Anda di halaman 1dari 18

0

PERAN TEKNOLOGI NUKLIR DALAM ILMU KEDOKTERAN


(FISIKA MEDIK)

Makalah ini disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Sri Hastuti S.S., M.Pd
Oleh :
Barep Fredy Prakoso
M0213016

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Energi nuklir merupakan salah satu sumber energi di alam ini
yang diketahui manusia bagaimana mengubahnya menjadi energi panas
dan listrik. Sejauh ini, energi nuklir adalah sumber energi yang yang
paling padat dari semua sumber energi di alam ini yang bisa
dikembangkan manusia. Artinya, kita dapat mengekstrak lebih banyak
panas dan listrik dari jumlah yang diberikan dibandingkan sumber
lainnnya dengan jumlah yang setara. Dalam fisika nuklir, sebuah reaksi
nuklir adalah sebuah proses di mana dua nuklei atau partikel nuklir
bertubrukan, untuk memproduksi hasil yang berbeda dari produk awal.
Reaksi fusi juga menghasilkan radiasi sinar alfa, beta dan gamma yang
sangat berbahaya bagi manusia. Contoh reaksi fusi nuklir adalah reaksi
yang terjadi di hampir semua inti bintang di alam semesta. Senjata bom
hidrogen juga memanfaatkan prinsip reaksi fusi tak terkendali. Nuklir
selain digunakan untuk bom dapat juga dimanfaatkan dalam bidang
kedokteran. Ilmu kedokteran nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang
menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti
radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan
biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujan diagnostik, terapi dan
penelitian kedokteran. Maka dari itu dilakukan penelitian tentang peran
nuklir dalam ilmu kedokteran. Contohnya adalah Fisika Medik.
Fisika Medik adalah cabang fisika yang merupakan penerapan
Fisika dalam bidang kedokteran. Penerapan prinsipprinsip Fisika dalam
bidang kedokteran telah dimulai sejak zaman dahulu. Peran Fisika Medis
menjadi sangat penting sejak penemuan sinar x oleh Wilhem Roentgen
pada tahun 1895. Fisika medik pada dasarnya merupakan satu cabang dari
disiplin ilmu. Fisika Terapan yang berkaitan dengan aplikasi energi fisika,

konsep dan metode untuk mendiagnosa dan melakukan terapi penyakit


pada manusia. Bahkan lebih lanjut secara umum fisika medik, baik dalam
perspektif sejarah dan ruang lingkupnya telah diuraikan dalam tulisan
sebelumnya Kedokteran nuklir mencakup pemanfaatan radionuklida dan
radiofar maka untuk diagnosa dan terapi medis, akan tetapi saat ini
diagnosa medis merupakan kerja kedokteran nuklir yang lebih dominan
dibandingkan dengan terapi medis. Namun masih banyak yang belum
mengetahui bagaimana peran fisika
1 medik itu bagi kedokteran, selain itu
tentang hubungan pemakaian teknologi nuklir untuk dunia kesehatan.
Fisika medik pada dasarnya merupakan satu cabang dari disiplin
ilmu Fisika Terapan yang berkaitan dengan aplikasi energi fisika, konsep
dan metode untuk mendiagnosa dan melakukan terapi penyakit pada
manusia. Tugas dan peran fisikawan medik sudah dimulai sejak
merancang ruang/bangunan, penyusunan peralatan keselamatan untuk
keperluan kontrol kualitas sehingga dapat dicapai mutu pelayanan yang
berkualitas baik. Fisikawan medik memiliki tanggung jawab yang
dominan untuk mengurangi dan memperkecil resiko yang berkaitan
dengannya. Tugas dan peran Fisikawan Medik dalam radioterapi
bervariasi sehubungan dengan kondisi dan fasilitas yang dimiliki oleh
instalasi radioterapi. Bahasan lebih lanjut secara umum fisika medik, baik
dalam perspektif sejarah dan ruang lingkupnya telah diuraikan dalam
tulisan sebelumnya. Pada pembahasan ini juga dibahas bagaimana peran
fisikawan medik dalam pelayanan kesehatan serta sistem pendidikannya
agar dapat melaksanakan peran tersebut dengan baik menjadi bahan
bahasan dalam penelitian ini.
Dalam Radiodiagnostik dan Ilmu Kedokteran nuklir diharapkan
pada penelitian ini peralatan yang digunakan dapat menghasilkan Citra
atau data yang baik sehingga mendukung ketepatan diagnosa serta
terjaminnya keselamatan pekerja, pasien, masyarakat dan lingkungan.
Untuk itu dalam penelitian ini juga diharapkan bahwa pemakalah mampu
menjelaskan tentang peran fisikawan medik dalam ilmu kedokteran nuklir

