Anda di halaman 1dari 12

Obat Pelumpuh Otot

Fisiologi Transmisi Saraf Otot


Transmisi rangsang saraf ke otot terjadi melalui hubungan saraf otot. Hubungan ini
terdiri atas bagian ujung saraf motor yang tidak berlapis myelin dan membrane otot yang
dipisah oleh celah sinap. Pada bagian ujung saraf motor terdapat gudang persediaan kalsium,
vesikel, atau gudang asetilkolin, mitokondria, dan reticulum endoplasmik. Pada bagian
membran otot terdapat receptor asetilkolin.2.
Asetilkolin merupakan bahan perangsang saraf (neuro transmitter) yang dibuat di dalam
ujung serabut saraf motor melalui proses asetilasi kolin ekstra sel dan koenzim A. Untuk itu
diperlukan enzim asetiltransferase. Asetilkolin disimpan dalam kantung atau gudang yang
disebut vesikel. Ada 3 bentuk asetilkolin, yaitu bentuk bebas, bentuk cadangan belum siap
pakai dan bentuk siap pakai. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses sintesis dan atau
pelepasan asetilkolin, antara lain kalsium, magnesium, nutrisi, oksigenisasi, suhu, anelgetik
local, dan antibiotic golongan aminoglikosida.9
Potensial istirahat membran ujung saraf motor (resting mebran potensial) terjadi
karena membran lebih mudah ditembus ion kalium ekstrasel daripada ion natrium. Potensial
yang terukur umumnya sebesar 85-90mV. Pada saat pelepasan asetilkolin, membrane tersebut
sebaliknya akan lebih permiabel terhadap ion natrium sehingga terjadi depolarisasi otot.
Influks ion kalsium memicu keluarnya asetilkolin sebagai transmitter saraf. Asetilkolin saraf
akan menyeberang dan melekat pada reseptor nikotinik dan kolinergik di otot. Kalau
jumlahnya cukup banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong ion terbuka. Ion natrium
dan kalsium masuk, sedangkan ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot. Asetilkolin cepat
dihidrolisa oleh asetilkolin-esterase (kolin-esterase khusus atau murni) menjadi asetil dan
kolin, sehingga lorong tertutup kembali maka terjadilah repolarisasi.
Otot yang pertama kali dihambat adalah otot-otot kecil dengan gerakan yang cepat seperti
otot mata dan jari, kemudian otot trunkus dan abdomen, kemudian otot interkostal dan
akhirnya diafragma. Pemulihan terjadi sebaliknya,sehingga diafragma akan kembali
berfungsi pertama kali.9
Injeksi intravena pelumpuh otot non depol pada orang sadar pada awalnya
menimbulkan kesulitan memfokus dan kelemahan otot mandibula diikuti ptosis, diplopia dan
disfagi. Relaksasi otot telinga akan memperbaiki pendengaran. Kesadaran dan sensoris utuh.10

MEKANISME HAMBATAN (BLOK) SARAF OTOT


Hambatan kompetisi atau blok non depolarisasi
Hambatan gabungan asetilkolin dengan reseptor di membrane ujung motor, ini terjadi
karena pemberian tubokurarin, galamin, alkuronium, dan sebagainya.Karena reseptor
asetilkolin diduduki oleh molekul-molekul obat pelumpuh otot non depolarisasi, sehingga
proses depolarisasi membran otot tidak terjadi dan otot menjadi lumpuh. Pemulihan fungsi
saraf otot terjadi kembali jika jumlah molekul obat yang menduduki reseptor asetilkolin telah
berkurang, antara lain terjadi karena proses eliminasi dan atau distribusi. Pemulihan juga
dapat dibantu lebih cepat dengan memberikan obat antikolinesterase (neostigmin) yang
menyebabkan peningkatan jumlah asetilkolin.9

