ENDOKRIM
OLEH:
KELOMPOK 1 :
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana yang berjudul “”. Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk
menyelesaikan tugas dari ibu KINO SIBORO Amd.Keb SKM
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang penulis miliki sangat kurang, Oleh karena itu penulis mengharapkan para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
1.2 RumusanMasalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Anatomi
2.2 Fisiologi insulin
2.3 Definisi
2.4 Klasifikasi Diabetes
2.5 Etiologi
2.6 ManifestasiKlinis
2.7 PemeriksaanPenunjang
2.8 Penatalaksanaan
2.9 Discharge planning
4.1 Pengkajian
4.2 Diagnosa keperawatan
4.3 Intervensi keperawatan
4.4 Evaluasi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
1.2 RumusanMasalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II TINJAUAN TEORITIS MEDIS
2.1 Pengertian
2.2 Penyeban
2.3 Fatofisiologis
2.4 Gejala klinis
2.5 Pemeriksaan penunjang
2.6 Terapi
2.7 komplikasi
2.8 Discharge planning
3.1 Pengakajian
3.2 Diagnosa keperawatan
3.3 Intervens
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM)
Secara klinis adalah kumpulan dari gangguan metabolisme yang ditandai oleh
tingginya kadar glukosa darah yang abnormal. Keadaan hiperglikemia terjadi akibat resistensi
sel tubuh terhadap aktivitas insulin, defisiensi insulin, atau keduanya. Biasanya dalam
keadaan ini juga terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Diabetes mellitus pada anak bukanlah sebuah kelainan yang sering di temui dalam
praktek klinis sehari - hari prevalensinya hanya 3% di Inggris, dan menurut beberapa literatur
lain hanyalah 2- 5 % dari seluruh populasi, diabetes pada anak melibatkan beberapa faktor
namun kelainan genetis dan kerusakan sel beta pankreas akibat reaksi autoimmun pada islet
sel B pankreas yang mengakibatkan defisiensi yang cukup besar pada produksi insulin
( insulin endogen ).
Faktor utama dalam penyebab diabetes pada anak, kerusakan sel B pulau langerhans
pankreas ini menyebabkan ketergantungan individu secara absolut terhadap insulin dari
luar( insulin eksogen ) “insulin dependent diabetes mellitus” (IDDM)dan kebutuhan akan
pemantauan kadar glukosa darah rutin, serta perubahan pola konsumsi sehari - hari yang
cukup ekstrem.
Menurut WHO, diabetes militus di definisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi
insulin beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya selsel
tubuh terhadap insulin (Depkes, 2008).
1. Kerusakan sel beta akibat autoimmun dan penurunan progresif sekresi insulin.
2. Onset gejala - gejala diabetes.
3. Transient remmision “Honeymoon periode”.
4. Keadaan diabetes yang tetap dengan berbagai komplikasi kronis, dan akut yang
mengancam jiwa
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes tipe ini dikenal juga sebagai diabetes mellitus onset dewasa, namun
pada kasus pediatrik anak maupun remaja anak maupun remaja yang mengidap
biasanya mengalami kelebihan berat badan (obsesitas),namun belum sampai
membutuhkan koreksi insulin eksogen keadan ini diakibatkan resistensi insulin
tingkat sel dan kadang diikuti pula oleh kurangnya sekresi insulin. Diabetes type ini
juga dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes of the young (MODY), Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( NIDDM ). Gambaran diabetes mellitus tipe 2
tidak sejelas diabetes mellitus tipe 1yang biasanya anak tampak sakit dan lelah diikuti
dengan gejala polidipsi dan polisuria, pada kasus diabetes tipe 2 biasanya pasien anak
datang dengan kelebihan berat badan dan seringkali kelelahan akibat dari kekurangan
insulin yang biasanya dalam pemeriksaan diikuti dengan ditemukannya glikosuria.