serta hubungannya dengan teknologi yang digunakan. Selain itu


pemakalah juga dapat menjelaskan manfaat dari penggunaan reaksi nuklir
dalam bidang kedokteran. Dan juga dalam penelitian ini diharapakan
mampu

membantu

untuk

pemanfaatan reaksi Nuklir.

lebih

memanfaatkan

secara

maksimal

Pemakalah juga diharapkan mampu

menjelaskan kepada masyarakat tentang peran fisika medik dalam ilmu


kedokteran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah peran Fisika Medik bagi kedokteran ?
2. Apakah hubungan teknologi nuklir dalam ilmu kedokteran ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran fisika medik bagi kedokteran
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan teknologi nuklir dalam ilmu
kedokteran
D. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui peran fisika medik bagi kedokteran dan
hubungan reaksi nuklir dalam ilmu kedokteran secara umum masyarakat
diharapkan lebih memahami tentang teknologi pemanfaatan nuklir bagi
ilmu kedokteran dan tidak berpandangan lagi bahwa nuklir identik dengan
bom. Bagi mahasiswa secara khususnya diharapkan setelah mempelajari
makalah ini mahasiswa mampu memahami peran nuklir sebagai ilmu
kedokteran, dan mendapat ilmu yang baru buat mereka.

BAB II
LANDASAN TEORI
DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Landasan Teori
1. Sejarah Perkembangan Kedokteran Nuklir
Penggunaan isotop radioaktif dalam biologi dan kedokteran
sebenarnya telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri DANLOS yang
menggunakan radium untuk pengobatan penyakit tuberculosis pada
kulit, namun penerapan teknik perunut dengan menggunakan
radioisotop dalam biologi dan kedokteran dipelopori oleh George de
HEVESY pada tahun 1920an, waktu itu digunakan radioisotop
alamiah. Dalam perkembangan selanjutnya digunakan radioisotop
buatan. Radioisotop buatan yang banyak dipakai dalam masa awal
perkembangan kedokteran nuklir adalah I-131. Dewasa ini radioisotop
itu masih digunakan untuk keperluan diagnostik di beberapa negara
karena harganya yang murah, namun di Amerika Serikat produk ini
sudah tidak boleh lagi digunakan untuk tujuan diagnostik oleh FDA
karena sudah digantikan oleh I-123 untuk pemeriksaan kelenjar tiroid
ataupun Tc-99m MAG-3 untuk pemeriksaan fungsi ginjal.
Pada tahun enampuluhan diperkenalkan radionuklida Tc-99m
yang memiliki sifat-sifat yang ideal untuk digunakan dalam kedokteran
nuklir (ideal dari segi proteksi radiasi, dan pencitraan) serta dapat
diperoleh secara mudah di tempat pemakai dengan menggunakan
sistem generator yang khusus untuk itu. Dewasa ini Tc-99m
merupakan radionuklida yang paling banyak digunakan dalam
kedokteran nuklir di seluruh dunia. Periode selanjutnya ditandai
dengan munculnya Tl-201 pada tahun 1970an yaitu suatu analog
Kalium yang banyak digunakan dalam pemeriksaan perfusi otot
jantung. Pada tahun 1980an dihasilkan oleh siklotron produk-produk
untuk pencitraan dengan menggunakan alat PET (Positron Emission