Hambatan depolarisasi atau blok depolarisasi


Hambatan penurunan kepekaan membrane ujung motor. Ini terjadi karena pemberian
obat pelumpuh otot depolarisasi .Terjadi karena serabut otot mendapat rangsangan
depolarisasi menetap sehingga akhirnya kehilangan respons berkontraksi sehingga
menimbulkan kelumpuhan. Ciri kelumpuhan ditandai dengan fasikulasi otot. Pulihnya fungsi
saraf otot sangat bergantung pada kemampuan daya hidrolisis enzim kolinesterasi.9
Hambatan lain
a. Hambatan fase II atau blok desensitisasi / bifasik (blok ganda)
Disebabkan karena pemberian obat pelumpuh otot depolarisasi yang berulang-ulang
sehingga fase I (depolarisasi) membrane berubah menjadi fase II (non depolarisasi).
Mekanisme perubahan ini belum diketahui. Pemberian suksinil kolin hingga dosis 500mg
dikatakan dapat menyebabkan hambatan fase II. Hambatan seperti ini tidak dapat diatasi
oleh pemberian obat anti kolinesterase.
b. Hambatan campuran
Terjadi karena penyuntikan obat pelumpuh otot depolarisasi dan non depolarisasi
dilakukan secara simultan.

Ciri Kelumpuhan Otot


Non Depolarisasi
a. Tidak ada fasikulasi otot.
b. Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi (eter, halotan,
enfluran, isofluran)
c. Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik.
d. Dapat diantagonis oleh antikolinesterase.
Depolarisasi
a. Ada fasikulasi otot.
b. Berpotensiasi dengan antikolinesterase.
c. Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolarisasi dan
asidosis.
d. Tidak menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal maupun
tetanik.
e. Belum diatasi dengan obat spesifik.
Obat Pelumpuh Otot
Muscle Relaxan Golongan Depolarizing
Obat pelumpuh otot depolarisasi ini bekerja sebagai agonis ACh. Terjadi hambatan
penurunan kepekaan membrane ujung motor. Obat tersebut menimbulkan depolarisasi
persisten pada lempeng akhir saraf. Terjadi karena serabut otot mendapat rangsangan
depolarisasi menetap sehingga akhirnya kehilangan respons berkontraksi sehingga
menimbulkan kelumpuhan.
SCh menempatkan reseptor kolinergik nikotinik sub unit alfa dan bekerja seperti
asetikolin (mendepolarisasi membran post jungtion). Hambatan neuromuskuler terjadi
membran post sinaps tidak dapat memberikan respons pada pelepasan asetilkolin berikutnya
yang disebut juga hambatan fase I. SCh menyebabkan keluarnya kalium dari sel yang akan
meningkatkan K plasma 0,5 meq/L SCh dosis tunggal besar(>2mg/kgBB), dosis ulangan atau
infus kontinyu lama akan menyebabkan membran post sinap kehilangan respon normal pada
asetilkolin menyebabkan blok fase II.

KARAKTERISTIK BLOK FASE I


Karakteristik blok fase 1 berupa penurunan respon kontraksi pada stimulus twitch
tunggal , penurunan amplitudo tapi responnya lama pada rangsang kontinyu rasio TOF > 0,7,
tidak ada post tetanik fasilitasi, hambatan bertambah dengan antikolinesterase
Blok fase I disertai fasikulasi karena depolarisasi membran post sinaps 5 krakteristik
blok fase II . Respon mekanik blok fase II sama dengan yg ditimbulkan pelumpuh otot non
depolarisasi. blok fase II dapat direverse dengan antikolisterase bila blokade bukan karena
SCh. Dapat dicoba dengan Endrofonium (antikolinesterase) 0,1-0,2mg/kgBB iv, bila terdapat
perbaikan transmisi blokade bukan karena SCh.

