Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEDOKTERAN NUKLIR

Disusun oleh:

Fanesa
2110070140055

PROGRAM STUDI DIII RADIOLOGI FAKULTAS VOKASI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang.

Pemanfaatan teknik nuklir dalam bidaiig kedokteran mempunyai lingkup yang

luas, tidak terbatas pada kedokteran nuklir dan radiologi saja melainkan juga

meliputi penentuan kandungan mineral tubuh dengan teknik pengaktifan neutron

serta teknik fluoresensi sinar-X baik secara in vitro maupun in vivo, pemakaian

radioisotop sebagai perunut dalam farmakologi dan biokimia, dll. Dalam makalah

ini diuraikan tentang perunut ideal dalam kedokteran nuklir, pencitraan fungsional

dan pencitraan morfologik, aspek klinik dan proteksi radiasi dalam kedokteran

nuklir. Teknik nuklir menawarkan kemudahan dan kemungkinan yang luas baik

bagi dunia pelayanan maupun penelitian dalam kedokteran. Pengembangan

metoda diagnostik maupun terapetik dengan menggunakan antibodi monoklonal

yang ditandai dengan radioisotop tak pelak lagi akan sangat besar peranannya

dalam penanggulangan penyakit di masa depan.

Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan

sumber radiasi terbuka berasal dari inti radionuklida buatan untuk mempelajari

perubahan fisiologik dan biokimia sehingga dapat digunakan untuk tujuan

diagnostik, terapi, dan penelitian (World Health Organization) [5]. Pada kegiatan

kedokteran nuklir untuk keperluan diagnostik, radioisotop dapat dimasukkan ke

dalam tubuh pasien secara inhalasi melalui jalan pernafasan, atau melalui mulut,

ataupun melalui injeksi (studi in vivo). Di samping itu dapat pula radioisotop

hanya direaksikan dengan bahan biologik (darah, urine, cairan serebrospinal, dsb.)
yang diambil dari tubuh pasien (studi in vitro). Pada studi in vivo, setelah

dimasukkan ke dalam tubuh maka nasib radioisotop selanjutnya di dalam tubuh

dapat diperiksa dengan : 1. Membuat citra (gambar) organ atau bagian tubuh yang

mengakumulasikan radioisotop tersebut dengan peralatan kamera gamma atau

kamera positron (imaging technique). 2. Menghitung aktivitas yang terdapat pada

organ atau bagian tubuh yang mengakumulasikan radiosiotop dengan

menempatkan detektor radiasi gamma di atas organ atau bagian tubuh yang

diperiksa (external counting technique). 3. Menghitung aktivitas radioisotop yang

terdapat dalam contoh bahan biologik yang diambil dari tubuh pasien dengan

menggunakan pencacah gamma (gamma counters) berbentuk sumur (sample

counting technique).
BAB 2

PEMBAHASAN

Pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran sudah dimulai sejak

awal abad ke 20. Bebagai penemuan radionuklida untuk kesejahteraa manusia

terus diupayakan sejalan dengan pengembangan peralatan teknologi nuklir.

Peralatan yang paling canggih saat ini adalah kamera gamma dengan teknologi

positron emission tomography (PET) yang digabungkan dengan peralatan CT atau

MRI sebagai pendukung khususnya untuk koreksi atenuasi dan penentuan lokasi

lesi secara anatomi.

Radioaktivitas atau radioaktif mengacu pada partikel yang dipancarkan dari inti

sebagai akibat dari ketidakstabilan nuklir. Karena inti atom mengalami konflik

yang intens antara dua gaya terkuat di alam, maka tidak mengherankan jika

terdapat banyak isotop nuklir yang tidak stabil dan mengeluarkan semacam

radiasi.

Inti atom yang tidak stabil akan secara spontan terurai membentuk inti dengan

stabilitas yang lebih tinggi. Proses dekomposisi disebut radioaktivitas. Energi dan

partikel yang dilepaskan selama proses dekomposisi disebut radiasi. Ketika inti

atom yang tidak stabil terurai di alam, proses ini disebut sebagai radioaktivitas

alami. Maka inti yang tidak stabil disiapkan di laboratorium, penguraiannya

disebut radioaktivitas.
Peluruhan radioaktif (juga dikenal sebagai peluruhan nuklir, radioaktivitas,

disintegrasi radioaktif, atau disintegrasi nuklir) adalah proses di mana inti atom

yang tidak stabil kehilangan energinya melalui radiasi. Bahan yang mengandung

inti tidak stabil dianggap radioaktif. Tiga dari jenis peluruhan yang paling umum

adalah peluruhan alfa, peluruhan beta, dan peluruhan gamma, yang kesemuanya

melibatkan pemancaran satu atau lebih partikel atau foton. Gaya lemah adalah

mekanisme yang bertanggung jawab atas peluruhan beta.

