KETOASIDOSIS DIABETIKUM
NAMA KELOMPOK 2 :
1. Susiyah PO71201230163
2. Maryani PO71201230160
3. Elva Aryanti PO71201230142
4. Agus Suwanto PO71201230149
5. Sri Rahayu PO71201230125
6. Eka Mardekawati PO71201230116
7. Fitri Asweni PO71201230117
8. Irlan Kasmadi PO71201230143
9. Nurhayati PO71201230148
10. Leni Budiarti PO712012302145
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan Rahmat serta
KaruniaNya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
Alhamdulilah tepat pada waktunya yang berjudul " Ketoasidosis Diabetikum "
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita. semua tentang Ketoasidosis
Diabetikum dilihat dari berbagai aspek kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna,oleh karena itu kritik. dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harap kan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampai kan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusun makalah ini dari awal sampai akhir Semoga Allah SWT senantiasa meridhai usaha
kita Amin.
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG .................................................................................................1
TUJUAN PENELITIAN .............................................................................................2
MANFAAT PENELITIAN ........................................................................................3
BAB II KONSEP PENYAKIT
PENGERTIAN ...........................................................................................................4
ETIOLOGI ..................................................................................................................4
MANIFESTASI KLINIS ............................................................................................5
PATOFISIOLOGI .......................................................................................................5
PENATALAKSANAAN ............................................................................................9
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ............................................................................10
PENGKAJIAN ..........................................................................................................11
DIAGNOSA ..............................................................................................................16
PERENCANAAN ....................................................................................................17
IMPLEMENTASI .....................................................................................................21
EVALUASI ..............................................................................................................21
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
TINJAUAN KASUS .................................................................................................23
PEMBAHASAN .......................................................................................................38
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN .........................................................................................................40
SARAN .....................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Kondisi
ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan asam
lemak bebas menyebabkan asidosis dan seringdisertai koma. KAD merupakan komplikasi
akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat
(Tarwoto,2012).
KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk
kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun. Sumber lain
menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6 – 8/1000 pasien DM per tahun. KAD dilaporkan
bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika
Serikat. Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di
Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah.
Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama
koma (10% kasus). Beberapa faktor yang dapat berperan dalam terjadinya KAD yaitu
diabetes mellitus yang tidak terkontrol, infeksi dan riwayat stroke (Tarwoto,2012).
kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddart, 2002). Diabetes
1
dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitifitas
jaringan terhadap insulin (Guyton & Hall, 2007). Penyakit diabetes melitus ini dapat
mengakibatkan komplikasi yang berakibat fatal, seperti penyakit jantung, penyakit ginjal,
kebutaan, amputasi, dan mudah mengalami atherosklerosis jika dibiarkan tidak terkendali
Selain itu, komplikasi kronis khas diabetes disebabkan kelainan pada pembuluh
darah besar, pembuluh darah kecil/halus, atau pada susunan saraf. Komplikasi pada
atherosklerosis dapat terjadi pada seseorang yang bukan pengidap diabetes melitus, adanya
lain penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, dan gangrene pada kaki (Krisnatuti dkk,
2014).
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
ketoasidosis diabetikum
2. Tujuan Khusus
Diabetikum
Diabetikum
Diabetikum
Diabetikum
2
C. Manfaat Penelitian
Laporan ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi acuan pelaksanaan asuhan
Laporan ilmiah akhir dapat memberikan referensi dan masukan tentang asuhan
3
BAB II
KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan darurat
hiperglikemia yang mengancam jiwa pasien dengan diabetes melitus.
Ketoasidosis diabetik terjadi ketika seseorang mengalami penurunan insulin
relatif atau absolute yang ditandai dengan, hiperglikemia, asidosis, ketosis
dan kadar gula darah > 250 mg/dL (ludfitri, 2015 )
Ketoasidosis diabetik merupakan keadaan dekompensasi kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis,
terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relat ( Gotera Wira
dkk, 2010 )
Ketoasidosis merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai dengan gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemat.