Riwayat adanya polisuria dan polydipsia biasanya tidak diketemukan. Dewasa ini
menurut beberapa literatur terjadi peningkatan 10 kali jumlah pasien anak dengan
diabetes pada banyak pusat pelayanan diabetes. Pada pasien anak diabetes mellitus
tipe 2 dengan riwayat herediter diabetes mellitus biasanya juga diketemukan
defisiensi insulin hal ini dikenali dengan (MODY) yang membutuh koreksi insulin
dari luar. Pada tipe ini tidak diketemukan adanya kerusakan sel beta pangkreas akibat
autoimun atau terkait (HLA), namun pada tipe ini diketemukan adanya mutasi dari
alel gen yang membentuk sel Beta, dan glukokinase hati. Mutasi pada gen yang
membentuk transporter glukosa yaitu GLUT-2 juga bertanggung jawab dalam proses
perjalanan penyakit diabetes mellitus tipe 2 ini.
Bagian eksokrin pangkreas memproduksi enzim - enzim bersifat basa yang membantu
pencernaan. Bagian endokrin pankreas merupakan bagian kecil dari pangkreas dengan massa
sekitar 1 - 2 % massa pangkreas dengan bentuk granula - granula yang terikat pada acinus
oleh jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah dengan 2 jenis sel yang predominan yaitu
sel A dan Sel B, sel B membentuk 73% - 75% bagian endokrin pankreas merupakan dengan
insulin sebagai hormon utama yang di sekresikan. Sel A membentuk 18 - 20 % massa
endokrin dengan glukagon sebagai hormon sekresi utama, sedangkan sel D membentuk 4 -
6% massa endokrin pangkreas dengan sekresi hormone somatostatin. 1% bagian kecil dari
pangkreas mensekresikan polipeptida pangkreas. Secara khusus tulisan ini hanya membahas
2 hormon regulator kadar glukosa diatas yaitu Insulin dan Glukagon
Secara singkat kerja fisiologis insulin adalah mentransportasi glukosa kedalam sel
otot dan hati terkait dengan kadar glukosa didalam darah, efek kerja insulin berlawanan
dengan glukagon sebuah polipeptida hormone yang dihasilkan pula oleh sel B pangkreas
yang akan memicu proses pembentukan glukosa di dalam hati melalui proses glikolisis dan
glukoneogenesis.
Insulin dilepaskan oleh sel beta pangkreas setelah terjadi transport glukosa oleh
GLUT-2 masuk kedalam sel beta, glukosa yang masuk kedalam sel beta akan mengalami
proses glikolisis oleh glikokinase menjadi glukosa Phospate, yang mengaktifkan
pembentukan Asetyl-Co A masuk kedalam siklus krebbs dalam mitokondria untuk dirubah
menjadi ATP ( Adenosine Tri Phospat ) sehingga meningkatkan jumlah ATP dalam sel hal
ini akan menginkativasi pompa kalium sensitif ATP, lalu menginduksi depolarisasi dari
membran plasma dan voltage dependent calcium channel, menyebabkan influks calcium
extrasel yang merangsang pergerakan cadangan kalsium intrasel sehingga menginduksi
terjadinya pengikatan granula produsen insulin ke membran sel dan pelepasan insulin
kedalam peredaran darah.
5. Kerusakan sel beta akibat autoimmun dan penurunan progresif sekresi insulin.
6. Onset gejala - gejala diabetes.
7. Transient remmision “Honeymoon periode”.
8. Keadaan diabetes yang tetap dengan berbagai komplikasi kronis, dan akut yang
mengancam jiwa
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko
yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2 : usia, obesitas, riwayat
dan keluarga.