Suksametonium (succinil choline)


Kemasan : flakon berisi bubuk putih 100mg atau 500 mg. Pengenceran dapat memakai garam
fisiologik atau akuades steril 5ml atau 25ml sehingga membentuk larutan 2%.
Indikasi : pelumpuh otot jangka pendek Kegunaan : untuk mempermudah / fasilitas intubasi
trakea, karena mula kerja cepat dan lama kerja yang singkat. Juga dipakai untuk memelihara
relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per infuse atau suntikan intermitten.Dosis : 1-
2 mg / kg BB / IV
Mula kerja: 1-2 menit dengan lama 3-5 menit. Cara pemberian : IV / IM / Intra lingual / Intra
bukal
Efek samping berupa :
1. Nyeri otot pasca pemberian : Dapat dikurangi dengan pemberian pelumpuh
otot non depolarisasi dosis kecil sebelumnya. Mialgia terjadi sampai 90%,
selain itu dapat terjadi mioglobunnuira.
2. Peningkatan tekanan intra ocular : Meningkatkan TIO maksimum 2 - 4 menit
setelah pemberian dan akan berlangsung selama 5 - 10 menit mekanismenya
blm jelas tetapi diperkirakan karena kontraksi tonik miofibril atau dilatasi
transien koroid
3. Peningkatan tekanan intracranial.
4. Peningkatan intragastrik.
5. Peningkatan kadar kalium plasma.
6. Aritmia jantung Berupa bradikardia atau "ventricular premature beat"
terutama pada pemberian berulang atau terlalu cepat pada anak.
7. Lama kerja yang memanjang. Terutama pada penyakit hati parenkimal,
kaheksia dan anemia (hipoproteinemia).
Untuk mengurangi fasikulasi dan nyeri otot sering diberi dulu dengan obat pelumpuh
otot non depolarisasi 1 /4 dosis relaksasi otot, misalnya pankuronium 1mg. Untuk pemakaian
kontinyu per infuse, buat larutan dengan konsentrasi 1 mg/ml (250mg dalam 250ml larutan).
Dosis pemeliharaan relaksasi otot adalah 1-2ml / menit.
Di dalam vena, suksinilkolin dimetabolisir oleh kolin²esterase plasma, pseudo kolin
esterase menjadi suksinil-monokolin. Succinylcholine mengalami hidrolisis secara cepat oleh
plasma cholinesterase menjadi succinylmonocholine, yang mempunyai efek blok sangat
lemah ( + 1/20 efek succicylcholine ) dan selanjutnya dalam waktu yang lebih lama menjadi
asam suksinil dan kolin, waktu paruhnya sekitar 2-4 menit. Obat anti kolinesterase
dikontraindikasikan, karena menghambat kerja pseudokolinesterase
Yang perlu dicatat adalah peningkatan ataupun penurunan aktifitas dari plasma
cholinesterase tidak mempengaruhi mula kerja dan lama kerja dari obat ini secara bermakna.
Sering kali timbul anggapan bahwa metabolisme dari obat inilah yang mengakhiri efek blok
otot skeletal, pada kenyataannya tidaklah demikian. Metabolisme yang terjadi di plasma
hanya menentukan jumlah obat yang dapat mencapai tempat kerja, dan di tempat kerjanya
obat ini akan menimbulkan blok yang akan terus berlangsung sampai obat tersebut keluar
dari tempat kerjanya.
Kontra indikasi absolut pada pemebrian pelumpuh otot depolarisasi ialah
hiperkalemia, > 5.5 meq/L, misal pada gagal ginjal, kelainan otot: malignant hyperthermia,
myastenia gravis, muscular dystrophy, trauma otot massive, luka bakar, 7-60 hari, luka tusuk
orbita, karena meningkatkan tekanan intraokuler, gangguan neurology: paraplegia,
neurodegenerative disease.
Pelumpuh Otot Non Depolarisasi
Manfaat obat ini di bidang anestesiologi antara lain untuk : Memudahkan dan
mengurangi cidera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, membuat relaksasi tindakan
selama pembedahan, menghilangkan spasme laring dan reflex jalan napas atas selama
anesthesia, memudahkan pernapasan kendali selama anesthesia, mencegah terjadinya
fasikulasi otot karena obat pelumpuh otot depolarisasi.
Bekerja berikatan dengan reseptor kolinergik nikotinik tanpa menyebabkan depolarisasi,
hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.
Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot non depolarisasi digolongkan menjadi:
1. Bensiliso-kuinolinum : d-tubokurarin, metokurium, atrakurium, doksakurium, mivakurium.
2. Steroid: pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium, rokuronium.
3. Eter-fenolik : gallamin.
4. Nortoksiferin : alkuronium.

