Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Penyakit ini merupakan penyakit dengan tanda-tanda
hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul akibat kehamilan yang biasanya terjadi pada
triwulan ketiga kehamilan tetapi dapat timbul juga sebelum triwulan ketiga seperti pada pasien
mola hidatidosa.1,2
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi (hipertensi),
pembengkakan jaringan (edema anasarka), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria)
yang timbul karena kehamilan. 1,2
Preeklampsia dan eklampsia adalah penyakit hipertensi dalam kehamilan dengan gejala
utama hipertensi akut pada wanita dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan wanita dalam
masa nifas. Pada wanita tingkat tanpa kejang disebut preeklampsia dan pada tingkat dengan
kejang disebut eklampsia. Pada umumnya, preeklampsia dan eklampsia baru timbul sesudah
minggu ke-20, setelah persalinan gejala-gejalanya menghilang dengan sendiri. Untuk diagnosis
preeklampsia pada wanita yang hamil 20 minggu atau lebih, ditemukan sekurang-kurangnya
hipertensi dan proteinuria. Namun demikian proteinuria bisa saja tidak ada apabila timbul
hipertensi yang disertai dengan nyeri kepala, penglihatan menjadi kabur, nyeri abdominal atau
dari pemeriksaan laboratorium ditemukan gangguan enzim hati, maka keadaan ini sangat
dicurigai suatu preeklampsia (atypical preeclampsia). 1,2
Dikatakan hipertensi apabila tekanan sistolik dan diastolic ≥140/90 mmHg. Pengukuran
tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah
sistolik ≥30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik≥15 mmHg sebagai parameter
hipertensi sudah tidak dipakai lagi. 1,2
Proteinuria adalah protein lebih dari 0,3gr/L dalam urin 24 jam atau lebih dari
1gr/L pada pemeriksaan urin sewaktu. Proteinuria ini harus ada dalam 2 hari berturut-turut atau
lebih.1,2
Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat. Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya
dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia
ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma. 1,2
Preeklamsia berat merupakan salah satu jenis hipertensi dalam kehamilan yang sering
terjadi. Yang dimaksud dengan preeklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20
minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan
saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang
ringan sampai preeklampsia yang berat.1

Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah bedasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
(NHBPEP) yaitu:
- Hipertensi kronik
- Preeklampsia – eclampsia
- Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon chronic
hypertension)
- Hipertensi gestasional

Hipertensi Kronik
Didefinisikan sebagai hipertensi yang sudah ada dan dapat diamati sebelum kehamilan
atau diagnose sebelum usia gestasi 20 minggu. Hipertensi yang didiagnosa pertama kali selama
kehamilan dan tidak kembali normal postpartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronik.

Preeklampsia – eclampsia
Kedua penyakit ini dikenal sebagai pregnancy-specific syndrome dan merupakan jenis
pregnancy-induced hypertension/PIH karena muncul hanya dengan adanya kehailan dan berakhir
dengan terminasi kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia gestasi 20
minggu disertaia dengan proteinuria pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah
normal (normotensive). Bedasarkan manifestasi klinisnya, preeklampsia diklasifikasikan menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Eclampsia adalah kejadian kejang grand mal pada
wanita dengan preeklapmsia yang tidak berkaitan dengan penyebab lain.
Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon chronic hypertension)
Semua gangguan hipertensi kronik, apapun sebabnya, merupakan predisposes timbulnya
preeklampsia ataueklampsia. Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada
sebelumnya semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabilaa disertai dengan
proteinuria, diddiagnosa sebagai preeklampsia pada hiperensi kronik (superimposed
preeclampsia)
Epidemiologi
Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 – 6 % dari ibu hamil nulipara
yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar antara 4 – 18%. Penyakit
preeklampsia ringan terjadi 75% dan peeklampsia berat terjadi 25%.dari seluruh kejadian
preeklampsia, sekitar 10% kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia
meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehailan ganda, hipertensi kronis dan
penyakit ginjal.3
Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita
preeklampsia dibandingkan dengan multigravida. Faktor predisposisi lainnya adalah ras hitam,
usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun mola hidatidosa, polihidramnin dan
diabetes. 3,4
Faktor Risiko
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi
terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi; 1-4
- Riwayat Preeklampsia
- Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia.
Perkembangan preeklampsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan
kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
- Kehamilan ganda, Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi
kembar atau lebih.
- Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko
terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit
ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis atau lupus.
Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori
yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu
disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun
teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini. Adapun
etiologi yang diperoleh dari teori-teori tersebut adalah ; 1-4
- Peran Prostasiklin dan Tromboksan. Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan
kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel
endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin
meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi
generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan
pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.
- Peran Faktor Imunologis. Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena
pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi
komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
- Peran Faktor Genetik. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat
pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.
- Iskemik dari uterus, karena penurunan aliran darah di uterus.
- Defisiensi kalsium. Diketahu bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan
vasodilatasi dari pembuluh darah.
- Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki
peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh
sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah
wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada
trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan
kemajuan kehamilan.
Patofisiologi
Preeklamsia termasuk dalam hipertensi dalam kehamilan. Patofisiologi dari hipertensi
dalam kehamilan tidak dapat dijelaskan dalam satu teori saja. Teori-teori yang sekarang banyak
dianut adalah :

Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterina dan erteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa
arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.2
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteria spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.
Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga
dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan ‘remodeling arteri
spiralis’.2
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada laisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan
keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan ‘remodeling
arteri spiralis’, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat
menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.2
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat
meningkatkan 10 kali aliran darah ke uteroplasenta.2
Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kegagalan ‘remodeling arteri spiralis’, dengan akibat plasenta mengalami iskemia.
Plasenta yang bebas mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan atau sering
disebut radikal bebas.2
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses
normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil
dalam darah iungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dialam darah, maka
dulu hipertensi dalam kehamilah disebut “toksemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksia lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga
akan merusak nukleus dan protein sel endotel. Dalam kondisi normal, produksi oksidan (radikal
bebas) dalam tubuh selalu diimbangi dengan produksi antioksidan. 2
Pada hipertensi dalam kehamilan, telah terbukti bahwa kadar okasidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. 2
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh
dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah
mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan
aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat
rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel
yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Pada disfungsi endotel, terjadi gangguan metabolisme
prostaglandin, kerusakan agregasi sel trombosit yang mengakibatkan vasokonstriksi, peningkatan
permeabilitas kapiler, peningkatan produksi bahan vasopresor seperti edotelin, dan peningkatan
faktor koagulasi.
Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :
- Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
diibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi
mempunya risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan
dengan suami sebelumnya.
- Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi.
Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer
(NK) ibu. 2
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Jadi, HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel NK. Pada plasenta dipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah
plasenta, menghambat invasi trofopbblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar
jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri
spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, yang memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi.
Pada awal trimester kedua kehamiln, perempuan dengan kecenderungan terjadi
preeklamsia ternyata memiliki proporsi sel Helper yang lebih rendah dibanding pada
normotensif.
Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada
kehamilan normal, terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat
dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. 2
Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor. Artinya,
daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang
akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh
minggu.
Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotipe janin. telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklamsia. 2
Teori defisiensi gizi
Penelitian yang dilakukan tentang pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu
sebelum pecahnya Perang Dunia II menunjukkan bahwa suasana serba sulit mendapat gizi yang
cukup dalam masa persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut,
dapat mengurangi risiko preeklamsia.
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh
darah.
Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas ke dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga
melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat
reaksi stress oksidatif. 2-6
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga
reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada
preeklamsia. Pada preeklamsia terjadi peningkatan stress oksidatif sehingga produksi debris
apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya
pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat,
sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban
reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada
kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang
menimbulkan gejala-gejala preeklamsia pada ibu. 2-6
Manifestasi Klinis
Gejala subjektif. Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-
gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa
eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria
bertambah meningkat. 2-6
Pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan
tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari
140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan
disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu,
edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak. 2-6
Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu; 2-6
Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
- Tekanan darah 140/90 mmHg setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan
darah normal.
- Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau
midstream.
- Edema pada lengan, muka, perut, atau edema geralisata. Edema lokal tidak dimasukkan
dalam kriteria preeklamsia.
Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut: 2-6
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg atau lebih.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan
sudah menjalani tirah baring.
- Proteinuria 2,0 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau > 2+.
- Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
- Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
- Kenaikan kadar kreatinin plasma
- Terdapat edema paru dan sianosis
- Trombositopeni berat <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
- Gangguan fungsi hati : peningkatan kadar SGOT dan SGPT.
- Pertumbuhan janin terhambat.
- Sindrom HELLP
Sikap dan Tindakan pada Preeklamsi Berat
Penderita preeklamsi berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklamsia berat
adalah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia dan eklamsia mempunyai risiko tinggi
untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas,
tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolamia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/ pulmonary
capillary wedge pressure. 2-6
Oleh sebab itu, monitoring input cairan (melalui oral maupun infus) dan output cairan
(melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya, harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa
jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema
paru, segera lakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa 5% dekstrosa atau
cairan garam faali dengan jumlah 125 cc/jam atau infus 5% dekstrosa yang tiap 1 liternya
diselingi infus ringer laktat (60-125 cc/jam) sebanyak 500 cc. 2-6
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi
urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam
lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung. Diet
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam. 2-7
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah Magnesium Sulfat (MgSO 4).
Magnesium Sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan saraf
dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transisi neuromuscular membutuhkan kalsium
pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehigga
aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibitor antara ion kalsium dan ion
magnesium). Kadar kalsum yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.
Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi piliha pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eclampsia. Banyak cara pemberian Magnesium Sulfat:2-7