Pemanfaatan radionuklida saat ini, hampir seluruhnya merupakan

radionuklida buatan, dimana berkas neutron dengan fluks yang tinggi untuk

produksi radionuklida dapat diperoleh dari reaktor nuklir sedangkan berkas

partikel bermuatan dengan energi tinggi dapat diperoleh dari siklotron.[3] Di

bidang kesehatan, siklotron di Indonesia sudah banyak digunakan untuk produksi

radionuklida yang bermanfaat untuk diagnosa kanker dan kelainan organ tubuh

dengan menggunakan metode Positron Emisson Tomography (PET) yang

membutuhkan energi proton sekitar 9-18 MeV.[4] Beberapa radionuklida yang

dapat digunakan untuk tujuan PET antara lain radionuklida F-18 yang dapat

diproduksi melalui reaksi nuklir 18O(p,n)18 F [5], radionuklida Cu-64 melalui

reaksi nuklir 64Ni(p,n)64Cu[6] dan masih banyak lagi. Selain itu, siklotron juga

digunakan untuk produksi radionuklida yang bermanfaat untuk Single Photon

Emisson Computed Tomography (SPECT) yang memerlukan berkas proton

dengan energi yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan energi yang

diperlukan untuk produksi radionuklida PET.[7] Beberapa radionuklida yang

dapat dimanfaatkan untuk tujuan SPECT antara lain I-123 yang merupakan
radionuklida pemancar sinar gamma yang dapat diproduksi melalui reaksi nuklir

123Te(p,n)123I dan 124Te(p,2n)123I.[8] Selain itu, radionuklida In-111 yang

dapat diproduksi melalui reaksi nuklir 112Cd(p,2n)111In dan TI-201 melalui

reaksi nuklir 203TI(p,3n)201TI juga dapat digunakan untuk tujuan SPECT.[9]

Radionuklida yang sering dimanfaatkan untuk tujuan PET di beberapa Rumah

Sakit di Indonesia yaitu radionuklida F-18 yang di peroleh dari iradiasi target air

diperkaya H2 18O dengan pengayaan sebesar 97% melalui reaksi nuklir

18O(p,n)18F dengan menggunakan fasilitas akselerator yaitu siklotron.[10]

Radionuklida F-18 ini akan disintesis atau digunakan untuk penandaan

radiofarmaka dalam bentuk 18FDG (2- 18F fluoro-2-deoxy-d-glucose) yang

diperlukan dalam pencitraan PET (Positron Emisson Tomography) untuk

diagnosa klinis kelainan fungsi organ tubuh termasuk diagnosa kanker. Produksi

radionuklida F-18 menggunakan berkas energi proton yang dipercepat dalam

siklotron berpotensi menghasilkan impuritas radionuklida dari sistem target

seperti kolimator yang terbuat dari stainless-steel, foil target (havar window), dan

bodi target yang terbuat dari perak.

Positron Emission Tomography (PET) Scan merupakan salah satu modalitas

kedokteran nuklir, yang untuk pertama kali dikenalkan oleh Brownell dan Sweet

pada tahun 1953. Prototipenya telah dibuat pada sekitar tahun 1952, sedangkan

alatnya pertama kali dikembangkan di Massachusetts General Hospital, Boston

pada tahun 1970. Positron yang merupakan inti kinerja PET pertama kali

diperkenalkan oleh PAM Dirac pada akhir tahun 1920-an. PET adalah metode

visualisasi metabolisme tubuh menggunakan radioisotop pemancar positron. Oleh


karena itu, citra (image) yang diperoleh adalah citra yang menggambarkan fungsi

organ tubuh.

CT Scan dan MRI hanya mampu mendeteksi kanker terbatas pada aspek

anatomi tubuh. Misalnya, CT Scan dan MRI hanya mampu mendekteksi kanker di

payudara, kepala, hati, dan sejumlah titik tubuh lainnya. Sedangkan mekanisme

kerja organ tubuh yang disebut metabolisme tubuh tidak dapat dipantau oleh CT

Scan atau MRI. Sedangkan pada PET-Scan, aspek anatomi dan metabolik

sekaligus masuk radar deteksi alat canggih ini. Dimana pun atau kemana pun

kanker merambat PET-Scan dapat mendeteksinya. Bahkan kemampuan deteksi

alat ini mencakup semua aspek penting tentang kanker seperti jenis, tingkat

keganasan (stadium), lokasi, serta cara rambat penyakit mematikan ini.

PET dapat pula digunakan pula untuk menganalisa hasil penanganan kanker

yang telah dilakukan. Setelah penanganan kanker melalui operasi perlu dilakukan

pemeriksaan apakah masih ada sisa sisa kanker yang tersisa. Untuk keperluan ini,

PET merupakan metode yang paling tepat, karena pada kondisi ini keberadaan

kanker sulit dilihat secara fisik. Yang diperlukan adalah melihat keberadaan

metabolisme sel kanker. Selain itu, PET dapat pula digunakan untuk melihat

kemajuan pengobatan kanker baik dengan chemotherapy maupun radiotherapy.