Mekanisme Hambatan Blok Saraf Otot


1. Hambatan kompetisi atau blok non depolarisasi Hambatan gabungan asetilkolin dengan
reseptor di membrane ujung motor, ini terjadi karena pemberian tubokurarin, galamin,
alkuronium, dan sebagainya. Karena reseptor asetilkolin diduduki oleh molekul-molekul
obat pelumpuh otot non depolarisasi, sehingga proses depolarisasi membran otot tidak
terjadi dan otot menjadi lumpuh. Pemulihan fungsi saraf otot terjadi kembali jika jumlah
molekul obat yang menduduki reseptor asetilkolin telah berkurang, antara lain terjadi
karena proses eliminasi dan atau distribusi. Pemulihan juga dapat dibantu lebih cepat
dengan memberikan obat antikolinesterase (neostigmin) yang menyebabkan peningkatan
jumlah asetilkolin.2
2. Hambatan depolarisasi atau blok depolarisasi
3. Hambatan lain
a. Hambatan fase II atau blok desensitisasi / bifasik (blok ganda) Disebabkan karena
pemberian obat pelumpuh otot depolarisasi yang berulang-ulang sehingga fase I
(depolarisasi) membrane berubah menjadi fase II (non depolarisasi). Mekanisme
perubahan ini belum diketahui. Pemberian suksinil kolin hingga dosis 500mg
dikatakan dapat menyebabkan hambatan fase II. Hambatan seperti ini tidak dapat
diatasi oleh pemberian obat anti kolinesterase.
b. Hambatan campuran terjadi karena penyuntikan obat pelumpuh otot depolarisasi dan
non depolarisasi dilakukan secara simultan.
Tubokurarin Klorida (Kurarin)
Merupakan alkaloid kuartener, suatu derivat isoquinolin yang berasal dari tanaman
tropis Chondronderon tomentosum.2 Pada dosis terapeutik menyebabkan kelumpuhan otot
mulai dengan ptosis, diplopia, otot muka, rahang, leher, dan ekstremitas. Paralisis otot
dinding abdomen dan diafragma terjadi palig akhir. Lama paralisis bervariasi antara 15- 50
menit Sifat : - Blokade ganglion simpatis, dilatasi kapiler, inotropik negatif. Terjadi
kumulatif. Dosis : paralisis otot intraaabdominal : 10-15mg intubasi trakea : 10-20mg.
Metode pemberian dapat melalui IV/ IM.
Kontra indikasi pada penggunaan pelumpuh otot non depolarisasi ialah asma bronchial, renal
disfungsi, myastenia gravis, diabetes melitus, hipotensi
Efek samping : Hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi sinus, hipoventilasi, apneu,
bronkospasme, laringospasme, dispneu, ruam, urtikaria.10

Doksakurium
Obat penyekat neuromuskuler nondepolarisasi aksi lama. Bersifat mengantagonis aksi
asetilkolin, sehingga menimbulkan blok dari transmisi neuromuskuler. Doksakurium 2,5
hingga 3 kali lebih poten daripada pankuronium. Obat ini tidak mempunyai efek
hemodinamik yang secara klinis bermakna. Oleh anestetik volatil kebutuhan dosis berkurang
(sekitar 30%-40%) dan lamanya blokade neuromuskular diperpanjang (hingga 25%).
Paralisis rekurens dengan kuinidin. Diantagonis oleh inhibitor antikolinesterase (neostigmin,
edrofonium, dan piridostigmin).
Peningkatan tahanan atau reverse dari efek dengan penggunaan karbamazepin dan
fenitoin dan pada pasien dengan cedera bakar dan paresis, tidak kompatibel dengan larutan
basa dengan PH>8,5, seperti larutan barbiturat. Dosis Intubasi: 0.05 ± 0.08 mg/kg/I.V. Efek
samping utama : Hipotensi, hipoventilasi, apneu, bronkospasme, anuria.10