- Loading dose: initial dose


4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam 10cc) selama 15 menit
- Maintenance dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/6jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m.
selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4 – 6 jam.
- Syarat-syarat pemberian MgSO4
 Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas
10% = 1 g (10% dalam 10cc) diberikan i.v 3 menit
 Reflex patella (+) kuat
 Frekuensi pernafasan >16 kali/menit
- Magnesium Sulfat dihentikan bila:
 Ada tanda-tanda intoksikasi
 Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
- Dosis terapeutik dan toksik MgSO4
 Dosis terapeutik : 4 – 7 mEq/liter 4,8 – 8,4 mg/dl
 Hilangnya reflex tendon : 10 mEq/liter 12 mg/dl
 Terhentinya pernafasan : 15 mEq/liter 18 mg/dl
 Terhentinya jantung : > 30mEq/liter > 36 mg/dl

Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan
pada 50% pemberiannya menimbulkan efek flushes (efek panas)
- Bila terjadi refrakter pada MgSO4 maka diberikan salah satu obat berikut: thiopental
sodium, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin
Pemberian diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali ada bukti dan tanda adanya
edema paru-paru, payah jantung kongestif atu edema anasarca. Diuretikum yang digunakan
adalah furosemide. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovoleia,
memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi
janin dan menurunkan berat janin.7,8
Pada pasien dengan preeklampsia, kan ditemukan terdapatnya peningkatan tekanan
darah. Pemberian antihipertensi masih terdapat batas penentuan dimana antihipertensi diberikan
pada tekana darah > 160/110 mmHg seperti yang diusulkan oleh Belfort. Namun ada juga yang
memberikan batas penentuan pemberian antihipertensi yaitu pada keadan tekanan sistolik > 180
mmHg dan/atau tekanan diastolic > 110 mmHg. Biasanya pemberian anti hipertensi akan
dihentikan bila telah terapat penurunan tekanan darah yang mencapai <160/105 mmHg atau
MAP <125. Pemberian obat antihipertensi yang dapat digunakan antara lain:
- Lini pertama
Nifedipin; dosis 10 – 20 mg per oral, diulang setiap 30 menit, max 120 mg dalam 24 jam
Nifedipin tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek vasodilatasi yang
sangatcepat, sehingga hanya diberikan per oral.
- Lini kedua
Sodium nitroprusside; 0,25 ug i.v/kgbb/menit, secara infus, ditingkatkan o,25 ug
i.v/kgBB/5 menit
- Alternative dan dalam penelitian
Calcium channel blockes: isradipin, nimodipin
Berbagai obat telah dianjurkan untuk mengatasi hipertensi berat pada wanita eklamsia.
Terapi antihipertensi lini pertama kami di Parkland Hospital adalah hidralazin. 2-6
Di Parkland Hospital, hidralazin diberikan secara intravena jika tekanan diastolik 110
mm Hg atau lebih atau tekanan sistolik 160 mm Hg atau lebih. Hidralazin diberikan dalam dosis
5 hingga 10 mg setiap 15 hingga 20 menit sampai dicapai respons yang memuaskan. Respons
memuaskan antepartum atau intrapartum didefinisikan sebagai penurunan tekanan diastole
menjadi 90 sampai 100 mm Hg, tetapi tidak lebih rendah karena perfusi plasenta dapat
terganggu.
Hidralazin yang diberikan dengan cara ini terbukti sangat efektif untuk mencegah
perdarahan otak. jarang diperlukan obat antihipertensi lain akibat respons yang kurang terhadap
hidralazin. Kecenderungan memberi dosis awal hidralazin yang lebih banyak tekanan darah lebih
tinggi harus dihindari. Respons terhadap dosis 5 sampai 10 mg tidak dapat diperkirakan dari
tingkat hipertensinya karena itu, selalu memberi 5 mg sebagai dosis awal. 2-6,10
Sikap Terhadap Kehamilan
Pelahiran jalan adalah penyembuhan bagi preeklamsia. Nyeri kepala, gangguan
penglihatan atau nyeri epigastrium merupakan petunjuk bahwa akan terjadi kejang dan oliguria
adalah tanda buruk lainnya. Preeklamsia berat memerlukan anti kejang dan biasanya terapi
antihipertensi diikuti kelahiran. Terapi serupa dengan yang akan dijelaskan kemudian untuk
eklamsia. Tujuan utama adalah mencegah kejang, perdarahan intrakranial dan kerusakan serius
pada organ vital lain, serta melahirkan bayi yang sehat.2-6,10
Namun, apabila janin dicurigai atau diketahui prematur, cenderung penundaan persalinan
dengan harapan bahwa tambahan beberapa minggu in utero akan menurunkan risiko kematian
atau morbiditas serius pada neonatus. Seperti telah dibicarakan, kebijakan semacam ini jelas
dibenarkan untuk kasus yang lebih ringan. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin dan fungsi
plasenta, terutama apabila terdapat keenganan unutk melahirkan janin dengan alasan
prematuritas. Sebagian besar peneliti menganjurkan pemeriksaan berkala berbagai uji yang saat
ini digunakan untuk menilai kesejahteraan janin.6,8-10
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama
perawatan, maka sikap terhadap kehamilan dibagi menjadi:
- Aktif (aggressive management): kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa
- Konservatif (ekspektatif): kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa
Perawatan Aktif (agresif)
Pemberian medikamentosa dilaukan, lalu kehamilan akan segera diakhiri. Indikasi perawatan
aktif ialah bila terdapat satu/lebih keadaan di bawah ini:
- Ibu
 Usia kehamilan ibu > 37 minggu.
 Adanya gejala impending eclampsia
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan laboratorik
memburuk
 Diduga adanya solusio plasenta
 Adanya onset persalinan, ketuban pecah, atau terdapat perdarahan
- Janin
 Ada tanda-tanda fetal ditress
 Ada tanda-tanda intrauterine growth retardation (IUGR)
 NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal
 Adanya oligohidramnion
- Laboratorik
 Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP” terutama bila ditandai dengan
trombositopeni

Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehaliman preterm <37 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin yang baik. Diberi pengoatan yang sama
dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan
konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya saja kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium sulfat dihentikan bula ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan,
selambat-ambatnya dalam 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh
dipulangkan bilapenderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeklampsia ringan.
Hipertensi Kronik
Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan sebelum timbulnya
kehamila. Apabila tida diketahui adanya hipertensi sebelum kehamilan, maka hipertensi kronik
didefinisikan bila didapatkan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90
mmHg sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Diagnosis Hipertensi Kronik
Bila didapatkan adanya hipertensi yang telah timbu sebelum kehamilan atau timbul
hipertensi <20 minggu umur kehamilan. Adapaun ciri-ciri kronik hipertensi kronik:
- Umur ibu relatif tua diatas 35 tahun
- Tekanan darah sangat tinggi
- Umumnya multipara
- Umumya ditemukan adanya kelainan jantung, ginjal, dan diabtese melitus
- Obesitas
- Penggunaan obat-obat antihipertensi sebelum kehamilan
- Hipertensi yang menetap pascapersalinan

Pada keadaan buruk dapat terjadi superimposed dengan tanda-tanda adanya proteinuria, gejala
neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan visus, edema anasarka, edema paru. Pada hasil
laboratorium dapat terlihat adanya kenaikan serum kreatinin, trombositopenia, kenaikan
transaminase serum hepar.

