Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Askep Kegawatan Pada Systim Endokrin, Keto Asidosis Diabetikum

(KAD)

Oleh : Kelompok I
DIAN HANDAYANI : 2010038105003
BUCIVIONI : 2010038105001
ZHELDA RENALDI : 2010038105069

S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES INDONESIA

TAHUN AJARAN 2020/2021


1
KATA
PENGANTAR
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa,atas berkat Rahmat dan Karunianya sehingga askep yang berjudul Asuhan
Keperawatan Kegawatan Pada Systim Endokrin , Ketoasidosis Diabetikum akhirnya dapat
terselesaikan tepat pada waktu yang ditentukan. Tugas ini di susun sebagai tugas
Keperawatan Gawat Darurat.Selain itu, tugas ini juga merupakan sebagai salah satu syarat
supaya bisa terlaksananya proses belajar mengajar dalam kelas,dan dengan adanya tugas ini
kami dapat mengetahui tentang Askep Ketoasidosis Diabetikum dan dalam menerapkan ke
dalam Asuhan Keperawatan.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
berpartisipasi atas saran dan bantuannya.

Dalam pembuatan Askep ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan, baik dari
segi penulisan maupun dari segi penyusunan kata atau kalimat. Untuk itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan pembuatan Askep
ini.

Solok, Juni 2021

Penyusun,

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada diabetes
mellitus dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang masih cukup
tinggi. Ketoasidosis diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes melitus
tipe 1 dan tipe 2. Tetapi lebih sering pada diabetes melitus tipe 1. Ketoasidosis diabetik
disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan
peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone.
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak
dengan Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema
serebri yang terjadi sekitar 57%-87% dari seluruh kematian akibat KAD.
Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru dengan DM
tipe 1, tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika Utara angkanya berkisar 15-67 %,
sedangkan di Indonesia dilaporkan antara 33-66 %.
Peningkatan lipolisis,dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan asetoasetat)
akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan
menghasilkan diuresis osmotik dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Secara klinis,
ketoasidosis terbagi kedalam tiga kriteria yaitu ringan, sedang dan berat yang dibedakan
menurut pH serum.
Resiko KAD pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko meningkat
dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak
perempuan yang memasuki masa puber dan remaja, anak dengan gangguan psikiatrik
(termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi
rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga
dapat memicu terjadinya KAD.
Angka kematian ketoasidosis menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang
menyertai, seperti : sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut,
kadar glukosa darah yang tinggi, uremia, kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada
pasien ketoasidosis usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan

3
yang tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada pasien
kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis.
Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan ketosis
menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem respirasi benda keton
menjadi resiko terjadinya gagal nafas. Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis harus cepat,
tepat dan tanggap. Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat diperlukan dalam pengelolaan
kasus-kasus KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Mengingat masih sedikitnya
pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau konsensus yang terus
berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Maka perlu adanya pembahasan
mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis diabetic, serta
dapat diterapkan dalam proses Asuhan Keperawatan.

B. Tujuan
1. Sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui konsep Asuhan Keperawatan
Ketoasidosis Diabetikum
3. Agar mahasiswa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Ketoasidosis Diabetikum.

C. Manfaat
1. Bagi Perawat/ Mahasiswa Perawat

Menjadi bahan bacaan untuk penerapan asuhan keperawatan gawat darurat terutama

pada pasien Keto Asidosis Diabetikum.

2. Bagi Penulis

Menyelesaikan tugas pada mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan menambah

pengetahuan penulis mengenai Keto Asidosis Diabetikum.

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP TEORITIS
1. Pengertian

Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I , disebabkan
oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi
insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.Keadaan ini terkadang disebut
“akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin.http: www.Nursingbegin.com
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan
oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita
IDDM (atau DM tipe I) (Marilyn E. Dongoes,2000).
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan
oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi
insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin (
Stillwell, 1992).
KAD adalah kondisi yang mengancam jiwa yang disebabkan penuruna kadar insulin
efektif dalam tubuh, atau berkaitan dengan resistensi insulin, dan peningkatan produksi
hormon-hormon kontra regulator yakni: flikafon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon.
(M. Fauzy, Netty EP. Kapita Seleksta Ilmu Kesehatan Anak VI, 2005).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai
oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut
atau relatif.KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius
dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat.Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya
mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok.
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan
akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan

5
lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin.

2. Etiologi
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang atau Penghentian insulin. Proses
kejadian KAD pada pasien dengan pompa insulin lebih cepat bila dibadingkan dengan
pasien yang menghentikan satu dosis insulin depokonvensional ( subkutan ).
2. Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis, iskemia
usus dan apendisitis.Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin.
Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan hormon
– hormone ”stres” yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin, kotrisol dan hormon
pertumbuhan.Hormon – hormon ini akan menigkatakan produksi glukosa oleh hati
dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara
melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkatkan dalam keadaan
sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi
ketoasidosis diabetik.
3. Terdapat pada orang yang menderita diabetes oleh adanya stresor yang
meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol
karena ketidakmampuan untuk menjalani terapi yang telah ditentukan. Stressor lain
yang dapat mencetuskan diabetic ketoasidosis adalah pembedahan, trauma, terapi
dengan steroid dan emosional.

3. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa
menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.

6
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin.Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan
kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah)
menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan
menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti
sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi
secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok
hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan
derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga .Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua
faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan
elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang
berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga
500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh
hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat
dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.

7
WOC

8
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari KAD adalah
1. Hiperglikemia (>240 mg/dl), dimana pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan:
- Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
- Penglihatan yang kabur
- Kelemahan
- Sakit kepala
- Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan
menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg
atau lebih pada saat berdiri).
- Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi
lemah dan cepat.
- Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
- Mengantuk (letargi) atau koma.
2. Glukosuria berat.
3. Asidosis metabolik, yang ditandai napas cepat (kusmaul) yang merupakan kompensasi
hiperventilasi untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembuatan benda keton
9
akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton pada nafasnya.
4. Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.
5. Hipotensi dan syok.
6. Koma atau penurunan kesadaran.

5. Komplikasi
Komplikasi Penyakit
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini.Bila penderita
mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan
menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang
lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus
melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bias menimbulkan gagal
jantung kongesif.

2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )


Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata.Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila
tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa darah dapat
terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres,
perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa).
Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya terluka, kena
bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka kecil cepat menjadi besar dan
tidak jarang harus berakhir dengan amputasi.
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis
pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner
dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai
rasa nyeri.Ini merupakan penyebab kematian mendadak.Selain itu terganggunya saraf
otonom yang tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar

10
cepat.Akibatnya timbul rasa sesak, bengkak, dan lekas lelah.
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar
glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat
menyebabkan kematian.Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai
berupa koma dan kejang-kejang.
6. Impotensi.
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang
dialami.Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf. Keluhan ini
tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia
35 – 40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi
sedikit atau bahkan hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma
masuk ke dalam kandung seni (ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami
kemandulan.Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita
menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan
kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormon tersebut akan menekan
produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak
diperhatikan maka sel produksi hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita,
keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan.
Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek pada proses
kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang
bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai
4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
7. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita
diabetes harus bekerja ekstra berat.Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga
lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan
yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah.

11
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa
komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya:
1. Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu makanan
yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
2. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena
kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena penyakit
akan lebih sulit penyembuhannya.
3. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes
millitus lebih mudah terserang infeksi.

Komplikasi Terapi
1. Hipoglikemia dan hypokalemia
Sebelum era penggunan insulin dosis rendah seperti saat ini kedua komplikasi
ini sering dijumpai dengan angka kejadian sampai kurang lebih 25 %. Dengan
penggunaan insulin dosis rendah seperti era sekarang hipoglikemia akan dapat
dihindari dengan monitoring dan evaluasi yang lebih ketat, serta penggantian cairan
rehidrasi dengan dektrosa 5 % ½ salin bika KGD kurang dari 250 mg/dl. Demikian
juga hipokalemia dapat dicegah dengan monitoring ketat dan penambahan kalium
pada cairan rehidrasinya.
2. Edema serebri
Merupakan komplikasi yang paling berat dengan kejadian 0,7-1 % pada anak
KAD, dengan mortalitas 57-87 %. (Netty EP, dr., SpA(K)).
3. Asidosis metabolic hiperkloremia
Hiperkloremia terjadi akibat pemberian NaCl 0,9 % yang mengandung
sekitar 154 mmol/liter natrium dan klorida, sehingga terjadi kelebihan 54 mmol/liter
dari 100 mmol/liter klorida di dalam serum. Asidosis ini tidak berbahaya pada kondisi
klinik penderita dan akan terkoreksi dalam 24-48 jam melalui ekskresi ginjal.

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Glukosa

12
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya
mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya
bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan
kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar
glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
b. Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk
setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan
oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat
dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan.
EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
d. Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang
rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi
badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton
dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan
anion untuk menilai derajat asidosis.
e. Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah
vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena
perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir
13
tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut
telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
g. Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria
dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
h. β-hidroksibutirat
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons
terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal,
dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis
diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi
saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg /
dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma
biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari >
330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme
kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat (Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya)
m. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat
terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan
BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami
insufisiensi renal.Pengobatan efektif kasus ketoasidosis diabetik yang hebat
(http://library.usu.ac.id, 2003)

2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:

14
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes
ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah
kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya
aterosklerosis.