Tomografi) yaitu radioisotop pemancar positron (O-15, F-18, N-13,


dsb).
Produksi radiofarmaka juga mengalami perkembangan yang
menakjubkan dengan ditemukannya berbagai jenis radiofarmaka baru.
Radiofarmaka yang dahulu banyak digunakan pada zaman keemasan I131 (rose bengal, Human Serum Albumin, dsb) sekarang sudah
ditinggalkan orang. Kini hampir semua radiofarmaka berbasis
Technetium-99m (MDP, DTPA, Sestamibi, HMPAO, dsb). Perlu
disebutkan pula di sini penggunaan antibodi monoklonal bertanda
untuk

radioimunosintigrafi

dan

radioimunoterapi.

Di

bidang

instrumentasi kedokteran nuklir perlu dicatat penemuan kamera


gamma oleh Hal ANGER pada4 tahun 1957 yang menggeser peranan
alat rectilinearscanner untuk pencitraan kedokteran nuklir. Pada awal
masa penggunaan kamera gamma alat itu baru bisa digunakan untuk
pencitraan planar dan belum dilengkapi dengan komputer seperti
sekarang ini. Dalam perkembangan selanjutnya kamera gamma dapat
melakukan pencitraan tomografi setelah dilengkapi dengan komputer.
Perkembangan terakhir adalah ditemukannya kamera PET (Positron
Emission Tomography) yang dapat mendeteksi unsur-unsur dasar yang
terdapat dalam makhluk hidup seperti misalnya Karbon, Oksigen,
Nitrogen, dsb. Dengan menggunakan alat ini dapatdikuantifikasikan
konsumsi oksigen regional di otak, metabolisme glukosa di otak atau
jantung. Kemampuan lain dari alat ini adalah memeriksa korelasi
antara metabolisme dalam sel-sel syaraf dengan perilaku orang normal
maupun penderita penyakit neurologik atau psikiatrik. (Krane, Kenneth.
1992)

2. Pengertian Teknologi Kedokteran Nuklir


Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang
menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti
radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi

dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik,


terapi dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran Nuklir, radioisotop
dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi invivo) maupun hanya
direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan
lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang
lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang
diagnosis berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, penyakit
kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan
penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang,
mendeteksi pendarahan pada saluran pencernaan makanan dan
menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang dapat diperoleh
dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada saat ini
berkembang pesat. Disamping membantu penetapan diagnosis,
kedokteran nuklir juga berperanan dalam terapi-terapi penyakit
tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar
gondok yang membandel terhadap pemberian obat-obatan non radiasi,
keganasan sel darah merah, inflamasi (peradangan)sendi yang sulit
dikendalikan dengan menggunakan terapi obat-obatan biasa. Bila
untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang
sangat kecil, maka dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dalam
dosis yang besar terutama dalam pengobatan terhadap jaringan kanker
dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun jaringan
kanker itu. file:///D:/kuliah/bahasa%20indonesia/Aplikasi%20Nuklir
%20di%20Bidang%20Kesehatan%20%20%20F_Hasnanis_S.htm
3. Pengertian Fisika Medik
Fisika medik pada dasarnya merupakan satu cabang dari
disiplin ilmu Fisika Terapan yang berkaitan dengan aplikasi energi
fisika, konsep dan metode untuk mendiagnosa dan melakukan terapi
penyakit pada manusia. Bahasan lebih lanjut secara umum fisika
medik, baik dalam perspektif sejarah dan ruang lingkupnya telah