(Hudak & Gallo, 2010)
4
2. Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
3. Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4. Kardiovaskuler : infark miokardium
5. Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan,
pengobatan kortikosteroid and adrenergik. (Samijean Nordmark,2008)
3. Manifestasi Klinis
A. . Diagnosis KAD
Didasarkan atas adanya “trias biokimia” yakni : hiperglikemia,
ketonemia, dan asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
a. Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200
mg/dL).
b. Asidosis, bila pH darah < 7,3.
c. kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
b. Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
c. Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
B. Diagnosis banding KAD
KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak,
dan koma yang lain termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis
dengan asidosis metabolik, asidosis laktat, intoksikasi salisilat,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial
4. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena
dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan
terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam
sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya
terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri
suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat
infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan
ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma,
ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang
5
ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi
langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan
menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya
lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang
sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan
ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti
sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi
terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan
dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat
sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (peranfasan
Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat
kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah
merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus
diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid
normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium
dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan
(poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan
sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode
waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas
akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi
produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin
yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
6
7
Pathophysiology of DKA adapted from Urden: Thelan’s Critical Care
Nursing: Diagnosis and Management. 5th ed.Cited in Nursing Consult. Pada
keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20 %
sampai 40 % diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses
tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa
kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan
sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal
tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan
dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien
akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang
disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak
yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni
tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau
bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi
koma yang disebut koma diabetik (Price, 2005).
8
5. Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi,
hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit
penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
A. Fase I/Gawat :
a. Rehidrasi
1) Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam
pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-
6L/24jam)
2) Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
3) Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
4) Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak
(24 – 48 jam).
5) Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%
6) Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
7) Monitor keseimbangan cairan
b. Insulin
1) Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
2) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
3) Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4
jam sekali
4) Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L
³250mg%, Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3
B. Fase II/Maintenance:
1)Cairan maintenance
9
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl.
b. Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmolalitas serum.
c. Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
d. Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis),
HbA1c, urinalisis dan kultur urine (bila ada indikasi).
e. Foto polos dada.
f. Ketosis (Ketonemia dan Ketonuria).
7. Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
a. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan
berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu
nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
b. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada
lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
c. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa
stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan
(mati rasa).
d. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak.
10
e. Hipoglikemia.
11
elektrolit. Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan total maka lebih dari
6 liter cairan mungkin harus diganti. Resusitasi cairan segera bertujuan
untuk mengembalikan volume intravaskular dan memperbaiki perfusi
ginjal dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa digunakan jika pasien
dalam syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling sesuai.
Idealnya 50% dari total defisit air tubuh harus diganti dalam 8 jam
pertama dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati pemantauan
status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil setiap 15
menit), fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan diperlukan
untuk menghindari overload cairan.
c. Survey Sekunder
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istirahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
aktifitas, Letargi/disorientasi, koma
Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas
dan kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan
yang lama, Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang
menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena jugularis,
Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
3. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih(infeksi), ISSK baru/berulang,
Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), Urin
12
berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya asites,
Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi
diet, peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat
badan lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan diuretik
(Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi
abdomen, muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis,
bau buah (napas aseton)
6. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental,
Refleks tendon dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap
lanjut dari DKA)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-
hati
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
Frekuensi pernapasan meningkat
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi,
Menurunnya kekuatan umum/rentang erak, Parestesia/paralisis
otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam)
10. Seksualitas
13
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada
pria, kesulitan orgasme pada wanita
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid,
diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar
glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengatuan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1. Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl.
Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang
lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai
setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat
dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu
berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat
mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100
– 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa
darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
2. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang
intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg /
dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila
kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah
yang sesuai.
3. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat
dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung
ekstrem di tingkat potasium.
4. Bikarbonat.
14
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan
pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)
terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton
dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan
kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
5. Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
6. Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah
dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan
dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk
melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah
dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
7. Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain
itu, ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
8. β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk
mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari
0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi
dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
9. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk
mendeteksi infeksi saluran kencing yang mendasari.
10. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 +
BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada
dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg
15
H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka
pasien jatuh pada kondisi koma.
11. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
12. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
13. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb
juga dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan,
kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan
dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
Tabel Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian)
metabolik pada diabetes.
Diabetic Hyperosmolar
Sifat-sifat ketoacidosis non ketoticcoma Asidosis laktat
(KAD) (HONK)
Glukosa Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
plasma
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada
16
(penyakit progresif dan jangka panjang yang tidak dapat
disembuhkan).
f.Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan
3. Perencanaan keperawatan Perencanaan merupakan kegiatan dalam
menentukan untuk pemecahan masalah, merumuskan tujuan, dan
tindakan yang akan dilakukan pada klien berdasarkan diagnosa
keperawatan (Dinarti & Mulyanti 2017). Rencana keperawatan
merupakan perencanaan dalam meyelesaikan masalah, tujuan yang
ditetapkan oleh Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan
intervensi keperawatan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia(SIKI). Berikut rencana tindakan keperawatan pada klien
dengan KAD berdasarkan masalah keperawatan dalam Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (PPNI, 2018)terdiri dari :
a)Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status
cairan klien membaik dengan kriteria hasil
1)Kekuatan nadi meningkat.
