Anda di halaman 1dari 70

Pembimbing: dr.

Dhevariza Sp, OT
Disusun Oleh: Ziky Jiwatama (406152090)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Periode 13 Februari 2017 – 22 April 2017
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
 Nama : Ny. IBU
 Usia : 49 tahun
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : KP Kreteg

 Tanggal Pemeriksaan : 9 Maret 2017


 Auto Anamnesis pada pasien dilakukan di IBS pada tanggal 9 Maret 2017
 Keluhan Utama : Nyeri pada tungkai bawah kiri

 Keluhan Tambahan : tungkai bawah susah untuk digerakkan


 Os datang ke poli orthopedi dengan keluhan rasa nyeri di tungkai bawah
kiri sejak ± 3 hari SMRS. Selain nyeri pasien juga mengeluhkan sangat
terbatas sekali pergerakan pada tungkai bawah kiri dan paha kiri terlihat
lebih bengkak. Sebelumya pasien mengaku terjatuh terpeleset posisi
miring dengan bagian kiri berada di bagian atas. Saat terjatuh terpeleset
bagian paha kiri tertimpa oleh ember berisi air yang dibawanya.
 Sesaat setelah trauma pasien mengatakan masih bisa digunakan untuk
berjalan namun pincang dengan bertumpu pada tungkai bawah kanan.
Pasien menyangkal pernah membawanya ke tukang urut.
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda-Tanda Vital
 Tekanan Darah : 140/90 mmHg
 Nadi : 85x /menit
 Respirasi : 20x /menit
 Suhu : 36.7°C
 Nyeri : 4-5
Superior Inferior

Akral hangat +/+ +/+↑

Oedem -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Gerak (Aktif-pasif) +/+ +/terbatas karena nyeri

Refleks Fisiologis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Patologis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

CRT <2”/<2” <2”/<2”


Dextra Sinistra

Atas : sama seperti warna kulit sekitar, Atas : hematom (+),


hematom (-) Bawah : sama seperti warna Bawah : sama seperti warna kulit sekitar,
Perubahan Warna kulit
kulit sekitar, hematom (-), Kaki : sama hematom (-), Kaki : sama seperti warna kulit
seperti warna kulit sekitar, hematom (-) sekitar, hematom (-)

Bengkak Atas/bawah/kaki/ : -/-/- Atas: (+), bawah/kaki :-/-

Deformitas Atas/bawah/kaki/ : -/-/- Atas/bawah/kaki/ : -/-/-

Luka (terbuka/tertutup) Atas/bawah/kaki/ : -/-/- Atas/bawah/kaki/ : -/-/-

Perdarahan Atas/bawah/kaki/ : -/-/- Atas/bawah/kaki/ : -/-/-


Dextra Sinistra

Nyeri tekan Atas/Bawah/Kaki : -/-/- Atas/Bawah/Kaki : +/+↓/+↓

A. poplitea : (+) reguler, isi dan tegangan cukup A. poplitea : (+) reguler, isi dan tegangan cukup
A. tibialis posterior A. tibialis posterior
Pulsasi (+) reguler, isi dan tegangan cukup (+) reguler, isi dan tegangan cukup
A. dorsalis pedis (+) reguler, isi dan tegangan A. dorsalis pedis (+) reguler, isi dan tegangan
cukup cukup

Sensibilitas Raba/suhu/nyeri : Atas/bawah/kaki/ : +/+/+ Raba/suhu/nyeri : Atas/bawah/kaki/ : +/+/+

Krepitasi Tidak ditemukan Sulit dinilai


Dextra Sinistra

Gerak (aktif-pasif) + Terbatas

articulatio coxae: exorotasi (+),


articulatio coxae
endorotasi (+),abduksi (+), adduksi (+),
pergerakan sendi terbatas karena
fleksi (+), ekstensi (+)
nyeri
articulatio genu: fleksi (+), ekstensi (+)
ROM articulatio genu
articulatio talocruralis
pergerakan sendi terbatas karena
exorotasi (+), endorotasi (+), dorsofleksi
nyeri
(+), plantarfleksi (+), abduksi (+),
articulatio talocruralis
adduksi (+)

