Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS DIABETIKUM

(KAD)

Disusun untuk memenuhi mata kuliah keperawatan gawat darurat I

Dosen Pembimbing: Ns, Setianingsih, S.Kep., M.Kep

Kelompok 6

1. Anas Agong Mabrur (SK115002)


2. Dian Khasanto Camalin (SK115008)
3. Dwi Ariyanti (SK115010)
4. Fasya Fadhila (SK115019)
5. Purwati (SK115038)
6. Ulfa Rimawati (SK115045)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL

Tahun Ajaran 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberi kita kesempatan, kesehatan,
waktu luang serta fasilitas sehingga saya mampu menyelesaiakan makalah ini tanpa
ada kesulitan yang berarti. Salam serta shalawat kepada suri tauladan sekaligus nabi
terakhir yang diutus untuk seluruh manusia, Muhammad SAW yang telah berjuang
maksimal demi agama Islam ini.

Makalah ini saya buat sebagai pemenuhan tugas mata kuliah


Keperawatan gawat darurat I yang berjudul “Asuhan Keperawatan Ketoasidosis
Diabetikum”. Ucapan terimakasih saya haturkan kepada seluruh pihak yang telah
berperan dalam pembuatan makalah ini.

Tentunya, tanpa bantuan dan peranan seluruhnya, pembuatan makalah


ini tak akan berjalan sebagaimana mestinya. Semoga Allah membalas kebaikan kita
semua. Amiin.

Namun, sebagai manusia yang tak terlepas dari kesalahan, kami


memohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam makalah ini terdapat banyak
kesalahan, baik itu ejaan, kekurangan huruf, kesalahan kalimat, ataupun format dll.
Untuk itu, saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai
pertimbangan pembuatan makalah selanjutnya.

Terlepas dari itu semua, besar harapan saya makalah ini dapat membantu
sebagai referensi bagi teman-teman mahasiswa maupun dosen. Sekian.

Kendal, 24 Oktober 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1


KATA PENGANTAR .................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 4
A. Latar Belakang ................................................................................. 4
B. Tujuan .............................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 6
A. Definisi ............................................................................................. 6
B. Etiologi ............................................................................................. 6
C. Manifestasi Klinis ............................................................................ 7
D. Patofisiologi ..................................................................................... 8
E. Pathway ............................................................................................ 9
F. Pemeriksaan Diagnostik................................................................. 10
G. Penatalaksanaan ............................................................................. 13
H. Komplikasi ..................................................................................... 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................... 16
A. Pengkajian ...................................................................................... 16
B. Diagnosa ........................................................................................ 16
C. Intervensi........................................................................................ 17
BAB IV PENUTUP .................................................................................... 23
A. Simpulan ........................................................................................ 23
B. Saran .............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum (KAD) didefinisikan sebagai kondisi yang
mengancam jiwa yang disebabkan penurunan kadar insulin efektif didalam
tubuh, atau berkaitan dengan resistensi insulin dan peningkatan produksi
hormon – hormon kontra regulator yakni glucagon, katekolanin, kortisol, dan
growth hormone.
Prevalensi KAD di Amerika serikat diperkirakan sebesar 4,6 – 8 per
1000 penderita diabetes, dengan mortalitas < 5 % atau sekitar 2 – 5 %. KAD
juga merupakan penyebab kematian tersering pada anak dan remaja
penyandang diabetes tipe 1 yang diperkirakan setengah dari penyebab
kematian penderita DM dibawah usia 24 tahun. Prevalensi KAD di Amerika
Serikat sebesar 13,4 / 1000 pasien DM per tahun untuk krlompok umur <30
tahun. Ketoasidosis diabetik dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari
100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat.
KAD didapatkan sekitar 16 – 80 % pada penderita anak baru dengan
DM tipe 1, tergantung lokasi geografi. Di eropa dan Amerika utara angkanya
berkisar 15- 67 %, sedangkan di indonesia dilaporkan 33-66 %. Jumlah pasien
DM di idonesia sampai tahun 2012 berkisar antara 800 pasien.

