Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji sukur saya panjatkan kepada TUHAN YME atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ISPA. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas
persyaratan kenaikan pangkat.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan teman
sejawat yang senantiasa mendukung dan memberi kritik serta sarannya dalam penyusunan
makalah ini sehingga berjalan lancar.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari teman sejawat serta
rekan-rekan pembaca untuk memberikan saran dan masukan yang berguna bagi penulis.

Lepas dari segala kekurangan yang ada, saya berharap semoga makalah ini membawa
manfaat bagi kita semua.

Dr. MERY SAURMA SIDABUTAR


NIP. 196910142008012003

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
I.I. Latar Belakang.....................................................................................................3
I.2. Tujuan..................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
II.1. DEFENISI.........................................................................................................4
B. ETIOLOGI..........................................................................................................5
II.2.1 BAKTERI GRAM POSITIF............................................................................5
II.2.2. BAKTERI GRAM NEGATIF.....................................................................11
BAB III PENUTUP.....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14

BAB I
2
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja 1.Dari hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes
tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bagian bawah menempati urutan ke dua sebagai
penyebab kematian 3.ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam
bentuk pneumonia. 1. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia. Di
Indonesia, dari buku SEAMIC Health statistic 2001, pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor enam 3. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim
dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut, sedangkan istilah pneumonitis sering
dipakai untuk proses non infeksi.1.
Pneumonia lobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem
pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi pada lobus paru.(2,)
Pneumonia lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon
imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab
tersering pneumonia lobaris pada dewasa dan anak besar adalah Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae.(5, 6) Insidensi pneumonia lobaris di negara-negara yang sedang
berkembang pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas
yang tinggi. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada
berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik.Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme
nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-
organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang
semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya pneumonia lobaris.(2)
I. 2. Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui dan memahami tentang pneumonia lobaris mengenai definisi, etiologi dan
epidemiologi, patologi dan patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis dan diagnosis banding,
penatalaksanaan, pencegahan dan prognosisnya
2.Sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Pneumonia lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyerang lobus paru.(2,6) Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar
anatomis kurang relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar etiologinya. Berdasar
etiologinya, pneumonia dibagi : (1) bakteri (Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus,
S.hemolyticus, S.aureus, H.influenza,dll), (2) virus (RSV, influenza, adenovirus, CMV), (3)

3
Mycoplasma pneumoniae, (4) Aspirasi (makanan, kerosen, cairan amnion, benda asing), (5)
Pneumonia hipostatik, (6) Sindrom Loeffler.(3,4,5 )

II.2. Etiologi
Pneumonia lobaris lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Golongan bakteri yang sering
menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus pneumonia lobaris adalah(,5):
1.Bakteri gram positif
a. Pneumococcus
b. Staphylococcus aureus
2.Bakteri gram negatif
a. Haemophilus influenzae
b.Klebsiella pneumonia
II.2.1. Bakteri gram positif
A. Pneumococcus
Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada kasus pneumonia. Pneumokokus
dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%,
sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada

4
usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir
selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada dewasa dan anak besar.(3,5)
B. Patofisiologi
Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas atau nasofaring.
Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi organisme-organisme ini serta
penyebarannya ke bagian paru lain yang berdekatan. Biasanya satu lobus atau lebih, atau bagian-
bagian dari lobus, tidak melibatkan sisa sistem bronkopulmonal.Namun, gambaran pneumonia
lobar ini sering tidak ada pada bayi, yang mungkin menderita penyakit yang tidak lebih
sempurna dan difus yang menyertai distribusi bronkus dan yang ditandai dengan banyak daerah
konsolidasi teratas di sekeliling jalan nafas yang lebih kecil. Jarang didapatkan jejas yang
permanen.(5) Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva
(droplet) dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek gravitasi.
Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari 4
tahap yang berurutan, yaitu :

