PENDAHULUAN
Manifestasi klinis diabetes melitus dapat di golongkan menjadi gejala akut dan
kronik. Gejala akut meliputi banyak makan (poliphagia), banyak minum (polidipsi)
dan banyak kencing (poliuria), mudah lelah, dan bila tidak segera diobati, akan
timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma
diabetik. Sedangkan manifestasi kronik meliputi, kesemutan, kulit terasa panas,
atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata
kabur, biasanya sering ganti kaca mata, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita,
gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, bahkan
impotensi dan para ibu hamil sering mengalami keguguran.4
2
1.3.2 Manfaat Praktis
a. Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat membantu
dalam mengaplikasikan penatalaksanaan kasus gangren diabetikum
pada kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS).
b. Bagi tenaga kesehatan lainnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
menjadi bahan masukan untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan
terutama dalam memberikan informasi atau edukasi kesehatan
berupa upaya pencegahan kepada pasien dan keluarga terutama
untuk kasus gangren diabetikum.
c. Bagi pasien dan keluarga pasien, diharapkan laporan kasus ini dapat
memberikan pemahaman mengenai pentingnya upaya pencegahan
primer sebelum terjadi dan upaya pencegahan sekunder untuk
menghindari komplikasi yang lebih berat apabila sudah terjadi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat mengalami
kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan
normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG adalah wanita yang
hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan
diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih
dari 4 kg .7
4. Diabetes tipe lain
Disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus.
Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin
bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat
mengakibatkan diabetes melitus tipe ini .7
5
3.1.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus
Semua tipe diabetes melitus, sebab utamanya adalah hiperglikemi atau
tingginya gula darah dalam tubuh yang di sebabkan oleh sekresi insulin, kerja dari
insulin atau keduanya .
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu : 7
1. Rusaknya sel-sel β pankreas.
Rusaknya sel beta dapat disebabkan genetik, imunologis atau dari
lingkungan seperti virus. Karakteristik ini biasanya terdapat pada Diabetes Melitus
tipe 1.
2. Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
3. Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer
6
7. Proteolisis, dimana merubah protein dan asam amino dan dilepaskan ke otot.
7
3.1.7 Komplikasi Diabetes Mellitus
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar
non ketotik, dan hiperglikemia (Perkeni,2011).
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah, makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangipati terjadi pada
pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler
ginjal. 10
8
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi: 7
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes melitus
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin
dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien
diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit
makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi yang
dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.
Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Latihan juga dapat
meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida .7
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes melitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
Menurut ADA (2012), ada beberapa pedoman umum untuk melakukan
latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu:
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
9
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
d. Hindari latihan pada saar pengendalian metabolik buruk
4) Terapi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin. Pasien
diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari. Pasien
diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti diabetes secara oral
atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau
bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet .7
5) Monitoring keton dan gula darah
` Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa
darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar kelima dianjurkan
kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah sendiri dapat mencegah
dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia dan
pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk menurunkan risiko komplikasi
dari diabetes melitus.7
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam
yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai
bawah,1 selain itu ada juga yang mendefinisikan sebagai kelainan tungkai kaki
bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi.2
Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai
bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit
yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan
ulkus diabetik karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
10
insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang
sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh
bakteri aerob maupun anaerob yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan
dalam gangren yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan gangren
diabetik.3
3.2.2 Faktor Risiko Kaki Diabetik
1. Usia
Penelitian di Amerika Serikat yang melaporkan bahwa persentase
kaki diabetik paling tinggi pada usia ≥45 tahun, seperti diketahui usia lanjut
biasanya memiliki keterbatasan gerak, penglihatan yang buruk dan masalah
penyakit yang lain. Tubuh mengalami banyak perubahan terutama pada
organ pankreas yang memproduksi insulin dalam darah pada usia ≥45 tahun,
kejadian kaki diabetik sangat tinggi pada usia ini karena fungsi tubuh secara
fisiologis menurun karena proses aging terjadi sehingga penurunan sekresi
atau resistensi insulin dan kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian
glukosa darah yang tinggi kurang optimal serta menyebabkan penurunan
sekresi atau resistensi insulin yang mengakibatkan timbulnya
makroangiopati, yang akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah yang
salah satunya pembuluh darah besar atau sedang pada tungkai yang lebih
mudah untuk terjadinya kaki diabetik.
Kelompok usia terbanyak dalam penelitiannya terdapat pada rentang
usia 45 sampai dengan 59 tahun dan 60 sampai dengan 74 tahun. Usia
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan berkembangnya
peripheral vascular disease, neuropati dan amputasi ekstremitas bawah.
Penelitian hubungan antara usia dengan kejadian penyakit arteri perifer
didapatkan semakin bertambahnya usia proses aterosklerosis makin
bertambah.
11
2. Jenis Kelamin
Review yang didasarkan pada studi penelitian cross sectional pada
251 pasien diabetes melitus, dilaporkan sebanyak 70% dari pasien yang
terkena kaki diabetik adalah laki- laki. Penelitian menunjukkan jenis
kelamin laki- laki mempunyai faktor risiko tinggi terhadap kaki diabetik
Penelitian selanjutnya juga menyebutkan bahwa 84% pasien dengan kaki
diabetik adalah pria dan 15,4% adalah wanita. Penyebab perbedaan
prevalensi kaki diabetik diantara pria dan wanita dalam penelitian lainnya
mengenai kaki diabetik dengan ulkus neuropati dan neuroiskemik antara
lain dapat disebabkan oleh beberapa alasan yaitu: faktor hormonal (adanya
hormon estrogen pada wanita yang dapat mencegah komplikasi vaskuler
yang berkurang seiring bertambahnya usia), perbedaan kebiasaan hidup
seperti kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol pada laki- laki.