B. Tujuan
1. Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat I.
2. Khusus
a. Agar mahasiswa/i mengetahui tentang definisi ketoasidosis diabetikum
b. Agar mahasiswa/i mengetahui tentang etiologi ketoasidosis diabetikum
c. Agar mahasiswa/i mengetahui tentang manifestasi klinis ketoasidosis
diabetikum

4
d. Agar mahasiswa/i mengetahui tentang patofisiologi ketoasidosis
diabetikum
e. Agar mahasiswa/i mengetahui tentang pathway ketoasidosis
diabetikum
f. Agar mahasiswa/i mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik
ketoasidosis diabetikum
g. Agar mahasiswa/i mengetahui tentang penatalaksanaan ketoasidosis
diabetikum
h. Agar mahasiswa/i mengetahui tentang komplikasi ketoasidosis
diabetikum
i. Agar mahasiswa/i mengetahui tentang asuhan keperawatan
ketoasidosis diabetikum

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Ketoasidosis diabetikum merupakan komplikasi akut yang di tandai
dengan perburukan semua gejala diabetes, ketoasidosis diabetikes merupakan
keadaan yang mengancam jiwa dan memerlukan perawatan di rumah sakit agar
dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya
(Corwin, 2012). Sedangkan menurut Samijean Nordmark, (2008) menjelaskan
bahwa ketoasidosis diabetikum adalah trias dari hiperglikemia, asidosis, dan
ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-1. Hal senada
dipaparkan oleh American Diabetes Association, (2004) bahwa KAD
(Ketoasidosis Diabetikum) adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis
metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH
ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang
biasanya lebih tinggi dari KAD murni. Kitabchi, dkk (1994) menambahkan
bahwa belum ditemukannya kesepakatan tentang definisi KAD.
Sindroma ini mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia,
ketosis dan asi demia. Konsensus diantara para ahli di bidang ini mengenai
kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial <7,3 sedangkan kadar
bikarbonatnya <15 mEq/L dan kadar glukosa darah >250 mg/dL disertai
dengan ketonemia dan ketonuria moderate.

B. ETIOLOGI
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi

6
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
1. Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa
jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari
infeksi.
2. Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
3. Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4. Kardiovaskuler : infark miokardium
5. Penyebab lain: hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik (Samijean Nordmark, 2008).

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24
jam. Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi
beberapa hari menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri
perut. Nyeri perut sering disalah-artikan sebagai 'akut abdomen'. Asidosis
metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini
akan menghilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10% kasus), dehidrasi
dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi
dan takikardi). Tanda lain adalah :
1. Sekitar 80% pasien DM (komplikasi akut)
2. Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)
3. Dehidrasi (tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)
4. Kadang-kadang hipovolemi dan syok
5. Bau aseton dan hawa napas tidak terlalu tercium
6. Didahului oleh poliuria, polidipsi.
7. Riwayat berhenti menyuntik insulin
8. Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut (Syahputra, 2003).

7
D. PATOFISIOLOGI
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan
pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks
yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit
dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya
untuk mnghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekresikan glukosa bersama – sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan
kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini
kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis
yang berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500
mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi
benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalanm sirkulasi darah, benda keton akan
menimbulkan asidosis metabolik (Brunner and suddarth, 2002).
Persamaan Henderson-Hasselbalch menjelaskan hubungan antara pH
darah dan komponen system buffer H2CO3. Deskripsi kualitatif dari fisiologi
asam / basa memisahkan komponen metabolik dari komponen respiratori dari
keseimbangan asam / basa .
pH = 6.1 + log (HCO3 / H2CO3)
Bikarbonat (H2CO3) merupakan komponen metabolik.
a) Bikarbonat dihasilkan di ginjal
b) Produksi asam dari sumber ekndrogen atau eksogen
Asam karbonat (H2CO3) merupakan kompenen respiratori, seperti yang
ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini :

8
H2CO3 = PCO2 ( mmHg ) x 0.03
Mempertahankan pH arteri seskemik antara 7.35 – 7.45 dibutuhkan fungsi sel
yang normal, walaupun fluktuasi sedikit dari konsentrasi H+ mempunyai efek
yang penting dalam aktifitas enzim seluler. Hal ini dicapai oleh buffer ekstrasel
dan intrasel, bersamaan dengan mekanisme regulasi respiratory dan renal.
Kontrok kedua pCO2 dan HCO3 menstabilkan pH arteri dengan eksresi atau
retensi dari asam atau basa. pCO2 diregulasi oleh ventilasi alveolar.
Hiperventilasi meningkatkan eksresi CO2 dan menurunkan . pCO2.
Untuk menjaga keseimbangan asam basa normal, setiap hari tubulus ginjal
harus absorbsi HCO3 yang difiltrasi (4.500 mmol) dan mensintesis HCO3 yang
cukup untuk menetralisisr beban asam endogen. Mekanismenya adalah
gangguan pembentuknya bikarbonat ginjal dengan dan tanpa penurunan
absorbs bikarbonat yang terjadi bersamaan dan retensi ion H+. Total eksresi
ammonium (NH4+) mulai menurun ketika GFR < 40-50 mL / min. penyakit
ginjal dikaitkan dengan kerusakan tubulointerstitial yang parah dapat disertai
dengan asidosis yang lebih berat pada tahap awal gagal ginjal.
Ginjal menyerap kembali semua HCO3- yang terfiltrasi dan
menghasilkan HCO3 baru - dalam collecting duct. Reabsorpsi HCO3- yang
terfiltrasi terjadi di tubulus proksimal (85-90%), dalam ascending loop of Henle
tebal (10%) dan sisanya di nefron distal. Reabsorpsi HCO3- yang terfiltrasi
sangat penting untuk pemeliharaan keseimbangan asam-basa, mengingat
bahwa hilangnya HCO3- dalam urin setara dengan retensi H+ (baik H+ dan
HCO3- yang berasal dari disosiasi H2CO3).4 Diet normal menghasilkan H+
sebanyak 50–100 mEq per hari sebagai asam sulfur non-volatile dari
katabolisme asam amino, asam organic yang tidak termetabolisme, dan fosfor
dan asam-asam lainnya. Ion H+ ini diseimbangkan oleh HCO3- dan selular dan
buffer tulang untuk meminimalisasi turunnya pH ekstrasel.
Asidosis metabolik berkembang karena berkurangnya massa ginjal dan
ketidakmampuan dari nefron yang tersisa untuk mengeluarkan beban asam
harian melalui ammoniagenesis. produksi NH3 di tubulus ginjal dirangsang
oleh asidosis intraseluler. Ketika beban asam sistemik meningkat sedikit,
keseimbangan dijaga oleh peningkatan produksi dan ekskresi dari NH 4+.

9
Kegagalan untuk mengeluarkan NH4+ sehingga menyebabkan retensi ion H+
dan menyebabkan metabolik asidosis. ketidakmampuan untuk mengeluarkan
NH4+ (Proksimal tubulus) atau ion H+ (tubulus distal), akan diterjemahkan
menjadi asidosis tubular melalui mekanisme dependen pH.

10
E. PATHWAY

Asupan insulin tidak


cukup, infeksi

Sel beta pancreas


rusak/ terganggu

Produksi insulin

Glukagon
Lipolisis

Hiperglikemi As. Lemak bebas

As. Lemak teroksidasi


Glukosuri Hiperosmolalitas Glukosa intra sel
menurun
Ketonemia
koma
Diuresis osmotik
Proses pembentukan Ketonuri
Kalori keluar ATP/ energi terganggu
Poliuri ketoasidosis

Rasa lapar
Kelelahan/keletihan
Asidosis metabolisme
Dehidrasi
Rasa haus
Polifagi
CO2 meningkatkan
Syok
< Volume cairan dan Polidipsi Perubahan
elektrolit nutrisi > dari
Pco2 meningkat
kebutuhan

Nafas cepat dan


Resi gangguan Mual,
pH dalam
nutrisi kurang dari muntah
kebutuhan
Pola nafas tidak
efektif

11
(Brunner and suddarth, 2002).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah
dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000
mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis
berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl,
sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400-500 mg/dl.
b. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang
intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL,
tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar
glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang
sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat
dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung
ekstrem di tingkat potasium.
d. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH
yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)
terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam
darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan
kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.