Kemajuan hasil pengobatan kanker dapat diketahui dari perubahan metabolisme di

samping perubahan secara fisik. Untuk keperluan ini, kombinasi PET dan CT

memberikan informasi yang sangat berharga untuk menentukan tingkat efektivitas

pengobatan yang telah dilakukan.


SPET Scan atau SPECT Scan adalah pencitraan fungsional otak dengan

tomografiemisi foton tunggal (single photon emission tomography/SPET), juga

dikenal sebagai tomografi emisi foton tunggal terkomputeriasai (single photon

emissioncomputed tomography/SPECT) yang memungkinkan gambar tiga

dimensi dari aliran darah serebral yang berasal dari data dua dimensi. Tomografi

emisi positron ini dapat digunakan untuk mengukur metabolisme serebral regional

dan karakteristik neurotransmitter reseptor lain.

SPECT membentuk citra transversal distribusi nuklida pemancar sinar x atau

gamma dalam pasien. Citra proyeksi planar standar diperoleh dari putaran 180°

(umumnya SPECT untuk jantung) dan 360° (untuk SPECT bukan jantung).

Umumnya SPECT menggunakan satu atau lebih head/kepala sintilasi kamera

yang bergerak mengelilingi pasien.

Dalam tomografi dengan emisi ada 3 keterbatasan fundamental yang harus

diperhatikan. Pertama collection effeciency, radiasi gamma dipancarkan ke segala

arah lapisan, namun hanya yang masuk ke detektor yang dipakai untuk pencitraan.
Oleh karenanya efesiensi sangat terbatas, kecuali bila pasien dapat dikelilingi oleh

detektor. Kedua atenuasi radiasi gamma oleh pasien. Penyederhanaan telah

dilakukan dengan menjumlahkan pencacahan dari dua detektor yang berhadapan

ataupun dari beberapa detektor. Oleh karenanya perlu faktor koreksi. Namun

koreksi atenuasi teliti tidak diperlukan dalam SPECT. Ketiga adalah masalah

umum dalam kedokteran nuklir, yakni waktu koleksi hanya merupakan fraksi

waktu radiasi gamma dipancarkan. Dengan demikian citra dibentuk dengan foton

yang sangat terbatas.

Pembentukan citra dilakukan dengan kepala kamera bergerak mengelilingi

pasien mengambil data dari berbagai sudut. Pengambilan data dapat secara

kontinu (continues acquisition) selama kepala kamera bergerak, ataupun pada saat

kepala kamera berhenti pada suatu sudut tertentu (step and shoot acquisition). Bila

kepala kamera dapat membentuk citra ideal, maka gerakan kepala kamera dari

atas dan bawah pasien secara berbarengan dengan gerakan 180° harusnya telah

dapat dipakai untuk rekonstruksi citra transversal.

Atenuation medium (setengah ketebalan pasien) mengurangi foton yang

sampai pada head detektor, mengakibatkan blur/kekaburan citra yang dipengaruhi

oleh jarak dari kolimator. Untuk mengurangi blur akibat gerakan kepala kamera,

pesawat model baru dilengkapi dengan sistem untuk gerakan kamera mengikuti

body contouring.

Untuk brain SPECT, memungkinkan gerakan kepala kamera dengan radius

relatif lebih pendek, sehingga resolusi spasial dalam citra menjadi tinggi. Pada
pesawat lama, pemeriksaan kepala yang memasukkan base of the brain (pangkal

otak) yang harus melewati bahu, mendapatkan kesulitan. Namun pada pesawat

modern sudah dapat dilakukan pencitraan kepala/brain dengan memasukkan bahu

pasien pada lapangan gerakan kepala kamera.

Dari data piksel citra lapisan transversal dapat dibentuk citra coronal dan

sagital. Untuk pencitraan jantung, diperlukan citra oblique dengan arah paralel

ataupun tegak lurus sumbu panjang ventrical kiri. Karena anatomi setiap pasien

unik, maka sumbu panjang jantung pada monitor harus ditandai terlebih dahulu.

Kolimator yang umum digunakan pada pesawat SPECT adalah kolimator

parallel-hole. Namun telah diciptakan pula berbagai kolimator khusus. Sebagai

contoh, fan beam kolimator yang merupakan hibrida dari kolimator konvergen

dan paralel. Setiap baris piksel pada paralel kolimator arah y sesuai dengan satu

slice citra proyeksi. Dengan kolimator konvergen, citra hasil citra akan

mempunyai resolusi spasial lebih tinggi dibanding dengan arah kolimator parale-

hole.