Pipekuronium
Obat penyekat neuromuskular nondepolarisasi beraksi panjang ini merupakan turunan
piperzinum. Waktu awitan dan lamanya serupa dengan pankuronium bromida dengan dosis
yang sebanding. Secara klinis tidak mempunyai efek hemodinamik yang bermakna. Jarang
terjadi pelepasan histamin. 7 Dosis intubasi : 0,07-0,085 mg/kg/I.V Efek samping berupa
gangguan tekanan darah, bradikardi, hipoventilasi, apneu, aneuria. peningkatan kreatinin,
hipoglikemia, dan hyperkalemia.9,10
Pankuronium Bromida (Pavulon)
Merupakan steroid sintesis, mula kerja terjadi pada menit 2-3 untuk selama 30-
40menit. Berikatan kuat dengan globulin plasma dan berikatan sedang dengan albumin.
Mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, karena itu dosis pemeliharaan/rumatan
harus dikurangi dan waktu pemberian harus diperpanjang.2 Pankuronium menyebabkan
sedikit pelepasan histamine dan hipertensi karena memiliki efek inotropik positif serta
takikardia karena efek vagolitik. Sebanyak 15-40% pankuronium dalam tubuh mengalami
metabolisme deasetilasi.2Ekskresi : ginjal (60-80%) dan sebagian lagi empedu (20-40%)
Dosis : relaksasi otot : 0,08mg / kg BB/ IV (dewasa) rumatan : 1/2 dosis awal. intubasi
trakea : 0,15mg /kg BB/ IV. Kontra indikasi : hipertensi, malignant hyperthermia, miastenia
gravis, muscular dystrophy, takikardia, hipertensi, hipoventilasi, apneu, bronkospasme.9,10

Galamin (flaxedil)
Obat pelumpuh otot non depolarisasi sintetik. Lama kerja obat Berkisar 15-20 menit.
Mula kerja sangat berhubungan dengan aliran darah otot. Mempunyai efek yang lemah pada
ganglion saraf dan tidak menyebabkan pelepasan histamine. Memiliki sifat seperti atropine
yaitu menyebabkan takikardia walaupun pada dosis kecil (20mg). Karena itu galamin cukup
baik dipakai bersama anestetik halotan. Kenaikan tekanan darah dapat terjadi, tetapi ringan.
Galamin dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi tidak sampai mempengaruhi kontraksi
uterus.2. Ekskresi melalui ginjal dan empedu. Dosis pembedahan 2mg / kg BB / IV. Pada
dosis sebesar 40mg jarang sampai menimbulkan paralisis diafragma dan pasien dapat tetap
bernapas spontan walaupun sebagian otot rangka mengalami kelumpuhan.9,10
Kontra indikasi pada pasien dengan takikardia, fungsi ginjal yang buruk. Efek samping utama
berupa takikardia, aritmia, hipotensi, hipeventilasi, apneu

Alkuronium Klorida (alloferine)