1)Kongesti (4 s/d 12 jam pertama) Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh
darah yang berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih, bakeri dalam jumlah
yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam alveolus.
2)Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel
darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli. Lobus dan lobulus yang
terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar.Stadium ini berlangsung sangat singkat.
3)Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari) Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi
tampak kelabu karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli dan permukaan
pleura yang terserang melakukan fagositosis terhadap pneumococcus. Kapiler tidak lagi
mengalami kongesti.
4)Resolusi (7 s/d 11 hari) Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali pada strukturnya semula.(2,5) Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk pada
pneumonia lobaris adalah bercak-bercak yang tidak teratur, berbeda dengan bronkopneumonia
dimana penyebaran bercaknya mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai
dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang
lebih kecil.(2,

5
C. Gambaran Klinis Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari.Pada bayi bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu makan yang
menurun.Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39°C atau lebih.Anak sangat gelisah,
dispneu.Kesukaran bernafas yang disertai adanya sianosis di sekitar mulut dan hidung.Tanda
kesukaran bernafas ini dapat berupa bentuk nafas berbunyi (ronki dan friction rub di atas
jaringan yang terserang), pernafasan cuping hidung, retraksi-retraksi pada daerah
supraklavikuler, interkostal dan subkostal.Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi dapat
dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna seperti karat (dahak
berdarah).Lebih lanjut lagi bisa terjadi efusi pleura dan empiema, dimana keadaan ini dapat
menyebabkan ketinggalan gerak pada sisi yang terkena pada saat respirasi yang dapat dilihat
dengan gerakan berlebihan pada sisi yang berlawanan.Biasanya perkusi redup pada daerah efusi
dengan pengurangan fremitus dan suara pernafasan.Suara bronkial sering ditemukan tepat di atas
batas cairan dan pada sisi yang tidak terkena.Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah
yang terkena.Tanda- tanda klasik konsolidasi ditemukan pada hari kedua dan ketiga
penyakit.Pada perkusi bisa ditemukan adanya suara redup, fremitus yang bertambah. Pada
auskultasi mungkin ditemukan adanya suara bronkial, ronki basah halus.(,5)
D. Diagnosis
Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 – 40.000/mmk dengan jumlah sel
polimorfonuklear terbanyak, sedangkan bila didapatkan jumlah lekosit kurang dari 5.000/mmk
sering berhubungan dengan prognosis penyakit yang buruk.Nilai hemoglobin bisa normal atau
sedikit menurun. (,5)
Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan aspirasi trakea yang
dilakukan dengan hati-hati.Pada kebanyakan pasien, pneumokokus dapat diisolasi dari sekresi
nasofaring, tapi penemuan ini tidak dapat dipandang sebagai hubungan sebab-akibat, karena 10-
15% populasi mungkin merupakan pengidap S.pneumoniae yang tidak terinfeksi.Namun, isolasi
bakteri dari darah pada cairan pleura adalah diagnosa infeksi.Bakteremia ditemukan pada sekitar
30% penderita yang menderita pneumonia pneumokokus. Jenis pemeriksaan berupa pemeriksaan
makroskopik, mikroskopik dan biakan.(5) Gambaran radiologis dapat berupa konsolidasi pada
satu atau beberapa lobus. Konsolidasi dapat diperagakan dengan roentgenografi sebelum
konsolidasi ini dapat diketahui dari pemeriksaan fisik.Konsolidasi lobus pada anak yang lebih
tua tidak sesering pada bayti dan anak muda. Foto Roentgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi seperti pneumotorak, atelektasis, abses paru, pneumatokel, pneumotoraks,
pneumomediastinum, atau perikarditis.(,5)

6
E. Diagnosa banding
Pneumonia pnemokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia bakteri lain atau virus tanpa
pemeriksaan mikrobiologi yang tepat. Keadaan-keadaan yang mungkin merancukan antara lain
bronkiolitis, bronkitis alergika, gagal jantung kongestif, aspirasi benda asing, atelektasis, abses
paru dan tuberkulosis.(,5)
F. Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia bakteria menjadi tidak lazim, walaupun
infeksinya terjadi bersamaan dengan infeksi oleh mikroorganisme lain pada temapat yang sama.
Komplikasi yang sering terjadi ialah empiema, yang terjadi sebagai akibat dari perluasan infeksi
pada permukaan flora. Empiema lebih sering terjadi pada bayi dibanding pada anak yang lebih
tua.(,5
G. Penatalaksanaan
Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan pneumococcus sangat peka
terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian
penisilin G dengan dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara intramuskular dan ditambah dengan
kloramfenikol 50- 75 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas
seperti ampisilin. Terapi ini dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari setelah
suhu badan pasien normal.Bila didapatkan penderita alergi penisilin maka diberikan sefalosporin
dengan dosis 50 mg/kgBB/hari. . (5)Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin
untuk mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk pengobatan penyakit ini.
Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan
3:1 ditambah dengan larutan KCl 10mEq/500 ml botol infus. Pemberian oksigen segera untuk
penderita dengan kesukaran bernafas sebelum menjadi sianosis.(5
H. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini pada perjalanan penyakit
tersebut, maka mortalitas pneumonia lobaris akibat bakteri pneumokokus selama masa bayi dan