12
e. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (AGD).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah
dari pH 0,03 pada AGD.
g. Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
h. ß-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat ß kapiler dapat digunakan untuk
mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari
0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi
dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN
(mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam
keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O.
Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien
jatuh pada kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.

13
m. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehidrasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan,
kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan
dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.

Tabel 1. Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian)


metabolik pada diabetes.
Sifat-sifat Diabetic Hyperosmolar Asidosis
ketoacidosis non ketoticcoma laktat
(KAD) (HONK)
Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada

2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan
dengan cara:
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
f. Aseton plasma: Positif secara mencolok.
g. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
h. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat serum Fosfor
turun.
i. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal.

14
j. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
k. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis,
hemokonsentrasi.
l. Ureum/creatinin: meningkat/normal.
m. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut.

G. PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
Fase I/Gawat :
1. Rehidrasi
a. Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam
pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-
6L/24jam).
b. Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam).
c. Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi.
d. Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak
(24 – 48 jam).
e. Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%.
f. Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam).
g. Monitor keseimbangan cairan.
2. Insulin
a. Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc).
b. Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic.
c. Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam
sekali.
d. Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L
³250mg%, Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3.

15
Fase II/Maintenance:
1. Cairan maintenance
a. Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian.
b. Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU.
2. Kalium.
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
3. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak
nafsu makan, boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.
4. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik (Nefropati Diabetik)
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini.
Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik
akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain
itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan (Retinopati Diabetik)
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada
lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
3. Syaraf (Neuropati Diabetik)
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita
bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa).
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak.

16
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila
penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan
segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul
mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni,
ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat
kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan
kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi,
secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
tekanan darah.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Primary Survey
A : Air way
Pada pengkajian airway, biasanya tidak ditemukan masalh yang serius
pada jalan nafas.
B : Breathing
Terdapat RR klien 28x/mnt, dan nafas pasien terlihat cepat dan dalam
(kusmaul), bau khas keton seperti buah busuk
C : Circulation
Klien tampak pucat dan membran mukosa kering, hipertensi, takikardi
D : Dissability
Klien mengatakan lemas sehingga sulit melakukan aktifitas, biasanya
tingkat kesadaran pasien KAD adalah somnolen
E : Exposure
BB turun drastis, klien poliuri, suhu hipotermi, terdapat ulkus
Secondary Survey
1. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang : Asidosis Diabetikum
b. Riwayat penyakit dahulu : pernah menderita DM tipe 1
c. Riwaya penyakit Keluarga : Diabetes
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : simetris, tidak ada pembengkakan, tidak bermasa
2) Rambut : agak sedikit rontok
3) Muka : simetris
4) Mata : conjungtiva : tidak anemis, pupil : ishokor, sklera :
tidak ikterik, bola mata menonjol, bersih tidak ada sekret

18
5) Hidung : simetris, tidak ada sumbatan, tidak ada polip,
bersih, tidak ada deformitas, dan tidak ada pernapasan cuping
hidung
6) Telinga : bersih, tidak ada serumen, tidak mengalami
penurunan pendengaran, tidak ada polip
7) Mulut : bersih, tidak ada membran mukosa kering
8) Leher ; simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
9) Perut : bersih, lembek, bising usus normal, tidak ada masa
10) Genetalia : bersih, tidak ada iritasi,
11) Ekstremitas : atas : normal, bawah : normal, jika tidak ada
ulkus
12) Integument : bersih, turgor menurun, warna sawo matang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
pemantauan glukosa darah tidak adekuat.
2. Defisien volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan
intake akibat mual.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status
hipermetabolisme.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan peningkatan respirasi
ditandai dengan pernafasan kusmaul.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa NOC NIC
Kode Hasil Kode Intervensi
Risiko Setelah dilakukan 2120 Manajemen
ketidak tindakan Hiperglikemi
stabilan keperawatan
kadar selama 3x24 jam,