2.8 Penatalaksanaan
BAB III
TINJAUAN KASUS
Kasus 1
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun berat badan saat ini 22 kg dibawa ke rumah sakit
oleh orangtuanya. Pada saat dikaji kesadaran anak apatis, turgor lambat kembali, pada saat
diraba daerah ekstremitas terasa dingin dan lembab, frekuensi nadi 128x/m, frekuensi napas
30x/menit, anak tersebut menangis lemah. Riwayat masuk rumah sakit; dibawa ke RS karena
penurunan kesadaran, sebelumnya pasien sering buang air kecil dan merasa haus, nafsu
makan sebelum sakit baik, berat badan sebelum sakit 24 kg, dan tidak ada riwayat sakit berat
sebelumnya. Gula darah puasa 300 mg/dl, Gula darah post pandrial: 573 mg/dl. Klien
direncanakan akan diperiksa kadar HbA1c. Orang tua pasien juga merasa sangat terpukul,
bingung harus bagaimana, dan khawatir dengan kondisi anaknya karena kata dokter
penyakitnya disebabkan karena gangguan fungsi pankreas dan membutuhkan pengobatan
jangka panjang. Bahkan kalau tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat bisa
mengancam keselamatan jiwa.
BAB IV
TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
4.1 PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Identitas Pengkaji
Nama Pengkaji : Ucup Supriadi, M.Kep.,
Ners Tanggal Pengkajian : 14 Januari 2019
Waktu Pengkajian : Pukul 10.00 WIB
2. Identitas Pasien
Nama : An. F Umur : 6 tahun
Tanggal Lahir : 11 Januari 2013
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Kanci, Astanajapura, Kab. Cirebon
Tanggal Masuk RS : 13 Januari 2019
Tanggal Pengkajian : 14 Januari 2019
3. Diagnosa Medis :
Diabetes Melitus
4. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. J Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan Pasien : Ibu Kandung
No. Handphone : 089654182833
B. Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran, sering kencing dan sering merasa haus
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
An. F datang ke IGD RS. Gunung Jati pada tanggal 13 Januari 2019 dengan
diantar oleh orang tuanya dengan keluhan mengalami penurunan kesadaran.
Orang tua pasien mengatakan anaknya pernah masuk rumah sakit karena
penurunan kesadaran dan sebelum masuk rumah sakit anaknya sering buang air
kecil dan merasa haus. Akibatnya orang tua An. F merasa terpukul dan
kebingungan mengenai kondisi anaknya saat ini. Pada saat dilakukan
pengkajian didapatkan hasil Berat badan 22 kg, kesadaran apatis, turgor kulit
tidak elastis, akral teraba dingin dan lembab, anak tampak menangis lemah.
Pada saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil : nadi
128x/menit, Pernafasan 30x/menit. GDS Puasa 300 mg/dl, GDS post pandrial
573 mg/dl..
2. Riwayat kesehatan masa lalu
Kecelakaan : orang tua pasien mengatakan An. F tidak pernah mengalami
kecelakaan.
Pernah dirawat : orang tua pasien mengatakan An. F pernah dirawat karena
keluhan yang sama.
Operasi : orang tua pasien mengatakan An. F tidak pernah operasi.
Alergi : orang tua pasien mengatakan An. F tidak mempunyai riwayat
alergi.
3. Riwayat kesehatan
keluarga orang tua pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
memiliki penyakit yang sama.
D. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
1. Keadaan umum Pasien mengalami penurunan kesadaran dan An. F tampak
menangis lemah.
Kesadaran : Apatis
GCS : 12 ( Eye : 3, Verbal : 4, Motorik : 5 )
Tanda Vital Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 128 kali/menit
Pernafasan : 30 kali/menit Suhu : 37,5 °C
2. Wajah
Inspeksi : Bentuk wajah simestris, pasien tampak menangis lemah.
3. Kepala
a) Inspeksi : bentuk kepala normal, rambut lurus berwarna hitam, tidak
terdapat hidrosefalus maupun mikrosefalus.
b) Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada ketombe pada kulit kepala.
4. Telinga
a) Inspeksi : bentuk telinga simetris, tidak ada serumen maupun cairan
yang keluar dari telinga.
b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada telinga.
5. Mata
Inspeksi : Sklera berwarna putih kekuningan, konjungtiva anemis, pupil isokor.
6. Hidung
a) Inspeksi : Hidung simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung dan
tidak terdapat polip.
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus maksilaris dan frontalis.