7
masa kanak-kanak sekarang menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya morbiditas yang
berlangsung lama juga menjadi rendah.(5)
2. Staphylococcus aureus
A. Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang cepat menjadi
progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta bila tidak segera diobati dengan semestinya
akan berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan dan mempunyai angka mortalitas
tinggi. Penyakit bronkopneumonia akibat organisme ini jarang ditemukan.(4) Seperti pada
infeksi pneumokokus, infeksi stafilokokus ini sering didahului dengan infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas. Pada umumnya terjadi pada setiap umur, 30% dari semua penderita
berumur di bawah 3 bulan dan 70% berumur di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini terjadi di
dalam ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan dengan strain- strain organisme patologis
spesifik, yang biasanya resisten terhadap berbagai antibiotika. Bayi akan memperlihatkan
penyakit dalam beberapa hari setelah dikolonisasi atau setelah beberapa minggu kemudian.
Infeksi virus pada saluran pernafasan memegang peranan penting dalam memajukan penyebaran
stafilokokus, di antara bayi-bayi dan dalam mengubah kolonisasi menjadi penyakit.(5)
B. Patofisiologi
Stafilokokus menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim misalnya hemolisin, lekosidin,
stafilokinase dan koagulase.Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan eksudat
fibropurulen tebal, sehingga menimbulkan abses yang mengandung koloni stafilokokus, lekosit,
eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah maka dapat terbentuk trombus-trombus sepsis
pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan peradangan luas.(5
C. Gambaran Klinis
Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga lain yang disebabkan oleh
staphylococcus disertai gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah selama
beberapa hari sampai 1 minggu. Penderita mengalami demam bersuhu tinggi, batuk dan tanda
kesukaran pernafasan seperti takipneu, suara pernafasan yang meningkat, retraksi dada dan
subkostal, nafas cuping hidung, sianosis dan kecemasan. Pada beberapa penderita dapat
mengalami gangguan saluran cerna yang ditandai dengan muntah-muntah, anoreksia, diare serta
distensi abdomen.(5) Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara pernafasan
yang menurun, ronkhi yang tersebar dan suara-suara pernafasan bronkhial. Bila terjadi efusi atau
empiema, pada perkusi didapatkan suara redup serta getaran-getaran suara yang berkurang pada
auskultasi.(5)