Untuk mengurangi keterbatasan SPECT akibat kolimator dan waktu

pengambilan data, telah dibuat SPECT yang dilengkapi dengan dua atau tiga

kamera sintilasi yang dapat bergerak mengelilingi pasien. Dengan multi kepala

kamera dimungkinkan untuk menggunakan kolimator resolusi relatif tinggi pada

suatu batas kuantum mottle dalam pencitraan dibanding dengan kepala kamera

tunggal.
Kepala kamera dobel saling berhadapan (180°) cocok untuk kepala dan leher,

serta seluruh tubuh. Triple head, fixed angle camera bagus untuk head and neck

serta tubuh, namun tidak cocok untuk planar seluruh tubuh, karena keterbatasan

lebar kristal. Double head, dengan sudut variabel sudut lebih serba guna, dapat

untuk pencitraan head and neck, whole body planar dengan konfigurasi 180°,

serta untuk jantung dengan konfigurasi 90°. Bila dua kamera pada posisi 90°,

keduanya tidak dapat dekat pasien tanpa sebagian tubuh pasien berada di luar

FOV. Oleh karenanya diciptakan SPECT yang dilengkapi dengan kepala kamera

dengan konfigurasi saling membentuk sudut 76°.

Prinsip Kerja PET


Sel-sel kanker memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi dari sel-sel

lain. Salah satu karakteristik adalah bahwa sel-sel kanker memerlukan tingkat

yang lebih tinggi glukosa untuk energi. Ini adalah langkah-langkah proses

biologis PET. Positron emisi tomografi (PET) membangun sistem pencitraan

medis gambar 3D dengan mendeteksi gamma sinar radioaktif yang dikeluarkan

saat glukosa (bahan radioaktif) tertentu disuntikkan kepada pasien. Setelah

dicerna, gula tersebut diolah diserap oleh jaringan dengan tingkat aktivitas yang

lebih tinggi / metabolisme (misalnya, tumor aktif) daripada bagian tubuh.

PET-scan dimulai dengan memberikan suntikan FDG (suatu radionuklida

glukosa-based) dari jarum suntik ke pasien. Sebagai FDG perjalanan melalui

tubuh pasien itu memancarkan radiasi gamma yang terdeteksi oleh kamera

gamma, dari mana aktivitas kimia dalam sel dan organ dapat dilihat. Setiap

aktivitas kimia abnormal mungkin merupakan tanda bahwa terdapat tumor.


Sinar Gamma yang dihasilkan ketika sebuah positron dipancarkan dari bahan

radioaktif bertabrakan dengan elektron dalam jaringan. Tubrukan yang dihasilkan

menghasilkan sepasang foton sinar gamma yang berasal dari situs tabrakan di arah

yang berlawanan dan terdeteksi oleh detektor sinar gamma diatur di sekitar

pasien.

Detektor PET terdiri dari sebuah array dari ribuan kilau kristal dan ratusan

tabung photomultiplier (PMTS) diatur dalam pola melingkar di sekitar pasien.

Kilau kristal mengkonversi radiasi gamma ke dalam cahaya yang dideteksi dan

diperkuat oleh PMTS.


Gambar Proses kerja PET-Scan

a) Blok Diagram Sistem PET-Scan

Sinyal dari setiap output PMT dikonversi menjadi tegangan dan amplitudo

oleh low noise amplitudo (LNA). Sinyal yang dihasilkan oleh PMT berupa sinyal

pulsa yang lambat. Kekuatan sinyal dari setiap PMT ditentukan dengan

mengintegrasikan sinyalnya menjadi pulsa. Setelah LNA, sistem ini menggunakan

variabel-gain amplifier (VGA) untuk mengkompensasi variabilitas sensitivitas

dari PMTS.

Output dari VGA dilewatkan melalui lowpass filter, offset kompensasi, dan

kemudian dikonversi menjadi sinyal digital dengan bit 10 sampai 12-bit analog-

ke-digital (converter ADC sampling) dengan 50Msps untuk menilai 100Msps.

Sinyal-sinyal dari beberapa PMTS harus dijumlahkan, oleh karena itu

gabungan sinyal masukan berupa ultra-high-speed. Sebuah DAC menghasilkan

tegangan referensi komparator untuk mengkompensasi offset DC. Akurasi yang


sangat tinggi diperlukan untuk menghasilkan sinyal output komparator dengan

waktu yang berkecepatan tinggi. Sinyal output dari DAC kemudian masuk ke

bagian processing unit untuk dikirim ke image processing.

Dari hasil pendeteksian, dilakukan image reconstruction untuk mendapatkan

gambaran sebaran glukosa di dalam tubuh. Perangkat kamera PET biasanya telah

dilengkapi dengan program untuk keperluan ini, sehingga hasil image

reconstruction dapat diperoleh dengan mudah.

b) Kamera PET

Kamera PET memiliki kejernihan citra yang lebih baik dibandingkan kamera

gamma yang secara umum digunakan pada kedokteran nuklir. Hal ini dikarenakan

pendeteksiannya didasarkan pada coincidence detection.