diuraikan dalam tulisan sebelumnya . Kedokteran nuklir mencakup


pemanfaatan radionuklida dan radiofarmaka untuk diagnosa dan terapi
medis, akan tetapi saat ini diagnosa medis merupakan kerja kedokteran
nuklir yang lebih dominan dibandingkan dengan terapi medis.
Beberapa diagnosa medis ini meliputi pencitraan in-vivo dari distribusi
radionuklida dan radiofarmaka dengan menggunakan kamera gamma
dan sistem komputer. Beberapa studi memerlukan pengolahan data
citra dan pengukuran kuantitatif fungsi organ. Fisika medik merupakan
disiplin ilmu yang mampu menangani masalah tersebut di atas secara
efektif. Sehingga kedokteran nuklir merupakan aktivitas multi disiplin
ilmu dari para dokter, fisika medik, dokter spesialis radiolog (DSR),
teknisi, radiografer, radiofarmasi, perawat dan lain sebagainya.
4. Peran Fisika Medik
Tugas dari fisikawan medik sangat bervariasi dan sangat
tergantung kondisi fasilitas kedokteran nuklir yang ada, di antaranya :
1) Manajemen pelayanan dalam aspek teknik dan ilmiah .
Seorang fisikawan medik yang bekerja dalam
kedokteran nuklir memiliki tanggung jawab pada aspek teknik
dan ilmiah. Peran manajemen pelayanan biasanya mencakup
tanggung jawab untuk staf ilmiah, teknik dan anggaran
departemen. Sebagai tambahan, seorang fisikawan medik
seringkali memiliki tugas dan tanggung jawab lebih dari yang
disebutkan

di

atas,

tergantung

situasi,

kondisi,

dan

kebutuhannya dalam pelayanan kedokteran nuklir. Meliputi


seluruh manajemen instalasi termasuk radiofarmaka dan
kerjasama dengan dokter dalam interpretasi penemuan klinis.
2) Pemilihan
commissioning
dan
jaminan
kualitas
peralatan.Standar
Dasar Keselamatan Internasional yang diterbitkan tahun
1994 menegaskan pentingnya jaminan kualitas dalam paparan
medik. Program jaminan kualitas meliputi spesifikasi, seleksi,
pengetesan penerimaan dan pemeliharaan secara rutin peralatan
untuk meyakinkan bahwa standar kualitas dan No. 1, Agustus

1997 Peran fisika medik dalam kedokteran nuklir 29


keselamatan terpenuhi. Kualitas yang baik, perawatan yang
terkendali dapat meningkatkan akurasi penemuan diagnostik,
menurunkan kebutuhan studi pengulangan dan mengurangi
dosis radiasi terhadap pasien. Fisikawan medik memerlukan
pengetahuan yang berkaitan dengan parameter yang biasa
digunakan untuk menentukan standar nasional maupun
internasional yang akan diimplementasikan dalam aplikasi
klinis praktek sehari-harinya.
Seorang fisikawan medik memiliki sebuah peran penting
dalam menentukan kriteria penerimaan suatu peralatan baru. Dia
akan menyiapkan dengan pihak pemakai klinis sebuah spesifikasi
misalnya untuk kebutuhan tender pembelian sistem komputer harus
diperhatikan kebutuhan akan perangkat keras dan lunaknya.
Demikian juga untuk peralatan pencitraan akan dibutuhkan
parameter-parameter seperti keseragaman, resolusi, unjuk kerja
laju cacah dan lainnya. Dalam hal pengetasan penerimaan peralatan
baru, seorang fisikawan medik haruslah memahami perannya
dalam kebutuhan spesifikasi teknik termasuk standar keselamatan
listrik mekaniknya. (Wardhana, 2007)
3) Penelitian dan Pengembangan
Fisikawan medik memiliki sumbangan besar terhadap
penelitian dan pengembangan kedokteran nuklir, seperti pada
perangkat

lunak

komputer,

perancangan

dan

konstruksi

instrumentasi baru, pengembangan teknik untuk analisa kuantitatif


parameter fisiologi, pengembangan protokol untuk percobaan dan
analisa

klinis

pengembangan

serta
ini

interpretasi
sangat

hasilnya.

penting

Penelitian

dalam

dan

meningkatkan

kapasitasnya sebagai fisikawan medik dalam kedokteran nuklir.