7. Mulut Inspeksi : Tidak ada pembengkakan pada gusi, gigi berwarna putih
kekuningkuningan, tidak ada karang gigi, lidah tidak kotor, bibir sedikit kering.
8. Leher
Inspeksi : Bentuk leher simestris, normal (tidak terlalu panjang/pendek, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada deformitas.
9. Dada/thoraks/jantung
a) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada lesi dan hematom.
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, ictus kordis teraba pada ics ke 5
c) Perkusi : Pulmo : sonor, cordis : redup
d) Auskultasi : Tidak terdapat suara nafas tambahan, bunyi jantung
normal S1 dan S2
10. Abdomen
a) Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada hematom
b) Auskultasi : Bising usus 10 kali/menit
c) Palpasi : Tidak ada asites, batas organ teraba : kuadran I (liver),
Kuadran II (lambung), Kuadran III (Usus, ginjal, apendiks), kuadran IV
(rahim, usus, ginjal).
d) Perkusi : Suara perut tympani
11. Genitalia
Orang tua pasien mengatakan An. F tidak mengalami gangguan pada daerah
genitalianya.
12. Rectum
Orang tua pasien mengatakan An. F tidak mengalami gangguan pada daerah
anusnya.
13. Ekstremitas
a) Inspeksi : Kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi, dan tidak ada
polidaktili.
b) Palpasi : Akral teraba dingin dan lembab, kekuatan otot lemah dan
turgornya tidak elastis.
4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar insulin
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke perifer
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan asidosis metabolik
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan sekunder
dari diuresis
4.3 INTERVENSI
4.4 Evaluasi
Masalah Teratasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BEALAKANG
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Demam tifoid ditandai dengan panas berkepanjangan yang
diikuti dengan bakteremia dan invasi bakteri Salmonella typhi sekaligus multiplikasi
ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s
patch (Soedarmo, et al., 2015).
Penyakit ini mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga
dapat menimbulkan wabah. Demam tifoid mulai dikenali sebagai penyakit menular
yang disebabkan oleh bacillus (salmonella) pada tahun 1880 di Amerika serikat.
Wabah penyakit demam typhoid pertama kali muncul di Amerika Serikat pada tahun
1907 yang disebabkan oleh Mary Mallon yang dikenal sebagai karier tifoid yang
sehat, dan dijuluki sebagai “typhoid mary” (filio, et al., 2013).
Demam tifoid terjadi di seluruh dunia, terutama pada negara berkembang
dengan sanitasi yang buruk. Delapan puluh persen kasus tifoid di dunia berasal dari
Banglades, Cina, India, Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan.
Demam tifoid menginfeksi setiap tahunnya 21.6 juta orang (3.6/1.000
populasi) dengan angka kematian 200.000/tahun. Insidensi demam tifoid tinggi
(>100 kasus per 10.000 populasi per tahun) dicatat di Asia tengah, Asia selatan, Asia
tenggara, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia baru)
serta yang termasuk rendah
2.1 PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan
mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala,
kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-
duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
2.2 PENYEBAB
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam,
toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi
usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A,
S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)
2.3 PATOFISIOLOGIS
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari
penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites dan
fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan
tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-
negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi)
yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita
tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)
2.6 TERAPI
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan
secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol
dan 80 mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan
selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Golongan Fluorokuinolon
Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid
toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua
macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S,
2001)
2.7 KOMPLIKASI
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,
bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita
demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan
umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut
jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali
sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis,
endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes
normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita
hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam
hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan
kesadaran
3.3 PERENCANAAN
1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
Berri minum yang cukup
Berikan kompres air biasa
Lakukan tepid sponge (seka)
Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
Pemberian obat antipireksia
Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit
kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari
limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
4.2 SARAN
Sebagai penyusun, kami merasa bersyukur dan bangga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sedemikian rupa, tetapi, makalah ini belumlah sempurna seperti
makalah yang sempurna. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun memohon kritik dan
saran dari para pembaca karena kami sadar tiada hal yang sempurna di muka bumi ini.
DAFTAR PUSTAKA