Fakultas Kedokteran
Oleh:
Florence Clarissa Benyamin
1
Pendahuluan
1.2 Tujuan
Dengan melakukan kunjungan ke rumah salah seorang pasien, diharapkan
kita dapat melakukan analisa kasus diabetes melitus dan hipertensi dengan
pendekatan keluarga, yakni:
a. Meningkatkan kesadaran pasien dan keluarganya mengenai pentingnya
kesehatan.
b. Memantau perkembangan penyakit pasien serta kepatuhan pasien
menjalani terapi.
c. Memberikan penjelasan mengenai pentingnya kepatuhan minum obat
d. Menciptakan komunitas masyarakat yang sehat dan bebas dari penyakit.
1.3 Sasaran
Pasien beserta anggota keluarganya.
Bab II
2
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat
dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin. 4
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association
(ADA), 2005, yaitu1 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi
akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada
usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik,
kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah
tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini
dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
3
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
2.3 Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366
juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.2
4
2.4 Patogenesis
2.4.1 Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya
adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,
keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme
pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis,
sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau
sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja
sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta
dan penampakan diabetes.5
2.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin
abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).
Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat
dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal
walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase
kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah
makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin
menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5
5
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula
darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memerhatikan waktu makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa
anhidrus yang dilarutkan dalam air.8
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah
abnormal minimal 2x.3
6
2.6 Komplikasi
a. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon,
katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan
produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun
dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas
kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil
asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga meningkat.
Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber
energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end
produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis
dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah
beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35,
HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala
berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas
adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih
besar dari 600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi
350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe
non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi
KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk
mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga
tidak timbul hiperketonemia
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala
klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium
parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan :
7
lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala
adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-
debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah,
penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.
b. Penyulit menahun
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan
trombosis
• Retinopati Diabetik
retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan
inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti
titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok.
Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina
darah bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan
konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang
membuat gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia
retina yang progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan
kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang
rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan
meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat
penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes
memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun
bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama
adalah gula darah yang terkontrol memperlambat progresivitas kerusakan retina.
• Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200
ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi
proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat
glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product
yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear
8
serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan
intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang
reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan
berkembang menjadi chronic kidney disease.9
• Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih
terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien
perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan
pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan
sedikitnya setiap tahun.6
2. Makroangiopati
• Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga
PJK atau DM
• Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes,
biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun
sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang
pertama muncul.9
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan
kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol
sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus
dimulai dari :
1. Edukasi
9
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik
yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada
prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi
diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal
a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c) Kadar HbA1c < 7%
2. Tekanan darah <130/80
3. Profil lipid :
a) Kolesterol LDL <100 mg/dl
b) Kolesterol HDL >40 mg/dl
c) Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan
perubahan pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,,
status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor
fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada
usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi proses
katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi,
lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta
kemampuan petugas kesehatan yang ada.
10
Karbohidrat (1 gram=40 kkal)
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung
karbohidrat lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu
sendiri.
Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari
sumber karbohidrat
Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi maka jumlah
karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan perhari
Jumlah serat 25-50 gram/hari.
Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari.
Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai
penggantinya adalah pemanis buatan seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan
sukralosa. Penggunaannya pun dibatasi karena dapat meningkatkan resiko
kejadian kanker.
Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari
Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
Protein
Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein
tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah .
Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol,
pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari .
Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan
sampa 0,85 gr/kg BB/hari dan tidak kurang dari 40 gr.
Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein
nabati lebih dianjurkan dibandingkan protein hewani.
Lemak
11
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah
maksimal 10% dari total kebutuhan kalori perhari.
Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh
diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.
Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol
LDL ≥100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg
perhari.
B. Kebutuhan Kalori
Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal
ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin,
umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain.
Koreksi :
umur
• 40-59 th : -5%
• 60-69 : -10%
• >70% : -20
aktivitas
• Istirahat : +10%
• Aktivitas ringan : +20%
• Aktivitas sedang : +30%
• Aktivitas berat : +50%
berat badan
• Kegemukan : - 20-30%
• Kurus : +20-30%
12
stress metabolik : + 10-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%,
makan siang 30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara
porsi besar.
13
maksudnya berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti.
Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara
teratur. Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa
sampai sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk
meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll.
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah
belum tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral
a. insulin secretagogue :
sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurangm namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Contohnya glibenklamid.
Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan
pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya
hipoglikemia. Contohnya : repaglinid, nateglinid.
b. insulin sensitizers
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek
insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet,
hepar dan jaringan lemak.
c. glukoneogenesis inhibitor
Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga
memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien
dengan kecendrungan hipoksemia.
d. Inhibitor absorbsi glukosa
14
α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi
glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi
Hal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai
respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea
generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum
makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada
saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase α bersama makan suapan pertama.
Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.
2. Insulin
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan
sekresi insulin prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi
insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa,
insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan
menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja
cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate
acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang
cepat, hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik,
hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat,
gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat
(infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM
Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi
hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.
15
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah untuk kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai
adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang
divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi
tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis
insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit
yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti
ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan
dan diberikan insulin
2.8 Pencegahan
• Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok
yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan
meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan
menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya
diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya
menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer6.
• Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini
penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama
bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang
pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan
resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes.
16
• Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan
juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan
sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis
rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi
yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah
ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat
diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
17
2. Promosi Kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan
puskesmas yang diarahkan untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara
optimal melalui kegiatan penyuluhan (induvidu, kelompok maupun masyarakat).
3. Pelayanan KIA dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA
dan KB di Puskesmas yang ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada PUS
(Pasangan Usia Subur) untuk ber KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas
serta pelayanan bayi dan balita.
4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dan tidak
menular yaitu program pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan
mengendalikan penular penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta).
5. Kesehatan Lingkungan yaitu program pelayanan kesehatan
lingkungan di puskesmas untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman
melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum
termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan peningkatan peran serta
masyarakat.
6. Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan
kesehatan, perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan
pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi,
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat
gizi lebih, Peningkatan Survailans Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga/Masyarakat.
18
koordinatif dengan pasien dalam menentukan keputusan untuk kepentingan
pasien, berdasarkan evidence based medicine misalnya dengan cara mengikuti
seminar/pendidikan kedokteran berkelanjutan. Pasien yang dilayani adalah
peribadi/perorangan seutuhnya (bio-psiko-sosial) yang unik (berbeda satu dengan
lainnya) serta harus dipandang sebagai satu kesatuandengan keluarganya dalam
segala aspek (keturunan, ideology, politik, ekonomi, social, budaya,agama,
keamanan dan lingkungannya). Pelayanan dokter keluarga menunjang setiap
orang sadar,mau dan mampu hidup sehat dalam arti sejahtera jasmani, rohani dan
sosial yang memungkinkan setiap orang bekerja produktif secara sosial dan
ekonomi (UU no. 23/92 tentang kesehatan). Seorang dokter berkompetensi
dengan profil yang direkomendasikan WHO yaitu ‘five stars doctor’ yang
dijabarkan sebagai berikut:
Health provider: Memberikan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan pasien sebagaimanusia yang utuh (holistic) baik individu, maupun
sebagai bagian integral keluarga danmasyarakat, layanan berkualitas, menyeluruh,
berkesinambungan dan layanan secara perseorangan jangka panjang dan
hubungan saling percaya.
Decision maker: Mampu membuat keputusan secara ilmiah
berkaitan dengan pemeriksaan, pengobatan, dan penggunaan teknologi tepat guna
sesuai dengan harapan pasien, etis, pertimbangan cost effective dan adanya
kemungkinan layanan yang terbaik.
Communicator: Mampu menjelaskan dan memberikan nasehat
untuk berperilaku sehat dengan cara yang efektif sehingga kelompok atau individu
dapat meningkatkan dan melindungi kesehatan mereka.
Community leader: Sebagai orang yang dipercaya oleh
masyarakat ditempat bekerjanya, dan dapat mempersatukan kebutuhan-kebutuhan
akan kesehatan baik pada perseorangan maupun kelompok, melakukan sesuatu
dengan mengatasnamakan masyarakat.
Manager: Dapat bekerja sacara harmonis dengan individu dan
organisasi baik di dalam maupun diluar system kesehatan untuk mempertemukan
kebutuhan pasien secara individu dan masyarakat, menggunakan data-data
19
kesehatan secara tepat. Prinsip pokok dari dokter keluarga adalah untuk dapat
menyelenggarakan pelayanan kedokteran menyeluruh. Oleh karena itu perlu
diketahui berbagai latar belakang pasien yang menjadi tanggungannya. Untuk
dapat mewujudkan pelayanan kesehatan seperti itu diperlukan adanya kunjungan
rumah (home visit). Manfaat yang didapatkan dari kunjungan ke rumah pasien
antara lain:
1. Meningkatkan pemahaman dokter tentang pasien.
2. Meningkatkan hubungan dokter pasien.
3. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan kesehatan
pasienManfaat kunjungan ke puskesmas dan bertemu sendiri dengan pasien
adalah agar mahasiswadapat menerapkan atau mengaplikasikan sendiri praktek
pendekatan kedokteran keluarga.