4) Implementasi dan evaluasi teknik baru
Dunia kedokteran nuklir terus
perjalanan

teknologi

pada

melaju

umumnya.

sebagaimana

Kemajuan

yang

berkesinambungan ini dalam hal pengembangan peralatan dan


teknik baru, serta pengenalan radiofarmaka baru. Seperti halnya
dengan berkembangnya PET , tentu merupakan suatu tantangan
baru bagi dunia kedokteran nuklir. Fisikawan medik memiliki
peran yang sangat penting dalam mengimplementasi dan
mengevaluasi teknik baru, khususnya yang berkaitan dengan
pengukuran kuantitatif dan ini membutuhkan pengembangan dalam
pemrograman komputer dan protokol untuk akuisasi dan analisis
studi klinis.
5) Radioterapi
Pemanfaatan

radiasi

pengion

untuk

terapi

sejak

ditemukannya sudah dimulai. Yang berarti bahwa radionuklida


tidak hanya untuk diagnosa, tetapi kedokteran nuklirpun bisa
mencakup terapi. Hanya saja terkadang ada yang memasukan ke
dalam ruang lingkup radioterapi. Pemanfaatan radionuklida
(sumber terbuka) untuk terapi sudah tidak asing, dan lagi pula
dalam terapi digunakan dosis yang cukup tinggi. Sehingga
fisikawan medik akan sangat berperan dalam hal ini. Fisikawan
medik memilki tanggung jawab dalam pengukuran radioaktivitas
yang digunakan dan keselamatan administrasi dan perlakuannya
terhadap pasien. Studi dan analisis dosis organ yang diterima
pasien harus secara cermat diketahui efeknya berkaitan dengan
radiofarmaka yang digunakannya, baik dosis terhadap tumor itu
sendiri maupun dosis seluruh tubuh dan organ tubuh. Perhitungan
dosis radiasi sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan harus
ditentukan oleh fisikawan medik, termasuk pengukuran kuantitatif
uptake dan clearence dengan whole body counter.

10

(Gambar 1. Alat Radioterapi)


Pengembangan secara efektif terapi dengan sumber terbuka
ini harus dipertimbangkan secara hati-hati dalam pemilihan
radionuklidanya. Sifat-sifat target invivo dan clearence molekul
pembawanya harus seimbang dengan peluruhan radionuklidanya.
Tantangan penelitian dan pengembangan terapi dengan sumber
terbuka ini bisa mencakup tiga kategori umum, yaitu:
a. Pemancar partikel beta.
b. Pemancar partikel alfa.
c. Pemancar Auger dan Coster-Kronigelektron

diikuti

tangkapan elektron.
6) Radiofarmasi
Tanggung jawab ilmiah untuk penyiapan radiofarmaka
merupakan tugas fisikawan medik dan bekerja dengan apoteker
(radiopharmacist) sebagai penanggung jawab kendali kualitas.
7) Pendidikan dan Pelatihan
Bahan radioaktif banyak digunakan di dunia kedokteran.
Fisikawan medik terlibat dalam pendidikan dan pelatihan praktek
untuk keselamatan bahan radioaktif dan bisa jadi mengorganisasi
pelatihan tersebut. Pendidikan dan pelatihan ini bisa diperuntukan
untuk dokter umum, dokter spesialis, radiografer, teknisi, staf
administrasi maupun untuk fisikawan medik itu sendiri. Fisikawan
medik juga harus memahami resiko-resiko terhadap kesehatan dari
pemanfaatan

radionuklida

dalam

kedokteran

nuklir,

untuk

keuntungan staf medis, pasien dan masyarakat


5. Fungsi dan Kegunaan Kedokteran Nuklir
Di

bidang

kedokteran,

nuklir

digunakan

sebagai

alat

pemindaian (diagnosis) maupun pengobatan penyakit. Teknologi nuklir


dinilai mampu memberikan data lebih akurat dalam mendeteksi
penyakit. Hampir semua rumah sakit di negara maju sudah
menggunakannya, begitu pun di Indonesia. Teknologi nuklir yang
digunakan dalam bidang kedokteran disebut kedokteran nuklir.