Ketika positron dilepaskan dari fluor-18, partikel ini akan segera bergabung

dengan elektron dan terjadilah anihilasi. Dari anihilasi ini dihasilkan radiasi

gelombang elektromagnetik dengan energi sebesar 511 V dengan arah berlawanan

(180o). Adanya dua buah proton yang dilepaskan secara bersamaan ini

memungkinkannya dilakukan coincidence detection. Pada coincidence detection

ini, sinyal yang ditangkap oleh detektor akan diolah jika dua buah sinyal diperoleh

secara bersamaan. Jika hanya satu buah sinyal yang ditangkap, maka sinyal

tersebut dianggap sebagai pengotor. Oleh karenanya, hampir seluruh sinyal

pengotor dapat dieliminasi dengan cara ini.


c) Hasil foto PET-Scan.

Prinsip Kerja SPECT

SPECT memindai mengintegrasikan dua teknologi untuk melihat tubuh:

computed tomography (CT) dan bahan radioaktif (tracer). Tracer adalah apa yang

memungkinkan dokter untuk melihat bagaimana darah mengalir ke jaringan dan

organ.

Sebelum SPECT pemindaian, pasien akan disuntik dengan zat kimia yang

radiolabled, berarti memancarkan sinar gamma yang dapat dideteksi oleh


pemindai. Komputer mengumpulkan informasi yang dipancarkan oleh sinar

gamma dan menerjemahkannya ke dalam dua dimensi penampang. Ini lintas-

bagian dapat ditambahkan kembali bersama-sama untuk membentuk gambar 3D

dari otak pasien.

Radioisotop biasanya digunakan dalam SPECT pelacak untuk label adalah

yodium-123, teknesium-99m, xenon-133, thallium-201, dan fluorin-18. Bentuk-

bentuk radioaktif dari unsur-unsur alam akan lewat dengan aman melalui tubuh

Anda dan dapat dideteksi oleh pemindai. Berbagai obat-obatan dan bahan kimia

lainnya dapat diberi label dengan isotop.

Jenis pelacak yang digunakan tergantung pada apa yang diinginkan dokter

untuk mengukur. Misalnya, jika dokter melihat tumor, ia mungkin menggunakan

glukosa radiolabled (FDG) dan melihat bagaimana hal ini dimetabolisme oleh

tumor.

Tes berbeda dari PET scan dalam pelacak tetap dalam aliran darah bukannya

diserap oleh jaringan sekitarnya, sehingga membatasi gambar ke daerah-daerah di

mana darah mengalir. SPECT scan lebih murah dan lebih mudah tersedia daripada

PET scan resolusi yang lebih tinggi.

A. Fungsi PET dan SPECT

1. Fungsi PET

Fungsi utama PET adalah mengetahui kejadian di tingkat sel yang tidak

didapatkan dengan alat pencitraan konvensional lainnya. Kelainan fungsi atau


metabolisme di dalam tubuh dapat diketahui dengan metode pencitraan (imaging)

ini.Sedangkan pada PET-Scan, aspek anatomi dan metabolik sekaligus masuk

radar deteksi alat canggih ini. Dimana pun atau kemana pun kanker merambat

PET-Scan dapat mendeteksinya. Bahkan kemampuan deteksi alat ini mencakup

semua aspek penting tentang kanker seperti jenis, tingkat keganasan (stadium),

lokasi, serta cara rambat penyakit mematikan ini.

2. Fungsi SPECT

Scan SPECT utamanya digunakan untuk melihat bagaimana darah mengalir

melalui arteri dan vena di otak.Dibandingkan dengan CT SCAN dan MRI SPECT

akan lebih sensitive terhadap cidera otak karena dapat mendeteksi aliran darah

yang berkurang ke Pusat cidera.SPECT Scan juga berguana untuk melakukan

evaluasi presurgical kejang medis yang tidak terkendali.Hal imi bertujuan untuk

menentukan aliran darah di daerah daerah dimana kejang itu berasal.

B. Kekurangan dan Kelebihan PET dan SPECT

1. Kelebihan dan kekurangan PET (Positron Emossion Tomography)

Scan

a) Kelebihan

1) PET-Scan memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan alat CT-Scan

maupun MRI, dimana PET-Scan tidak hanya mendeteksi kanker pada aspek

anatomi tubuh saja tetapi mekanisme kerja organ tubuh yang disebut metabolisme

tubuh juga dapat dideteksi alat ini. Alat ini bahkan dapat mendeteksi tingkat

keganasan, lokasi, serta cara rambat penyakit kanker.


2) PET-Scan semakin dikembangkan, dimana tidak hanya dapat mendeteksi

kanker, tetapi juga dapat digunakan pada bidang-bidang kedokteran lainnya.

3) Dapat mengidentifikasi peribahan sel sebelum dideteksi oleh modalitas

imaging lain seperti CT Scan dan MRI

b) Kekurangan

1) Dapat terjadi reaksi alergi radiofarmaka.

2) Injeksi radiotracer dapat menyebabkan rasa sakit dan kemerah-merahan

pada kulit.

3) Pada wanita hamil akan menghambat perkembangan janin.

