Anda di halaman 1dari 14

APLIKASI FISIKA INTI DALAM KESEHATAN

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Fisika Inti

Oleh:

KELOMPOK V

Rismawati (206001200)

Roslinda mutmainnah (20600120074)

Jumardi (206001200)

KELAS A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur atas kehadiran Allah SWT. yang telah memberikan

taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah, yang

berjudul “Aplikasi Fisika Inti dalam Kesehatan”.

Shalawat beserta salam kepada junjungan alam kita, nabi besar muhammad

SAW. Dan kepada al-sahabat beliau sekalian yang telah memperjuangkan agama

Allah dimuka bumi ini.

Makalah ini telah kami susun dengan berbagai observasi dan beberapa

bantuan dari berbagai pihak yang sangat membantu kami dalam

menyelesaikannya. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Harapan kami

semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan kita semua.


Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat pada

makalah ini. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari para pembaca untuk penyempurnaan makalah kami selanjutnya.

Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat

bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.

Aamiin.

Samata, 31 Mei 2023

Kelompok V
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asal-mula fisika nuklir terikat pada fisika atom, teori relativitas, dan teori kuantum

dalam permulaan abad kedua-puluh. Kemajuan awal utama meliputi penemuan

radioaktivitas (1898), penemuan inti atom dengan menginterpretasikan hasil hamburan

partikel alfa (1911), identifikasi isotop dan isobar (1911), pemantapan hukum-hukum

pergeseran yang mengendalikan perubahan-perubahan dalam nomor atom yang

menyertai peluruhan radioaktivitas (1913), produksi transmutasi nuklir karena

penembakan dengan partikel alfa (1919) dan oleh partikel-partikel yang dipercepat secara

artifisial (1932), formulasi teori peluruhan beta (1933), produksi inti-inti radioaktif  oleh

partikel-partikel yang dipercepat (1934), dan penemuan fissi nuklir (1938). Fisika nuklir

ialah unik pada tingkat dimana ia menghadirkan banyak topik terapan dan paling

fundamental. Instrumentasi-intrumentasinya telah memiliki kegunaan yang banyak di

seluruh sains, teknologi, dan kedokteran; rekayasa nuklir dan kedokteran nuklir adalah

dua bidang spesialisasi terapan yang sangat penting.

Aplikasi teknik nuklir, baik aplikasi radiasi maupun radioisotop, sangat dirasakan

manfaatnya sejak program penggunaan tenaga atom untuk maksud damai dilancarkan

pada tahun 1953. Dewasa ini penggunaannya di bidang kedokteran sangat luas, sejalan

dengan pesatnya perkembangan bioteknologi, serta didukung pula oleh perkembangan

instrumentasi nuklir dan produksi radioisotop umur pendek yang lebih menguntungkan

ditinjau dari segi medik. Energi radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi, dapat

menyebabkan peruba.hari fisis, kimia dan biologi pada materi yang dilaluinya. Perubahan

yang terjadi dapat dikendalikan dengan jalan memilih jenis radiasi (α, β, γ atau neutron)

serta mengatur dosis terserap, sesuai dengan efek yang ingin dicapai. Berdasarkan sifat

tersebut, radiasi dapat digunakan untuk penyinaran langsung seperti antara lain pada

radioterapi, dan sterilisasi. Selain itu, radiasi yang dipancarkan oleh suatu radioisotop,

lokasi dan distribusinya dapat dideteksi dari luar tubuh secara tepat, serta aktivitasnya

dapat diukur secara akurat; sehingga penggunaan radioisotop sebagai tracer atau perunut,

sangat bermanfaat dalam studi metabolisme, serta teknik pelacakan dan penatahan
berbagai

Organ tubuh tanpa melakukan pembedahan.


5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGGUNAAN RADIOISOTOP

1. Radioisotop digunakan sebagai perunut dan sumber radiasi

Pada bagian ini kita akan membahas dua penggunaan radioistop,

yaitu sebagai perunut (tracer) dan sumber radiasi. Pengunaan radioisotop

sebagai perunut didasarkan pada ikataan bahwa isotop radioaktif

mempunyai sifat kirnia yang sama dengan isotop stabil. Jadi suatu isotop

radioaktif melangsungkan reaksi kimia, yang sama seperti isotop

stabilnya. Sedangkan penggunaan radioisotop sebagai sumber radiasi

didasarkan pada kenyataan bahwa radiasi yang dihasilkan zat radioaktif

dapat mempengaruhi materi maupun mahluk. Radiasi dapat digunakan

untuk memberi efek fisis: efek kimia, maupun efek biologi.