3. Lama Menderita Diabetes Melitus
Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita diabetes melitus yang
telah menderita 10 tahun atau lebih dengan kadar glukosa darah tidak
terkendali yang menyebabkan munculnya komplikasi yang berhubungan
dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang
akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya
sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang
sering tidak dirasakan. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menimbulkan
komplikasi yang berhubungan dengan saraf dan aliran darah ke kaki.
Komplikasi pada saraf dan aliran darah ke kaki inilah yang menyebabkan
terjadinya neuropati dan penyakit arteri perifer.
4. Kontrol Glikemik
Kontrol glikemik atau pengendalian glukosa darah pada penderita
diabetes melitus dilihat dari dua hal yaitu glukosa darah sesaat dan glukosa
darah jangka panjang. Pemantauan glukosa darah sesaat dilihat dari glukosa
darah puasa dan 2 jam PP, sedangkan pengontrolan glukosa darah jangka
panjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c. Kadar GDP >100
mg/dl atau GD2JPP >144 mg/dl akan mengakibatkan komplikasi kronik
12
jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler yang salah
satunya kaki diabetik yang berlanjut menjadi ulkus diabetika.
Kadar GDP >100 mg/dl atau GD2JPP >144 mg/dl disebut sebagai
kondisi hiperglikemia, yang jika berlangsung terus menerus menyebabkan
berkurangnya kemampuan pembuluh darah untuk berkontraksi dan
relaksasi, sehingga terjadi penurunan sirkulasi darah terutama pada kaki
dengan gejala, sakit pada tungkai ketika berdiri, berjalan atau beraktivitas
fisik; kaki teraba dingin; kaki terasa nyeri pada waktu istirahat dan malam
hari; telapak kaki terasa sakit setelah berjalan; luka sukar sembuh; tekanan
nadi menjadi kecil atau tidak teraba; perubahan warna kulit, kaki tampak
pucat atau kebiru-biruan ketika dielevasikan.
5. Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai
dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan
fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total dan
trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL. Pada penderita diabetes
melitus juga sering dijumpai adanya peningkatan kadar kolesterol plasma
dan trigliserida, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein)
sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤45mg/dl). Kadar kolesterol total
≥200mg/dl, trigliserida ≥150mg/dl dan HDL≤45mg/dl akan mengakibatkan
buruknya sirkulasi sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta
cedera jaringan yang merangsang reaksi peradangan dan terjadinya
aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan
lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi
jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan
poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
6. Obesitas
13
Obesitas adalah penumpukan lemak di badan secara abnormal atau
berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan seseorang, dikatakan obesitas
apabila Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥23 untuk wanita dan IMT ≥25 untuk
laki- laki. Hal ini akan membuat resistensi insulin yang menyebabkan
aterosklerosis, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah pada kaki yang
dapat menyebabkan terjadinya kaki diabetik. Hasil penelitian menyebutkan
dimana seseorang yang mempunyai berat badan 20 kg melebihi berat badan
idealnya maka berisiko akan terkena kaki diabetik.
Pada obesitas dengan IMT ≥23kg/m2 (wanita) dan IMT ≥25kg/m2
(pria) akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinemia yang dapat
menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga
terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang
menyebabkan tungkai akan mudah terjadi kaki diabetik
7. Hipertensi
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah
merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah.
Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut jantung.
Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung.
Tekanan paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan
paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Ketika
jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding pembuluh
darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan darah
yang tidak normal. Penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis
merupakan gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi. Karena arteri
terhalang lempengan kolesterol dalam aterosklerosis, sirkulasi darah
melewati pembuluh darah menjadi sulit. Ketika arteri mengeras dan
mengerut dalam aterosklerosis, darah memaksa melewati jalan yang sempit
itu, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi. Untuk mengetahui faktor
risiko tekanan darah terhadap kejadian kaki diabetik, maka tekanan darah
14
dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan tekanan darah berisiko menurut
PERKENI yaitu hipertensi (TD >130/80 mmHg) dan tidak hipertensi (TD
≤130/80 mmHg).
Penelitian yang dilakukan di Indonesia didapatkan penderita kaki
diabetik terbanyak adalah dengan hipertensi (38,92%). Penelitian studi case
control di Iowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi 4 kali lebih besar
untuk terjadinya kaki diabetik dengan tanpa hipertensi pada diabetes melitus
tipe 2. Hipertensi (TD >130/80 mmHg) pada penderita diabetes melitus
karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya
aliran darah sehingga terjadi defisiensi vaskuler, selain itu hipertensi dengan
tekanan >130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada
endotel pembuluh darah. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh
terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang
berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan
yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus. Penelitian studi kasus kontrol di
Lowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi 4 kali lebih besar untuk
terjadi ulkus diabetika dengan tanpa hipertensi pada diabetes melitus.
8. Kebiasaan Merokok
Hasil penelitian yang dikutip oleh WHO, pada pasien diabetes
melitus yang merokok mempunyai risiko 3 kali untuk menjadi kaki diabetik
dibanding pasien diabetes melitus yang tidak merokok. Kesimpulannya,
merokok merupakan faktor kuat menyebabkan penyakit arteri perifer yang
mana sudah dibuktikan berhubungan dengan kaki diabetik. Nikotin yang
dihasilkan dari rokok akan menempel pada dinding pembuluh darah
sehingga menyebabkan insufisiensi dari aliran pembuluh darah ke arah kaki
yaitu arteri dorsalis pedis, poplitea dan tibialis menjadi menurun.
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥12 batang per hari
mempunyai risiko 3 kali untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan
dengan penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok
akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi
15
trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase
akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya
aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga
aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan
menurun.
9. Deformitas Pada Kaki
Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan
kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait
biomekanik. Perubahan pada calcaneal pitch menyebabkan regangan
ligamen pada metatarsal, cuneiform, navicular dan tulang kecil lainnya
dimana akan menambah panjang lengkung pada kaki. Perubahan
degeneratif ini nantinya akan merubah cara berjalan (gait), mengakibatkan
kelainan tekanan tumpuan beban, dimana menyebabkan kolaps pada kaki.
Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan tungkai merupakan hasil yang
sering didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal.
10. Riwayat Ulserasi Pada Kaki
Riwayat ulserasi yang ditandai dengan luka terbuka pada permukaan
kulit, nekrosis jaringan karena gangguan peredaran darah ke organ perifer
ditandai dengan menurunnya pulsasi arteri dorsalis pedis dan neuropati
ditandai dengan menurunnya sensasi rasa pada penderita diabetes melitus
tipe 2. Beberapa penelitian mempunyai hasil yang sama bahwa riwayat kaki
diabetik sebelumnya mempunyai faktor risiko terhadap kaki diabetik.
Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa sistem organ
termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon achiles dimana
Advanced Glycosylate Edend Prodructs (AGEs) berhubungan dengan
molekul kolagen pada tendon sehingga menyebabkan hilangnya elastisitas
dan bahkan pemendekan tendon. Akibat ketidakmampuan gerakan
dorsofleksi telapak kaki, dengan kata lain arkus dan kaput metatarsal
mendapatkan tekanan tinggi dan lama karena adanya gangguan berjalan
(gait). Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang
berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya hammer toes,
16
callus, kelainan metatarsal, atau kaki charcot; tekanan yang terus menerus
dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan lunak. Tidak terasanya panas
dan dingin, tekanan sepatu yang salah, kerusakan akibat benda tumpul atau
tajam dapat menyebabkan pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah
aliran darah yang buruk meningkatkan risiko kehilangan anggota gerak pada
penderita diabetes.
17
Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai
meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat
istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial
superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada
rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area
yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat.
2. Kaki Diabetik akibat neuropati3
Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering ditemukan
pada pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik adalah gangguan metabolisme
syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia kronis. Angka kejadian neuropati ini
meningkat bersamaan dengan lamanya menderita penyakit diabetes melitus dan
bertambahnya usia penderita.
a. Neuropati sensorik
Kondisi pada neuropati sensorik yang terjadi adalah kerusakan saraf
sensoris pertama kali mengenai serabut akson yang paling panjang, yang
menyebabkan distribusi stocking dan gloves. Kerusakan pada serabut saraf
tipe A akan menyebabkan kelainan propiseptif, sensasi pada sentuhan
ringan, tekanan, vibrasi dan persarafan motorik pada otot. Secara klinis akan
timbul gejala seperti kejang dan kelemahan otot kaki. Serabut saraf tipe C
berperan dalam analisis sensari nyeri dan suhu. Kerusakan pada saraf ini
akan menyebabkan kehilangan sensasi protektif. Ambang nyeri akan
meningkat dan menyebabkan trauma berulang pada kaki. Neuropati perifer
dapat dideteksi dengan hilangnya sensasi terhadap 10 g nylon monofilament
pada 2-3 tempat pada kaki. Selain dengan 10 g nylon monofilament, dapat
juga menggunakan biothesiometer dan Tunning Fork untuk mengukur
getaran.7
b. Neuropati motorik
Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan
kerusakan motor end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang paling
18
sering terkena dan menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik kaki. Atropi
dari otot intraosseus menyebabkan kolaps dari arcus kaki. Metatarsal-
phalangeal joint kehilangan stabilitas saat melangkah. Hal ini menyebabkan
gangguan distribusi tekanan kaki saat melangkah dan dapat menyebabkan
kallus pada bagian-bagian kaki dengan tekanan terbesar. Jaringan di bawah
kalus akan mengalami iskemia dan nekrosis yang selanjutnya akan
menyebabkan ulkus. Neuropati motorik menyebabkan kelainan anatomi
kaki berupa claw toe, hammer toe, dan lesi pada nervus peroneus lateral
yang menyebabkan foot drop. Neuropati motorik ini dapat diukur dengan
menggunakan pressure mat atau platform untuk mengukur tekanan pada
plantar kaki.7
c. Neuropati otonom
Neuropati otonom menyebabkan sekresi kulit berkurang
menyebabkan kulit akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan
pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya selullitis
ulkus ataupun gangren kering. Neuropati otonom juga menyebabkan
gangguan pada saraf-saraf yang mengontrol distribusi arteri-vena sehingga
menimbulkan arteriolar-venular shunting. Hal ini menyebabkan distribusi
darah ke kaki menurun sehingga terjadi iskemi pada kaki, keadaan ini
mudah dikenali dengan terlihatnya distensi vena-vena pada kaki.
3. Kaki diabetik akibat infeksi
Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap
infeksi daripada orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah
dalam kondisi serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan
diperhatikan penderita.5
Kuman yang paling sering dijumpai pada infeksi ringan adalah
Staphylococcus Aereus dan streptococcal serta isolation of Methycillin-
resstant Staphyalococcus aereus (MRSA), Jika penderita sudah
mendapat antibiotik sebelumnya atau pada ulkus kronis, biasanya
dijumpai juga bakteri batang gram negatif (Enterobactericeae,
enterococcus, dan pseudomonas aeruginosa).
19
DIABETES MELLITUS
Penyakit pembuluh Neuropati otonom Neuropati perifer
darah tepi
Aliran Indera Gerak
Keringat darah raba
Sumbatan Aliran
oksigen, nutrisi,
Resorpsi
antibiotik Kehilangan
tulang Atropi
Kult kering, rasa sakit
pecah Kerusakan
sendi Kehilangan
Luka sulit
sembuh Trauma bantalan
Kerusakan lemak
kaki
Tumpuan berat
yang baru
Sindrom jari biru INFEKSI ULKUS
Gangren
Gangren mayor
AMPUTASI
20
Terjadi malam hari karena perfusi ke tungkai bawah berkurang
sehingga terjadi neuritis iskemik.
e. Pulsasi arteri tidak teraba
f. Atropi jaringan subkutan
g. Kulit terlihat licin dan berkilat
21
Iskemia Neuropati
Setiap orang dapat mengalami masalah pada kaki seperti di bawah ini.