19
glukosa diharapkan skala 1. Monitor kadar
darah target outcome glukosa darah,
(00179) ditingkatkan ke sesuai indikasi
skala 4: 2. Monitor tanda dan
2300 Kadar glukosa gejala
darah: hiperglikemi:
1. Glukosa darah poliuria, polidipsi,
2. Hemoglobin polifagi, kelemhan,
glikosilat letargi, malaise,
3. Fruktosamin pandangan kabur,
4. Urin glukosa atau sakit kepala
5. Urin keton 3. Monitor ketonurin,
2111 Keparahan sesuai indikasi
hiperglikemia 4. Monitor AGD,
1. Peningkatan elektrolit, dan
urin output kadar
2. Gangguan betahidroksibutirat,
konsentrasi sesuai yang
3. Perubahan tersedia
status mental 7110 Peningkatan
4. Peningkatan Keterlibatan
AIC (glycated Keluarga
hemoglobin) 1. Bangun hubungan
5. Gangguan pribadi dengan
elektrolit klien dan enggota
keluarga yang akan
terlibat dalam
perawatan
2. Identifikasi
harapan anggota
keluarga untuk
klien

20
3. Berikan informasi
yang penting
kepada anggota
keluarga mengenai
klien sesuai dengan
keinginan klien
4. Identifikasi
stressor situasional
lainnya untuk
anggota keluarga
7800 Monitor Nutrisi
1. Timbang berat
badan klien
2. Monitor turgor
kulit dan mobilitas
3. Monitor adanya
mual muntah
4. Identifikasi
perubahan nafsu
makan dan
aktivitas akhir-
akhir ini
Defisien Setelah dilakukan 4120 Manajemen Cairan
volume tindakan 1. Monitor tanda-
cairan keperawatan tanda vital klien
(00027) selama 3x24 jam, 2. Monitor status gizi
diharapkan skala 3. Dukung klien dan
target outcome keluarga untuk
ditingkatkan ke membantu dalam
skala 4: pemberian makan
0601 Keseimbangan dengan baik
cairan

21
1. Tekanan darah 4. Berikan cairan,
2. Keseimbangan 4260 yang tepat
intake dan Pencegahan Syok
output dalam 24 1. Monitor terhadap
jam adanya respon
3. Berat badan kompensasi awal
stabil syok
4. Turgor kulit 2. Monitor terhadap
5. Hematokrit kemungkinan
0602 Hidrasi penyebab
1. Membran kehilangan cairan
mukosa lembab 3. Berikan cairan
2. Bola mata melalui intravena
cekung dan atau oral, sesuai
lunak kebutuhan
3. Perfusi jaringan 4. Catat warna,
4. Intake cairan jumlah dan
5. Output urin frekuensi BAB,
muntah dan
drainase
nasogastrik
2000 Manajemen
Elektrolit
1. Minimalkan
pemberian
konsumsi dengan
diuretik atau
pencahar
2. Jaga infus
intravena yang
tepat, transfusi

22
darah atau laju
aliran enteral
3. Batasi cairan yang
sesuai
4. Pantau adnaya
tanda dan gejala
retensi cairan
Ketidak Setelah dilakukan 1030 Manajemen
seimbangan tindakan Gangguan Makan
nutrisi: keperawatan 1. Dorong klien untuk
kurang dari selama 3x24 jam, mendisukusikan
kebutuhan diharapkan skala makanan yang
tubuh target outcome disukai bersama
(00002) ditingkatkan ke ahli gizi
skala 4: 2. Monitor perilaku
1622 Perilaku patuh: klien yang
diet yang berhubungan
disarankan dengan pola
1. Berpartisipasi makan,
dalam penambahan dan
menetapkan kehilangan berat
tujuan diet badan
yang bisa 3. Beri dukungan
dicapai dengan (misalnya terapi
professional relakasi)
kesehatan 1120 Terapi Nutrisi
2. Memilih 1. Lengkapi
makanan dan pengkajian nutrisi,
cairan yang sesuai kebutuhan
sesuai dengan 2. Monitor intake
diet yang makanan/cairan
ditentukan dan hitung