Dampak hipertensi kronik pada kehamilan


Bila perempuan hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya, dan hipertensi dapat
terkendali, maka hipertensi kronik tidak berpengaruh buruk pada kehamilan, meski tetap
mempunyai risiko terjadinya solusio plasenta, ataupun superimposed preeklampsia. Hipertensi
kronik yang diperberat oleh kehamilan akan memberikan tanda-tanda:
- Kenaikan mendadak tekanan darah yang akhirnya disusul dengan proterinuria
- Tekanan darah sistolik >200 mmHg diastolik >130 mmHg, dengan akibat segera terjadi
oliguria dan gangguan ginjal
Dampak hipertensi kronis pada janin ialah pertumbuhan janin yang terhambat atau fetal
growtth restriction, intrauterine growth retardation.
Pengelolaan pada kehamilan
Tujuan pengelolaan adalah meminimalkan atau mncegah dampak buruk pada ibu ataupun
janin akibat hiperteniya sendiri ataupun akibat onbat0obat anitihipertensi. Secara umum berarti
mencegah terjadinya hipertensi ringan menjadi lebih berat (pregnancy aggravated hypertension).
Pada dasarnnya, terapi hipertensi kronik berat hanya mempertimbangkan keselamatn ibu, tanpa
memandang status kehamilan. Hal ini untuk menghindari terjadinya ddisfungsi jantung dan
ginjal.
Tatalaksana hipertensi kronik
Pemberian penggunaan obat dapat menggunakan metildopa (dosis 500mg, 3x per hari),
bisa juga dengan Calcium Channel Blocker seperti nifedipin (dosis antara 30 – 90mg per hari).
Untuk perawatan pasca persalinan, pada hipertensi kronik sama dengan preeklampsia.
Edema serebri, edema paru, gangguan ginjal, dapat terjadi 24 – 36 jam pascapersalinan. Setelah
persalinan, 6 jam pertama akan terjadi resistensi (tahanan) perifer meningkat. Akibatnya, terjadi
peningkatan kerja ventrikel kiri. Bersamaan dengan itu akumulasi cairan interstitial masuk ke
dalam intravaskular. Banyak perempuan dengan hipertensi kronik dan superimposed
preeklampsia mengalami hipovolemia. Bila terjadi perdarahan pascapersalinan, sangat berbahaya
bila diberi cairan kristaloid atau koloid, karena lumen pembuluh darah telah mengalami
vasokonstriksi. Terapi terbaik bila terjadi perdarahan ialah pemberian transfusi darah.
Prognosis
Preeklampsia diperhitungan terhadap kematian maternal mencapai 14% etiap tahunnya,
yaitu sekitar 50,000 – 75,000 penduduk didunia. Morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan
preeklampsia dihubungkan pada keadaan pasien dengan disfungsi sistem endotel, vasospasme
dan trombosis yang berlanjut menjadi iskemia jaringan, dan juga terhadap angka kejadian strokes
dan hemoragik.
Di Indonesia sendiri, preeklampsia menjadi salah satu yang menjadi perhatian khusus di
pelayanan kesehatan pada ibu dan janin.

Daftar Pustaka
1. Cunningham, F.G et al. Williams Obstetrics.23rd edition. Volume 2. New York: Mc Graw
Hill Medical Publising Division:2014.p.740-92.
2. Wiknosastro H. Hipertensi dalam kehamilan. Editor Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachmihadhi T, dalam Ilmu Kebidanan edisi kedua, cetakan keempat, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 2010.h.530-61.
3. Arnett. Current Obstetry and Gynecology. McGrawHills : USA. 2007.p.345-89
4. Fortner K. Fox HE. Wallach EE. The Johns Hopkins Manual of Gynecology &
Obstetrics. Edisi ke3. Baltimore: Maryland. 2008. p. 982-98.
5. Manuaba I. Preeclampsia. Edisi 2012. Available from URLi
http://www.emedicinehealth.com/preeclampsia/page10_em.htm, 15th February 2019.
6. Sepllan. Prognosis preeclamsia. Edisi 2012. Available from URL:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000898.htm, 15th February 2019.
7. Lim KH. Preeclampsia. Available from URL:
https://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview, 15th February 2019.
8. WHO. WHO recommendations for prevention and treatment of pre-eclampsia and
eclampsia. Geneva: WHO; 2011.p.1-38.
9. Peres GM, Mariana M, Cairrão E. Pre-eclampsia and eclampsia: an update on the
pharmacological treatment applied in Portugal 2018. J. Cardiovasc. Dev. Dis. 2018; 5
(3): 1-13.
10. Institute of Obstetrician and Gynaecologists Royal College and Physicians of Ireland.
Clinical practice guideline: the diagnosis and management of severe pre-eclampsia and
eclampsia. Ireland: Institute of Obstetrician and Gynaecologist Royal College and
Physicians of Ireland; 2016. p.6-20.

Anda mungkin juga menyukai