7. Penatalaksanaan

Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan


ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU. Tujuan penatalaksanaan :
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),
2. Menghentikan ketogenesis (insulin),
3. Koreksi gangguan elektrolit,
4. Mencegah komplikasi,
5. Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.

Dokter harus mempunyai kemauan kuat untuk melakukan evaluasi ketat terutama di awal
pengobatan KAD sampai keadaan stabil.Pengobatan KAD tidak terlalu rumit. Ada 6 hal yang
harus diberikan yaitu :
1. Cairan
2. Garam
3. Insulin
4. Kalium
5. Glukosa, serta
6. Asuhan keperawatan ( Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Hal: 606 ).

Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :

15
1. Penilaian Klinik Awal
a. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis
(hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
b. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar
glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.
c. Resusitasi
- Pertahankan jalan napas.
- Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
- Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.

- Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk


menghindari aspirasi lambung.
- Observasi Klinik
2. Pemeriksaandan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.
b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balans cairan setiap jam.
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :
f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo/hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
3. Rehidrasi
Pasien penderita KAD biasanya mengalami depresi cairan yang hebat.Penurunan
osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko terjadinya
edema serebri.Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin NaCl 0,9%.
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi
dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
4. Penggantian Natrium

16
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum lektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia
yang terjadi.Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6
mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL. d.
Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
e. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi
dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
f. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko
edema serebri.
5. Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun
konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium
intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan
pemberian insulin dan asidosis teratasi.
Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi,
dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L
cairan.Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
6. PenggantianBikarbonat
a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:
o Terjadinya asidosis cerebral.
o Hipokalemia.
o Excessive osmolar load.
o Hipoksia jaringan.
o Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok
yang persistent.
o Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam
waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼
dari kebutuhan.
17
7. Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada
anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1
unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50
unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10
½ Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi
penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian
insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau
subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

8. Tatalaksana edema serebri


Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri
dibuat, meliputi:
a. Kurangi kecepatan infus.
b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan
pemberian akan kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
18
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
9. Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk:
1) Memulai diet per-oral.
2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a. Memulai diet per-oral.
- Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL,
pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
- Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit
sesudah snack berakhir.
- Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
- Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60
menit sesudah makan utama berakhir.
b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
- Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan
anak dapat menghabiskan makanan utama.
- Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv
diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
- Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung
kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau
disesuaikan dosis basal sebelumnya.
c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan
siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur

8. Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak
adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan
memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluaranya di saat sakit,
serta edukasi.

19
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1
agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolic dan penanganan
yang tepat.
Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah :
1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian
insulin, managemen insulin yang tepat di saat sakit.)
2. Menghindari strees
3. Menghindari puasa berkepanjangan
4. Mencegah dehidrasi
5. Mengobati infeksi secara adekuat
6. Melakukan pemantauan kadar gula darah/ keton secara mandiri.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1) Identitas Pasien (Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I) dan
penanggung jawab
2) Pengkajian Primary Survei
 Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda
asing yang menghalangi jalan nafas
 Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot
bantu pernafasan
 Circulation : kaji nadi carotis, frekuensi dan kedalaman, capillary refill
time, Tekanan darah
 Disability : kaji kesadaran klien, reflex pupil, gerak ekstremitas

3) Pengkajian Secondary Survey


 Exposure : kaji adanya luka terbuka, periksa suhu tubuh klien apakah
terjadi hipotermia atau hipertermia
 Folley Catether : kaji kandung kemih apakah terjadi distensi atau tidak, warna
urine, apakah terdapat sumbatan atau tidak, apakah terpasang kateter.
 Gastric Tube : Biasanya terpasang NGT bila pasien koma
20
 Heart Monitor : Memasang EKG untuk mengetahui irama jantung

4) Pengkajian Head to Toe


- Data subjektif

a) Riwayat Penyakit Sekarang


Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi, Poliphagi; lemas, luka sukar
sembuh atau adanya koma /penurunan kesadaran dengan sebab tidak
diketahui.Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati, serta
penyakit pembuluh darah.
b) Riwayat penyakit Sebelumnya
Mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama dengan atau tanopa
menjalani program pengobatan.Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta
penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi
klinis.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit Diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun
gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil
(kongenital).Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
d) Status metabolik : intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau
penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis
dan social, obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa
darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral.

- Data objektif
a) Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas
Letargi/disorientasi, koma
b) Sirkulasi

21
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada,
disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola
mata cekung
c) Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
d) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi),
abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
e) Makanan atau Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa
hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid).
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula
darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
f) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan
memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma),
aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h) Pernapasan
22
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan
meningkat
i) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan
umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika
kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
j) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi) Masalah impoten pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita
k) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan
yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin
memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.

