Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru.

Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan

sebagian kecil disebabkan oleh hal-hal lain (aspirasi, radiasi dll)

(Rahajoe, Nastiti N dkk, 2008). Pneumonia adalah peradangan paru

dimana asinus tensi dengan cairan, dengan atau tanpa disertai infiltrasi

sel radang kedalam dinding alveoli dan rongga intestinum (Ridha,

2014).

Pneumonia adalah adanya imflamasi, pembengkakan atau

peradangan pada jaringan parenkim paru yang biasanya dikaitkan

dengan pengisian alveoli dengan cairan. Pneumonia dapat

diklasifikasikan menurut agen penyebab ataupun area paru yang

terkena pneumonia. Berdasarkan agen penyebab, pneumonia dibagi

menjadi empat yaitu pneumonia tipikal (klasik) atau Community

Acquired Pneumonia pneumonia atipikal (CAP), (nasokomial),

pneumonia aspirasi, dan pneumonia immunocompromised.

Berdasarkan area paru yang terkena dibagi menjadi dua yaitu

pneumonia lobaris dan broncopneumonia (Wahid & Imam, 2013)

1
2

2.1.2 Klasifikasi

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015), klasifikasi pneumonia

dibagi berdasarkan penyebabnya, antara lain :

1. Klasifikasi pneumonia berdasarkan prediksi infeksi :

a. Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian

besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru

terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau

“ganda”.

b. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada

ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat

mikropurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam

lobus yang berada didekatnya.

c. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang

terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan

peribronkial serta interlobular.

2. Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan :

a. Pneumonia Komunitas

Dijumpai pada H. Influenza pada pasien perokok, pathogen

atipikal pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah

jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta

kardiopolmonal/jamak, atau paska terapi antibiotika

spectrum luas.
3

b. Pneumonia Nosokomial

Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya

resiko untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang

timbul onset pneumonia.

c. Pneumonia Aspirasi

Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat

aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan insert misalnya

cairan makanan atau lambung, edema paru, dan obstruksi

mekanik simple oleh bahan padat.

d. Pneumonia pada gangguan imun

Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi.

Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen

atau mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa

bakteri, protozoa, virus, jamur, dan cacing.

2.1.3 Etiologi

Penyakit pneumonia biasanya disebabkan karena beberapa faktor,

(Nurarif & Kusuma, 2015) diantaranya adalah :

1. Bacteria (Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptokokus

hemolyticus, Streptokoccus aureus, Hemopnilus influenza,

Mycobacterium tuberkolusis, Bacillus friedlander).

2. Virus (Respiratory syncytial virus, Adeno virus, Virus

sitomegalitik, Virus influenza)


4

3. Mycoplasma Pneumonia

4. Jamur/fungi (Histoplasma capsulatum, Neuroformans,

Dermatitides, Coccidodies immitis, ).

5. Aspirasi makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan

amnion, benda asing.

6. Pneumonia Hipospatik.

7. Sindrom Loeffler/sesak nafas yang menyerupai asma.

2.1.4 Manifestasi klinik

1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama.

Paling sering terjadi pada usia 6 bulan sampai 3 tahun dengan

suhu mencapai 39,5-40,5 oc bahkan dengan infeksi ringan.

2. Miningismus, yaitu tanda meninggal tanpa infeksi meninges.

Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai

sakit kepala, nyeri, dan kekakuan pada punggung dan leher,

adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat

suhu turun.

3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan

penyakit masa kanak-kanak. Sering kali merupakan bukti awal

dari penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau

lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, sering kali

memanjang sampai ke tahap pemulihan.


5

4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit

yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya

berlangsung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.

5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi

berat. Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena

virus.

6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa

dibedakan dari nyeri apendiksitis.

7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat

oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi

pernafasan dan menyusu pada bayi.

8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin

encer dan sedikit atau kental dan purulen, bergantung pada tipe

dan atau tahap infeksi.

9. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan.

Dapat menjadi bukti hanya selama fase akut.

10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi

terdengar mengi, krekles.

11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada

anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak

untuk minum dan makan per oral.


6

12. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau

makan/minum, atau memuntahkan semua, kejang, tidak sadar,

sianosis, distress pernafasan berat.

13. Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas

cepat saja.

a. Pada anak umur 2 bulan sampai 11 bulan : ≥ 50 kali/menit.

b. Pada anak umur 1 tahun sampai 5 tahun : ≥ 40 kali/menit.

2.1.5 Pathofisiologi

Menurut (Somantri, 2009), paru merupakan struktur kompleks

yang terdiri atas kumpulan kulit yang dibentuk melalui percabangan

progresif jalan nafas. Saluran nafas bagian bawah yang normal adalah

steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme

yang menempati orofaring dan terpejan oleh mikroorganisme dari

lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilitas saluran nafas

bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan

yang efektif. Saat terjadi inhalasi bakteri penyebab pneumonia

ataupun akibat dari penyebaran secara hematogen dari tubuh dan

aspirasi melalui orofaring, tubuh pertama kali akan melakukan

mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respone radang.

Timbulnya hepatisasi merah dikarenakan perembesan eritrosit dan

beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut aliran

darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit

eritrosit. Kuman pneumococcus difagosit oleh leukosit dan sewaktu


7

resolusi berlangsung makrofag masuk ke dalam alveoli dan menekan

leukosit beserta kuman. Paru masuk ke dalam tahap hepatisasi abu-

abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel

darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi

resolusi sempurna. Paru kembali menjadi normal tanpa kehilangan

kemampuan dalam pertukaran gas.

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi menurut (Ridha, 2014) antara lain :

2.1.1 Efusi pleura dan emfiema

2.1.2 Komplikasi sistemik

2.1.3 Hipoksia

2.1.4 Pneumonia kronik

2.1.5 Bronkietasis

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Nurarif & Kusuma, 2015 adalah:

1. Sinar-X, Mengidentifikasi distribusi struktural.

2. Biopsi paru, untuk menetapkan diagnosis.

3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum, dan darah, untuk dapat

mengidentifikasi semua organisme yang ada.

4. Pemeriksaan serologi, membantu dalam membedakan diagnosis

organisme khusus.
8

5. Pemeriksaan fungsi paru, untuk mengetahui paru-paru,

menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis

keadaan.

6. Spirometric statik, untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.

7. Bronkoskopi, untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda

asing.

2.1.8 Penatalaksanaan

Menurut Ridha (2014) adalah :

1. Antibiotik diberikan sesuai penyebabnya.

2. Ekspektoron yang dapat dibantu dengan postural

drainase/fisioterapi dada.

3. Rehidrasi yang cukupdan adekuat.

4. Latihan nafas dalam dan batuk efektif sangat membantu.

5. Oksigenasi sesuai dengan kebutuhan dan yang adekuat.

6. Isolasi pernafasan sesuai dengan kebutuhan.

7. Diet tinggi kalori dan tinggi protein.

8. Terapi lain sesuai dengan komplikasi.

2.1.9 Konsep Kebutuhan Oksigenasi

1. Pengertian

Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem

(kimia atau fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan

tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam metabolisme sel.

Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air.


9

Akan tetapi, penambahan CO2, yang melebihi batas normal pada

tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap

aktivitas sel (Mubarak, Wahid Iqbal dkk, 2015).

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan fisiologis

dasar bagi semua manusia untuk kelangsungan hidup sel dan

jaringan serta metabolisme tubuh. Anak mempunyai kebutuhan

oksigen sangat ditentukan oleh keadekuatan sistem pernafasan dan

sistem kardiovaskuler (Poston, 2009).

Pada saat kita bernafas biasa udara yang masuk ke paru-

paru 2.600 CM3 atau 2 ½


M jumlah pernafasan. Dalam keadaan

normal orang dewasa 16-18 x/menit, anak 24 x/menit, dan bayi 30

x/menit (Syaifuddin, 2006).

Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan

untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas guna

mempertahankan jalan nafas yang bersih (Nurarif & Kusuma,

2015). Bersihan jalan nafas tidak efektif untuk membersihkan

sekret atau obstruksi saluran nafas guna mempertahankan jalan

nafas yang bersih (Wilkinson, 2010).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi

a. Faktor Fisiologis

1) Penurunan kapasitas angkut O2

2) Penurunan konsentrasi O2

3) Peningkatan laju metabolik


10

4) Kondisi lainnya

b. Faktor Perilaku

1) Nutrisi

2) Olahraga

3) Ketergantungan zat adiktif

4) Emosi

5) Gaya hidup

c. Faktor Lingkungan

1) Suhu

2) Ketinggian

3) Polusi

3. Fisiologi Bersihan Jalan Nafas

Terjadinya bersihan jalan nafas tidak efektif berkaitan erat dengan

disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkial, PPOK

(Penyakit Paru Obstruksi Kronis), infeksi, asma jalan nafas alergik

(trauma) (Nurarif & Kusuma, 2015).

4. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Bersihan Jalan Nafas

a. Faktor Lingkungan

1) Perokok pasif

2) Menghisap asap

3) Merokok

b. Obstruksi Jalan Nafas

1) Spasme jalan nafas


11

2) Mokus dalam jumlah berlebih

3) Eksudat dalam jalan alveoli

4) Materi asing dalam jalan nafas (Nurarif & Kusuma, 2015)

2.1.10 Tindakan Fisioterapi Dada Untuk Membebaskan Jalan Nafas

Fisioterapi dada adalah suatu rangkaian tindakan

keperawatan yang terdiri atas perkusi, vibrasi, dan drainase postural

(Mubarak, Indrawati, Susanto, 2015). Fisioterapi dada sangat efektif

bagi penderita penyakit paru baik yang bersifat akut maupun kronis,

sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki

ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu (Hendra,

2011).

Tujuan dari dilakukannya tindakan fisioterapi dada ini adalah

jalan nafas bersih. Secara mekanik dapat melepaskan sekret yang

melekat pada dinding bronkus dan mempertahankan fungsi otot-otot

pernafasan (Potter & Perry, 2006).

1. Alat :

a. Handuk (jika perlu)

b. Paniti (jika perlu) (Mubarak, Indawati, Susanto, 2015).

2. Prosedur Pelaksanan Tindakan Fisioterapi Dada :

a. Lakukan auskultasi paru, tentukan segmen yang akan

dilakukan drainase postural (Anas, 2008).

b. Tutup area yang akan dilakukan perkusi dengan handuk atau

pakaian untuk mengurangi ketidaknyamanan.


12

c. Anjurkan klien untuk tarik nafas dalam dan lambat untuk

meningkatkan relaksasi.

d. Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk.

e. Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan

tangan secara cepat untuk menepuk dada.

f. Perkusi pada setiap bagian segmen paru selama 1 sampai 2

menit.

g. Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur

yang mudah cidera, seperti mamae, sternum, kolumma

spinalis, dan ginjal (Mubarak, Wahid Iqbal dkk, 2015).

2.1.11 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pneumonia

1. Pengkajian

a. Keluhan Utama

Keluhan pertama yang sering menjadi alasan pasien dengan

pneumonia untuk meminta pertolongan kesehatan adalah

sesak napas, batuk, dan peningkatan suhu tubuh.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, yakni apakah

pasien pernah mengalami infeksi saluran pernafasan atas

(ISPA) dengan gejala-gejala seperti luka tenggorokan,

kongestinasal, bersin, dan demam ringan.


13

c. Pengkajian Psiko, sosio, dan spiritual

Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang

jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.

Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien

tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini

penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko,

sosio, dan spiritual yang seksama. Pada kondisi klinis, klien

dengan pneumonia sering mengalami kecemasan bertingkat

sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Hal ini yang perlu

ditanyakan adalah kondisi pemukiman dimana klien

bertempat tinggal, klien dengan pneumonia sering dijumpai

bila bertempat tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk.

d. Pemeriksaan Fisik

Pemantauan keadaan umum pada pasien dengan pneumonia

dapat dilakukan secara selintas pandang, yakni dengan

menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Perlu dinilai juga

keadaan umum tentang kesadaran pasien yang terdiri atas

komposmentis, apatis, somnolen, sopor, sopokoroma, atau

koma. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien

dengan pneumonia, biasanya didapatkan adanya peningkatan

suhu tubuh lebih dari 40ºC, frekuensi napas meningkat dari

frekuensi normal, dan denyut nadi yang biasanya meningkat


14

seirama dengan peningkatan suhu tubuh. Biasanya, denyut

nadi juga meningkat seirama dengan frekuensi pernapasan.