23
3. Menghindari masukan kalori
makanan dan perhari, sesuai
minuman yang kebutuhan
tidak 3. Pilih suplemen
diperbolehkan nutrisi sesuai
dalam diet kebutuhan
4. Mengikuti 0180 Manajemen Energi
rekomendasi 1. Kaji status
untuk jumlah fisiologis klien
makanan per yang menyebabkan
hari kelelahan sesuai
1008 Status nutrisi: dengan konteks
asupan makanan usia dan
dan cairan perkembangan
1. Asupan 2. Pilih intervensi
makanan untuk mengurangi
secara oral kelelahan baik
2. Asupan cairan secara
secara oral farmakologis
3. Asupan cairan maupun non
intravena farmakologis
4. Asupan nutrisi dengan tepat
parenteral 3. Konsulkan dengan
ahli gizi mengenai
cara meningkatkan
asupan energi dari
makanan
4. Berikan kegiatan
pengalihan yang
menenangkan
untuk

24
meningkatkan
relaksasi
Ketidak Setelah dilakukan 3140 Manajemen Jalan
efektifan tindakan Nafas
pola napas keperawatan 1. Posisikan klien
(00032) selama 3x24 jam, untuk
diharapkan skala memaksimalkan
target outcome ventilasi
ditingkatkan ke 2. Auskultasi suara
skala 4: nafas, catat area
0410 Status yang ventilasinya
pernafasan: menurun atau tidak
kepatenan jalan ada dan adanya
nafas suara tambahan
1. Frekuensi 3. Posisikan untuk
pernafasan meringankan sesak
2. Irama nafas
pernafasan 3320 Terapi Oksigen
3. Kedalaman 1. Pertahankan
inspirasi kepatenan jalan
4. Kemampuan napas
mengeluarkan 2. Berikan oksigen
sekret tambahan seperti
Keparahan yang dianjurkan
0604 respirasi asidosis 3. Konsultasi dengan
akut tenaga kesehatan
1. Penurunan pH lain mengenai
plasma darah penggunaan
2. Hipoksia oksigen tambahan
3. Aritmia selama kegiatan
4. Penurunan level dan atau tidur
kesadaran 3350 Monitor Pernafasan

25
1. Monitor kecepatan,
irama, kedalaman
dan kesulitan
bernafas
2. Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot
bantu nafas dan
retraksi pada otot
supraclaviculas dan
intercosta
3. Perkusi
kesimetrisan
ekspansi paru

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik
akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai
dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya
lebih tinggi dari KAD murni (American Diabetes Association, 2004).
Faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan
ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin

26
yang nyata, yang dapat disebabkan oleh : Insulin tidak diberikan atau diberikan
dengan dosis yang dikurangi, Keadaan sakit atau infeksi, Manifestasi pertama
pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

B. Saran
Semoga mahasiswa atau pembaca mampu memahami isi dari makalah
ini, dan semoga dapat mengembangkan materinya lebih luas lagi.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2004). Diagnosis and classification of diabetes

mellitus. Diabetes care.

27
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume

2. Jakarta: EGC.

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M & Wagner,

Cheryl M. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Keenam.

Elsevier.

Corwin, E. (2012). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB, Rumbak MJ. Diabetic Ketoacidosis and the

hyperglycemic hyperosmolar non ketotic state. In Joslin’s Diabetes Mellitus.

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L & Swanson, Elizabeth.

(2013). Edisi Kelima. Elsevier.

Samijean Nordmark. Critical Care Nursing Handbook. http://books.google.co.id.

Diaskses tanggal 24 Oktober 2018.

Syahputra, MHD. Diabetic ketosidosis. http://www.library.usu.ac.id) diakses

tanggal 24 Oktober 2018.

28

Anda mungkin juga menyukai