4) Karena dosis radioaktif sedikit, prosedur diagnostic kedokteran nuklir

menghasilkan low radiation exposure.

5) Radionuklida telah digunakan dalam lima decade, dan belum ada yang

tahu efek jangka panjang dari low-dose exposure.

2. Kelebihan dan Kekurangan PET dan SPECT

a) Kelebihan SPECT

1) Tidak semahal PET karena SPECT center lebih mudah diakses

b) Kekurangan SPECT

2) Citra SPECT mempunyai sensitifitas dan detail yang kurang dibanding

PET
PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PADA UNIT PELAYANAN

KEDOKTERAN NUKLIR DIAGNOSTIK IN VIVO. Kegiatan peJayanan di unit

kedokteran nuklir diagnostik in vivo akan menghasilkan limbah radioaktif bentuk

padat terbakar, padat terkompaksi, cair, zat/sumber radioaktif terbungkus dan

generator Mo-99ffc-99m yang tidak digunakan Jagi. Agar limbah radioaktif yang

dihasilkan tersebut terkelola dengan baik demi memproteksi/melindungi dan

menjamin keselamatan personillpekerja radiasi, pasienlmasyarakat dan

Jingkungan dari paparan radiasi, maka pihak pemegang izin (PI) selaku penghasil

limbah radioaktif, berkewajiban melakukan pengumpulan dan pengelompokan

limbah radioaktif sesuai dengan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun

2013 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Pasal 4 & 22 Peraturan Kepala

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Nomor 8 Tahun 2016 tentang

Pengolahan Limbah Radioaktif Tingkat Rendah dan Tingkat Sedang. Jika limbah

radioaktif terkumpul dan terkelompokan tersebut tidak langsung dikirim ke Pusat

Teknologi Limbah Radioaktif - Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTLR - BAT

AN), maka PI berkewajiban menyimpan sementara di dalam ruang penyimpanan

khusus yang memenuhi syarat. Jika limbah radioaktif terkumpul dan

terkelompokan tersebut akan dikirim ke PTLR - BATAN, maka PI berkewajiban

memenuhi ketentuan tentang pengangkutan limbah zat radioaktif.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 008/Menkes/SKII/2009 tentang Standar

Pelayanan Kedokteran Nuklir di Sarana Pelayanan Kesehatan menyatakan bahwa


ruang lingkup pelayanan medis di Bagian/lnstalasi Kedokteran Nuklir meliputi

diagnosis penyakit, pengobatan penyakit dan konsultasi medis.

Pelayanan diagnosis penyakit memiliki 3 cabang, yaitu diagnostik in vivo,in vitro

dan in vivo'o. Pelayanan kedokteran nuklir diagnostik in vivo adalah pelayanan

diagnostik dengan cara memberikan preparat radionuklida dan/atau radiofarmaka kepada

pasien, secara oral, parenteral atau inhalasi, kemudian dengan menggunakan alat

cacah penghasil non citra organ (misalnya renograf) atau alat cacah penghasil citra

organ (misalnya kamera gama) dilakukan pengamatan terhadap radionuklida dan/atau

radiofarmaka tersebut selama berada di dalam tubuh pasien. Hasil yang diperoleh berupa

non citra (misalnya graftk aktivitas vs waktu) dan citra (misalnya gambar organ).

Kegiatan pelayanan kedokteran nuklir diagnostik in vivoakan menghasilkan beberapa

jenis limbah radioaktif. Untuk itu guna menjamin keselamatan dan kesehatan baik bagi

personil, masyarakat maupun lingkungan, maka sesuai yang ditetapkan di dalam

Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).

Nomor 8 tahun 2016 tentang Pengolahan Limbah Radioaktif Tingkat Rendah

Dan Tingkat Sedang, pemegang izin selaku pihak penghasil limbah wajib

melakukan prapengolahan dan penyimpanan sementara limbah radioaktif yang

dihasilkannya. Kegiatan prapengolahan sebagaimana disebutkan di dalam

Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Nomor 8 tahun

2016 pasal 22 ayat 1 meliputi kegiatan pengumpulan dan pengelompokkan.

Selanjutnya di dalam pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2013

tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif disebutkan bahwa Penghasil Limbah

Radioaktif wajib melakukan penyimpanan sementara setelah pengolahan zat

radioaktif terbuka yang tidak digunakan sebelum diserahkan kepada BATAN.


Penggunaan preparat radionuklida danlatau radiofarmakadi unit pelayanan

kedokteran nukir diagnostik in vivo akan menghasilkan limbah radioaktif yang

masuk 158 dalam kategori padat dan cair, dengan perincian sebagai berikut :

1. Limbah radioaktif padat terbakar, yang dihasilkan dari penggunaan produk

larutan Nal-131 Oral, larutan Nal-I31 Injeksi, larutan Hippuran 1-131, kapsul 1-

131, GeneratorTc-99m, kit kering radiofarmaka berbasis Tc-99m dan produk

radiofarmaka siap pakai lainnya yang memiliki kategori tingkat aktivitas rendah

dan waktu paruh sedang. Limbah radioaktif padat terbakar ini berupa kardus

pembungkus luar, label bungkusan, packaging foam, kertas merang, kertas tissue,

plastik pembungkus syringe, syringe (tanpa jarum suntik), kapas alkohol / alcohol

swab, sarung tangan, facemask/masker, dan lain-lain.