2)Output urine meningkat.
3)Membran muka lembap meningkat.
4)Dispnea menurun..
5)Rasa haus menurun.
6)Frekuensi nadi membaik.
7)Tekanan darah membaik.
8)Turgor kulit membaik.
Tindakan :Manajemen Hipovolemia.
Observasi
1)Periksa tanda dan gejala hipovolemia.
2)Monitor intake output cairan.Terapeutik
3)Hitung kebutuhan cairan.
4)Berikan asupan cairan oral.
17
Edukasi
1)Anjurkan perbanyak asupan cairan oral.
Kolaborasi
1)Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis.
2)Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
b)Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kestabilan kadar glukosa darah meningkat dengan kriteria hasil :
1)Tingkat kesadaran meningkat.
2)Mengantuk menurun.
3)Letih/lesu menurun.
4)Pusing menurun.
5)Rasa lapar dan haus menurun.
6)Mulut kering menurun.
7)Kadar glukosa dalam darah membaik.
Tindakan :
Manajemen Hiperglikemia.
Observasi
1)Identifikasi kemungkinan peyebab hiperglikemia.
2)Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat.
3)Monitor kadar glukosa darah, jika perlu.
4)Monitor tanda dan gejala hiperglikemia.
5)Monitor intake dan output.
6)Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan
darah ortostatik, frekuensi nadi.
Terapeutik
1)Berikan asupan cairan oral.
2)Konsultasi dengan medis jika tanda gejala hiperglikemia masih ada
atau memburuk.Edukasi
3)Anjurkan kepatuhan diet dan olahraga.
4)Anjurkan memonitor kadar gukosa darah secara
18
mandiri.Kolaborasi
5)Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu.
6)Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu.
c) Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (diabetes
melitus).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat infeksi
menurun dengan kriteria hasil :
1)Demam menurun.
2)Kemerahan menurun.
3)Nyeri menurun.
4)Kadar sel darah putih membaik.
5)Kultur area luka membaik.Tindakan :Perawatan Luka
Observasi
1)Monitor karakteristik luka.
2)Monitor tanda tanda infeksi.Terapeutik
3)Lepaskan balutan dan plester secara perlahan bersihkan dengan
cairan NaCl.
4)Bersihan jaringan nekrotik, berikan salep yang sesuai ke
kulit/lesi.
5)Pasang balutan sesuai jenis luka.Kolaborasi
6)Kolaborasi pemberian antibiotik.
d)Keletihan berhubungan dengan penyakit kronis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
keletihan menurun dengan kriteria hasil :
1)Verbalisasi kepulihan energi meningkat.
2)Tenaga meningkat.
3)Kemampuan melakukan aktivitas rutin meningkat.
4)Verbalisasi lelah menurn.
5)Lesu menurun.
6)Sakit kepala menurun.
7)Gelisah menurun.
Tindakan :Manajemen Nutrisi
Observasi1)Identifikasi status nutrisi.
19
2)Identifikasi alergi dan toleransi makanan.
3)Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien.
4)Identifikasi perlunya penggunaan nasogastrik.
Terapeutik
5)Lakukan oral hygiene sebelum makan.
6)Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
7)Berikan makanantinggi kalori tinggi protein.Edukasi
8)Ajarkan diet yang diprogramkan.
Kolaborasi
1)Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan.
2)Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan.
e)Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional (penyakit
progresif dan jangka panjang yang tidak dapat disembuhkan).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status
koping membaik dengan kriteria hasil :
1)Perilaku koping adaptif meningkat.
2)Verbalisasi kemampuan mengatasi masalah meningkat.
3)Verbalisasi kelemahan diri menurun.
4)Perilaku asertif menurun.
Tindakan :Reduksi Ansietas Observasi
Terapeutik
1)Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal).
2)Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan.
3)Pahami situasi yang membuat klien ansietas.
4)Dengarkan dengan penuh perhatian.
Edukasi
1)Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis.
2)Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan.
