi ortostatik. Ketosis dan asidosis dari DKA dapat
menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti tidak nafsu makan, mual, muntah,
dan nyeri abdomen. Individu akan mengalami bau napas aseton yang dapat terjadi
pada saat keton meningkat. Selain itu, individu akan mengalami hiperventilasi.
5. Penatalaksanaan Medis
Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan tiga permasalahan utama:
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis:
1. Dehidrasi
a. rehidrasi merupakan tindakan yang penting untuk mempertahankan perfusi
jaringan.
b. Penggantian cairan akan menggalakkan ekskresi glukosa yang berlebihan
melalui ginjal.
c. Pasien mungkin memerlukan 6 hingga 10 liter cairan infus untuk
menggantikan kehilangan cairan yang disebabkan oleh poliuria,
hiperventilasi, diare dan muntah.
d. Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan yang sangat
tinggi, biasanya 0,5 hingga 1 L/jam selama 2 hingga 3 jam.
e. Larutan normal saline hipotonik (0,45%) dapat digunakan pada pasien-pasien
yang menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang berisiko mengalami
gagal jantung kongesti.
f. Setelah beberapa jam pertama, larutan normal saline 45% merupakan cairan
cairan infus pilihan untuk terapi rehidrasi selama tekanan darah pasien tetap
stabil dan kadar natriumnya tidak terlalu rendah.
g. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200 hingga 500 ml/jam) dapat
dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.
h. Darah Pemantauan status volume cairan mencakup pemeriksaan tanda-tanda
vital yang sering (termasuk memantau perubahan ortostatik pada tekanan
pada tekanan darah dan frekuensi jantung).
i. Pengkajian paru dan pemantauan asupan serta haluaran cairan.
2. Kehilangan elektrolit
a. Pemantauan kalium: penggantian kalium yang dilakukan dengan hati-hati
naeberapa jam.setelah diabetes mun tepat waktu merupakan tindakan yang
penting untuk menghindari gangguan irama jantung berat yang terjadi pada
hipokalemia.
b. Pemberiannya sampai 40 mEq kalium/jam (yang ditambahkan ke dalam
cairan infus) mungkin diperlukan selama beberapa jam.
c. Setelah diabetes ketoasidosis teratasi, kecepatan pemberian kalium harus
dikurangi. Paemberian infus kalium yang aman, perawat harus memastikan
bahwa:
1) Tidak ada tanda-tanda hiperkalemia (berupa gelombang T yang tinggi,
lancip {atau bertakik} pada hasil pemeriksaan ECG).
2) Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang
normal atau rendah.
3) Pasien dapat berkemih (dengan kata lain, tidak mengalami gangguan
fungsi ginjal/renal shutdown.
4) Pembacaan ECG dan pengukuran kadar kalium yang sering (pada
awalnya setiap 2 hingga 4 jam sekali) diperlukan selama 8 jam pertama
terapi.
d. Pemberian kalium ditunda hanya jika terdapat hiperkalemia atau jika pasien
tidak dapat berkemih.
3. Asidosis
a. Asidosis yang terjadi pada diabetes ketoasidosis dapat diatasi melalui
pemberian insulin. Biasanya diberikan melalui infus dengan kecepatan lambat
tetapi kontinu (msl 5 unit per jam).
b. Pemberian insulin IV dapat dilanjutkan selama 12 hingga 24 jam sampai kadar
bikarbonat serum membaik (hingga mencapai sedikitnya 15 sampai 18
mEq/L).
c. Pengukuran kadar gula darah tiap jam.
d. Dextrose ditambahkan ke dalam cairan infus (misal Dex5NS atau Dex5 45NS)
bila kadar glukosa mencapai 250 hingga 300 mg/dl (13,8 hingga 16,6 mmol/L)
untuk menghindari penurunan gula darah yang terlalu cepat.

6. WOC

Lingkungan, infeksi, Kerusakan sel β


stres emosional pankreas

Kekurangan insulin
Pemecahan Pemecahan Berkurangnya Pemecahan
lemak glikogen menjadi penggunaan protein
glukosa glukosa

Asam lemak Meningkatnya


bebas Hiperglikemia Pembentukan BUN
meningkat di glukosa baru
hati
Gangguan
Diuresis osmotik persepsi sensori
pengelihatan
Pembentukan
badan keton
Dehidrasi Hipovolemia