Apabila tidak melibatkan infeksi sistemis yang berpengaruh

pada hemodinamika kardiovaskular, tekanan darah biasanya

tidak ada masalah.

1) B1 (Breathing)

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pneumonia

merupakan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi.

a) Inspeksi

Amati bentuk dada dan gerakan pernapasan, serta

apakah gerakan pernapasan sudah simetris. Pada

pasien dengan pneumonia sering ditemukan

peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta

adanya retraksi sternum dan intercostals space (ICS).

Napas cuping hidung pada sesak berat dialami oleh

anak-anak. Batuk dan sputum, saat dilakukan

pengkajian batuk pada pasien dengan pneumonia,

biasanya didapat batuk produktif disertai dengan

adanya peningkatan produksi secret dan skresi

sputum yang purulen.


15

b) Palpasi

Palpasi ditandai dengan adanya gerakan dinding

toraks anterior atau ekskresi pernapasan. Pada

palpasi pasien dengan pneumonia, gerakan pada saat

bernapas biasanya normal dan seimbang.

c) Perkusi

Pasien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi,

biasanya dijumpai bunyi resonansi atau sonor pada

seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada

pasien dengan pneumonia didapatkan apabila

bronchopneumonia menjadi satu sarang.

d) Auskultasi

Pada pasien pneumonia, didapatkan bunyi napas

melemah dan bunyi napas tambahan atau ronkhi

basah pada sisi yang sakit.

2) B2 (Blood)

Pada pasien dengan pneumonia, pengkajian yang

didapatkan meliputi:

a) Inspeksi

Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum

b) Palpasi

Denyut nadi perifer melemah


16

c) Perkusi

Batas jantung tidak mengalami pergeseran

d) Auskultasi

Tekanan darah biasanya normal dan bunyi jantung

tambahan biasanya tidak didapatkan.

3) B3 (Brain)

Pasien dengan pneumonia yang berat sering mengalami

penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila

gangguan perfusi jaringan yang berat.

4) B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine dengan intake cairan.

Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya

oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari

shock.

5) B5 (Bowel)

Pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan

nafsu makan, dan penurunan berat badan.

6) B6 (Bone)

Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering

menyebabkan ketergantungan pasien terhadap bantuan

orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.


17

e. Pengkajian Penyakit Sekarang

Pada awalnya, keluhan batuk tidak produktif,tapi selanjutnya

akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus

purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, kecokelatan

atau kemerahan dan sering kali berbau busuk. Pasien

biasanya mengeluh mengalami demam tinggi, sesak napas,

peningkatan frekuensi nafas, lemas, dan nyeri kepala.

f. Pengkajian Keperawatan

Pasien pneumonia sering terjadi pada :

1) Pada anak-anak, karena pneumonia sering dialami anak-

anak daripada orang dewasa.

2) Pasien yang bertempat tinggal dilingkungan dengan

sanitasi buruk.

3) Pada pasien dengan penyakit yang melemahkan (AIDS,

kanker) atau mempunyai riwayat menghirup atau aspirasi

zat iritan.

4) Pasien dirumah sakit yang memiliki riwayat imobilisasi

fisik.

5) Pasien yang menggunakan selang.

6) Pasien yang menerima obat-obatan imunosubrosis

(kemoterapi, kortikosteroid).
18

7) Pasien yang menggunakan teknologi life support

canggih, seperti ventilator yang terpasang endotrakeal

atau trakeastom.

8) Pasien yang mengalami penurunan tingkat kesadaran.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut Padila (2013) adalah sebagai

berikut :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

b. Gangguan pertukaran gas

c. Resiko infeksi

d. Intoleransi aktivitas

e. Nyeri akut

f. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

3. Rencana Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan menurut NANDA-3 2015-2017,

Somantri, 2009 adalah sebagai berikut :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

NOC :

Status Pernapasan : Patensi Jalan Napas

Kriteria Hasil :

1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang

bersih, tidak ada sianosis dan dypsnue.

2) Menunjukan kepatenan jalan napas yang paten.