2. Limbah radioaktif padat terkompaksi, yang dihasilkan dari penggunaan

produk larutan NaI-I3l Oral, larutan NaI-131 Injeksi, larutan Hippuran 1-131,

kapsul 1- 131, Generator Tc-99m, kit kering radiofarmaka berbasis Tc-99m dan

produk radiofarmaka siap pakai lainnya yang memiliki kategori tingkat aktivitas

rendah dan waktu paruh sedang. Limbah radioaktif padat terkompaksi ini berupa

kaleng kemasan Iuar, vial, botoI, sisa kapsul NaI-I3I, jarum suntik, plat TLC

bekas, disposabletip dan lain-lain.

3. Limbah radioaktif cair, yang dihasilkan dari penggunaan produk larutan

Nal-I31 Oral, larutan Nal -131 Injeksi, larutan Hippuran 1-131, kapsul 1-131,

Generator Tc-99m, kit kering radiofarmaka berbasis Tc-99m dan produk

radiofarmaka siap pakai lainnya yang memiliki kategori tingkat aktivitas rendah

dan waktu paruh sedang. Limbah radioaktif cair ini berupa sisa larutan NaI-I3 I,
sisa larutan injeksi radiofarmaka berbasis Tc-99m, sisa larutan injeksi

radiofarmaka lainnya (yang dikeluarkan dari vial dengan menggunakan syringe),

eluen kromatografi lapisan tipis bekas dan hasil pencucian tangan petugas dan

pencucian peralatan.

Penempatan Wadah Penampung Limbah Radioaktif. Wadah tempat

penampungan limbah radioaktif di daerah kerja unit pelayanan kedokteran nukir

diagnostik in-vivo harus ditempatkan di lokasi yang telah ditentukan, letaknya

tidak boleh terlalu dekat dengan lalu lintas orang. Wadah tempat penampungan

limbah radioaktif yang harus disediakan terdiri dari wadah limbah radioaktif padat

terbakar dan wadah limbah radioaktif padat terkompaksi (drum berukuran 60 liter

yang bagian dalamnya sudah dilapisi kantong plastik 1imbah) dan wadah limbah

cair (jerigen tahan asam dengan ukuran 20 liter). Pada bagian atas tutup drum

tempat limbah padat terbakar harus ditulis " Tempat Lirnbah Radioaktif Padat

Terbakar", begitupunpada bagian atas tutup drum tempat limbah padat

terkompaksi harus ditulis " Tempat Limbah Radioaktif Padat Terkompaksi". Pada

bagian atas jerigen harus ditulis " Tempat Limbah Radioaktif Cair". Sedangkan

untuk penampungan limbah radioaktif cair hasil pencucian tangan dan perala tan

harus disiapkan tangki penampung khusus limbah radioaktif tidak boleh dicampur

dengan tempat penampungan lirnbah air pada umumnya. Misalnya dengan

menyediakan wastafel khusus (wastafel aktif) yang bagian bawahnya dilengkapi

dengan tangki penampung khusus limbah radioaktif cairo Bila tidak disiapkan

tangki penampung, maka limbah radioaktif cair hasil pencucian tangan dan

peralatan harus ditampung dalam jerigen. Wadah tempat penampungan limbah


padat terkompaksi sebaiknya disediakan 4 jenisyaitu untuk kaleng kemasan luar,

untuk vial dan botol kosong, untuk jarum suntik dan untuk limbah padat

terkompaksi lainnya. Untuk melindungi petugas pelaksana dari bahaya radiasi, di

tempat wadah limbah dipasang shielding radiasi baik berupa lembaran Pb atau

leadbrick .Di tembok atau tempat lain yang mudah terlihat oleh petugas pelaksana

di sekitar tempat wadah limbah harus ditulis informasi " Masukanlah Limbah

Radioaktif Sesuai Dengan Jenis Dan Kategorinya Secara Baik Dan Benar".

Pemantauan di Ruang Penyimpanan Sementara Limbah Radioaktif. Dalam

rangka mengetahui adanya potensi bahaya radiasi pada ruang penyimpanan

sementara limbah radioaktif agar tidak menimbulkan dampak radiologi pada

manusia dan lingkungan, maka PPR berkewajiban memantau laju paparan radiasi

baik pada permukaan maupun pada jarak 1 (satu) meter dari permukaan bagian

depan, samping kanan, samping kiri dan bagian belakang ruang penyimpanan

sementara dengan frekuensi minimal 1 (satu) kali seminggu. Hasil pemantauan ini

harus tercatat dalam lembar pemantauan yang merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari laporan pengelolaan limbah radioaktif.

