Disusun oleh
Anindita Tathya
1102011029
PENDAHULUAN
1
Penyakit infeksi dapat terjadi pada semua usia dengan berbagai macam
penyebab antara lain adalah; virus, bakteri (baik spesifik maupun aspesifik),
parasit, jamur dan mikroorganisma lainnya. Hampir semua penyebabnya ini
akan menimbulkan berbagai gejala klinis yang hampir mirip terutama dapat
menaikan suhu tubuh, yang merupakan juga salah satu keadaan untuk
menghasilkan antibodi yang diakibatkan oleh benda asing tersebut. Gejalagejala ini dapat berlangsung secara akut maupun kronis, sehingga diperlukan
deteksi awal yang dapat membantu untuk menegakan diagnosis sehingga
pengobatan dapat lebih akurat. Dengan teknik nuklir khususnya dalam bidang
kedokteran, sudah kita ketahui bersama penggunaan untuk diagnostik, sudah
sangat lama dikenal yaitu sinar x yang sering digunakan juga untuk menentukan
ada tidaknya suatu infeksi terutama di bagian paru, namun demikian hasil
pencitraan yang diperoleh adalah sesuai dengan bentuk anatomi.
Dengan adanya ilmu kedokteran nuklir pola penunjang diagnostik lebih
banyak mengarah ke bentuk fisiologi dan metabolik dari berbagai fungsi organ
didalam tubuh termasuk untuk menentukan suatu infeksi atau lokasinya. Dalam
ilmu kedokteran nuklir yang memegang peran penting adalah kit farmaka dan
radioisotop, selain itu juga tidak kalah penting adalah perangkat instrumentasi
untuk pencitraan yang menyesuaikan dengan penemuan berbagai perangkat
computer utnuk pengolah data sehingga dari bentuk yang sangat besar pada
awal ditemukan beralaih ke bentuk perangkat yang lebih praktis, perangkat
keras yang tersedia untuk kamera gamma mulai dari bentuk planar, SPECT
(single photon emsission tomography) dengan kamera tunggal, double maupun
tripel sampai yang tercanggih dikenal sebagai PET (positron emission
tomography) dan kesemua perangkat tersebut pada saat ini sudah mulai
dikombinasikan dengan berbagai perangkat yang menghasilkan citra anatomi
seperti CT scan sebagai monitor bentuk dan lokasi anatomi untuk menentukaa
posisi kelainan. Dalam pemaparan ini akan difokuskan pada beberapa kit dan
radioisotop dari untuk penentuan lokasi infeksi tertentu yang akan dijelaskan
secara spesifik
II.
PERMASALAHAN
a. Pada infeksi akibat helicobacter pyloric teknik nuklir dapat diterapkan dengan
memanfaatkan heli probe menggunakan radioisotop 14C (dalam bentuk
kapsul) yang diminum oleh pasien kemudian pasien disuruh meniup balon
berselaput aluminium, yang mana diharapkan karbon yang dihasilkan oleh
udara dari paru akibat adanya reaksi kuman pyloric dengan carbon radioaktif
menghasilkan 14CO2 dan terperangkap didalam balon tersebut kemudian
akan dicacah menggunakan heliprobe (Gambar 1.)
Data yang dihasilkan dalam bentuk nilai kualitatif (nol, + atau ++), bila hasil
yang diperoleh memberikan gambaran positif menandakan terinfeksi oleh
kuman helicobacter pyloric, sehingga seleksi pemberian antibiotik dapat
dengan tepat mengobati kelainan tersebut. Tentunya ada kendala juga dalam
2
aplikasinya antara lain adalah dalam pengadaan balon, dan kapsul yang
cukup mahal sehingga untuk saat ini mungkin sulit di laksanakan secara
rutin, diharapkan suatu saat kitapun mampu untuk memproduksi kedua
perangkat tersebut agar diagnosis menggunakan heliprobe juga dapat
diaplikasikan seperti perangkat penunjang diagnostic lainnya.
III.