Namun bagi penyandang diabetes dengan kadar gula darah yang tidak terkendali,
masalah kaki ini dapat mengarah kepada terjadinya infeksi dan konsekuensi yang
lebih serius seperti amputasi.6
1. Kalus
Merupakan penebalan kulit yang umumnya terjadi di telapak kaki. Kalus
disebabkan gesekan atau tekanan berulang pada daerah yang sama, distribusi
berat tubuh yang tidak seimbang, sepatu yang tidak sesuai, atau kelainan kulit.
Kalus dapat menjadi berkembang menjadi infeksi.6
2. Kulit melepuh
Dapat terjadi jika sepatu selalu menggesek kaki pada daerah yang sama.
Disebabkan penggunaan sepatu yang kurang pas atau tanpa kaus kaki. Kulit
melepuh dapat berkembang menjadi infeksi. Hal penting untuk menangani kulit
22
melepuh adalah dengan tidak meletuskannya, karena kulit melindungi lepuhan
dari infeksi.6
3. Kuku kaki yang tumbuh ke dalam
Terjadi ketika ujung kuku tumbuh ke dalam kulit dan menimbulkan tekanan
yang dapat merobek kulit sehingga kulit menjadi kemerahan dan terinfeksi.
Kuku kaki yang tumbuh ke dalam dapat terjadi jika anda memotong kuku sampai
ke ujungnya, dapat pula disebabkan pemakaian sepatu yang terlalu ketat atau
trauma kaki karena aktivitas seperti berlari dan aerobik. Jika ujung kuku kaki
anda kasar, gunakan kikir untuk meratakannya.
4. Pembengkakan ibu jari kaki
Terjadi jika ibu jari kaki condong ke arah jari di sebelahnya sehingga
menimbulkan kemerahan, rasa sakit, dan infeksi. Dapat terjadi pada salah satu
atau kedua kaki karena penggunaan sepatu berhak tinggi dan ujung yang sempit.
Pembengkakan yang menimbulkan rasa sakit dan deformitas (perubahan bentuk)
kaki dapat diatasi dengan pembedahan.6
5. Plantar warts
Kutil terlihat seperti kalus dengan titik hitam kecil di pusatnya. Dapat
berkembang sendiri atau berkelompok. Timbulnya kutil disebabkan oleh virus
yang menginfeksi lapisan luar telapak kaki.6
6. Jari kaki bengkok
Terjadi ketika otot kaki menjadi lemah. Kerusakan saraf karena diabetes
dapat menyebabkan kelemahan ini. Otot yang lemah dapat menyebabkan tendon
(jaringan yang menghubungkan otot dan tulang) di kaki memendek sehingga jari
kaki menjadi bengkok. Akan menimbulkan masalah dalam berjalan dan
kesulitan menemukan sepatu yang tepat. Dapat juga disebabkan pemakaian
sepatu yang terlalu pendek.6
23
dapat membuat kuman masuk dan menyebabkan infeksi. Dengan gula darah
anda yang tinggi, kuman akan mendapatkan makanan untuk berkembang
sehingga memperburuk infeksi.6
8. Athlete's foot (kaki atlet)
Disebabkan jamur yang menimbulkan rasa gatal, kemerahan, dan pecahnya
kulit. Pecahnya kulit di antara jari kaki memungkinkan kuman masuk ke dalam
kulit dan menimbulkan infeksi.Infeksi dapat meluas sampai ke kuku kaki
sehingga membuatnya tebal, kekuningan, dan sulit dipotong.6
24
3.2.6 Klasifikasi Kaki Diabetik
Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam lima
derajat menurut Wagner, yaitu;2
Derajat Lesi
Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai
Derajat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah
25
1. Derajat 0
Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau
lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen
primer penyebab ulkus; peripheral vascular disease; kondisi kulit yaitu
kulit kering dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi
hipertropik dan anastesi); terjadi deformitas berupa claw toes yaitu suatu
kelainan bentuk jari kaki yang melibatkan metatarsal phalangeal joint,
proximal interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint. Deformitas
lainnya adalah depresi caput metatarsal, depresi caput longitudinalis dan
penonjolan tulang karena arthropati charcot.2
2. Derajat I
Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan
terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko seperti
deformitas tulang dan mobilitas sendi yang terbatas dengan ditandai adanya
lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit, dasar kulit dapat bersih
atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).2
3. Derajat II
Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda
pada grade I dan ditambah dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus.
Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi. Dasar ulkus dapat bersih
atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon dan tulang
tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal. 2
4. Derajat III
Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya
abses yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat
osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang
mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus sampai ke dasar
tulang, oleh karena itu diperlukan perawatan di rumah sakit karena ulkus
yang lebih dalam sampai ke tendon dan tulang serta terdapat abses dengan
atau tanpa osteomielitis. 2
5. Derajat IV
26
Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih,
gangren dapat pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren
pada ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan salah satu dari dua cara,
yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan perfusi
dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat suatu area
focal dari nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan menimbulkan
peningkatan kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya infeksi atau
peradangan yang terus-menerus. Dalam hal ini terjadi oklusi pada arteri
digitalis sebagai dampak dari adanya edema jaringan lokal. 2
6. Derajat V
Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-
gangren diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah 2
C Partial gangrene
27
3.2.7 Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena
berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk
28
mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi,
menentukan hal yang melatar belakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi
vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan
pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya
pulsasi arteri tungkai dan pedis.5
1. Uji monofilamen
merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif
untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah
mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak
normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen.
Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalahdi sisi plantar
(area metatarsal, tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi
dorsal. 2,5
29
2. Pemeriksaan pulsasi
merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada
penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Pulsasi
arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus dinilai
dan kekuatannya di kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah atau
hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis
teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi aksial normal.
Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri
femoralis superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat
paha namun tidak didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis
posterior. Penderita diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan
infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral
dan poplitea tapi tidak didapatkan pulsasi distalnya. 5,7
30
Gambar 6. Pemeriksaan palpasi dari denyut perifer
31
(misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat
diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan. 5
b. Pemeriksaan Penunjang
32
Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular menjadi pilihan
terapi. 5,6
3.2.8 Penatalaksanaan
1. Umum
Istirahat
Istirahat tempat tidur mutlak pada setiap penderita kelainan kaki
diabetes. Dengan berjalan akan memberi tekanan pada daerah ulkus dan
merusak jaringan fibroblas; sehingga akan menghalangi penyembuhan.
Selain itu setiap tekanan pada luka menciptakan kondisi iskemia pada
daerah yang sakit dan sekitarnya sehingga penyembuhan menjadi semakin
sulit.
33
sistemik karena kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita
malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis.
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satu-
nya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat
selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan
terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat.
Dalam mengelola diabetes mellitus langkah yang harus dilakukan
adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan
kegiatan jasmani. Baru kemudian kalau dengan langkah-langkah tersebut
sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai, dilanjut-kan
dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau pengelolaan
farmakologis.
Perencanaan makanan pada penderita diabetes mellitus masih tetap
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes mellitus,
meskipun sudah sedemikian majunya riset dibidang pengobatan diabetes
dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir.
Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes umumnya
berdasarkan dua hal, yaitu; a).Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi
serat, atau b).Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tidak jenuh berikatan
tunggal.
Sarana pengendalian secara farmakologis pada penderita diabetes
mellitus dapat berupa pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO)3
1. Golongan Sulfonylurea
2. Golongan Biguanid
3. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
4. Golongan Insulin Sensitizing
Antibiotik
Setiap luka pada kaki membutuhkan antibiotik, walaupun demikian
tidaklah berarti pemberian antibiotik boleh dilakukan secara serampangan.
Biakan kuman mutlak harus dilakukan untuk mendapat jenis antibiotik yang
34
sesuai. Dari pengalaman, hampir setiap infeksi menghasilkan biakan kuman
ganda. Dari salah satu penelitian di New England Deaconess Hospital selalu
ditemukan 3 kelompok kuman, yaitu: gram positif coccus, gram negatif
coccus dan kelompok anaerob.
Tampaknya semakin buruk keadaan infeksi, semakin banyak pula jenis
kuman gram negatif. Bila infeksi yang berat ditemukan adanya jenis gram
negatif Proteus, Enterococcus, dan Pseudomonas, prognosis umumnya
buruk. Gas gangren harus dicurigai sebagai tanda adanya infeksi oleh kuman
anaerob. Oleh karena infeksi pada diabetes cenderung untuk cepat
memburuk, pengobatan antibiotik sebaiknya segera dimulai. Pada infeksi
kaki yang memburuk, sebaiknya pilihan antibiotik (sambil menunggu hasil
biakan) ialah pemberian intravena. Dua kelompok kombinasi yang dianggap
baik yaitu kombinasi aminoglikosida, ampisilin dan klindamisin atau
sefalosporin dan kloramfenikol.3
35
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus adalah
kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko
terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar.
Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta
penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat penderita
datang untuk kontrol.7
B. Penanganan Ulkus 2
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat
dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau
penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian
membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang sering
diikuti oleh infeksi sekunder.
36
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu;
Tingkat 0 :
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki
khusus dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang
dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki
terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat
hanya diatasi dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya memerlukan
tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan
pembenahan deformitas.
Tingkat I :
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang
infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
Tingkat II :
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur,
perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
Tingkat III :
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren,
amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik
parenteral yang sesuai dengan kultur.
Tingkat IV :
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian
atau amputasi seluruh kaki.
Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda
asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan
kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan
larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada
37
beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik, dan debridement bedah.
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,
ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan
nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan
residu residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin.
Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena
luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu
proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan
untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis debridemen
yang paling cepat dan efisien.
Tujuan debridemen bedah adalah untuk.
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi lokal
Tindakan Bedah
Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat
kelas I (elektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV
(emergency).(53) Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat
deformitas, seperti pada kelainan spur tulang, hammer toes atau bunions. Tindakan
bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus
berulang pada pasien yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang
38
dilakukan adalah melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon.
Tindakan bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan
konservatif. Contoh tindakan bedah kuratif adalah bila tindakan endovaskular
(angioplasti dengan menggunakan balon atau atherektomi) tidak berhasil maka
perlu dilakukan bedah vaskular.
Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Pada keadaan ini
jaringan tulang mati dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus diangkat, sinus
dan rongga mati harus dihilangkan. Prosedur bedah ditujukan untuk menghilangkan
penekanan kronis yang mengganggu proses penyembuhan. Tindakan tersebut dapat
berupa exostectomy, artroplasti digital, sesamodectomy atau reseksi caput
metatarsal. Tindakan bedah emergensi paling sering dilakukan, yang diindikasikan
untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi. Tindakan bedah emergensi
dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik. Dari sudut pandang
seorang ahli bedah, tindakan pembedahan ulkus terinfeksi dapat dibagi menjadi
infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1 dan 2) dan infeksi yang
mengancam tungkai (grade 3 dan 4).
Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridement dilakukan dengan
tujuan untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan jaringan
yang menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk
mengambil sampel kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai
adanya gas gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,
mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari
infeksi kaki pada pasien diabetes melitus adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren.
Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa
amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang
mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat
mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan. Indikasi
amputasi pada kaki diabetika :7
a. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas
b. Infeksi yang tidak bisa dikendalikan
c. Ulkus resisten
39
d. Osteomielitis
e. Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,
f. Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil
g. Trauma pada kaki
h. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati
40
g. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat
3.2.10 Prognosis
41
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. R
b. Umur : 53 tahun
c. Tanggal Lahir : 22 Juli 1966
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Alamat : Jalan Iswayudi RT 017/004 ilir Timur II
Kalidoni Palembang Sumatera Selatan
h. No. Med Rec/ Reg : 59.94.52
i. Tanggal masuk RS : 9 April 2019
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Luka yang semakin melebar pada kaki kiri dan kanan.
42
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit kencing manis + sejak 3 tahun yang lalu dan jarang kontrol
ke dokter.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Gizi : cukup
Dehidrasi : tidak ada
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20kali per menit, thoracoabdominal
Suhu : 36,5o C
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 152 cm
43
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), pigmentasi normal, turgor baik, ikterus (-),
sianosis (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), bintik-bintik perdarahan pada kulit
(-), pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-), deformitas
(-)
Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra
pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke
segala arah baik, lapangan penglihatan luas.
Hidung
Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-).
Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan
processus mastoideus (-).
Mulut
Pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah kering (-), tepi lidah hiperemis (-),
lidah tremor (-), atrofi papil(-), stomatitis(-), rhagaden(-), bau pernapasan khas (-).
44
Leher
Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk(-)
Dada
Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-),
petekie (-)
Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing
(-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri linea
mid clavicula sinistra
Auskultasi : HR 82 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien
tidak teraba.
Perkusi : thympani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan
45
Extremitas atas :
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat,
clubbing finger (-).
Extremitas bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema pretibial (-/-),
jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-), turgor
kembali cepat. Tampak gangren pada lateralis digiti I-V pedis sinistra yang
menyebar ke dorso pedis ukuran ± 6 x 7cm, nyeri(-), pus(+). Tampak gangren pada
lateralis digiti I-V pedis dextra yang menyebar ke dorso pedis ukuran ± 8 x 12cm,
nyeri(-), pus(+).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 9 April 2019)
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Hemoglobin 7,7 g/dL 12 – 16 g/dL
2 Hematokrit 21,7 vol% 37 – 47 vol%
3 Leukosit 21.000/mm3 5.000-10.000/mm3
4 Trombosit 527.000/mm3 150.000 - 440.000/mm3
5 Hitung jenis
Basofil 0 1-3 %
Eosinofil 0.1 0-1 %
Neutrofil 87.2 40-70 %
46
7 Faktor 10 <15
Pembekuan/CT
8 Faktor 3 <6
Pendarahan/BT
9 BSS Stick 516 70-140 mg/dL
10 Ureum 12.5 4.5-6.3
11 Creatinine 29 10-50
12 Asam Urat 7.7 2-7 mg/dL
10 Natrium 129 135-140
11 Kalium 3.9 3.5-5.5
Urine Rutin
Makroskopis
12 Warna Kuning Kuning
13 Kejernihan Jernih Jernih
14 Berat Jenis 1.010 1.005-1.030
15 pH 6 4.5-7.5
16 Protein Urine POS (+) Negatif
17 Glukosa Urine POS (++++) Negatif
18 Nitrit Negatif Negatif
19 Keton POS (+) Negatif
20 Bilirubin Negatif Negatif
21 Urobilinogen Negatif Negatif
Sedimen
22 Epitel 4 1-15
23 Leukosit 3-5 <5
24 Eritrosit 2-4 >3
25 Silinder Negatif
26 Kristal Negatif
27 Bakteri Lain- lain Negatif Negatif
47
Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 11 April 2019)
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 BSS Stick 520 70-140
48
7 Gulas Darah Sewaktu 36 70-140
Pemeriksaan Radiologi
Hasil :
Pada pemeriksaan foto thorax PA
Cor tidak membesar
Corakan bronkovaskular normal
Tidak tampak infiltrat
Diafragma kanan dan kiri licin
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip
Tulang – tulang intak
Soft tissue baik
49
Kesan : Radiologis tidak tampak kelainan Thorax PA
Hasil :
Pada pemeriksaan foto pedis dextra AP-OBL didapatkan :
Bentuk dan struktur tulang normal
Permukaan dan sela sendi baik
Tidak tampak lesi litik dan sklerotik
Tidak tampak garis fraktur
Soft tissue baik
Kesan : Radiologi tak tampak kelainan pedis dextra ap-obl, Fraktur (-),
Dislokasi (-).
50
Hasil :
Pada pemeriksaan foto pedis sinistra AP-OBL didapatkan :
Bentuk dan struktur tulang normal
Permukaan dan sela sendi baik
Tidak tampak lesi litik dan sklerotik
Tidak tampak garis fraktur
Soft tissue baik
Kesan : Radiologi tak tampak kelainan pedis sinistra ap-obl, Fraktur (-),
Dislokasi (-).