8
D. Diagnosis
Didapatkan adanya lekositosis (AL>20.000/mmk) terutama sel-sel polimorfonuklear, pada bayi
muda angka leukosit dapat tetap dalam kisaran normal.Bila didapatkan lekopeni maka
prognosisnya buruk, sering ditemukan adanya anemia ringan sampi sedang.Biakan didapatkan
dari aspirasi trakea atau pungsi pleura, dengan pewarnaan Gram didapatkan gambaran kokus
gram positif dalam kelompok.Penemuan kuman stafilokokus dalam nasofaring tidak bernilai
diagnostik, tetapi biakan darah mungkin positif. Pada cairan pleura menunjukkan adanya eksudat
dengan jumlah se-sel polimorfonuklear berkisar dari 300 – 100.000/mmk, protein di atas 2,5 g/dl
dan kadar glukosa rendah yang relatif sama dengan kadar glukosa dalam darah. Gambaran
radiologis berupa infiltrat yang menyatu dan biasanya terbatas, atau dipadatkan dan homogen
dan melibatkan seluruh lobus paru atau hemitoraks.(5)
E. Diagnosis banding
Mengenali pneumonia stafilokokus awal pada bayi sering sukar dilakukan. Mulainya yang
mendadak dan penjelekan gejala yang cepat harus dipertimbangkan disebabkan oleh stafilokokus
sampai terbukti lain. Riwayat furunkulosis, baru masuk rumah sakit, abses payudara ibu harus
dipertimbangkan kemungkinan diagnosa ini.Pneumonia bakteri lain yang menyebabkan
empiema atau pneumatokel dapat merancukan diagnosa, termasuk pneumonia streptokokus,
klebsiella, H. influenza, pneumonia pneumokokus dan tuberkulosis dengan kaverna. Kadang-
kadang aspirasi benda asing yang tidak radioopak dapat memberikan gambaran klinis dan
radiologis yang sama.(5)
F. Komplikasi
Karena empiema, piopneumotoraks dan pneumatokel begitu sering ditemukan bersama
pneumonia ini, sehingga mereka dianggap bagian dari perjalanan alamiah penyakit dan bukan
sebagai komplikasi. Lesi septik di luar saluran pernafasan jarang terjadi, kecuali pada bayi muda,
yang padanya dapat terjadi perikarditis, meningitis, osteomielitis, dan abses metastasis multipel
stafilokokus pada jaringan lunak.(5)

9
G. Penatalaksanaan
Terapi terdiri atas pemberian antibiotik yang tepat, drainase kumpulan nanah, pemberian
oksigen, hidrasi dan pemberian nutrisi secara intravena. Kadang-kadang dapat diperlukanbantuan
ventilasi.(5)
H. Terapi
Pilihan yaitu dengan pemberian penisilin semi sintetik, resisten penisilase (misal : nafsilin) 200
mg/kgBB/hari secara intra vena atau seftriakson 100-150 mg/kgBB/hari secara intra vena atau
dengan ampicilin 100 mg/kgBB/hari secara intra vena selama 14 hari, pada neonatus. Pada bayi
dan anak-anak antibiotika yang diberikan ialah sefuroksim 80-160 mg/kgBB/hari secara intra
vena dengan lama pemberian selama 10 hari.Uji resistensi pada pneumonia stafilokokus
sangatlah penting karena telah banyak yang resisten terhadap beberapa antibiotika, namun
mengingat cepatnya perjalanan penyakit maka dianjurkan untuk memberikan antibiotika
spektrum luas yang kiranya belum resisten. Untuk infeksi stafilokokus yang membuat
penisilinase dapat diberikan linkomisin 10-20 mg/kgBB/hari secara intra vena.(5,9) Selain itu
bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul, pemberian oksigen disertai posisi penderita
setengah miring untuk mengurangi sianosis dan kecemasan. Bila paru sudah mulai mengembang,
maka pipa- pipa drainase bisa dilepaskan. Hal ini dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh
berada di dalam rongga toraks lebih dari 5 – 7 hari.(5
I. Prognosis
Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang,
angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami
sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit
yang menyertai. Semua penderita dengan hasil biakan staphylococcus yang positif sebaiknya
harus diuji terhadap kemungkinan fibrosis kistik dan terhadap penyakit defisiensi imunologis.(5
II.2.2. Bakteri gram negatif
1. Haemophilus influenzae
A. Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada bayi dan anak-
anak, teriutama yang belum mendapatkan vaksinasi hemofilus dan sangat berhubungan dengan
adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus respiratorius dan epiglotitis.(5)
B. Patofisiologi
Pneumonia H. influenza penyebarannya biasanya lobar, tetapi tidak ada tanda roentgenogram
dada yang khas.Terjadi infiltrat segmental, keterlibatan lobus tunggal atau multipel, efusi pleura
dan pneumatokel. Penyebaran dari infeksi di tempat lain adalah secara hematogen. Daerah yang
terinfeksi memperlihatkan adanya reaksi peradangan dengan sel-sel lekosit polimorfonuklear
ataupun sel-sel limfosit disertai dengan penghancuran sel-sel epitel bronkiolus secara meluas.
Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema yang disertai dengan perdarahan.(5,6)
C. Gambaran Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan gambaran klinis yang diakibatkan oleh
pneumokokus, pneumonia H. influenza lebih sering mulai secara tersembunyi dan biasanya
perjalanannya lama selama beberapa minggu.Batuk hampir selalu dijumpai tapi mungkin tidak
produktif. Pada penderita di sini juga dijumpai adanya demam serta tanda kesukaran bernafas,