Merupakan sintetik toksiferin, suatu alkaloin dari tanaman Strychnos toksifera.
Kemasa ampun 2mL mengandung 10mg. Larutan alcuronium klorida tidak dapat
dicampurkan dengan thiopental. Mula kerja pada menit ke tiga selama 15 – 20 menit. Tidak
melepas histamin, tidak dapat menghambat ganglion simpatik sehingga dapat menyebabkan
hipotensi terutama pada penderita penyakit jantung. Dosis relaksasi pembedahan :
0,15mg/kgBB/IV dewasa. 0,125-0,2mg /kgBB/IV anak-anak. Dosis intubasi trakea
0,3mg/kgbb/IV.10
Atrakurium Besilat (tracrium)
Atracurium adalah kelompok kuartener struktur benzylisoquinoline membuat cara
degradasi senyawa ini menjadi unik. Obat ini merupakan gabungan dari 10 stereoisomer.
Atracurium dimetabolisme secara ekstensif sehingga faramkokinetiknya tidak bergantung
pada fungsi ginjal dan hati. Sekitar 10% dari obat ini diekskresi tanpa dimetabolisme melalui
ginjal dan empedu. Dua proses terpisah berperan dalam metabolisme. Pertama hidrolisis
ester yang dikatalisis oleh esterase nonspesifik bukan oleh asetilkolinesterase atau
pseudokolinesterase. Kedua melalui eliminasi Hoffmann di mana penghancuran kimia
nonenzimatik spontan terjadi pada pH dan suhu fisiologis. Dosis Dosis 0.5 mg/kgBB
diberikan IV dalam 30 - 60 detik untuk intubasi. Relaksasi intraoperatif dicapai dengan dosis
awal 0.25 mg/kgBB kemudian dosis inkremental 0.1 mg/kgBB setiap 10-20 menit.
Kebutuhan dosis tidak bervariasi sesuai usia namun atracurium dapat bekerja lebih singkat
pada anak-anak dan bayi dari pada orang dewasa. Pada suhu ruangan obat ini harus
digunakan dalam waktu 14 hari untuk menjaga potensi.9,10
Efek Samping Atracurium dapat mencetuskan pelepasan histamin yang bergantung
pada dosis terutama pada dosis di atas 0.5 mg/kgBB. Hipotensi dan Takikardia Efek samping
kardiovaskuler jarang terjadi kecuali dosis melebihi 0.5 mg/kg diberikan. Atracurium juga
dapat menimbulkan penurunan transien resistensi vaskuler sistemik dan peningkatan indeks
kardiak yang tidak terpengaruh oleh pelepasan histamin. Keunggulan atrakurium dibanding
obat terdahulu ialah Metabolisme terjadi di dalam darah (plasma) terutama melalui suatu
reaksi kimia unik yang disebut eliminasi Hoffman. Reaksi ini tidak tergantung dari fungsi
hati dan ginjal. Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang. Tidak
menyebabkan perubahan kardiobaskuler yang bermakna.10
Kemasan berupa ampul 5ml mengandung 50mg atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat
bergantung penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran. Mula dan
lama kerja atrakurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada umumnya mula kerja
atrakurium pada dosis intubasi adalah 2-3menit. Sedangkan lama kerja dengan dosis relaksasi
adalah 15- 35menit.Dosis : intubasi : 0,5-0,6mg / kg BB/ IV relaksasi otot : 0,5-0,6 mg / kg
BB / IV pemeliharaan : 0,1-0,2 mg / kg BB / IV. Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi
secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian anti
kolinesterase. Atrakurium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi terpilih untuk
pasien geriatric atau dengan kelainan jantung, hati, dan ginjal yang berat.2,7
Vekuronium (nocuron)
Vecuronium dimetabolisme dalam jumlah sedikit oleh hati. Hal ini sangat bergantung
pada ekskresi empedu dan sekitar 25% oleh ekskresi ginjal. Vecuronium adalah obat yang
cukup aman pada pasien dengan gagal ginjal durasi kerjanya akan memanjang dengan sebab
yang tidak jelas. Durasi kerja vecuronium yang singkat disebabkan oleh waktu paruh
eliminasinya yang lebih pendek dan klirens yang lebih cepat dibandingkan pancuronium.
Pemberian vecuronium jangka panjang pada pasien yang dirawat dalam perawatan intensif
menyebabkan perpanjangan blokade (sampai beberapa hari)' yang mungkin disebabkan oleh
akumulasi metabolit aktif 3-hidroksi' perubahan klirens obat' atau perkembangan dari
polineuropati. Faktor risikonya antara lain jenis kelamin wanita' gagal ginjal ' terapi
kortikosteroid jangka panjang atau dosis tinggi' dan sepsis. Oleh karena itu pasien ini harus
dimonitor dengan ketat dan dosis vecuronium harus dititrasi dengan hati-hati. Pemberian
pelumpuh otot jangka panjang dan diikuti dengan pengurangan ikatan asetilkolin pada
reseptor nikotinik postsinaptik yang lama dapat menimbulkan keadaan yang mirip denervasi
kronik dan disfungsi reseptor dan paralisis. Efek saraf-otot vecuronium memanjang pada
pasien dengan AIDS. Toleransi terhadap obat pelumpuh otot nondepolarisasi juga dapat
terjadi setelah pemakaian lama. Dosis intubasinya adalah 0.08 - 0,12 mg/kg. Dosis inisial
0.04 mg/kg diikuti dengan dosis tambahan 0.01 mg/kg setiap 15 - 20 menit membantu
relaksasi intraoperatif. Sebagai alternatif' infus 1 - 2 µg/g/menit menghasilkan rumatan
relaksasi yang baik.10