3)Latih teknik relaksasi.Kolaborasi
4)Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu.
20
f) Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
manajemen kesehatan meningkat dengan kriteria hasil :
1)Melakukan tindakan untuk mengurangi faktor resiko meningkat.
2)Menerapkan program perawatan meningkat.
3)Aktivitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan kesehatan
meningkat.
4)Verbalisasi kesulitan dalam menjalani program
perawatan/pengobatan menurun.
Tindakan :Pelibatan keluarga
Observasi
1)Identifikasi kesiapan keluarga untuk terlibat dalam perawatan.
Terapeutik
2)Ciptakan hubungan terapeutik klien dengan keluarga dalam
perawatan.3)Diskusi cara perawatan.Edukasi
4)Jelaskan kondisi klien terhadap keluarga.
5)Informasikan tingkat ketergantungan klien kepada keluarga
6)Anjurkan keluarga bersikap asertif dalam perawatan.
4. Implementasi
keperawatan Implementasi keperawatan merupakan tindakan
keperawatan dalam merawat klien yang dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang sesuai dengan kriteria
hasil yang diharapkan. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu
tindakan mandiri(independen) dan tidakan kolaborasi (Dinarti &
Mulyanti 2017). Implementasi yang dilakukan ditunjukan untuk
mengatasi dehidrasi dengan terapi cairan, kehilangan elektrolitdengan
pemberian cairan elektrolitdan asidosis dengan terapi insulin
5. Evaluasi
Keperawatan Evaluasi keperawatan tahap akhir dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengetahui apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapaiatau perlu pendekatan lain
(Dinarti &Mulyanti 2017). Terdapat 6 masalah keperawatan yang
21
mungkin terjadi sehingga pada hasil evaluasi diharapkan status cairan
membaik, kestabilan kadar glukosa darah meningkat, resiko infeki tidak
menjadi aktual, keletihan menurun, status koping membaik, manajemen
kesehatan meningkat
22
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
1. TINJAUAN KASUS
Laki-laki usia 42 tahun masuk unit emergency dengan penurunan kesadaran, GCS E3
V4 M5, tampak ulkus pada pedis dextra, hasil pengkajian pernafasan kusmaul, akral
dingin, dan bau pesing. Keluhan lain yang disampaikan keluarga, pasien sering buang
air kecil dengan frekuensi 10 kali dalam 1 jam. Sebelumnya pasien tidak memiliki
keluhan nyeri dada, pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus dengan
pengobatan lantus 10 unit, novorapid 5 unit 3 kali pemberian. Kemudian pasien
dilakukan pengkajian, tekanan darah pasien 90/50 mmHg, frekuensi nadi 120
kali/menit frekuensi nafas 26 mmHg, saturasi oksigen 95%, tidak ditemukan distensi
vena jugalaris. Pada pemeriksaan dada, suara jantung normal bunyi jantung 1 dan 2,
tidak ditemukan murmur ataupun gallop. Suara paru vesikuler tidak ditemukan suara
crackles maupun wheezing. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan rapid glucose
test dengan nilai level glukosa 478. Analisis gas darah PH 7.252, PCO2 18.4, PO2
160.7, HCO3- 7,9, BE -16.7, asam laktat 2.6 keton 6.80. Berdasarkan hasil pemeriksaan
pasien mengalami ketoasidosis, pasien mendapatkan terapi cairan NaCl 0,9% 1000 cc/1
jam, insulin bolus 10 unit, dan diikuti maintenance 0.09 unit/kgBB. Hasil pemeriksaan
laboratorium lainnya hemoglobin 128 mg/dl, leukosit 14820 cells/mm3, hemotokrit
38.4 %, ureum 21.4 mg/dl, kreatinin 0,45 mg/dl, natrium 129 mmol/L, kalium 4,29
mmol/L, Cl 112 mmol/L, anion Gap 16. Selanjutnya pasien dirawat diruang ICU.
23
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I
POLITEKNIK KESEHATAN JAMBI
JURUSAN KEPERAWATAN
JL.DR. TAZAR KELURAHAN BULURAN KENALI KEC. TELANAIPURA JAMBI
No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis : Kotoasidosis Diabetik
IDENTITAS
TRIAGE P1 P2 P3 P4
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama : Pasien datang ke igd dengan penurunan kesadaran, keluarga pasien mengatakan
bahwa pasien sering membuang air kecil dengan frekuensi 10x1jam.