DIAGNOSIS BANDING
Gangrene Diabetikum
Burger Disease
Trombophlebitis superficial
DIAGNOSIS KERJA
Gangren Diabetikum pedis bilateral ec Diabetes Mellitus type II + Anemia
51
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis
Istirahat
Kontrol kadar gula darah dengan diet DM, insulin, atau obat anti
diabetic
Kompres/rendam dengan air hangat (jangan dengan air panas atau
dingin)
Farmakologis
IVFD NaCl 0,9% gtt kocor 1 kolf kemudian dilanjutkan dengan gtt
xxx x/m makro
Inj. Lanzoprazole 2 x 30 mg
Sucralfate syr 500 mg/5 mL 3x1
Inj. Cefotaxime 2 x 1 gram (skin test)
Paracetamol tab 2 x 500 mg
Pronalges Supp 2 x 1
Novorapid 3x 8 IU
Levemir 1x 10 IU
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
52
FOLLOW UP
53
Tanggal 11 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 100/60 mmHg
Nadi 86 x/menit
Pernapasan 20x/ menit
Temperatur 36,3 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-
, gangren pedis sinistra dan dextra
54
Tanggal 12 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 140/80 mmHg
Nadi 80 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-
, gangren pedis sinistra dan dextra
55
Rencana - Pantau Gula darah
56
Tanggal 14 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 130/80 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,3 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-
, gangren pedis sinistra dan dextra
57
Tanggal 15 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,8 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-
, gangren pedis sinistra dan dextra
58
Konsul penyakit dalam
- IVFD NaCl 0,9% gtt xx x/m
- Inj. Lanzoprazole 1x 30 mg
- Inj. Nevorapid 3 x 12 IU
- Inj. Levemir 1 x 14 IU
- Sucralfate syr 500 mg/5 mL 3x1
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Inf. Metronidazole 3x500mg/100ml (vial)
Rencana - Pantau Gula darah
- Cek laboratorium jika Hb < 8 mg/dL lakukan
tranfusi PRC
- Cek laboratorium kultur dan ressistensi antibiotik
- Tidak boleh makan dan minum karena akan
dilakukan bius spinal untuk Profasciotomy +
Necrotomy
- Kateter terpasang
59
Tanggal 16 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan berkurang
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-
, gangren pedis sinistra dan dextra
60
Tanggal 17 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan berkurang
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-
, gangren pedis sinistra dan dextra
61
Tanggal 18 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan berkurang
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 130/80 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-
, gangren pedis sinistra dan dextra
62
Tanggal 19 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan berkurang
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-
, gangren pedis sinistra dan dextra
63
Tanggal 20 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan berkurang
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-
/-, gangren pedis sinistra dan dextra
A Gangren Diabetikum pedis bilateral ec Diabetes
Mellitus type II
P - IVFD NaCl 0,9% gtt xx x/m
- Inj. Lanzoprazole 1x 30 mg
- Inj. Nevorapid 3 x 10 IU
- Inj. Levemir 1 x 10 IU
- Sucralfate syr 500 mg/5 mL 3x1
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Inf. Metronidazole 3x500mg/100ml (vial)
Rencana - Pantau Gula darah
64
Tanggal 21 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan berkurang
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-
/-, gangren pedis sinistra dan dextra
- Lanzoprazole tab 1x 30 mg
- Inj. Nevorapid 3 x 10 IU
- Inj. Levemir 1 x 10 IU
- Sucralfate syr 500 mg/5 mL 3x1
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Cefixime tab 2x200 mg
- Vipalbumin 2x1 tab
Rencana - Pantau Gula darah
65
Tanggal 22 April 2019
S Nyeri pada luka kaki kiri dan kanan berkurang
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-
/-, gangren pedis sinistra dan dextra
- Lanzoprazole tab 1x 30 mg
- Inj. Nevorapid 3 x 10 IU
- Inj. Levemir 1 x 10 IU
- Cefixime tab 2x200 mg
- Vipalbumin 2x1 tab
- Ketoprofen 2x50 mg
- GV per 2 hari ( Burnazin + Allowyn + spon)
Rencana - Rencana Pulang
66
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang perempuan Ny. R datang dengan keluhan luka yang semakin melebar pada
kaki kanan dan kiri..+ 1 bulan SMRS pasien mengeluh adanya luka pada kaki kiri
dan kanan akibat tersiram air panas. Luka terasa nyeri (+), nanah(+), bengkak (+)
di sekitar luka. Pasien menyangkal mengeluh demam semenjak timbul luka pada
kaki kiri.+ 7 hari SMRS, pasien mengeluh nyeri luka pada kaki kiri dan kanan yang
semakin memberat sehingga tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien
juga mengeluhkan sering terbangun dimalam hari untuk BAK (+) : 5-6 kali/ malam,
mudah merasa haus (+) dan nafsu makan meningkat (+). Pasien kemudian dibawa
ke IGD RS Muhammadiyah Palembang.
Gejala klinis yang juga terjadi pada pasien ialah sering merasa lapar
sehingga lebih banyak makan (polifagia), mudah haus (polidipsi), sering buang air
kecil (poliuria). Polifagia, polidipsi, dan poliuria merupakan gejala klasik dari
diabetus melitus. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit menahun yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Apabila kondisi ini
dibiarkan tidak terkendali maka akan terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler jangka panjang baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
Pada Pasien didapati usia 50 tahun. Usia sangat erat kaitannya dengan
terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka
prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Proses menua
yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis,
fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat
jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah sel beta
pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan target yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar
67
glukosa.
Pada pemeriksaan fisik . Tampak gangren pada lateralis digiti I-V pedis sinistra
yang menyebar ke dorso pedis ukuran ± 6 x 7cm, nyeri(-), pus(+). Tampak gangren
pada lateralis digiti I-V pedis dextra yang menyebar ke dorso pedis ukuran ± 8 x
12cm, nyeri(-), pus(+).. Pada penderita diabetes mellitus tipe II terjadi reaksi yang
berujung pada kurangnya vasodilatasi akan mengakibatkan aliran darah ke saraf
menjadi menurun. Sehingga sensasi nyeri akan berkurang atau hilang sama sekali
dan berefek terhadap kaki penderita akan mudah terluka tanpa penderita sadari.
Proses timbulnya gangren diabetik pada kaki dimulai dari edema jaringan lunak
pada kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau didaerah kaki kering, atau
pembentukan kalus. Jaringan yang terkena awalnya berubah warna menjadi
kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian jaringan akan mati, menghitam
dan berbau busuk. Rasa sakit pada waktu cidera tidak akan terasa oleh pasien yang
rasa kepekaannya telah menghilang dan cidera yang terjadi bisa berupa cidera
termal, cidera kimia atau cidera traumatik. Tanda-tanda pertama pada gangren
adalah keluar nanah, dan kemerahan.Gangren adalah rusak dan membusuknya
jaringan, daerah yang terkena gangren biasanya bagian ujung- ujung kaki atau
tangan. Gangren kaki diabetik luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi dipembuluh darah sedang atau besar
ditungkai. Luka gangren merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti oleh setiap penderita DM. Berdasarkan kriteria klasifikasi kaki diabetikum
neurut wagner pada kasus didapati derajat II, karena Ulkus dalam mengenai tendo
sampai kulit dan tulang yang dilihan dari hasil rotgen.