2. Radiasi dan Upaya Penyembuhan Kanker

Radiasi dapat menghambat proses pembelahan sel yang dapat


menimbulkan kematian pada sel dan jaringan itu bila penghambatan

berlangsung secara terus-menerus. Seperti diketahui jaringan atau sel-sel

kanker memiliki daya pembelahan diri yang jauh lebih tinggi dari pada

sel-sel normal dan sehat. Maka menurut hukum bergonnie _tribondau,

golongan sel-sel kanker ini bersifat lebih radiosensitif dari pada sel-sel

normal. Jadi dengan jalan merasiasi maka penyakit kanker (tumor) pada

jaringan atau organ tertentu dapat disembuhkan

3. Radiasi dan Pembuataan Radiovaksin

Radiasi dapat melemhkan mikroorganisme ataupun penyakit yang

6
selanjutnya dapat digunakan untuk pembuatan vaksin dari penyakit

tertentu.

Vaksin yang diperoleh secara demikian dikenal sebagai

”radiovaksin” . contoh : radiovaksin untuk penyakit tidur di afrika dan

radiovaksin untukpenyakit cacing pada ternak dan lain-lain.

4. Pemanfaatan Radioisotop Sebagai Perunut Dalam Bidang Kedokteran

Berdasarkan pada tingkat keradioaktifan suatu radioisotop ataupun

senyawa kimia bertanda (radioaktif) yang dapat dideteksi pada jaringan atau

organ tubuh tertentu, berbagai macam informasi untuk keperluan

diagnosa kedokteran dapat diperoleh. Hasil pencacahan keradioaktifan

jaringan atau organ sesaat setelah diradiasi dapat dilihat dengan baik pada

skala atau angka digital pada alat pencacah.

Semetara dari sisi lain unsur atau senyawa juga dapat memberikan

suatu gambaran dari jaringan atau organ yang diamati. Pada pengamatan

terdapat perbedaan antara jaringan atau organ yang sehat atau tidak sehat.

Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkat metabolisme dan akumulasi

senyawa radioaktif itu oleh jaringan atau organ tersebut.

Berbagai jenis radio isotop digunakan sebagai perunut untuk

mendeteksi (diagnosa) berbagai jenis penyakit al:teknesium (Tc-99),

talium- 201 (Ti-201), iodin 131(1-131), natrium-24 (Na-24), ksenon-133

(xe-133) dan besi (Fe-59). Tc-99 yang disuntikkan ke dalam pembuluh

darah akan diserap terutama oleh jaringan yang rusak pada organ tertentu,

seperti jantung, hati dan paru-paru Sebaliknya Ti-201 terutama akan

diserap oleh jaringan yang sehat pada organ jantung. Oleh karena itu,

kedua isotop itu digunakan secara bersama-sama untuk mendeteksi

kerusakan jantung 1-131 akan diserap oleh kelenjar gondok, hati dan

bagian-bagian tertentu dari otak. Oleh karena itu, 1-131 dapat digunakan

7
untuk mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati dan untuk

mendeteksi tumor otak. Larutan garam yang mengandung Na-24

disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk mendeteksi

8
adanya gangguan peredaran darah misalnya apakah ada penyumbatan

dengan mendeteksi sinar gamma yang dipancarkan isotop Natrium tsb.

Xe-133 digunakan untuk mendeteksi penyakit paru-paru. P-32

untuk penyakit mata, tumor dan hati. Fe-59 untuk mempelajari

pembentukan sel darah merah. Kadang-kadang, radioisotop yang

digunakan untuk diagnosa, juga digunakan untuk terapi yaitu dengan


dosis yang lebih kuat misalnya, 1- 131 juga digunakan untuk terapi

kanker kelenjar tiroid.

B. Kedokteran Nuklir

Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber

radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari

perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan

diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran Nuklir, radioisotop

dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi invivo) maupun hanya direaksikan

saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine da sebagainya,

yang diambil dari tubuh pasien yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas

percobaan).

Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis

berbagai penyakitseperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar gondok,

gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi

penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran pencernaan

makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang dapat diperoleh

dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada saat ini berkembang

pesat.

Disamping membantu penetapan diagnosis, kedokteran nuklir juga berperanan dalam

9
terapi-terapi penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar

gondok yang membandel terhadap pemberian obat-obatan non radiasi, keganasan sel

darah merah, inflamasi (peradangan)sendi yang sulit dikendalikan dengan

menggunakan terapi obat-obatan biasa. Bila untuk keperluan diagnosis, radioisotop

diberikan dalam dosis yang sangat kecil, maka dalam terapi radioisotop sengaja

diberikan dalam dosis yang besar terutama dalam pengobatan terhadap jaringan

kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun jaringan kanker itu.

Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960an, yaitu setelah

reaktor atom Indonesia yang pertama mulai dioperasikan di Bandung. Beberapa

tenaga ahli Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis pendirian

suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di

Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan

Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit

berikutnya di Jakarta (RSCM, RSPP, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS

Sutomo). Pada tahun 1980-an didirikan unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS

sardjito (Yogyakarta) RS Kariadi (Semarang), RS Jantung harapan Kita (Jakarta) dan

RS Fatmawati (Jakarta). Dewasa ini di Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang

melakukan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera gamma, di

samping masih terdapat 2 buah rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat

penatah ginjal yang lebih dikenal dengan nama Renograf.

Radioisotop dan Teleterapi

Henry Bacquerel penemu radioaktivitas telah membuka cakrawala nuklir untuk

kesehatan. Kalau Wilhelm Rontgen, menemukan sinar-x ketika gambar jari dan cincin

istrinya ada pada film. Maka Marie Currie mendapatkan hadiah Nobel atas

penemuannya Radium dan Polonium dan dengan itu pulalah sampai dengan 1960-an

Radium telah digunakan untuk kesehatan hampir mencapai 1000 Ci. Tentunya ini

sebuah jumlah yang cukup besar untuk kondisi saat itu. Masyarakat kedokteran

10
menggunakan radioisotop Radium ini untuk pengobatan kanker, dan dikenal dengan

Brakiterapi. Meskipun kemudian banyak ditemukan radiosiotop yang lebih

menjanjikan untuk brakiterapi, sehingga Radium sudah tidak direkomendasikan lagi

Selain untuk Brakiterapi, radisotop Cs-137 dan Co-60 juga dimanfaatkan untuk

Teleterapi, meskipun belakangan ini teleterapi dengan menggunakan radioisotop Cs-

137 sudah tidak direkomendasikan lagi untuk digunakan. Meskipun pada dekade

belakangan ini jumlah pesawat teleterapi Co-60 mulai menurun digantikan dengan

akselerator medik . Radioisotop tersebut selain digunakan untuk brakiterapi dan

teleterapi, saat ini juga telah banyak digunakan untuk keperluan Gamma Knife,

sebagai suatu cara lain pengobatan kanker yang berlokasi di kepala.

Teleterapi adalah perlakuan radiasi dengan sumber radiasi tidak secara langsung

berhubungan dengan tumor. Sumber radiasi pemancar gamma seperti Co-60

pemakaiannya cukup luas, karena tidak memerlukan pengamatan yang rumit dan

hampir merupakan pemancar gamma yang ideal. Sumber ini banyak digunakan dalam

pengobatan kanker/tumor, dengan jalan penyinaran tumor secara langsung dengan

dosis yang dapat mematikan sel tumor, yang disebut dosis letal. Kerusakan terjadi

karena proses eksitasi dan ionisasi atom atau molekul. Pada teleterapi, penetapan

dosis radiasi sangat penting, dapat berarti antara hidup dan mati. Masalah dosimetri

ini ditangani secara sangat ketat di bawah pengawasan Badan Internasional WHO dan

IAEA bekerjasama dengan laboratorium-laboratorium standar nasional.

Orang pertama yang menggunakan radioisotop nuklir sebagai tracer (perunut) pada

1913-an adalah GC Havesy, dan dengan tulisannya dalam Journal of Nuclear

Medicine, Havesy menerima hadiah Nobel Kimia 1943. Prinsip yang ditemukan

Havesy inilah yang kemudian dimanfaatkan dalam Kedokteran Nuklir, baik untuk

diagnosa maupun terapi. Radioisotop untuk diagnosa penyakit memanfaatkan

instrumen yang disebut dengan Pesawat Gamma Kamera atau SPECT (Single Photon

Emission Computed Thomography). Sedangkan aplikasi untuk terapi sumber

11
radioisotop terbuka ini seringkali para pakar menyebutnya sebagai Endoradioterapi.

