Puji sukur saya panjatkan kepada TUHAN YME atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul DIABETES MELITUS. Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas persyaratan kenaikan pangkat.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan teman
sejawat yang senantiasa mendukung dan memberi kritik serta sarannya dalam penyusunan
makalah ini sehingga berjalan lancar.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari teman sejawat serta
rekan-rekan pembaca untuk memberikan saran dan masukan yang berguna bagi penulis.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, saya berharap semoga makalah ini membawa
manfaat bagi kita semua.
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
2.1. DEFENISI..........................................................................................................4
2.2. KLASIFIKASI....................................................................................................4
2.3. PREVALENSI....................................................................................................5
2.4. PATOGENESIS.................................................................................................6
2.4.1. DIABETES MELITUS TYPE 1......................................................................6
2.4.2. DIABETES MELITUS TYPE 2......................................................................6
2.5. MANIFESTASI KLINIK...................................................................................6
2.6. KOMPLIKASI...................................................................................................7
2.4.1 PENATALAKSANAAN....................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh
adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau
keduanya.1
tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO
memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes
setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai
8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah
21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka
menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur. 2
Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh meningkatnya
seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan
juga pembuluh darah tungkai bawah. Dengan demikian, pengetahuan mengenai diabetes dan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan
bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
2.2 Klasifikasi
yaitu1 :
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan dari
sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari),
sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal
atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat
normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa
tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan
biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
4
4. DM Gestasional
2.3 Prevalensi
tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO
memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita
diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes
mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia
akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari
bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan
secara teratur.2
5
2.4 Patogenesis
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas sudah
rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih
samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik
terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu
mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis,
sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap
keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima adalah
perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk
antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan
resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak
diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama,
glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat.
Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin
meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase
ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa
yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan
tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan
hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
6
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan
dalam air.8
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.3
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan dalam 250
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan
ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
2.6 Komplikasi
a. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia.
Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-
A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb
7
cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi
untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan
mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping itu
glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect
menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35,
HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa
anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg% tanpa
ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang
mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada
keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana
kadar insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau
GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual,
tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan
kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka,
bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala
b. Penyulit menahun
1. Mikroangiopati
• Retinopati Diabetik
dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi
perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada
8
endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan
besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum
yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang
memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila
sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula
• Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal
2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi
patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan
AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan
kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi
peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik,
nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap
• Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering
dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk
9
2. Makroangiopati
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk
mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi dengan
gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup dengan
menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang
1. Edukasi
masyarakat.
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat
pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan
3. Profil lipid :
10
c) Trigliserida <150 mg/dl
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan
diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas fisik
dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa
pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi
berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian
nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi,
lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan
Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 20-25%
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh
Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat
Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari
Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah pemanis buatan
seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa. Penggunaannya pun dibatasi karena dapat
PROTEIN
Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
11
Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0
mg/kg BB/hari .
Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85 gr/kg BB/hari dan
Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
LEMAK
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100 mg/dl, maka
B. Kebutuhan Kalori
Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan
lain-lain.
Kebutuhan basal :
Koreksi :
umur
• 40-59 th : -5%
• 60-69 : -10%
• >70% : -20
aktivitas
• Istirahat : +10%
12
• Aktivitas sedang : +30%
berat badan
• Kegemukan : - 20-30%
• Kurus : +20-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan
makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.
Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat
(m2).
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi resiko
peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi
lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas
hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini
Aktivitas latihan :
10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat 7-20x.
Lemak
Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda keton yang
terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan asidosis. Latihan
berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja, sedangkan DM
yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu.
13
Progressive, Endurance. Continous maksudnya berkesinambungan dan dilakukan terus-
menerus tanpa berhenti. Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi
dan relaksi secara teratur. Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai
sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan
a. insulin secretagogue :
sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan
Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid,
nateglinid.
b. insulin sensitizers
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada
target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPARγ
c. glukoneogenesis inhibitor
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien
dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.
14
α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar glukosa
darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum
2. Insulin
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial atau
puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang
terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja
pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap
(premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia
yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,
hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir
maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM
Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian
diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO
dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah
atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan
15
terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin
yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam
22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa
keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak
PENCEGAHAN
• Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan
badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan
ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer 6.
• Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak
pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian
penyandang Diabetes.
• Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut. Pada pencegahan
tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi
upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap,
16
mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal,
mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll
17
BAB III
KESIMPULAN
DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor
penyebab, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah secara kronik yang disertai
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh defek sekresi
Diagnosa dini sangatlah penting dalam menentukan prognosis. Karakteristik yang dapat
diambil sebagai tolak ukur dalam mendiagnosis adalah ditemukannya hasil gula darah yangg
abnormal yang diperiksa beberapa kali kecuali disertai gejala klinis yang klasik.
Prinsip penatalaksanaan dari DM adalah mencapai dan mempertahankan kadar gula darah
normal. Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran kadar glukosa darah belum juga
tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Yang bertujuan mencegah terjadinya
komplikasi karena bilamana sudah terjadi komplikasi maka tidak dapat diperbaiki lagi dan
SARAN
Penderita DM sebaiknnya kontrol secara teratur dan tidak putus obat. Edukasi mengenai
pengenalan tanda-tanda terjadinya ancaman komplikasi diberikan selama perawatan dan kontrol
berobat. Edukasi untuk diet dan latihan jasmani agar memperingan intervensi farmakologis. Agar
terapi tepat sasaran perlu dilakukan pemeriksaan kultur luka dan tes resistensi obat agar
dan tekanan darah, bila ada kelainan sebaiknya segera diobati karena akan mempercepat
terjadinya komplikasi.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu penyakit
dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai
penerbit FKUI, 2006; 1857.
2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008 [ diakses
tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id
3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi
pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I
dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.
4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia
2011. Jakarta : PERKENI, 2011
5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Asdie,
A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.
2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006
7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi
Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam
FKUI; 2006; hal. 1920
8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi :
Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa,
Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259
19