20
cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari
pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis
sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan
tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
21
d. Kualitas udara
Suhu udara nyaman, antara 18 – 30 oC;
Kelembaban udara, antara 40 – 70 %;
Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam;
Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni;
Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam;
Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik.
e. Ventilasi Luas
Lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
f. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
g. Penyediaan air
Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter per orang setiap hari;
Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau
air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
h. Pembuangan Limbah
Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
i. Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk
lebih dari 2 orang tidur
22
Bab III
Hasil dan Laporan Kunjungan Rumah
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Alamat : Jln.Tanjung Duren Utara RT 05/Rw.03
I. Pasien Utama
Anamnesis
23
Pasien mengeluh memiliki kadar gula darah yang tinggi, pasien sering
merasakan kesemutan pada ekstremitas dan pengelihatan yang kabur. Pasien
menderita diabetes mellitus sejak tahun 2013, tidak terkontrol. Pasien rutin
memperiksakan gula darah pasien ke dokter di rumah sakit kasih bangsa, namun
didapatkan kadar gula darah pasien masih cukup tinggi yaitu diatas 250 mg/dL,
gula darah pasien tertinggi adalah diatas 500 mg/dL. Pasien juga memiliki kadar
kolestrol yang tinggi. Pasien mengatakan kadar kolestrolnya selalu diatas 250
mg/dL. Pasien memiliki darah tinggi, biasanya tekanan darah pasien diatas
140/90 mmHg. Pasien mengatakan kadar paling tinggi adalah 170/100 mmHg.
Pasien menderita osteoartitis sejak 2014 awalnya nyeri dirasakan di
sebelah lutut sebelah kanan namun sekarang dirasakan kanan dan kiri. Keluhan
lutut ini pernah diperiksakan di rumah sakit tarakan dan di rontgen, dokter
menyarankan untuk di suntik cairan sendi namun belum dilakukan oleh pasien.
Dokter juga mengatakan pasien sudah mulai mengalami pengapuran. Pasien
sudah mengalami menopause saat umur 55 tahun. Pasien mengalami susah
buang air besar kurang lebih 6 bulan yang lalu. Pasien meminum obat dari
dokter metformin 500 mg dan glibenclamide 5 mg. serta meminum obat
dexamethasone 0.5 mg, allopurinol 100 mg, diclofenac sodium 50 mg untuk
keluhan nyeri pada lutut pasien. Pasien mengaku pernah jatuh duduk
dikarenakan terpleset pada permukaan yang rata. Pasien juga memiliki keluhan
nyeri pinggang yang bergantian bersamaan dengan nyeri pada lutut pasien.
Pasien mengalami rabun bersamaan dengan terdiagnosa diabetes
mellitus. Pasien melakukan pengecekan ke dokter dan dokter mendiagnosa
pasien mengalami katarak pada mata kanan. Dokter menyarankan pasien
menggunakan kacamata selama 5 bulan. Apabila tidak ada perbaikan dianjurkan
untuk operasi. Namun hingga saat ini pasien belum mengikuti anjuran dokter
tersebut.
Pasien memiliki anak pertamanya pada usia 15 tahun. Riwayat
persalinan pasien P5A1. Pasien mengalami keguguran pada kehamilan ke-4
pasien. Keguguran terjadi pada usia kehamilan 8 minggu, dikarenakan
pendarahan antepartum pada malam hari dan saat itu pasien jauh dari tenaga
24
bersalin sehingga bayi tersebut tidak dapat ditolong. Pasien melahirkan 5 anak
dengan persalinan normal namun anak dari kehamilan ke-3 pasien meninggal
dikarenakan disentri pada umur 4 tahun. Pasien menikah 2 kali. Suami pertama
pasien membawa 4 anak (anak terakhir dari suami ini meninggal karena
disentri) dan suami kedua pasien membawa 2 anak (1 kali keguguran dan 1 anak
lahir hidup). Suami pertama pasien bercerai dengan pasien dan suami kedua
pasien meninggal dikarenakan penyakit jantung yang diderita selama 1 tahun.