Rutherford dan Teknologi Pemercepat Radioisotop

Penemuan Rutherford memberikan jalan pada munculnya teknologi pemercepat

radioisotop, sehingga J Lawrence dapat menggunakan Siklotron Berkeley dapat

memproduksi P-32, yang merupakan radioisotop artifisial pertama yang digunakan

untuk pengobatan leukimia. Sekitar 1939, I-128 diproduksi pertama kalinya dengan

menggunakan Siklotron, namun dengan keterbatasan pendeknya waktu paro, maka I-

131 dengan waktu paro 8 hari diproduksi. Perkembangan teknologi Siklotron untuk

kesehatan menjadi penting setelah beberapa produksi radioisotop dengan waktu paro

pendek mulai dimanfaatkan dan sebagai dasar utama PET (Positron Emission

Tomography).

Radioisotop selain diproduksi dengan pemercepat, juga dapat diproduksi dengan

reaktor nuklir. Majalah Science telah mengumumkan bahwa reaktor nuklir penghasil

radioisotop pada 1946, dan menurut Baker  sampai sekitar 1966 ada 11 reaktor nuklir

di Amerika Serikat memproduksi radiosisotop untuk melayani kesehatan.

Perkembangan teknologi reaktor juga saat ini dimanfaatkan untuk produksi secara in-

situ aktivasi Boron untuk pengobatan penyakit maligna dan biasanya dikenal dengan

BNCT (Boron Netron Capture Therapy ). Meskipun saat ini banyak juga berkembang

BNCT dengan metode akselerator.

Generator radioisotop-pun saat ini juga berperan besar dalam memproduksi

radioisotop untuk kesehatan, terutama kedokteran nuklir. Produksi, pengembangan

dan pemanfaatan generator Mo-99/Tc-99m merupakan dampak positif dalam aplikasi

nuklir untuk kesehatan dan farmasi. Dengan generator ini masalah-masalah faktor

produksi ulang, waktu, dan jarak terhadap tempat yang memproduksi radioisotop,

selain juga mengurangi dosis yang diterima oleh pasien.

3.    Teknik Pengaktivan Neutron

Teknik nuklir ini dapat digunakan untuk menentukan kandungan mineral tubuh

12
terutama untuk unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang sangat

kecil (Co,Cr,F,Fe,Mn,Se,Si,V,Zn dsb) sehingga sulit ditentukan dengan metoda

konvensional. Kelebihan teknik ini terletak pada sifatnya yang tidak merusak dan

kepekaannya sangat tinggi. Di sini contoh bahan biologik yang akan idperiksa

ditembaki dengan neutron.

4.    Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer

Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi

gamma atau sinar-x. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-x yang diserap

oleh tulang yang diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam

tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone

densitometer tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk membantu

mendiagnosiskekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering menyerang wanita pada

usia menopause (matihaid) sehingga menyebabkan tulang muda patah.

5.    Three Dimensional Conformal Radiotheraphy (3d-Crt)

Terapi Radiasi dengan menggunakan sumber radiasi tertutup atau pesawat

pembangkit radiasi telah lama dikenal untuk pengobatan penyakit kanker.

Perkembangan teknik elektronika maju dan peralatan komputer canggih dalam dua

dekade ini telah membawa perkembangan pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan

menggunakan pesawat pemercepat partikel generasi terakhir telah dimungkinkan

untuk melakukan radioterapi kanker dengan sangat presisi dan tingkat keselamatan

yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif untuk membatasi bentuk

jaringan tumor yang akan dikenai radiasi, memformulasikan serta memberikan

paparan radiasi dengan dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan teknologi

3D-CRT ini sejak tahun 1985 telah berkembang metoda pembedahan dengan

menggunakan radiasi pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Dengan teknik

ini kasus-kasus tumor ganas yang sulit dijangkau dengan pisau bedah konvensional

menjadi dapat diatasi dengan baik oleh pisau gamma ini, bahkan tanpa perlu

13
membuka kulit pasien dan yang terpenting tanpa merusak jaringan di luar target.

6.    Sterilisasi Alat Kedokteran

Alat/bahan yang digunakan di bidang kedokteran pada umumnya harus steril. Banyak

di antaranya yang tidak tahan terhadap panas, sehingga tidak bisa disterilkan dengan

uap air panas atau dipanaskan. Demikian pula sterilisasi dengan gas etilen oksida atau

bahan kimia lain dapat menimbulkan residu yang membahayakan kesehatan. Satu-

satunya jalan adalah sterilisasi dengan radiasi, dengan sinar gamma dan Co-60 yang

dapat memberikan hasil yang memuaskan. Sterilisasi dengan cara tersebut sangat

efektif, bersih dan praktis, serta biayanya sangat murah. Untuk transpiantasi jaringan

biologi seperti tulang dan urat, serta amnion chorion untuk luka bakar, juga

disterilkan dengan radiasi.

14

Anda mungkin juga menyukai