INDIKASI PEMERIKSAAN
3
Teknik iv-vivo non imaging antara lain adalah heli probe untuk deteksi
Helicobacter pylori, renograf untuk deteksi fungsi kedua ginjal dan tiroid uptake
untuk menilai fungsi kelenjar tiroid, kesemua penunjang diagnostik ini untuk
melihat fungsi, patologi, metabolik, selluler dan monoklonal antibodi untuk
menilai berbagai kelainan pada organ dalam pasien. Selain hal tersebut
penunjang diagnostik dalam lingkup kedokteran nuklir mencakup teknik
diagnostik in-vitro yang menggunakan perangkat gamma counter lebih dikenal
sebagai RIA (radioimmunoassay) atau IRMA (imminoradiometricassay)
memanfaatkan radiofarmaka 125 I, fasilitas radio immuno assay ini digunakan
untuk menilai berbagai fungsi secara laboratorium antara lain untuk menilai
fungsi hormon tiroid, hormon wanita, hormon pria, HCG, MAU(mikroalbumin
uri), juga berbagai tumor marker (petanda tumor) antara lain untuk kanker tiroid,
payudara, ovarium, prostat, CEA dan lain sebagainya. Dari sisi terapi radiasi
yang digunakan adalah sumber radiasi terbuka dikenal sebagai terapi radiasi
interna antara lain digunakan untuk kanker tiroid, kanker hati, bone paliatif,
rekurensi pleural effusion, haemangioma, intervensi sumbatan arteri koroner,
juga digunakan untuk terapi rheumatik dengan teknik synovectomi
menggunakan sumber radiasi rhenium, dokter spesialisnya kita kenal saat ini
sebagai spesialis ilmu kedokteran nuklir.
IV.
CARA PEMERIKSAAN
Pada kondisi tertentu perlu juga kiranya di ambil spot untuk memastikan lokasi
sumbatan dan memastikan kelainannya pada saluran kelenjar limfe yang mana
V.
HASIL
kearah nodul limfe yang terlihat adalah kelenjar limfe mulai lipat paha, iliaca
sampai nodul para aorta abdominal, teknik ini juga dapat membantu bila
diprediksi adanya penyebaran kanker ke kekelenjar getah bening biasanya di DD
(diferensial diagnosis) menggunakan 99mTc sestamibi.
Gambar 9b. Didalam uji klinis kit ethambutol terlihat adanya akumulasi
radioaktivitas pada daerah lumbal yang diduga adanya kuman TB (tanda panah),
sehingga pengobatan akan lebih terarah dan memberikan peluang kesembuhan
lebih besar lagi. Selain deteksi untuk infeksi yang spseifik tersebut infeksi yang
asfesifikpun juga dapat dideteksi lokasinya dengan menggunakan cyprofloksasin
atau dengan ubiquisin. Pada umumnya penunjang diagnostik di kedokteran
nuklir harus menggunakan kuda tunggangan radioisotope sebagai perunut
(tracer) yaitu 99mTc yang diperoleh dari hasil peluruhan unsur 99Mo
(Molibdenum) pada suatu generator yang ditempatkan di setiap rumah sakit
yang membutuhkan. Satu generator ini diperah (elusi) setiap hari untuk
mendapatkan Tc-99m dalam jumlah tertentu yang harus dihitung jumlah dosis
dengan dose calibrator Gambar 10.
VI.
KESIMPULAN
Dari pemaparan tadi memang diperlukan suatu alat untuk diagnostik dini
khususnya pada berbagai infeksi yang dapat menyerang tubuh seseorang dari
sisi penunjang diagnostik secara in-vivo untuk menilai fungsi organ tubuh,
namun yang utama sekali perlu kiranya pengembangan kit farmaka dan
radioisotop untuk konsumsi di dalam negeri sehingga ketergantungan dari
negara lain dapat di kurangi, karena tanpa keduanya kedoktreran nuklir tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Diharapkan dengan kemampuan yang
sudah dimiliki oleh Batan berbagai kit farmaka dan radioisotop dapat
dikembangkan ke arah skala industri obat agar kontinuitas pelayanan untuk
kedokteran nuklir dapat berlanjut serta tentunya akan memberikan nilai harga
yang jauh lebih rendah dari barang import dengan kualitas yang tidak kalah
khususnya dalam hal hasil pencitraan.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. FARSHID BOZORGI, J. ANTONI. PARKER, AIDS Infectious Scintigraphy. In;
Joint Program in Nuclear Medicine, February 27th, 1996.
2. No name. In; Pathogenesis and Role of Nuclear Medicine. Article No.
AJ18-3. Alasbimn Journal. Year 5, Number 18, October 2002.
3. DAVINA K. HUGES., The relativeness of Imaging with 111In-Oxine,
99mTcHMPAO, and 99mTc-Stannous Fluoride Colloid labeled Leukocyte and
with 67GaCitrat. In; Journal of Nuclear Medicine Technology, Vol. 31,
Number 4, 2003, p. 196- 201.
4. DAVID WAREHAM et al., Advances in Bacterial Specific Imaging. In;
Brazilian Archieves of Biology and Technology, Vol. 48, October 2005, p.
145- 152.
5. D. BLOCKMANS et al., Clinical Value of [ 18F] fluoro-Deoxyglucose
Positron Emission Tomography for Patients with Fever of Unknown Origin.
In; Clinical Infection Diseases. January 15th ,2001; 32, p. 191- 196
11