Suami kedua pasien meninggal pada tahun 1997.
Ibu kandung pasien meninggal dikarenakan kanker serviks pada umur 50
tahun dan ayah kandung pasien meninggal dikarenakan trauma pelvis saat
bertani dan tertimpa barang. Suami kedua pasien meninggal dikarenakan sakit
jantung yang diderita selama 1 tahun dan meninggal pada tahun 1997.
Pemeriksaan Fisik
1. Tekanan Darah : 140/100 mmHg
2. Suhu : 36,5o C
3. Nadi : 112 x / menit
4. Pernafasan : 22x / menit.
5. Sklera dan konjungtiva : tidak ikterik dan tidak
anemis
6. Ektremitas : palmar sinistra hangat, tidak
kemerahan. Krepitasi genu sinistra dan dextra.
II. Keluarga
Riwayat Biologis Keluarga
a. Kebersihan perorangan : Bersih dan
terawat. Kuku tertata rapih, rambut bersih, mandi sehari 2 kali.
b. Penyakit yang sering diderita : -
c. Penyakit keturunan : Diabetes
mellitus, hipertensi.
d. Penyakit menular : -
25
e. Kecacatan anggota keluarga : Tidak
ada
f. Pola makan : Sehari 2 kali, tidak
sarapan. Makan sayur buah dan lauk serta nasi.
g. Pola istirahat : 5-6 jam per-hari.
Pukul 23.00 tidur hingga pukul 04.00
h. Jumlah anggota keluarga : tinggal
bersama ada 6 orang. Namun anak pasien ada 5 orang, 13 cucu dan 1 cicit.
Pasien tinggal bersama anang suriatna yang meripakan anak ke-4 pasien dan
menantu pasien dari anak ke-4 pasien yaitu ibu endah yang memiliki 3 anak
bernama : wildan rakasutriatna, fairus jafir rakasutriana, afikah zi
rakasutriatna. Ibu kandung pasien meninggal dikarenakan kanker serviks
pada umur 50 tahun dan ayah kandung pasien meninggal dikarenakan trauma
pelvis saat bertani dan tertimpa barang. Suami kedua pasien meninggal
dikarenakan sakit jantung yang diderita selama 1 tahun dan meninggal pada
tahun 1997.
Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk : Merokok, pasien
merokok dan suami pasien serta anak anak pasien merokok dan suami pasien
mengkonsumsi alkohol.
b. Pengambilan keputusan : Sekarang ini
oleh pasien sebagai ibu dikarenakan suami pasien telah meninggal.
c. Ketergantungan obat : -
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan :
Puskesmas, rumah sakit.
e. Pola rekreasi : Setiap bulan minimal
1 kali bersama keluarga berkumpul
Keadaan rumah/lingkungan
a. Jenis bangunan : Permanen
26
b. Lantai rumah : Keramik
c. Luas rumah : 5 x7 m2. 3 lantai.
d. Penerangan : Baik, menggunakan
PLN
e. Kebersihan : Baik selalu di sapu pel
dan di rapihkan.
f. Ventilasi : Sedang. Jendela ada di setiap
kamar namun tertutup barang barang. Pintu dibuka pada pagi hari dan jendela
terkadang dibuka pada pagi hari.
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : Ada dan bersih
terawat selalu di kuras seminnggu hingga 2 minggu sekali.
i. Sumber air minum : Pasien menggunakan air PAM
untuk mandi dan untuk minum merebus air dari PAM. Air untuk mencuci
makanan dan beras juga digunakan dari air PAM. Namun pasien
menggunakan air tanah untuk mandi dan mencuci pakaian dan perbotan
rumah tangga lainnya. Air tanah di lingkungan rumah pasien bersih dan
jernih.
j. Sumber pencemaran air : Tidak ada.
k. Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada. Pasien tidak memiliki
pekarangan.
l. Sistem pembuangan air limbah : Ada. Pasien membuang air
limbah di got yang mengalir.
m. Tempat pembuangan sampah : Ada. Ada petugas sampah yang
mengambil sampah di rumah warga setiap 1 minggu 2 kali.
n. Sanitasi lingkungan : Sedang. Masih terdapat sampah
berserakan di jalanan menuju rumah pasien dikarenakan rumah pasien berada
di dalam pasar.
Spiritual Keluarga
27
a. Spiritual keluarga : Baik. Pasien merupakan guru
mengaji di lingkungan.
b. Ketaatan beribadah : Baik. Pasien selalu sholat 5 waktu
dan mengaji.
c. Keyakinan tentang kesehatan : Baik, menurut pasien kesehatan
adalah harta yang paling berharga dan pasien rutin memeriksakan kesehatan
dirinya.