19

3) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang

dapat menghambat jalan nafas.

NIC :

Manajemen Jalan Napas (3140)

Independen

1) Kaji jumlah/kedalaman pernapasan dan pergerakan dada.

2) Auskultasi daerah paru,catat area yangmenurunan atau

tidak adanya aliran udara, dan suara napas tambahan

seperti crackles dan mengi.

3) Elevasi kepala, sering ubah posisi.

4) Bantu klien untuk sering melakukan latihan napas dalam.

Demonstrasikan/bantu klien belajar untuk batuk, misal

menahan dada dan batuk efektif pada saat posisi tegak

lurus.

5) Lakukan suction atas indikasi.

6) Berikan cairan ± 2500 ml per hari (jika tidak ada

kontraindikasi). Berikan hangat.

Kolaboratif

1) Kaji efek dari pemberian nebulizer dan fisioterapi

pernapasan lainnya, misalnya incentive spirometer,

pernapasan tekanan positif intermiten (iPPB), perkusi,

dan drainase postural. Lakukan tindakan selang di antara

makan dan batasi cairan jika cairan sudah mencukupi.


20

2) Berikan pengobatan atas indikasi, misalnya mukolitik,

ekspektoran, bronkodilator, dan analgesic.

3) Beri cairan suplemen misal IV, humidifikasi oksigen dan

room humidification.

4) Monitor foto ronsen dada, ABGs, dan pulse

oximetry/oksimetri nadi.

b. Gangguan pertukaran gas

NOC :

Status Pernapasan : Pertukaran gas

Kriteria Hasil :

1) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan

oksigenasi yang adekuat.

2) Memelihara kebersihan paru-paru bebas dari tanda-tanda

distress pernafasan.

3) Mendemonstrasikan betuk efektif dan suara nafas yang

bersih, tidak ada sianosis dan dypsnue.

4) Vital sign dalam rentang normal.

NIC :

Pemantauan Pernapasan (3350)

Independen

1) Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan bantalan

kuku, catat adanya sianosis perifer (bantalan kuku) atau

sianosis sentral (sirkumonal).


21

2) Kaji status mental.

3) Monitor denyut/irama jantung.

4) Monitor suhu tubuh atas indikasi. Lakukan tindakan

mengurangi demam dan menggigil, misal ganti posisi

atau suhu ruangan yang nyaman, kompres.

5) Pertahankan tirah baring. Anjurkan untuk menggunakan

teknik relaksasi dan aktivitas pengalihan.

6) Elevasi kepala dan anjrkan perubahan posisi, napas

dalam, dan batuk efektif.

7) Kaji tingkat kecemasan. Anjurkan untuk menceritakan

secara verbal. Jawab pertanyaan secara bijaksana.

Monitor keadaan klien sesering mungkin, atur

pengunjung untuk tinggal bersama klien atas indikasi.

8) Observasi kondisi yang memburuk, catat adanya

hipotensi, sputum berdarah, pollar/pucat, sianosis,

perubahan dalam tingkat kesadaran, dispnea berat, dan

kelemahan.

Kolaboratif

1) Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan

2) Pantau AGDs dan oksimetri nadi


22

c. Resiko infeksi

NOC :

Imune status

Kontrol Resiko : kontrol infeksi

Kriteria Hasil :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang

mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.

2) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi.

3) Jumlah leukosit dalam batas normal.

4) Menunjukan perilaku hidup sehat.

NIC :

Kontrol Infeksi (6540)

Independen

1) Monitor vital sign, terutama selama proses terapi.

2) Mendemonstrasikan teknik mencuci tangan yang baik.

3) Ubah posisi dengan sering dan berikan pembersihan paru

yang baik.

4) Batasi pengunjung atas indikasi.

5) Lakukan isolasisesuai dengan kebutuhan individual.


23

6) Anjurkan untuk istirahat secara adekuat sebanding

dengan aktivitas. Tingkatkan intake nutrisi secara

adekuat.

7) Monitor keefektifan terapi antimikroba.