Mekanisme Cedera (Jika pasien ada riwayat trauma) : tidak ada riwayat trauma pada pasien
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
AIRWAY
PRIMER SURVEY
Diagnosa Keperawatan:
Pola nafas tidak efektif bd Penurunan
energi dd pasien tampak sesak,
pernafasan pasien cepat tampak menarik
BREATHING
nafas dengan cepat rr : 26x/menit, Saturasi
oksigen pasien 95%, Pasien
menggunakan nasal canul
Intervensi :
Manajemen jalan nafas (i.01011)
24
Sesak Nafas : Ada N/A RR : 26 x/mnt Observasi :
-monitor pola nafas (frekuensi,
Keluhan Lain:
kedalaman, usaha nafas)
-monitor bunyi napas tambahan
(mis.gurgling, wheezing, ronchi kering)
-monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapautik
-pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan head-till dan chin-lift (jaw-trust jika
curiga trauma servikal)
-posisikan semi-fowler atau fowler
-berikan minum hangat
-lakukan fisioterapi dada jika perlu
-lakukan penghisapan lender kurang dari
15 detik
-lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
-keluarkan sumbatan benda padat
dengan konsep McGill
-berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
-anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
kontraindikasi
-ajarkan Teknik batuk efektif
Kaloborasi
-kaloborasi pemberian bronkodilator,
mukolitik, jika perlu
Diagnosa keperawatan :
Resiko ketidakseimbangan elektrolit bd
Ketidakseimbangan cairan dd keluarga
CIRCULATION pasien mengatakan bahwa pasien sering
buang air kecil dengan frekuensi 10x/jam
terapi NaCl 0,9% 1000cc/1jam
25
-jelaskan tujuan dari prosedur pemantaun
-informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
DISABILITY
Respon : Alert Verbal Pain Unrespon
Kesadaran : CM Delirium Somnolen
Coma , ..............................................
GCS : Eye 3 Verbal 4 Motorik 5
PRIMER SURVEY
EXPOSURE
Deformitas : Ya Tidak
Contusio : Ya Tidak
Abrasi : Ya Tidak
Penetrasi : Ya Tidak
Laserasi : Ya Tidak
Edema : Ya Tidak
Luas Luka:
Keluhan Lain:
Luka tampak pada ulkus pada
pedis dextra
ANAMNESA
Riwayat Penyakit Saat Ini : Ketoasidosis Diabetikum
Medikasi :
Lantus 10 unit 3x
Novorapid 5 unit 3x
Tanda Vital :
TD : 90/50 mmHg N : 120x/menit S: -
RR : 26x/menit
PEMERIKSAAN FISIK
26
Kepala dan Leher:
Inspeksi : bentuk kepala pasien bulat, kulit kepala pasien
tidak terdapat luka, kulit kepala pasien bersih, rambut
pasien pendek, berwarna hitam, struktur wajah pasien
simetris, leher pasien simetris tidak ada lesi ataupun
peradangan, pasien mampu menggerakan lehernya rotasi
kanan dan kiri
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, benjolan atau tumor di
kepala dan leher pasien tidak ditemukan distensi vena
juguralis, tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid
Dada:
Inspeksi :
normal tidak mengalami kelainan, keadaan dada pasien
tidak ada luka
Palpasi : simetris, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : tidak ada penumpukan sekret, tidak ada
SECONDARY SURVEY
27
Extremitas atas: adanya nyeri tekan di luka ulkus pada
tangan pasien
Extremitas bawah : tidak ada nyeri atau gangguan di
kedua kaki pasien
Punggung :
Inspeksi : bentuk punggung pasien normal tidak di
temukan tanda-tanda kifosis, skoliosis, tortikolis atau
perbedaan tinggi bahu, pasien tidak memiliki hambatan
dalam pergerakan
Palpasi : tidak adanya jaringan tulang yang asismetris,
ketidakselerasaan, benjolan, lengkungan, pada punggung
pasien
Neurologis :
GCS :
E: 3 V: 4 M: 5
Kesadaran pasien somnolen kondisi pasien saat di lakukan
pemeriksaan pasien merespon dengan rangsangan suara,
pasien tampak mengacau (sering bertanya berulang-ulang)
disorientasi (orang dan waktu), pasien tampak menjangkau
dan menjauhkan bagian nyeri saat di beri rangsangan nyeri
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
28
Kreatinin 0,45 mg/dl
Natrium 129 mmol/L
Kalium 4,29 mmol/L
CI 112 mmol/L
Anion Gap 16
TERAPI/MEDIKASI:
Terapi cairan NaCL 0,9% 1000cc/1jam
Insulin bolus 10 unit diikuti maintenance 0,09 unit/kgBB
29
ANALISA DATA
1.
Ds : keluarga pasien mengatakan Gangguan toleransi Ketidakstabilan
pasien tampak Lelah dan lesu glukosa darah kadar glukosa darah
DO :
pasien sering buang air kecil dengan
frekuensi 10x/jam
Gds : 478mg/dl
terapi NaCl 0,9% 1000cc/1jam +
Insulin bolus 10 unit
Do : rr : 26x/menit
Saturasi oksigen pasien 95%
Pasien menggunakan nasal
canul
30
DIAGNOSA KEPERAWATAN
31
INTERVENSI KEPERAWATAN
32
INTERVENSI KEPERAWATAN
33
INTERVENSI KEPERAWATAN
34
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
35
-memonitoring tanda dan gejala
hipoglikemia (mis. Kelemahan otot, interval
qt memanjang, gelombang t datar dan
terbalik, depresi segmen ST, gelombang U,
kelelahan, perestesia, penurunan refleks,
anoreksia, konstipasi, motilitas usus
menurun, pusing, depresi pernapasan)
-mengatur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
-mengdokumentasi hasil pemantauan
-menjelaskan tujuan dari prosedur
pemantaun
-meninformasikan hasil pemantauan, jika
perlu
36
EVALUASI KEPERAWATAN
37
B.Pembahasan
Pada bab ini akan diuraikan tentang beberapa kesenjangan dan persamaan yang
terjadi pada tinjauan pustaka maupun kenyataan yang terjadi pada tinjauan kasus dalam
pemberian asuhan keperawatan pada KAD mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, penatalaksanaan, dan evaluasi pada klien.
1. Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan yang terdiri dari
pengumpulan data dan perumusan diagnosa keperawatan. Adapun kesenjangan yang
terdiri dalam tiap-tiap tahap diantaranya :
1. Pengumpulan Data
Identitas klien pada tinjauan kasus merupakan langkah yang digunakan untuk menggali
informasi, sedangkan pada tinjauan pustaka hanya merupakan suatu acuhan yang akan
diwujudkan dalam tinjauan kasus.
Pada tinjauan kasus didapatkan klien seorang laki- laki usia 42 tahun,pada hal ini terjadi
perbedaan pada tinjauan teori dimana Ketoasidosis Diabetikum ini lebih sering terjadi
pada usia lebih dari 45 tahun. Faktor lain adalah degeneratif dari sel – sel tubuh dimana
berakibat adanya resistensi sel – sel sasaran terhadap kerja insulin, sehingga transport
glukosa untuk menembus sel terhambat yang mengakibatkan glukosa dalam darah
menjadi tinggi. Riwayat penyakit pada tinjauan kasus ditemukan gejala – gejala atau
riwayat seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka.
Pada kasus nyata keluhan utama yang dirasakan klien dengan ketoasidosis diabetikum
adalah pasien sering buang air kecil dengan frekuensi 10x dalam 1 jam. Sedangkan
pada tinjauan pustaka disebutkan klien dengan Ketoasidosis Diabetikum dapat terjadi
diantaranya ketidakstabilan gula darah, pola nafas tidak efektif, resiko
ketidakseimbangan elektrolit. Jadi tidak semua diangnosa keperawatan yang ada
didalam tinjauan pustaka terjadi pada kasus nyata. Pada pengkajian tanda dan gejala
sesuai dengan gangguan sistem yang timbul
2. Analisa Data.
Analisa data pada tinjauan teori tidak melalui prosesnya langsung tetapi hanya
menguraikan tentang beberapa data yang dapat menunjang untuk munculnya diagnosa
keperawatan. Klien dengan KAD pada teori ditemukan 3 masalah keperawatan dengan
masing – masing data disesuaikan dengan yang disebutkan pada pengkajian karena
pada teori tidak ada klien dan merupakan kasus semu, jadi tidak ditemukan data yang
valid dan menunjang seperti tinjauan kasus yang hanya ditemukan 3 masalah
38
keperawatan.
3. Diagnosa.
Pada tinjauan teori ditemukan 3 diagnosa dan masalah dalam KAD :
Ketidakstabilan kadar glukosa darah bd Gangguan toleransi glukosa darah
Pola nafas tidak efektif bd Penurunan energi
Resiko ketidakseimbangan elektrolit bd Ketidakseimbangan cairan
4. Perencanaan.
Dalam tahap perencanaan antara tinjauan teori dengan tinjauan kasus tidak banyak
ditemukan kesenjangan hanya beberapa bagian saja. Adanya kesenjangan / perbedaan
kegiatan dalam intervensi tersebut, karena dalam kasus berdasarkan pada situasi dan
kondisi lahan praktek keperawatan maupun jenis penyakit yang dihadapi yang
sistematis dengan menggunakan SOAP untuk menetukan keberhasilan dan kegagalan
dari tindakan yang telah diberikan secara nyata.
5. Pelaksanaan.
Pada tahap ini tindakan keperawatan harus disesuaikan dengan rencana yang telah
dirumuskan dan tidak menyimpang dengan program medis. Karena tidak semua
perencanaan dalam teori dapat dilaksanakan dalam praktek, maka pelaksanaanya
harus disesuaikan dengan respon klien terhadap penyakitnya. Pelaksanaan tindakan
keperawatan pada kasus merupakan pengembangan dari teoritis yang dimodifikasi
sesuai dengan kebiasaan tempat pelayanan. Dalam hal ini pelaksanaan tindakan kasus
pada Tn. I dengan KAD harus mengikuti aturan dan tata cara di Rumah Sakit. Dalam
pelaksanaanya kegiatan pada KAD tidak dilaksanakan berurutan per diagnosa
keperawatan, sebab masalah yang ditemukan bersumber dari 1 masalah yaitu tindakan
pada KAD. Dengan adanya masalah tersebut akan muncul beberapa diagnosa
keperawatan yang saling berkait sebagai akibat respon klien. Sehingga dalam kegiatan
implementasi, suatu kegiatan dapat juga merupakan implementasi dari diagnosa
keperawatan yang lain.
6. Evaluasi.
Pada tinjauan teori KAD disebutkan bahwa evaluasi dituliskan dalam bentuk kriteria
keberhasilan, sedang dalam kasus nyata dituliskan berdasarkan respon klien terhadap
asuhan keperawatan yang telah diberikan dan juga kriteria keberhasilan. Pada kasus
Tn.I setelah dilakukan asuhan keperawatan pada diagnosa pertama, kedua dan ketiga
masalah dapat teratasi sebagian.
39
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telah diuraikan sebelumnya kasus ketoasidosis diabetic (KAD) pada pasien
laki-laki usia 42 tahun. Diagnosa kasus ini ditegakkan berdasarkan adanya riwiyat
Diabetes Melitus, keluhan utama yang di alami pasien adalah pasien hilang kesadaran,
keluarga pasien mengatakan bahwa sebelum pasien ke rumah sakit pasien bak dengan
10x/jam yang akhirnya di bawa ke igd, factor resiko yang menyebabkan pasien ini
adalah gds pasien 478 mg/dl, pasien juga bernfas dengan cepat dengan rr: 26x/menit,
penatalaksanaan Kad pada pasien dengan NaCl 0,9% 1000cc/1jam + Insulin bolus 10
unit. Pengawasan yang ketat pada pasien dengan pemeriksaan BS setiap 4 jam dan
pemeriksaan fungsi, urin, fungsi ginjal, urin, dan elektrolit sebagai pemantauan fungsi
ginjal, dan kondisi umum dari pasien, pemantauan balance cairan pada pasien ii juga
tidak kalah pentingnya.
B. Saran
Semoga dengan adanya laporan pendahuluan ini dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya, jika ada salah kata dan tulisan, mohon maaf, wassalamualaikum wr
wb
40
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. (2002). Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Piva, et. al. 2007. Current Perspectives for Treating Children with Diabetic
Ketoacidosis. Jornal de Pediatria. 83(5): 119-127
:
Soewondo, 2006. Ketoasidosis Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 3. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Umpierrez, et. al. 2002. Narrative review: Ketosis prone type 2 diabetes mellitus.
Ann Intern Med, Vol. 144, pp. 350-357
Wallace and Matthews. 2004. Recent advances in the monitoring and management
of diabetic ketoacidosis. QJ Med, Vol. 97, pp. 773-780
41