Kultural Keluarga
a. Kultural keluarga : Pasien lahir di rangkasbitung.
Pasien memiliki adat sunda.
b. Adat yang berpengaruh : Adat sunda.
c. Kebiasaan sosial : Olahraga teratur pada pagi hari
yaitu jalan keliling sekitar rumah pasien. Pasien jarang jajan makanan di luar,
pasien terbiasa masak sendiri di rumah. Pasien berekreasi ke kampong
halaman pasien saat libur lebaran apabila tidak ada kendala. Pasien dulu
merokok selama 25 tahun setiap hari mulai dari 1-2 batang per hari sehabis
makan hingga ½ bungkus per-hari sehabis makan. Pasien berhenti merokok
tahun 2012. Pasien tidak mengkonsumsi alkohol.
28
Daftar anggota keluarga
D
H B
omisil K
T P ubun elum/S
N N P i eadaan
anggal endidik gan udah
o ama ekerjaan Seru Keseha
Lahir an Kelua Menik
mah/ tan
rga ah
Tidak
S
I S I
S 1 S T udah
1 bu rumah ekolah bu
umarni 1-01-45 udah idak mening
tangga dasar pasien
gal
S
S A
P 1 P S T udah
2 ekolah yah
arto 9-10-43 etani udah idak mening
dasar pasien
gal
S S
S
T 3 B uami S T udah
3 ekolah
ri 0-05-56 uruh pasien udah idak mening
dasar
ke-2 gal
A
R I S
1 nak S T S
4 usiyant bu rumah ekolah
0-01-74 perta udah idak ehat
i tangga dasar
ma
H S A
1 D S T S
5 udrians ekolah nak
5-03-76 agang udah idak ehat
yah dasar kedua
6 A 0 D S A S Y S
nang 3-10-79 agang ekolah nak udah a ehat
dasar keem
29
pat
N A
I S
ia 0 nak S T S
7 bu rumah ekolah
Sunian 7-10-83 terakh udah idak ehat
tangga dasar
gsih ir
S
A
P 1 B T udah
8 - - nak
anji 7-09-81 elum idak mening
ketiga
gal
30
V. Prognosis
Penyakit : Dubia ad bonam
Keluarga : Dubia ad bonam.
Masyarakat : Dubia ad bonam
VI. Resume
31
Gambar 3. Dapur Gambar 4. Kulkas
32
Gambar 7. Ruang tamu dan Televisi Gambar 8. Kasur dan
Lemari pakaian
33
Gambar 9. Tangga dan Rak Sepatu Gambar 10. Bak
Mandi
5.1 Kesimpulan
DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang disebabkan oleh
banyak faktor penyebab, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
secara kronik yang disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, aksi dari insulin atau keduanya.
34
Diagnosa dini sangatlah penting dalam menentukan prognosis. Prinsip
penatalaksanaan dari DM adalah mencapai dan mempertahankan kadar gula darah
normal.
5.2 Saran
Penderita DM sebaiknnya kontrol secara teratur dan tidak putus obat.
Edukasi mengenai pengenalan tanda-tanda terjadinya ancaman komplikasi
diberikan selama perawatan dan kontrol berobat. Edukasi untuk diet dan latihan
jasmani agar memperingan intervensi farmakologis. Agar terapi tepat sasaran
perlu dilakukan pemeriksaan kultur luka dan tes resistensi obat agar
penyembuhan luka maksimal. Penderita DM sebaiknya dilakukan pengontrolan
kadar kolesterol dan tekanan darah, bila ada kelainan sebaiknya segera diobati
karena akan mempercepat terjadinya komplikasi.
a) Puskesmas
Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada
masyarakat melalui penyuluhan-penyuluhan dalam usaha promotif dan preventif
kesehatan masyarakat terutama dalam hal pencegahan penyakit diabetes melitus,
hipertensi, katarak, OA
b) Pasien
35
Daftar Pustaka
36
2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu
Diabetes.2008 http: //pdpersi.co.id
3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis
dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta :
balai penerbit FKUI, 2006;h.1906.
4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011. H.34-9.
5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe
2 di Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia. Jakarta. 2006
7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya,
Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006;
hal. 1873
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes
mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson
price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U.
Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259
37
Diabetes: The Importance of Blood Pressure. Hypertension 2011,
57(5):891–897.
38