Nyeri sumbu - Sulit dinilai


Dextra Sinistra

Pain Atas/Bawah/Kaki : -/-/- Atas/Bawah/Kaki : +/+↓/+↓

Pallor Atas/Bawah/Kaki : -/-/- Atas/Bawah/Kaki : +/-/-

Pulslessness Atas/Bawah/Kaki : -/-/- Atas/Bawah/Kaki : -/-/-

Parestesia Atas/Bawah/Kaki : -/-/- Atas/Bawah/Kaki : -/-/-

Paviness Atas/Bawah/Kaki : -/-/- Atas/Bawah/Kaki : -/-/-


 Perempuan berusia berusia 49 tahun dating dengan keluhan nyeri pada tungkai
bawah kiri sejak 3 hari SMRS disertai keterbatasan gerakan pada tungkai bawah
kiri, bengkak, riwayat jatuh terpeleset dan tertimba ember berisi air.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal, dengan skala nyeri 4-5
 ekstremitas: akral lebih hangat-sinistra; gerak aktif/pasif terbatas-sinistra
 Look: hematom (+),bengkak(+) a/r femur sinistra
 Feel: nyeri tekan (+) a/r femur sinistra, krepitasi sulit dinilai
 Movement: gerak aktif pasif terbatas, ROM sendi coxae dan genu terbatas
 Tanda compartement syndrome: pain (+), palor (+)
 X-ray ekstremitas inferior regio femur sinistra AP dan Lateral
 Fraktur diafisis femur sinistra 1/3 proximal
 Fraktur komplit
 Dengan pergeseran distal kearah medial
 Dengan pemendekan
 ORIF
 Ad Vitam : Bonam

 Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam

 Ad Sanationam : Bonam
 Merupakan tulang terpanjang dan terkeras
 Bagian atas
 Bersendi dengan acetabulum  articulatio coxae
 Caput (terdapat fovea capitis), collum, trochanter major, dan trochanter
minor
 Bagian corpus
 Bagian anterior lebih licin daripada posterior
 Linea asoera melebar  superior dan inferior
 Bagian bawah
 Dengan tibia dan patella  articulatio genu
 Condylus medialis dan lateralis (dipisahkan oleh incisura intercondylaris)
 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya
disebabkan oleh rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang
 Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas jaringantulang femur
 High energy trauma
 Energi yang cukup besar biasanya disebabkan oleh KLL kendaraan
bermotor, trauma olahraga kecepatan, jatuh dari tempat tinggi, luka
tembak
 Low energy trauma
 Trauma ringan pada orang dengan osteoporosis, metastasis tulang,
mengkonsumsi kortikosteroid lama
 Stress fracture
 Trauma tekanan yang berulang  pada atlet dan militer
 Nyeri
 Ketidak mampuan untuk menggerakkan kaki
 Deformitas
 Bengkak
 Sebelum melakukan penanganan pada suatu fraktur, perlu dilakukan
pertolongan pertama pada penderita seperti pembebasan jalan nafas,
penilaian ventilasi, menutup luka dengan verban steril, penghentian
perdarahan dengan balut tekan dan imobilisasi fraktur sebelum diangkut
dengan ambulans.
 Penderita dengan fraktur multipel biasanya datang dengan syok
sehingga diperlukan resusitasi cairan dan transfusi darah serta
pemberian obat anti nyeri
 Recognition
 mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis, pemeriksaan klinis dan
radiologis.
 Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
 Reduction
 Posisi yang baik adalah alignment dan aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah
kontak minimal 50% dan overriding <0,5 inchi pada fraktur femur.
 Retention
 immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction.
 Rehabilitation
 mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin
1. Fraktur collum femur
2. Fraktur trokanterik
3. Fraktur subtrokanterik
4. Fraktur diafisis
5. Fraktur suprakondiler
6. Fraktur kondiler
 Sering ditemukan pada wanita terutama usia diatas 60 tahun
 Mekanisme trauma: kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang tak terlalu
tinggi seperti terpeleset (panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi)
 Klasifikasi:
 Hubungan dengan kapsul
▪ Ekstrakapsular
▪ Intrakapsular
 Lokasi
▪ Sub-kapital
▪ Trans-servikal
▪ Basis collum
 Tatalaksana awal adalah dengan menagani nyeri dan pembidaian
 Jika operasi kemungkinan ditunda, femoral nerve blok dapat berguna
 Tatalaksana non-operatif biasanya pada garden stages I dan II yang tidak
ada pergeseran  biasanya bisa menyatu sendiri tapi tetap berisiko
 Indikasi lain untuk non-operatif adalah cedera lama pada garden 1,
dimana pasien bisa berjalan seperti biasa dalam beberapa minggu
 Operasi wajib dilakukan pada pasien usia muda apalagi dengan interupsi
suplai darah; pada pasien tua dilakukan segera operasi untuk
mengurangi komplikasi
 General: DVT, Emboli patu, pneumonia, ulkus dekubitus
 Avaskular necrosis
 Non-union
 Oasteoarthritis
 Fraktur daerah trokanter biasa juga disebut fraktur trokanterik
(intertrokanterik) adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter
mayor dan minor
 Fraktur trokanterik terjadi bila penderita jatuh dengan trauma langsung
pada trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir
 Gambaran klinis:
 Penderita dengan riwayat trauma pada daerah femur proksimal.
 Pada pemeriksaan didapatkan pemendekan anggota gerak bawah
disertai rotasi eksterna
 Tipe I
 Fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran
 Tipe II
 Fraktur melewati trokanter mayor dan minor disertai pergeseran
trokanter minor
 Tipe III
 Fraktur yang disertai dengan fraktur kominutif
 Tipe IV
 Fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur
 Dengan tata laksana konservatif, untuk fraktur jenis ini memiliki kecenderungan
uniti yang tinggi, tapi demi mendapatkan posisi terbaik dan kefektifan waktu bagi
pasien untuk aktif lagi  fiksasi internal
 Tatalaksana non-operatif (traksi di tempat tidur) biasanya hanya untuk grup kecil
yang terlalu sakit untuk mendapat anestesi
 Reduksi fraktur pada fracture table yang menyediakan posisi sedikit traksi dan
rotasi internal; dipandu dengan x-ray;fraktur difiksasi dengan angled device
(sliding screw yang memiliki penghubung dengan plate atau paku intramedular)
 Posisi baut harus tepat; kira-kira di tengah caput femoralis; <25 mm dari apeks
dari caput femur; bagian bawah harus cukup panjang untuk 4 baut dibawah
fraktur.
 Jika closed reduction tak memungkinkan, digunakan open reduction
 Fiksasi gagal
 Non-union
 Malunion
 Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat
trauma yang hebat
 Gambaran Klinis:
 Anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna, memendek dan
ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai
nyeri pada pergesekan.
 Traksi dapat menolong mengurangi kehilangan darah dan nyeri
 Open reduction and internal fixation merupakan pilihan; menggunakan 2
tipe implant:
 Paku intramedular dengan baut inteloking proksimal
 platum dan baut hip 95 derajat
 Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada setiap umur, biasanya karena
trauma hebat misalnya kecelakaan lalu lintas atau trauma lain misalnya
jatuh dari ketinggian
 Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang
femur, tetapi juga dapat berkibat buruk karena dapat menarik fragmen
fraktur sehingga bergeser
 Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor
ganas
 Fraktur diafisis femur sering disertai dengan perdarahan masif yang
harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok
 Mekanisme trauma
 Fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki melekat erat
pada dasar sambil terjadi putaran yang diteruskan pada femur.
 Fraktur yang bersifat transversal dan oblik terjadi karena trauma
langsung dan trauma angulasi
 Gambaran klinis
 Penderita pada umumnya dewasa muda.
 Ditemukan pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas berupa
rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan mungkin datang dalam
keadaan syok
 Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus
femur dan batas metafisis dengan diafisis femur
 Mekanisme trauma
 Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan
aksial dan putaran.
 Gambaran Klinis
 Berdasarkan anamnesis ditemukan riwayat trauma yang disertai
pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler.
 Pada pemeriksaan mungkin ditemukan adanya krepitasi
 Klasifikasi
 Tipe I; Fraktur kondilus dalam posisi sagital
 Tipe II; Fraktur dalam posisi koronal dimana bagian posterior kondilus
femur bergeser
 Tipe III; Kombinasi antara sagital dan koronal
 Gambaran Klinis
 Terdapat trauma pada lutut disertai nyeri dan pembengkakan.
 Mungkin ditemukan krepitasi dan hemaartrosis sendi lutut
 Keuntungan
 Cocok untuk tulang panjang karena merupakan load-sharing,
dibandingkan plate yg load-sparing.
 Reduksi indirek dengan minimal gangguan pada suplai darah
periosteal, jaringan lunak, dan hematom fraktur.
 Meningkatkan kesempatan untuk terjadi union dengan lebih cepat
 Kerugian
 Membutuhkan tenaga ahli dan harus dengan fasilitas lebih lengkap
 Kecenderungan untuk terjadi malrotasi  malunion (terutama yang
tidak menggunakan baut interlocking)
 Trauma bedah tambahan dan infeksi
 Pada fraktur femur ini terjadi karena otot-otot adduktor, hamstring, dan
rectus femoris tertarik keatas pada fragmen distal, sedangkan piriformis,
gemeli, obturatorius, gluteus maksimus, dan gravitasi menyebabkan
rotasi ke arah lateral.
 Diet
 24 jam pasca operasi biasanya karena efek anestesi masih mual, dimulai
dengan diet cair atau bubur
 Dilanjutkan diet seperti biasa, sesuai toleransi
 Perawatan Luka
 Diinstruksikan bagi pasien untuk tidak mengotak-atik balutan atau bidai
sembarangan
 Balutan dilonggarkan jika terjadi bengkak dan posisi dielevasi (traksi atau
bantal)
 Normal jika ditemukan bengkak dan berdarah setelah operasi; perdarahan
persisten walaupun sudah elevasi, perlu dievaluasi.
 Menjaga daerah operasi kering dan bersih; bisa mandi setelah 48 jam pasca
operasi tapi bagian operasi tidak boleh basah  dibungkus dengan plastik.
 Medikasi
 1-2 hari setelah operasi  puncak bengkak
 Analgetik  narkotik
▪ Codein/acetaminofen (tylenol dengan kodein)  mild-moderate
▪ Hyrocodone & acetaminofen (lortab, Norcet, Vicodin)  moderate-
severe
▪ Propoxyphene/acetaminofen (Darvocet N-100, propacet)  mild-
moderate
 NSAIDS digunakan saat tidak ada kontraindiksi
 Stool softener  mencegah konstipasi
 Penyembuhan fraktur dengan callus
 Destruksi jaringan dan hematom
 Inflamasi dan proliferasi sel (8 jam pasca fraktur)
 Formasi callus
 Konsolidasi
 Remodelling
 Penyembuhan fraktur dengan union langsung
 Pediksi untuk tejadi unitas berdasarkan rumus Perkin’s  fraktur spiral
anggota gerak atas terjadi unity sekitar 3 minggu dengan konsolidasi x2;
anggota gerak bawah x2 lagi; fraktur transversal x2 lagi.
 Immobilisasi yang benar-benar tidak boleh banyak bergerak (hanya
boleh toe touch weight bearing dengan tongkat tanpa beban) adalah
sampai tulang ‘sticky’  6-8 minggu  traksi atau splint (gips) diganti
dengan brace/cast atau plaster spica  ditunggu hingga 16-24 minggu
pasca operasi (terjadi konsolidasi)
 Saat terpasang brace/cast atau plaster spica sebaiknya mulai digerakan
dan bediri dengan terpasang alat tersebut dan secara pasif, dengan
beban secara bertahap.
 Setelah 16-24 minggu, brace/cast dan plaster spica boleh dilepas
(dikontrol apakah sudah terjadi konsolidasi)  jika sudah biasanya
dimulai dilatih dengan menggunakan tongkat dulu, kemudian bertahap
tanpa menggunakan tongkat
 Saat sudah dipastikan terjadi konsolidasi dan pasien sudah bisa
mempertahankan keseimbangan  partial hingga full weight bearing
 Fiksasi metal biasanya dilepas setelah 1 tahun, lebih aman dilepas pada
18-24 bulan
 Follow up dengan radiografi AP dan Lateral pada 2 minggu, 6 minggu, 12
minggu, 6 bulan dan 12 bulan setelah operasi untuk melihat union,
adanya nekrosis avaskular, dan displacement sekunder.
 Bayi
 Traksi beberapa hari  spina cast hingga 3-4 minggu
 Toleransi angulasi 30°
 Anak 2-10 tahun
 Traksi 2-3 minggu  dilanjutkan cast selama 4 minggu
 Toleransi angulasi 20 °
 Teenagers
 Traksi 4-6 minggu
 Cast/brace atau plaster spica selama 6 minggu
 Toleransi angulasi AP 15 ° dan lateral 25 °

Anda mungkin juga menyukai