11

Dalam

praktiknya,

mendiagnosis

penyakit

seseorang

membutuhkan fasiltas yang baik. Tujuannya antara lain, untuk


mendapatkan cara penanganan yang baik dan tepat untuk pasien. Jika
pemeriksaan dilakukan dengan fasilitas kedokteran nuklir, akan
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Dengan teknologi tersebut dapat
mendeteksi berbagai jenis kanker, gangguan jantung serta pembuluh
darah. Lokasi sumber penyakitnya dapat dideteksi dengan lebih tepat,
sehingga pengobatannya pun efektif.
Contoh

penggunaan

teknik

diagnosa

penyakit

kedokteran nuklir antara lain, pencitraan medis PET

dengan
(positron

emission tomography), MRI (magnetic resonance imaging), CT-Scan


(computed tomography scan), dan sebagainya. Salah satu aplikasinya
adalah mendiagnosa penyakit kanker, untuk mengidentifikasi jenis dan
lokasi kanker. Dengan diagnosa itu pula, dokter dapat mengantisipasi
kemungkinan kanker tersebut, sehingga dokter dan pasien dapat
melakukan rencana pengobatan yang tepat.
Kini, pengobatan dengan metode terapi radiasi atau kemoterapi
sudah menjadi pilihan ke sekian dalam menghancurkan sel-sel kanker.
Karena radiasi yang digunakan bereaksi pada sel-sel kanker di wilayah
yang terkena radiasi, tidak tepat di lokasi sumber penyakitnya.
Resikonya radiasi sinar X tidak baik untuk pasien, karena lebih banyak
dampak negatifnya.
Jika menggunakan teknologi nuklir resikonya lebih kecil,
lantaran peralatan yang dipakai tidak mengandung radiasi. Sementara
pasien diberikan sumber radiasi terbuka, namun penggunaannya sesuai
dengan standar. Pasien tidak perlu merasa khawatir, karena Standar
keamanan

alat

yang

dipakai

di

Indonesia

mengikuti

IAEA

(International Atomicenergy Agency) dan juga ICRP (International


Commision on Radiation Protection). Semuanya di bawah pengawasan

12

Batan (Badan Teknologi Atom nasional) dan Bapeten (Badan


Pengawas Tenaga Nuklir).
Dampak yang tidak diinginkan bisa saja terjadi akibat faktor
kelalaian, misalnya. Namun prinsipnya adalah serendah dan seminimal
mungkin resiko, dalam melaksanakan prosedur kedokteran nuklir.
Setiap rumah sakit juga memiliki standar baku untuk prosedur
diagnosa

serta

tindakan

pengobatan

yang

harus

dilakukan.

http://tgpbelajarjurnalistik.wordpress.com/2012/12/01/teknologinuklir-dalam-kedokteran/
6. Hubungan antara Teknologi Nuklir dalam Ilmu Kedokteran
Pemanfaatan teknologi nuklir memiliki hubungan erat dalam
bidang

kedokteran.

Contohnya

pemanfaatan

omnion

guna

memperbaiki luka bakar atau operasi serta radiasi ketuban supaya


steril. Kedokteran nuklir ini merupakan salah satu cabang ilmu
kedokteran yang memanfaatkan materi radioaktif untuk menegakkan
diagnosis dan mengobati penderita serta mempelajari penyakit manula.
Bidang

kedokteran

nuklir

laksana

sebuah

segitiga

dengan

radiofarmaka, instrument, dan masalah biomedik sebagai sisi-sisinya,


serta penderita ditengahnya. Kedokteran nuklir menggunakan sumber
radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan untuk
mempelajari perubahan fisiologi, anatomi, dan biokimia, sehingga
dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi, dan penelitian
kedokteran. Dalam abad ini aplikasi teknik nuklir bidang kedokteran
merupakan suatu terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sangat penting. Ilmu kedokteran nuklir telah memberikan sumbangan
berharga dalam mendiagnosis dan terapi berbagai jenis penyakit. Di
samping itu teknik nuklir berperan pula dalam kajian-kajian dan
penelitian-penelitian untuk lebih memahami proses fisiologi dan
patofisiologi dari kelainan yang terjadi di berbagai organ tubuh
manusia sampai tingkat seluler bahkan molekuler. Berbagai disiplin