Kolaboratif

1) Beri obat antimikroba atas indikasi sebagai hasil dari

pemeriksaan kultur sputum/darah, misalnya penisilin,

Erithromycin, Tetracycline, Amikacine, Cephalosporins.

d. Intoleransi aktivitas

NOC :

Toleransi Aktivitas

Kriteria Hasil :

1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai

peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR.

2) Mampu melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri.

3) Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat.

4) Sirkulasi status baik.

NIC :

Manajemen Energi (0180)

Independen

1) Evaluasi respons klien terhadap aktivitas. Catat serta

laporkan adanya dispnea, peningkatan kelemahan


24

danperubahan dalam tanda vital, baik selama maupun

setelah aktivitas.

2) Beri lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung

selama fase akut atas indikasi. Anjurkan untuk

menggunakan manajemen stress dan aktivitas

pengalihan.

3) Jelaskan pentingnya beristirahat pada rencana terapi dan

perlunya keseimbangan antara aktivitas dengan istirahat.

4) Bantu klien mengambil posisi yang nyaman untuk

istirahat dan tidur.

5) Bantu klien memenuhi kebutuhan self care/perawatan

diri. Berikan aktivitas yang meningkat selama fase

penyembuhan.

e. Nyeri akut

NOC :

Level Nyeri, kontrol nyeri

Kriteria Hasil :

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi

nyeri, mencari bantuan).

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dan menggunakan

menejemen nyeri.
25

3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan

tanda nyeri).

NIC :

Manajemen Nyeri (1400)

Independen

1) Tentukan karakteristik nyeri, misal ketajaman, terus-

menerus (frekuensi). Cari perubahan dalam

karakteristik/lokasi/intensitas nyeri.

2) Berikan tindakan untuk kenyamanan, seperti back

rubs/gosok punggung, perubahan posisi, musik lembut,

latihan relaksasi/nafas.

3) Tawarkan untuk oral higiene.

4) instruksikan dan bantu klien untuk melakukan teknik

menahan dada selama batuk.

Kolaboratif

1) Beri analgesic dan antitusif, sesuai indikasi.

f. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

NOC :

Status Nutrisi : food and fluid intake

Kriteria Hasil :

1) Mendemonstrasikan peningkatan nafsu makan.

2) Mempertahankan atau memperoleh kembali berat badan

yang diinginkan.
26

NIC :

Menejemen nutrisi (1100)

Independen

1) Mengidentifikasi faktor yang menyebabkan

ketidakmampuan untuk makan, misal sputum yang

berlebih, terapi aerosol, dispnea berat, dan nyeri.

2) Berikan tempat untuk membuang sputum. Bantu oral

higiene setelah emesis/muntah, dan lakukan drainase

postural.

3) Jadwalkan pemberian terapi respirasi/pernapasan

sekurang-kurangnya 1 jam sebelum makan.

4) Auskultasi bising usus. Observasi/palpasi distensi

abdomen.

5) Beri makan sedikit tapi sering, termasuk makanan

kering, seperti roti bakar atau biscuit, dan makanan yang

menarik bagi klien.

6) Evaluasi status nutrisi secara umum, bandingkan dengan

berat normal.
27

2.2 Kerangka Teori

Ada sumber infeksi Daya tahan saluran

di saluran pernafasan pernapasan yang terganggu

Inhalasi mikroba dengan jalan melalui


udara, aspirasi organisme dari naso faring, hematogen

Nyeri akut Reaksi inflamasi hebat Anoreksia

Pleuritic pain embran paru-paru meradang

dan berlubang

Bersihan jalan nafas Sel darah merah, leukosit, pneumokokus Intake nutrisi
tidak efektif mengisi alveoli tidak adekuat

Resiko infeksi Sekresi, edema, dan prochospasme Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
Partial oclusi

Daerah paru menjadi padat (konsolidasi paru)

Kapasitas difusi menurun kapasitas vital,

compliance menurun,hemoragik

Kerusakan pertukaran gas intoleransi aktivitas

Gambar 2.1 Pathway Pneumonia

(Sumber : Nurarif & Kusuma, 2015; Somantri, 2009; Muttaqin, 2008)


28

2.3 Kerangka Konsep

Pneumonia

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas.

Pemberian tindakan
fisioterapi dada

gambar 2.2 Kerangka Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pneumonia

Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi.

Anda mungkin juga menyukai