Pada pasien ini diberikan terapi untuk kaki diabetiknya juga untuk penyakit
dasarnya yaitu DM tipe 2. Penatalaksanaan penyakit DM pada pasien ini berupa
pengaturan makanan dengan diet DM untuk mencukupi kebutuhan kalori pasien,
68
mempertahankan berat badan pasien dan mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal.
Pasien juga diberikan injeksi insulin Rapid Acting yaitu Noporamid 3x 8IU
& long Acting insulin yaitu Levemir 1x10 IU. Penggunaan insulin kerja cepat dan
kerja lama berguna untuk mengendalikan glukosa darah basal dan prandial. Insulin
kerja cepat digunakan untuk mengendalikan glukosa darah sesudah makan dengan
onset kerja 4-8 jam yang diberikan 30 menit sebelum makan dan insulin kerja lama
digunakan sebagai maintenance terhadap kadar insulin karena memilki onset kerja
12-24 jam sehingga hanya diberikan satu kali sehari.
69
dan necrotomy pada tanggal 15 April 2019 diberikan injeksi antibitotik spektrum
luas golongan sefalosporin generasi ketiga Cefoperazone 2x 1 gram.
70
ginjal karena hiperglikemia kronis dan akibat terbentuknya advanced glycation end
products ( AGEs). Yang akhirnya menyebabkan anemia pada pasien.
Pada pasien Ny.R dilakukan konsultasi ke bagian bedah yang bertujuan untuk
wound control yaitu pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur.
Pasien ini direncanakan dilakukan profasciotomy dan necrotomy serta debridement
untuk membantu mengurangi jaringan nekrotik untuk membantu mengurangi
produksu pus/cairan dari ulkus/gangrene. Pada pasien ini berdasarkan luas luka dan
gangrene yang dialaminya termasuk kliteria Wagner II.Berdasarkan pembagian
kaki diabetik oleh Wagner, maka tindakan pengobatan atau pembedahan luka dapat
ditentukan sebagai berikut:
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini,
sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
71
signifikan suntikan vitamin C subkutan disekitar luka insisi dermal berefek
meningkatkan kepadatan kolagen. Hal ini disebabkan sintesa kolagen memerlukan
vitamin C yang berperan sebagai kofaktor untuk enzim Prolil dan Lisil hidroksilase
pada reaksi hidroksilasi yang akan mengubah Prolin dan Lisin pada prokolagen
menjadi Hidroksiprolin dan Hidroksilisin pada fibroblast dalam proses sintesa
kolagen. Pada tingkat sel dalam hal ini pada sel-sel dermis, vitamin C meregulasi
dan menstabilkan transkripsi gen mRNA prokolagen dalam proses pembentukan
kolagen. Diketahui bahwa kekuatan dan integritas luka secara mekanik ditentukan
olek kuantitas dan kualitas deposit kolagen yang terbentuk. Pada penelitian ini
dapat dibuktikan bahwa pemberian suntikan vitamin C secara subkutan disekitar
luka insisi dermal efektif terhadap pembentukan kolagen yang lebih padat pada
proses penyembuhan luka.
Pada pasien ini kadar glukosa darah yang tinggi dalam tubuh secara
perlahan mampu merusak selaput filtrasi, karena glukosa akan bereaksi dengan
protein sehingga mmapu mengubah struktur dan fungsi sel termasuk membrane
basal glomerulus. Lapisan penghalang protein yang rusak akan mengakibatkan
terjadinya kebocoran protein ke urine (albuminuria). Hal ini menyebabkan
gangguan fungsi ginjal. Hal ini ditandai aleh protein urine POS +++ dan glukosa
urine POS +. Sehingga pada pasien ini diberiakn vipalbumin yaitu suatu suplemen
yang membantu untuk meningkatkan kadar albumin.
BAB V
PENUTUP
72
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:
Telah dilaporkan seorang pasien, Ny.R, umur 53 tahun, datang dengan
keluhan utama luka di bagian kaki kiri dan kanan ± 1 bulan yang lalu.
Luka tidak sembuh makin hari bertambah berat sejak 4 hari yang lalu.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien di
diagnosis dengan gangren diabetikum regio pedis sinistra dan dextra et
causa DM type II dan termasuk dalam wagner derajat II + Anemia
Pasien diterapi dengan cara memperbaiki keadaan umum dan nekrotomi
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan antara lain:
Pada pasien ini disarankan untuk melakukan perawatan kaki pressure dan
educational control.
DAFTAR PUSTAKA
73
1. Sudoyo, Aru W. Et all. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed
5. Jakarta: Interna Publishing.
2. Omer Aziz, Sanjay Purkayastha. 2009. Hospital Surgery Foundations In
Surgical Practice. New York. Cambridge University
3. Holzheimer RG, Mannick JA. 2001. Surgical Treatment: Evidence-Based
and Problem-Oriented. Munich: Zuckschwerdt
4. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong.2004.Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Jakarta :
EGC
5. Edmonds M E, Foster A V M, Sanders L J. 2004. A practical manual of
Diabetic foot care. USA : Blackwell Publishing.
6. PERKENI. 2011. Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus
tipe 2 di Indonesia.
7. ADA. 2012. Standart of Medical Care in Diabetes 2012. Diabetes Care,
35(1). care.diabetesjournals.org
8. Riskesdas 2013. Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional 2013. Badan
Penelitian & Pengembangan kesehatan DepKes RI.
9. Riset Kesehatan Dasar. 2007. Penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia
dalam http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/diabetes melitus.
10. PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Tipe 2
di Indonesia. PERKENI : Jakarta.
11. A. Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I: Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. p: 519-520.
74