13

ilmu

kedokteran

seperti

endokrinologi,

nefrologi,

kardiologi,

neurologi, onkologi, dan yang lainnya telah lama memanfaatkan teknik


ini.
Keunikan dan sekaligus merupakan keunggulan kedokteran
nuklir adalah kemampuannya mendeteksi bahan-bahan yang ditandai
dengan perunut radioaktif. Bahan-bahan bertanda radioaktif tersebut
yang dikenal juga sebagai radiofarmaka dan diberikan melalui suntikan
intravena, mulut, maupun inhalasi, dapat dirunut di dalam organ atau
jaringan menggunakan detektor pemancar gamma yang ditempatkan di
luar tubuh. Dapat pula dilakukan analisis kandungan radiofarmaka
dalam cuplikan darah, urine, feses, atau udara yang dihembuskan
melalui pernafasan, bahkan dalam jaringan. Melalui teknik pencitraan
dapat dipantau distribusi radioaktivitas di organ atau bagian tubuh
sebagai fungsi waktu.
Berbeda dengan pencitraan dengan pesawat CT-scan, USG,
maupun MRI yang sifatnya morfologik karena lebih didasarkan pada
perubahan atau perbedaan karakter fisik anatomik yang menimbulkan
perubahan atau perbedaan transmisi radiasi atau gelombang ultrasonik
ataupun sinyal radiofrekwensi yang melalui organ atau bagian tubuh
yang diperiksa, maka pencitraan kedokteran nuklir dengan kamera
gamma atau kamera PET (Positron Emission Tomography) bersifat
fungsional karena didasarkan pada perubahan biokimiawifisiologik
yang menimbulkan pola emisi radiasi yang mencerminkan fungsi
organ atau bagian tubuh yang diperiksa.
http://www.batan.go.id/pdin/index.php?page=artikel&artikel=41
B. Kerangka Berfikir
Peran Teknologi Nuklir dalam Ilmu Kedokteran
(Fisika Medik)

Permasalahan Pemanfaatan
teknologi nuklir
Manfaat Teknologi
Nuklir
Fungsi
Hubungan
diterapkan
dan Peran
Nuklir
di Fisika
dan Fisika
Medik
Nuklir
bidangmedik
dalam
kedokteran
dalam
kedokteran
Kedokteran
nuklir

Peran Fisika Medik dalam Kedokteran Nuklir Optimal dan Diketahui Masyarakat

14

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat da Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada;
1. Tempat

Penelitian

dilaksanakan di unit kerja radiologi Rumah Sakit


Umum Daerah (RSUD) DR. Moewardi yang beralamat
di
Jalan Kolonel Sutarto No. 132, Jebres Surakarta, Jawa
Tengah 57126.
Waktu : September 2013 Mei 2014
Waktu Penelitian

2.
a.
No.

Uraian

1.

Kegiatan
Menyusun

2.

Judul
Menyusun

3.

Pendahuluan
Pelaksanaan

4.

Penelitian
Pengolahan

5.

Data
Menyusun

Sep

Okt

Nov

Waktu
Des Jan

Feb

Mrt

Apr

Mei

Laporan
Hasil
6.