5) Pemeriksaan Diagnostik
 Glukosa darah : meningkat > 200 mg/dl atau lebih
 Aseton plasma : Positif secara mencolok
 As. Lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meninggkat
 Elektrolit : Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
 Hemoglobin glikosilat : Meningkat 2-4 X normal
 Gas Darah Arteri : pH rendah, penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
dengan
kompensasi alkalosis respiratorik
 Trombosit darah : Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
 Ureum/creatinin : meningkat/normal
 Amilase darah : meningkat mengindikasikan pancreatitis akut
23
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan
bernapas
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis
osmotic) akibat hiperglikemia
c. Risiko tinggi terjadinya ganguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman ( pH
menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolisis

3. Intervensi
a.  Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas
Kriteria Hasil :
– Pola nafas pasien kembali teratur.
– Respirasi rate pasien kembali normal.
– Pasien mudah untuk bernafas.
Intervensi:
1) Kaji status pernafasan dengan mendeteksi pulmonal.
2)  Berikan fisioterapi dada termasuk drainase postural.
3)  Penghisapan untuk pembuangan lendir.
4)  Identifikasi kemampuan dan berikan keyakinan dalam bernafas.
5)  Kolaborasi dalam pemberian therapi medis

b.  Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis
osmotic) akibat hiperglikemia
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal
- Pulse perifer dapat teraba
- Turgor kulit dan capillary refill baik
- Keseimbangan urin output
- Kadar elektrolit normal
- GDS normal

24
Intervensi :
1)  Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan setiap jam
2)  Observasi kepatenan atau kelancaran infus
3)   Monitor TTV dan tingkat kesadaran tiap 15 menit, bila stabil lanjutkan untuk setiap
jam
4)   Observasi turgor kulit, selaput mukosa, akral, pengisian kapiler
5)   Monitor hasil pemeriksaan laboratorium : Hematokrit, BUN/Kreatinin, Osmolaritas
darah, Natrium, Kalium
6)   Monitor pemeriksaan EKG
7)   Monitor CVP (bila digunakan)
8)   Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam : Pemberian cairan parenteral,
Pemberian therapi insulin, Pemasangan kateter urine, Pemasangan CVP jika
memungkinkan

c)  Risiko tinggi terjadinya ganguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman ( pH


menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolisis
Kriteria Hasil :
RR dalam rentang normal
AGD dalam batas normal :
pH : 7,35 – 7,45                                  HCO3 : 22 – 26
PO2 : 80 – 100 mmHg                        BE : -2 sampai +2
PCO2 : 30 – 40 mmHg
Intervensi :
1)  Berikan posisi fowler atau semifowler (sesuai dengan keadaan klien)
2)  Observasi irama, frekuensi serta kedalaman pernafasan
3)  Auskultasi bunyi paru
4)  Monitor hasil pemeriksaan AGD
5)  Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam : Pemeriksaan AGD, Pemberian
oksigen, Pemberian koreksi biknat ( jika terjadi asidosis metabolik)

25
26
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keto Asidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu kompliasi akut DM akibat
defisiensi hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan segera akan
menyebabakan kematian.Etiologi dari KAD adalah Insulin tidak diberikan dengan dosis yang
kurang, keadaan sakit atau infeksi pada DM, manifestasi pertama pada penyakit diabetes
yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis. Dehidrasi disebabkan mekanisme ginjal dimana tubuh terjadi
hiperglikemia, sehingga ginjal mensekresikan dengan natrium dan air yang disebut poliuri.
Kehilangan elektrolit merupakan kompensasi dari defisiensi insulin. Sedangkan asidosis adalah
peningkatan pH dan diiringi oleh penumpukan benda keton dalan tubuh.Keadaan ketoasidosis
merupakan keadan yang memerlukan banyak pengontrolan dan pemantauan insulin dan cairan
elektrolit, karena bila kekurangan atau malah terjadi kelebihan akan mengakibatkan komplikasi
yang sulit untuk ditanggulangi.

B. SARAN
Bila menemukan klien yang DM tetapi belum terjadi KAD berikan informasi tentang
KAD dan pencegahan terhadap KAD. Bila menemukan klien dengan KAD, sebaiknya selalu
kontrol pemberian insulin dan cairan elektrolit sehingga meminimalkan terjadinya
komplikasi yang tidak diinginkan.
Kepada mahasiswa selaku perawat yang nantinya jika menemukan pasien ketoasidosis
diabetikum agar bisa memberikan asuhan keperawatan dengan sebaik-baiknya secara cepat, tepat
dan tanggap.

27
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.Krisanty, Paula.
S.Kep, Ns. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Trans Info Media.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2012. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6, Volume 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
http://www.google. Asuhan Keperawatan Ketoasidosis Diabetikum. Com. Diakses tanggal 17
November 2013.
http://www.google. Patofisiologi Katoasidosis Diabetikum. Com. Diakses tanggal 17
November 2013.
http://www.youtoube. Video Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum. Com. Diakses tanggal 18
November 2013.

28

Anda mungkin juga menyukai