Penyortiran Pewadahan. Limbah radioaktif padat terbakar dan padat

terkompaksi yang diambil dari daerah kerja, sebelum dimasukan ke dalam wadah

pengiriman, di gudang penyimpanan sementara terlebih dahulu dilakukan

penyortiran oleh PPR. Penyortiran dimaksudkan agar limbah yang akan disimpan

dalam wadah pengiriman telah benarbenar sesuai dengan kategori dan jenisnya,

tidak saling bercampur satu sama lain. Setelah disortir dan dimasukkan ke dalam
wadah pengiriman, dilakukan pemampatan/pemadatan agar isinya optimal dan

diberi label sesuai ketentuan.

Penyimpanan Sementara Apabila wadah yang berisi limbah radioaktif baik

padat terbakar, padat terkompaksi maupun limbah cair di dalam jerigen yang

sudah dilabel dan belum dikirim ke PTLR-BATAN, maka harus disimpan

sementara terlebih dahulu di gudang penyimpanan. Penempatan wadah yang

berisi limbah radioaktif di dalam gudang penyimpanan harus diatur sedemikian

rupa sehingga nilai laju paparan radiasi pada permukaan pintu, dinding samping

kiri dan kanan juga belakang nilainya tidak mengakibatkan adanya penerimaan

dosis radiasi yang melebihi nilai batas dosis untuk masyarakat umum (1 mSv).

Pada bagian depan pintu gudang penyimpanan harus ditulis/diberi informasi "

Gudang Penyimpanan Limbah Radioaktif" dan dipasang tanda bahaya radiasi.

Pintu gudang penyimpanan harus selalu tertutup rapat dan terkunci,dimana

kuncinya harus dipegang dan disimpan oleh PPR.


BAB 3

KESIMPULAN

Peluruhan radioaktif (juga dikenal sebagai peluruhan nuklir, radioaktivitas,

disintegrasi radioaktif, atau disintegrasi nuklir) adalah proses di mana inti atom

yang tidak stabil kehilangan energinya melalui radiasi. Bahan yang mengandung

inti tidak stabil dianggap radioaktif. Tiga dari jenis peluruhan yang paling umum

adalah peluruhan alfa, peluruhan beta, dan peluruhan gamma, yang kesemuanya

melibatkan pemancaran satu atau lebih partikel atau foton. Gaya lemah adalah

mekanisme yang bertanggung jawab atas peluruhan beta.

Peluruhan radioaktif adalah proses stokastik (yaitu acak) pada tingkat atom

tunggal. Menurut teori kuantum, tidak mungkin untuk memprediksi kapan atom

tertentu akan meluruh, terlepas dari berapa lama atom tersebut ada. Namun, untuk
sejumlah besar atom identik, laju peluruhan keseluruhan dapat dinyatakan sebagai

konstanta peluruhan atau sebagai waktu paruh. Waktu paruh atom radioaktif

memiliki jangkauan yang sangat besar; dari hampir seketika hingga jauh lebih

lama dari usia alam semesta.

Prinsip kerja PET membangun sistem pencitraan medis gambar 3D dengan

mendeteksi gamma sinar radioaktif yang dikeluarkan saat glukosa (bahan

radioaktif) tertentu disuntikkan kepada pasien. Setelah dicerna, gula tersebut

diolah diserap oleh jaringan dengan tingkat aktivitas yang lebih tinggi /

metabolisme (misalnya, tumor aktif) daripada bagian tubuh. Prinsip Kerja SPECT

memindai mengintegrasikan dua teknologi untuk melihat tubuh: computed

tomography (CT) dan bahan radioaktif (tracer). Tracer adalah apa yang

memungkinkan dokter untuk melihat bagaimana darah mengalir ke jaringan dan

organ.

Fungsi PET Fungsi utama PET adalah mengetahui kejadian di tingkat sel

yang tidak didapatkan dengan alat pencitraan konvensional lainnya. Fungsi

SPECT utamanya digunakan untuk melihat bagaimana darah mengalir melalui

arteri dan vena di otak.

Kegiatan pelayanan kedokteran nuklir diagnostik in vivo menghasilkan jenis

limbah radioaktif padat terbakar, padat terkompaksi dan cair dengan tingkat

rendah sampai sedang dan waktu pamh pendek dan sedang. Melihat dari jenis dan

kategorinya, pelaksanaan pengelolaan limbah radioaktif hasil kegiatan pelayanan

kedokteran nuklir diagnostik in vivo ini relatif tidak begitu mmit namun tetap

hams mengacu pada ketentuan yang ditetapkan di dalam Peraturan Kepala


BAPETEN Nomor 8 Tahun 2016dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun

2013 agar tidak menimbulkan dampak radiologi baik bagi pekerja, masyarakat

dan lingkungan sekitar.

Anda mungkin juga menyukai