Penelitian
Seminar
Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama sembilan bulan yang berlangsung


pada bulan September Tahun 2013 sampai Mei 2014 yang bertempat di
Penelitian dilaksanakan di unit kerja radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) DR. Moewardi yang beralamat di Jalan Kolonel Sutarto No.
132, Jebres Surakarta, Jawa Tengah 57126. Untuk tahap pertama yaitu
dilakukan pada bulan September-Oktober 2013, setelah itu menyusun
pendahuluan baik rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat

15

penelitian pada bulan November 2013, dilanjutkan pelaksanaan penelitian


di lokasi selama lima bulan yaitu antara November 2013-Maret 2014 dan
pengambilan data sampai seminar Penelitian dari bulan Maret-Mei 2014.
B.

Subjek Penelitian
1.

Sumber Data
Pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber
dari:
a. Data Primer

15

Data yang di dapat dari observasi ke lapangan, wawancara


dengan pekerja radiasi di unit kerja radiologi dan check list.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh penulis dari dokumen-dokumen yang
C.

berhubungan dengan proteksi radiasi di unit radiologi.


Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data hasil diagnosa dari dokter spesialis akan
dilakukan sebanyak mungkin. Data-data tersebut digunakan oleh
jaringan syaraf tiruan untuk melakukan proses pembelajaran
(learning). Semakin banyak jaringan syaraf tiruan melakukan proses
pembelajaran, maka akan semakin pandai mengenali pola dari
penyakit stroke iskemik hasil citra otak dari MRI. Jaringan syaraf
tiruan ini akan menerima masukan berupa data numerik dari struktur
obyek yang mengalami proses awal dari data yaitu pengaturan dan
perbaikan citra hasil dari MRI. Proses awal dari data tersebut meliputi
proses scaning, proses grayscale, filter, segmentasi, dan normalisasi
tingkat grayscale dari tiap segmen.

16

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam dunia kedokteran nuklir, Fisika medik memiliki sebuah
peran penting dalam menentukan kriteria penerimaan suatu peralatan baru
misalnya pada Radiologi, Radiofarmasi, Rontgen dll. Fisikawan medik
memiliki sumbangan besar terhadap penelitian dan pengembangan
kedokteran nuklir, seperti pada perangkat lunak komputer, perancangan
dan konstruksi instrumentasi baru, pengembangan teknik untuk analisa
kuantitatif parameter fisiologi, pengembangan protokol untuk percobaan
dan analisa klinis serta interpretasi hasilnya.
Pemanfaatan teknologi nuklir memiliki hubungan erat dalam
bidang kedokteran. Contohnya pemanfaatan omnion guna memperbaiki
luka bakar atau operasi serta radiasi ketuban supaya steril. Kedokteran
nuklir ini merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang
memanfaatkan materi radioaktif untuk menegakkan diagnosis dan
mengobati penderita serta mempelajari penyakit manula. Bidang
kedokteran nuklir laksana sebuah segitiga dengan radiofarmaka,
instrument, dan masalah biomedik sebagai sisi-sisinya, serta penderita
ditengahnya.
B. Saran
Semoga saja tulisan ini dapat memberikan manfaat, baik untuk
Departemen Kesehatan, Rumah sakit-rumah sakit yang memiliki instalasi
radioterapi maupun bagi universitas yang ingin mengembangkan
Pendidikan Fisika Medik.

17

17

DAFTAR PUSTAKA

Fredy, 2014.
file:///D:/kuliah/bahasa%20indonesia/Aplikasi%20Nuklir%20di%20
Bidang%20K esehatan%20%20%20F_Hasnanis_S.htm Diakses pada 14
Mei 2014, Pukul 19:40 WIB.
Krane, Kenneth. 1992. FISIKA MODERN. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press).
Wardhana, Wisnu Arya. 2007.Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
http://tgpbelajarjurnalistik.wordpress.com/2012/12/01/teknologi-nuklir-dalamkedokteran/ Diakses Pada 14 Mei Pukul 19:26 WIB.
http://www.batan.go.id/pdin/index.php?page=artikel&artikel=41 Diakses pada 15
Mei 2014, Pukul 21:03 WIB

18

Anda mungkin juga menyukai