10
takipnea dan pernafasan cuping hidung.(5) Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara redup
yang terlokalisasi saat perkusi serta adanya suara pernafasan bronkial; cairan pleural sering ada
pada roentgen dada pada bayi muda.(5,6,
D. Diagnosis
Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif.Kultur didapatkan dari darah, cairan
pleura maupun dari aspirasi paru yang memperlihatkan adanya lekositosis sedang disertai dengan
limfopenia relatif.Bila tidak ada biakan positif, uji aglutinasi lateks urin yang positif dapat
dipakai untuk mendukung diagnosis ini. Selain itu bisa pula dengan pemeriksaan elektroforesis
imunologis berlawanan (counter immunoelectrophoresis) pada sekresi-sekresi trakea, darah, air
kemih dancairan pleura untuk menegakkan diagnosis lebih dini. Bila ditemukan adanya
atelektasis, bronkoskopi mungkin terindikasi untuk mengesampingkan adanya benda asing.(5,6,
E. Komplikasi
Sering dijumpai adanya komplikasi, terutama pada bayi muda, dan termasuk bakteremia,
perikarditis, selulitis, empiema, meningitis dan piartrosis. Meningitis terjadi pada 15% penderita
yang lebih muda pada satu penelitian.(5)
F. Penatalaksanaan
Terapi simtomatik dan suportif sama dengan terapi pada pneumonia pneumokokus dan
stafilokokus. Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan
ampisilin 100 mg/kgBB/hari atau seftriakson 100 mg/kgBB/hari secara intra vena harus
dimasukkan sebagai terapi antibiotika inisial sampai diketahui apakah organisme penghasil
penisilinase; jika strain tersebut sensitif, cukup diberikan ampisilin 100 mg/kgBB/hari saja. Uji
kepekaan dan resistensi sangat penting.(5) Tindakan drainase diindikasikan bila terdapat efusi
pleura dan piartrosis.(5)
2. Klebsiella pneumoniae
A. Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus respiratorius dan traktus
gastrointestinal pada beberapa anak sehat. Organisme ini jarang menimbulkan infeksi pada anak-
anak.Infeksi akibat Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul sebagai kasus sporadis pada
neonatus.Banyak bayi mengandung organisme ini dalam nasofaring mereka tanpa
memperlihatkan adanya tanda-tanda sakit klinis hanya sesekali saja seorang bayi mengalami
sakit berat. Bahan-bahan yang menyebarkan infeksi sehingga menularkan adalah peralatan yang
dipakai di dalam ruang pemeliharaan bayi dan alat pelembab udara sebagai sumber-sumber
utama infeksi nosokomial dengan organisme tersebut.(
B. Patofisiologi
Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal.Bakteri ini memasuki alveoli melalui
peralatan yang dipakai dengan kecenderungan merusak dinding alveolar. Daerah yang terinfeksi
benar-benar mengalami nekrosis disertai dengan adanya sejumlah pus yang banyak dan bahkan
jaringan setempat sudah fibrosis.(7)
E. Penatalaksanaan
Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat dianjurkan karena obat ini
terbukti efektif dalam melawan bakteri ini.Kanamisin merupakan obat pilihan yang digunakan
pada neonatus. Dosis yang digunakan 15–20 mg/kgBB/hari secara intramuskuler setiap 8 jam

11
selama minimal 10 – 14 hari atau dengan gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari secara iv/im. Terapi
yang diperpanjang diindikasikan untuk penyebaran infeksi pada kavitas paru.Bila sudah terdapat
empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi pengembangan parunya.
F. Prognosis
Adanya penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema dan kerusakan parenkim sisa bisa
memperburuk keadaan dan meningkatkan angka kematian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi.Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.

12
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR.
Surabaya
5.Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit EGC,
Jakarta, 1992, hal: 617-628.
6.Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC, Jakarta, 1998,
hal: 167.
10. Isselbacher, et al, Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Vol. 2, Penerbit
EGC, Jakarta, 1995, hal. 906-909.

13

Anda mungkin juga menyukai