Mivacurium
Mivacurium seperti suksinilkolin dimetabolisme oleh pseudokolinesterase dan hanya
dimetabolisme secara minimal oleh kolinesterase asli. Antagonisme farmakologis dengan
inhibitor kolinesterase akan mempercepat pembalikan blokade mivacurium tepat saat respons
terhadap stimulasi saraf menjadi nyata. Edrophonium membalikkan blokade mivacurium
lebih efektif dibanding neostigmine karena neostigmine menghambat aktivitas kolinesterase
plasma. Meskipun metabolisme dan ekskresi mivacurium tidak bergantung pada ginjal atau
hati durasi kerja akan memanjang pada pasien dengan gagal ginjal atau hati atau pada pasien
yang hamil atau postpartum sebagai akibat dari kadar kolinesterase plasma yang menurun. 4
Dosis intubasi mivacurium adalah 0.15 - 0.2 mg/kg. Infus menetap untuk relaksasi
intraoperatif bervariasi sesuai kadar pseudokolinesterase tapi dapat diinisiasi 4 -
10µg/kg/min. Anak-anak membutuhkan dosis yang lebih tinggi dari pada orang dewasa jika
dosis dihitung berdasarkan berat badan namun tidak demikian bila berdasarkan luas
permukaan tubuh. Mivacurium dapat bertahan selama 18 bulan bila disimpan pada suhu
ruangan.2,4 Efek Samping melepas histamin dalam jumlah yang sama banyak dengan
atracurium. Efek samping kardiovaskuler dapat diminimalkan dengan injeksi lambat selama 1
menit. Namun pasien dengan penyakit jantung dapat mengalami penurunan tekanan darah
signifikan yang meskipun jarang dapat terjadi setelah pemberian dosis lebih besar dari 0.15
mg/kg dengan suntikan lambat. Waktu onset mivacurium sama dengan atracurium (2-3
menit). Keuntungan utamanya adalah durasi kerjanya yang singkat (20 - 30 menit)' yang
masih 2 hingga 3 kali lebih lama dibanding blok fase I suksinilkolin namun setengah dari
durasi atracurium' vecuronium atau rocuronium. Pada anak-anak onset lebih cepat dan durasi
kerja lebih singkat. Meskipun pemulihannya cepat dalam pemberian mivacurium semua
pasien harus dimonitor untuk menentukan apakah pembalikan farmakologis diperlukan.
Durasi kerja mivacurium yang pendek cukup nyata memanjang dengan pemberian
pancuronium.9,10

Anda mungkin juga menyukai