Keton Hiperosmolalitas
meningkat di Hemokonsentrasi
urin & darah

Asidosis metabolik Koma

Mual, muntah,
anoreksia
CO2
meningkat

Defisit PCO2 Nafas cepat Pola napas tidak


nutrisi meningkat dan dalam efektif
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama:
Jenis kelamin:
TTL:
Alamat:
Pekerjaan:
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit sekarang
e. Riwayat keluarga
f. Anamnese
1) Riwayat DM
2) Poliuria, polidipsi
3) Berhenti menyuntik insulin
4) Demam dan infeksi
5) Nyeri perut, mual, muntah
6) Penglihatan kabur
7) Lemah dan sakit kepala
g. Pemeriksaan fisik
1) Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)
2) Hipotensi, syok
3) Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)
4) Hiperventilasi: kusmual (RR cepat, dalam)
5) Kesadaran bisa CM, latergi atau koma
6) Dehidrasi
h. Pengkajian gawat darurat
1) Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda
asing yang menghalangi jalan nafas.
2) Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot
bantu nafas.
3) Circulation : kaji nadi dan capilari refill time.
i. Pengkajian head to toe
1) Data subyektif
a) Riwayat penyakit dahulu
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Status metabolik
Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-
penyakit akut lain, stres yang berhubungan dengan faktor-faktor
psikologis dan sosial, obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi
glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral.
2) Data obyektif
a) Aktivitas/istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gagguan istirahat/tidur.
Tanda : takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktivitas,
latergi/disorientasi, koma.
b) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yag lama,
takikardia.
Tanda : perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, distaritmia, krekles, distensi vena jugularis, kulit
panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
c) Integritas/ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang
d) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen,
diare. Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau
busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif (diare).
e) Nutrisi/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih
dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid).
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
f) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, parestesi, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam
menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak).
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi
pernapasan meningkat.
i) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya
kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otototot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
j) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
2. Diagnosis Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan asidosis dan respirasi meningkat.
b. Hipovolemia berhubungan dengan diuresi osmotik akibat hiperglikemia,
dehidrasi.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan
oral, status hipermetabolisme.
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
berhubungan dengan tindakan keperawatan  Monitor pola napas
asidosis dan respirasi selama 3 x 24 jam pola (frekuensi,
meningkat. napas pasien membaik kedalaman dan usaha
dengan, napas)
Kriteria hasil:  Lakukan fisioterapi
 Ventilasi semenit 5 dada, jika perlu
(meningkat)  Berikan oksigen
 Kapasitas vital 5 sesuai indikasi
(meningkat)  Ajarkan teknik batuk
 Dispnea 5 (menurun) efektif
 Kolaborasi
pemberian
bronkodiltor, jika
perlu
Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24  Periksa tanda dan
diuresi osmotik akibat jam status cairan pasien gejala hipovoleia.
hiperglikemia, membaik, dengan  Monitor intake dan
dehidrasi. Kriteria hasil: output cairan
 Output urine 5  Hitung kebutuhan
(meningkat) cairan
 Turgor kulit 5  Anjurkan
(meningkat) memperbanyak
 Kekuatan nadi 5 asupan cairan oral
(meningkat)  Kolaborasi
 Oliguria 5 (membaik pemberian cairan IV
isotonis.
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24  Identifikasi status
ketidakcukupan insulin, jam status nutrisi pasien nutrisi
penurunan masukan membaik, dengan  Monitor asupan
oral, status Kriteria hasil: makanan
hipermetabolisme.  Berat badan 5  Monitor berat badan
(membaik)  Fasilitasi
 Nafsu makan 5 menentukan
(membaik) pedoman diet
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
 Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan.

4. Implementasi
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan asidosis dan respirasi meningkat.
1) Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman dan usaha napas)
2) Melakukan fisioterapi dada, jika perlu
3) Memberikan oksigen sesuai indikasi
4) Mengajarkan teknik batuk efektif
5) Kolaborasi pemberian bronkodiltor, jika perlu
b. Hipovolemia berhubungan dengan diuresi osmotik akibat hiperglikemia,
dehidrasi.
1) Memeriksa tanda dan gejala hipovoleia.
2) Memonitor intake dan output cairan
3) Menghitung kebutuhan cairan
4) Menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan
oral, status hipermetabolisme.
1) Mengidentifikasi status nutrisi
2) Memonitor asupan makanan
3) Memonitor berat badan
4) Mefasilitasi menentukan pedoman diet
5) Mengajarkan diet yang diprogramkan
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan.
5. Evaluasi
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan asidosis dan respirasi meningkat.
S:-
O:
 Ventilasi semenit pasien cukup menigkat
 Kapasitas vital pasien tampak meningkat
 Sesak napas pasien tampak berkurang
A: masalah belum teratasi
P: intervensi manajemen jalan napas dilanjutkan.
b. Hipovolemia berhubungan dengan diuresi osmotik akibat hiperglikemia,
dehidrasi.
S: -
O:
 Output urine tampak cukup meningkat
 Turgor kulit pasien tampak meningkat
 Kekuatan nadi pasien cukup meningkat
 Oliguria pasien tampak cukup membaik
A: masalah belum teratasi
P: intervensi manajemen hipovolemia dilanjutkan.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan
oral, status hipermetabolisme.
S: -
O:
 Berat badan cukup membaik
 Nafsu makan pasien cukup membaik
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi manajemen nutrisi dilanjutkan.
6. Dokumentasi

DAFTAR PUSTAKA

Ningsih, O. S. (2019). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus dan Diabetes Self-


Management Education (DSME). Ruteng: PKBM Sambi Poleng.

Romli, Leo Yosdimyanti., Indrawatai, Ucik. 2018. Modul Pembelajaran Keperwatan Kritis.
Jombang: Icme Press.
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator. Jakarta:
DPP PPNI
PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
PPNI. (2019). Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai