Anda di halaman 1dari 12

DETEKSI DINI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KATARAK

PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI TANGERANG


KECAMATAN CILEDUG

DISUSUN OLEH :

dr. Anindita Tathya Jati

DOKTER PEMBIMBING :

dr. Siti Irnahidayati

PUSKESMAS CILEDUG
KOTA TANGERANG
PERIODE JUNI 2018 - OKTOBER
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jumlah orang yang menderita diabetes semakin meningkat seiring dengan


pertumbuhan penduduk, faktor penuaan, urbanisasi, obesitas dan aktifitas yang inaktif.
Menurut World Health Organisation (WHO), diabetes melitus dapat didefinisikan
sebagai suatu penyakit metabolik kronik, baik disebabkan oleh pankreas yang tidak
bisa menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak bisa menggunakan
insulin yang dihasilkan secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula
darah. Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah adalah efek umum dari diabetes
yang tidak terkontrol dan bisa menyebabkan kerusakan jangka panjang terutama pada
mata, jantung, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. 1 (soegondo,2004)
Menurut International Diabetes Federation (IDF), lebih dari 285 juta orang di
seluruh dunia menderita diabetes mellitus dan angka ini diperkirakan meningkat
menjadi 439 juta pada tahun 2030.2 Negara berkembang seperti Indonesia merupakan
negara yang paling banyak terkena dalam abad ke-21 ini. Indonesia merupakan negara
ke-4 dengan jumlah diabetes terbanyak di dunia. Jumlah penderita diabetes melitus di
Indonesia terus meningkat dimana saat ini diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk
Indonesia menderita diabetes. Diabetes Melitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama
DM yang disebabkan keturunan dan tipe kedua disebabkan gaya hidup. Secara umum,
hampir 80% prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2 dan di Indonesia sendiri,
DM tipe 1 sangat jarang dijumpai mungkin karena terletak di khatulistiwa atau faktor
genetiknya tidak menyokong. 3 (soeyono, 2004)
Katarak yang merupakan salah satu komplikasi DM merupakan penyebab utama
kebutaan di seluruh dunia, yaitu menyumbang sekitar 42% dari semua kebutaan.
Menurut WHO, sebanyak 25 juta penduduk buta karena katarak dan 28000 kasus baru
dilaporkan setiap hari di seluruh dunia. Sekitar 25% dari populasi berumur lebih dari
65 tahun dan sekitar 50% berumur lebih dari 80 tahun memiliki gangguan penglihatan
yang serius karena katarak. Katarak dikhawatirkan dapat mencapai angka 80 juta pada
tahun 2020. Katarak menjadi penyebab utama kebutaan di Indonesia. 4 (kyselova et al.
2004)
Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus
menerus terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi
2
sinar ultraviolet, dan peningkatan kadar gula darah. Patogenesis terjadinya katarak
diabetic belum sepenuhnya dimengerti. Namun, berdasarkan suatu studi penelitian ,
ditekankan proses polyol sebagai peran utama terjadinya katarak di mata. Meskipun
perkembangan katarak yang perlahan dan progresif sehingga awalnya pasien kadang
tidak menyadari penyakitnya, tetapi katarak dapat menimbulkan gangguan penglihatan
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. 5 (kim 2006)
Berdasarkan suatu studi penelitian dan epidemiologi, hubungan antara diabetes
mellitus dengan pembentukan katarak telah teruji. Dengan meningkatnya angka
diabetes mellitus tipe 1 dan 2, insidensi katarak diabetik terus menerus meningkat.
Meskipun operasi katarak merupakan prosedur yang umum dan aman dan operasi yang
sangat efektif dalam menyembuhkan katarak, penjelasan mengenai patomekanisme
untuk memperlambat atau mencegah terjadinya katarak pada pasien diabetes tetap
menjadi sebuah tantangan. Selain itu, pasien dengan diabetes mellitus memiliki
kemungkinan komplikasi lebih tinggi setelah operasi katarak. Baik diabetes ataupun
katarak, keduanya menyumbang dalam beban kesehatan dan ekonomi, terutama di
negara berkembang, dimana pengobatan diabetes tidak adekuat dan operasi katarak
sering kali sulit di akses. 2

B. RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas,
belum dilakukan deteksi dini sebagai upaya pencegahan katarak pada pasien diabetes
mellitus di Kecamatan Ciledug.

C. PERTANYAAN PENELITIAN
Berapakah prevalensi katarak pada pasien diabetes mellitus di Kecamatan Ciledug?
Bagaimanakah tingkat pengetahuan pasien pada pasien diabetes mellitus terhadap
katarak?
Apakah deteksi dini dapat mencegah katarak pada pasien diabetes mellitus di
Kecamatan Ciledug?

Data diabetes melitus di PKM Ciledug?

D. TUJUAN
Tujuan Umum
1. Peserta mampu melaksanakan kegiatan deteksi dini katarak pada pasien diabetes
mellitus di Kecamatan Ciledug
3
Tujuan Khusus
1. Pasien diabetes melitus mengetahui tentang katarak diabetik, faktor resiko, dampak
dan pengendalian katarak diabetik di antara pasien-pasien di Kecamatan Ciledug
2. Peserta mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam memantau faktor resiko
katarak diabetik di antara pasien-pasien di Kecamatan Ciledug
3. Peserta terampil dalam melakukan konseling serta tindak lanjut lainnya.

D. MANFAAT
Manfaat bagi pasien diabetes melitus dan masyarakat umum adalah dapat
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai katarak diabetik serta cara
mengendalikan faktor risiko yang dapat menyebabkan katarak diabetik di masa yang
akan datang.
Manfaat bagi Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya adalah mendeteksi sedini
mungkin masyarakat yang memiliki faktor risiko pembentukan katarak diabetik,
melakukan pengendalian faktor risiko, melakukan tindak lanjut rutin terhadap
masyarakat dengan faktor risiko, sehingga dapat menekan prevalensi katarak diabetik di
masa yang akan datang.

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Puskesmas:


Sebagai gambaran karakteristik penderita katarak akibat diabetes melitus.
1. 1.4.2.
Peneliti
2. Mendapatkan informasi dan menambahkan pengetahuan mengenai katarak pada
pasien diabetes.
1. 1.4.3. Pembaca atau Peneliti lain 2. Sebagai bahan sumbangan ilmiah yang
diharapkan dapat bermanfaat kepada pembaca dan peneliti. Sebagai referensi untuk
melakukan penelitian sama atau terkait oleh para peneliti seterusnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DIABETES MELITUS


2.1.1. Definisi
Diabetes berasal dari kata Yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan
(siphon), manakala Melitus berasal dari kata Latin yaitu madu atau gula. Diabetes
Melitus (DM) atau kencing gula adalah penyakit metabolik kronik yang disebabkan
oleh peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi), baik disebabkan oleh
pankreas yang tidak boleh menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak
boleh menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Insulin adalah hormon
yang dikeluarkan untuk mengatur kadar gula darah di mana ia berperan dalam proses
penyerapan glukosa ke dalam sel tubuh. WHO sebelumnya telah merumuskan bahwa
diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban
yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan
problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi
insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Gustaviani, 2006).
Glukosa diatur oleh insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga
kadar gula di dalam darah selalu dalam batas aman, baik pada keadaan puasa maupun
setelah makan yaitu sekitar 70-140mg/dL. Pada keadaan DM, tubuh relatif kekurangan
insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi kacau. Walaupun kadar
glukosa darah sudah tinggi, pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa tidak dapat
dihambat, sehingga kadar glukosa darah tetap semakin meningkat (Sarwono,2004).
Namun, menurut Soegondo (2004), diabetes dapat ditandai dengan keluhan khas
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan dan kadar gula darah
sewaktu atau postprandial ≥ 200mg/dL atau kadar gula darah puasa ≥ 126mg/dL.
Peningkatan kadar gula darah (hiperglikemi) yang tidak terkontrol dapat
mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi seperti penyakit serebro-vaskular,
penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah, penyulit pada mata, ginjal dan
saraf.

2.1.2. Epidemiologi Katarak Diabetik


Beberapa penelitian klinis telah menunjukan bahwa pembentukan katarak lebih
sering terjadi pada pasien diabetik daripada pasien non diabetik terutama pada usia
muda. Data dari Framingham dan studi mata yang lain menyatakan peningkatan tiga
5
hingga empat kali lipat prevelensi katarak pada pasien diabetes dibawah usia 65 tahun
dan prevelensi selebihnya dua kali lipat pada pasien diatas usia 65 tahun. Peningkatan
risiko adalah pada pasien dengan durasi diabetes yang panjang dan memiliki tahap
metabolism yang jelek. Penyakit katarak banyak terjadi di negara tropis seperti di
Indonesia. Menurut WHO, katarak merupakan penyebab utama kebutaan dan
gangguan penglihatan di Asia dan menyebabkan 70% kasus kebutaan di Indonesia.
Katarak sangat umum mempengaruhi sekitar 60% orang berusia di atas 60 tahun.
Berdasarkan studi Beaver Dam Eye, yaitu suatu penelitian pada populasi yang
dilakukan pada akhir 1980an, dikatakan sebanyak 38,8% lelaki dan 45,9% wanita
diatas usia 74 tahun memiliki katarak yang signifikan. Kemudian dilakukan penelitian
kohort pada tahun 1993-1995 untuk memperkirakan kejadian katarak nuklear, katarak
kortikal dan katarak subkapsular posterior dan didapati sebanyak 13,1% insidensi
katarak nuklear, 8,2% katarak kortikal dan 3,4% katarak subkapsular posterior. Faktor
risiko perkembangan katarak tidak konsisten pada semua penelitian. Namun, katarak
kortikal dikatakan lebih sering pada orang berkulit hitam. Insidensi katarak nuklear
lebih tinggi pada kaum wanita dan perokok lebih sering membentuk opasitas katarak
nuklear. Selain usia, jenis kelamin dan ras, faktor lain yang mempengaruhi katarak
adalah pajanan terhadap sinar matahari, status nutrisi, obesitas, merokok, konsumsi
alkohol dan status pendidikan.

2.2.3. Patofisiologi Diabetes Melitus


Secara garis besar, diabetes dapat dibagikan menjadi dua kategori utama
berdasarkan sekresi insulin endogen, yaitu (a) Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM) atau Diabetes Melitus Tipe 1 dan (b) Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) atau Diabetes Melitus Tipe 2. Insulin adalah hormon yang disekresi oleh
pankreas, yaitu sebuah kelenjar yang secara anatominya terletak di belakang lambung.
Di dalam kelenjar pankreas terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau yang
disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon
insulin. Secara fisiologis, hormon insulin dikeluarkan sebagai respon terhadap
peningkatan kadar gula dalam darah. Insulin diibarat anak kunci yang dapat membuka
pintu masuknya glukosa dalam sel, yang kemudian akan dimetabolisme menjadi
tenaga. Insulin juga berperan mengkonversi glukosa menjadi glikogen sebagai
cadangan di sel otot dan hepar. Dengan ini, kadar gula darah tetap dalam keadaan
normal (Suyono, 2004).
6
Pada DM tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau insulin yang
diproduksi sangat sedikit. Hal ini karena, pada jenis ini, timbul reaksi autoimun yang
disebabkan adanya peradangan pada sel beta. Antibodi yang timbul yaitu Islet Cell
Antibody (ICS) akan bereaksi dengan antigen (sel beta) menyebabkan hancurnya sel
beta itu sendiri. Oleh itu, kadar glukosa darah menjadi sangat tinggi dan tidak dapat
digunakan secara optimal untuk pembentukan energi. Maka, energi nantinya diperoleh
dari peningkatan katabolisme lipid dan protein (Subekti, 2004).
Pada DM tipe 2, berlaku resistensi insulin, dimana sel-sel tubuh tidak merespon
tepat ketika adanya insulin dan juga penurunan kemampuan sel beta pankreas untuk
mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Pada tipe ini, jumlah
insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang
terdapat pada permukaan sel berkurang. Jadi, glukosa akan menumpuk di dalam darah.
Sel beta akan terus memproduksi insulin sehingga pada suatu saat menyebabkan
hiperinsulinemia. Kondisi ini akan mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada
tahap postreceptor, yaitu penurunan aktivitas kinase receptor, translokasi glucose
transport dan aktivasi glycogen synthase. Ini akan menyebabkan resistensi insulin
yang membawa kepada keadaan hiperglikemi. Kadar glukosa darah yang tinggi
meningkatkan aktivitas pankreas menghasilkan insulin sehingga pada suatu saat kerja
pankreas mulai lemah dan akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin.

2.2.4. Komplikasi Diabetes Melitus


Diabetes Melitus boleh menyebabkan berbagai kompliksai baik yang bersifat
akut maupun yang kronik. Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah
ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Pada
keadaan ini kadar glukosa darah sangat tinggi (pada KAD 300-600 mg/dL, pada SHH
600-1200 mg/dL), dan pasien biasanya tidak sadarkan diri. Selain itu, keadaan
hipoglikemi juga termasuk komplikasi akut DM, di mana kadar glukosa darahnya
<60mg/dL karena faktor pengambilan obat antihiperglikemia dan insulin yang terlalu banyak
(Regina, 2012).
Dalam jangka waktu yang panjang, penyakit DM yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan gangguan pada organ tubuh terutama pada jantung, pembuluh darah,
saraf, mata dan ginjal. Pada jantung, berbagai masalah kardiovaskular, termasuk
penyakit arteri koroner, serangan jantung, stroke, penyempitan arteri (aterosklerosis)
dan tekanan darah tinggi dapat terjadi. Kerusakan saraf (neuropati) boleh
7
menyebabkan kehilangan rasa pada semua tungkai yang terkena. Selain itu, pada ginjal
(nefropati), gula darah yang tidak terkontrol dapat merusakan pembuluh darah kecil
sehingga dapat mengakibatkan gagal ginjal atau penyakit stadium akhir yang
irreversible, yang memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal. Pada mata, DM
merusakan pembuluh darah retina (retina diabetik) dan berpotensi menyebabkan
kebutaan. Penumpukan sorbitol karena peningkatan gula darah dapat menyebabkan
gangguan penglihatan yang serius seperti katarak (Nathan, 1993).

2.2. KATARAKK
2.2.1. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'katarraktes' yaitu air terjun
karena pada awalnya katarak dipikirkan sebagai cairan yang mengalir dari otak ke
depan lensa. Menurut WHO, katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata,
yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata sehingga menyebabkan penurunan atau
gangguan penglihatan. Lensa mata merupakan bagian jernih dari mata yang berfungsi
untuk menangkap cahaya. Retina pula merupakan jaringan yang berada di bagian
belakang mata dan bersifat sensitif terhadap cahaya. Pada keadaan normal, cahaya atau
gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan diteruskan ke
retina. Rangsangan cahaya tersebut selanjutnya akan diubah menjadi sinyal atau
impuls yang diteruskan ke otak. Di otak, imej tersebut akan diterjemahkan dan dapat
dilihat oleh mata (Ilyas, 2005).

2.2.2. Anatomi dan Fisiologi lensa


Lensa normal pada manusia adalah jernih dan bikonveks. Lensa tidak
mengandungi pembuluh darah setelah perkembangan fetus dan bergantung sepenuhnya
kepada cairan akuous untuk kebutuhan metaboliknya. Sebuah lensa mempunyai
diameter 9mm dan ketebalan sekitar 5mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa,
korteks dan nukleus. Bagian depan lensa berhubungan dengan cairan bilik dan bagian
belakang lensa berhubungan dengan badan kaca. Bagian belakang iris, lensa digantung
pada prosesus siliaris oleh Zonula Zinn(ligamentum suspensorium lentis), yang
melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus siliaris. Zonula
Zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliaris. Zonula Zinni
melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, dengan ukuran sekitar 1,5mm pada bagian
anterior dan 1,25 pada bagian posterior. Permukaan lensa pada bagian posterior lebih
8
cembung daripada permukaan anterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor
akuous dan disebelah posteriornya korpus vitreus. Lensa diliputi oleh kapsular lentis,
yang bekerja sebagai membran semi permeabel, yang melalukan air dan elektrolit
untuk makanannya. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator
(Putra, 2011).

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis Katarak Diabetik


Peningkatan kadar glukosa dalam darah memainkan peran penting dalam
perkembangan katarak. Efek patologi hiperglikemia dapat dilihat jelas pada jaringan
tubuh yang tidak bergantung pada insulin untuk kemasukan glukosa dalam selnya,
misalnya pada lensa mata dan ginjal, sehingga mereka tidak mampu mengatur
transportasi glukosa seiring dengan peningkatan konsentrasi gula di ekstraselular.
Menurut beberapa penelitian, jalur poliol dikatakan memainkan peran dalam
perkembangan katarak pada pasien diabetes. Enzim aldose reduktase (AR) yang
terdapat dalam lensa mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur
poliol. Akumulasi sorbitol intrasel menyebabkan perubahan osmotik sehingga
mengakibatkan serat lensa hidropik yang degenerasi dan menghasilkan gula katarak.
Dalam lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat daripada diubah menjadi fruktosa oleh
enzim sorbitol dehydrogenase (SD), dan sifat sorbitol yang sukar keluar dari lensa
melalui proses difusi menyebabkan peningkatan akumulasi sorbitol. Ini menciptakan
efek hiperosmotik yang nantinya menyebabkan infus cairan untuk menyeimbangkan
gradien osmotik. Keadaan ini menyebabkan keruntuhan dan pencairan serat lensa yang
akhirnya membentuk kekeruhan pada lensa. Selain itu, stres osmotik pada lensa yang
disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi apoptosis pada sel epitel lensa yang
mengarah ke pengembangan katarak.
Jalur poliol telah digambarkan sebagai mediator utama diabetes-induced
oxidative stress pada lensa. Stres osmotik yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol
menginduksi stres dalam retikulum endoplasma (RE), situs utama sintesa protein, yang
akhirnya menyebabkan generasi radikal bebas. RE stres juga dapat disebabkan dari
fluktuasi kadar glukosa initiating an unfolded protein response (UPR), yang
menghasilkan reactive oxygen species (ROS) dan menyebabkan kerusakan stres
oksidatif dengan serat lensa.
Selanjutnya, peningkatan kadar glukosa dalam humor akuous dapat
menyebabkan glikasi protein lensa, dimana proses tersebut akan menghasilkan radikal
9
superoksida (O2-) dan dalam pembentukan advanced glycation endproducts (AGE).
Interaksi AGE dengan reseptornya di permukaan sel akan memproduksi O2- dan
H2O2. Dengan peningkatan radikal bebas, lensa diabetes sering menunjukan gangguan
pada kapasitas antioksidan dan kerentanan mereka terhadap stres oksidatif. Hilangnya
antioksidan diperparah oleh proses glikasi dan inaktivasi enzim antioksidan seperti
superoksida dismutase lensa. Tembaga-zink superoxide dismutase 1 (SOD1) adalah
superoksida dismutase isoenzim yang paling dominan dalam lensa, dimana ia penting
untuk degradasi radikal superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan
oksigen. Kesimpulannya, pembentukan katarak diabetes adalah hasil generasi jalur
poliol dari glukosa oleh AR, yang mengakibatkan peningkatan stres osmotik dalam
serat lensa dan mengarahkan ke pembengkakan dan perpecahan lensa (Pollreisz,2010).

2.2.4. Klasifikasi dan Stadium

Katarak pada diabetes biasanya terbagi kepada 2 yang utama yaitu:

a. True diabetic cataract, atau snowflake cataract

o Dapat bilateral, onset terjadi secara tiba-tiba dan menyebar sampai lensa
subkapsular

o Biasanya terjadi pada usia muda dengan diabetes melitus yang tidak
terkontrol.

o Pada awalnya berlaku kekeruhan menyeluruh pada subkapsular seperti


tampilan kepingan salju di superfisial anterior dan korteks posterior lensa.

10
o Vacuola muncul dalam kapsul lensa. Pembengkakan dan kematangan katarak
kortikal terjadi segera sesudahnya.

b. Senescent cataract

o Katarak Nuklear :
Tekanan yang dihasilkan dari serat lensa peripheral menyebabkan pemadatan
pada seluruh lensa, terutama nucleus. Nukleus memberi warna coklat
kekuningan (brunescent nuclear cataract). Ini menyebabkan batas tepi dari
coklat kemerahan hingga mendekati perubahan warna hitam diseluruh lensa
(katarak hitam). Karena mereka meningkatkan tenaga refraksi lensa, katarak
nuclear menyebabkan myopia lentikular dan kadang-kadang menimbulkan
fokal point kedua di dalam lensa yang menyebabkan diplopia monocular.

o Katarak Kortikal :

Terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi miopisasi
akibat perubahan indeks refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita seakan-
akan mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang
bertambah. Beberapa perubahan morfologi yang akan terlihat pada
pemeriksaan slip lamp dengan midriasis maksimum :

1. Vacuoles: akumulasi cairan akan terlihat sebagai bentuk vesicle cortical


sempit yang kecil.

2. Water fissure: pola rarial dari fissure yang terisi cairan yang akan terlihat
diantara fiber.

3. Lamella yang terpisah: tidak sesering water fissure, ini berisi suatu zona
cairan diantara lamella (biasanya antara lamella clear dan fiber kortikal).

4. Cuneiform cataract: ini sering ditemukan dengan opasitas radier dari


lensa peripheral seperti jari-jari roda.

o Katarak Subkapsular Posterior :

 Terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa.

11
 Menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang serta
pandangan baca menurun.

 Banyak ditemukan pada pasein diabetes, pasca radiasi, dan trauma (Steve
I, 2007).

12

Anda mungkin juga menyukai