Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA + COVID 19

Oleh :

I GEDE PUTRA SAINAN JAYA


NIM. 209012607

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA + COVID 19

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agens infeksius (Keperawatan Medikal-Bedah, 2002).
Pneumonia adalah suatu peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan
pengisian rongga alveoli oleh eksudat  (Askep Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan). Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan
oleh bermacam-macam sebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing  ( Kapita Selekta Kedokteran edisi kedua). Pneumonia adalah peradangan
yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat. ( Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 edisi
ketiga).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak
dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan
kesekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hipoksia dapat terjadi tergantung
banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Irman Somantri, 2008: 67). Pneumonia
adalah proses peradangan pada parenkim paru-paru, yang biasanya dihubungkan
dengan meningkatnya cairan pada alveoli (Santa Manurung, 2009: 93).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan
terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur dan benda – benda asing (Arif Muttaqin, 2008: 98).
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan agen penyebabnya dan
dikategorikan sebagai pneumonia bakterialis dan pneumonia atipikal. Pneumonia
juga mungkin disebabkan oleh terapi radiasi, bahan kimia, dan aspirasi. Jika suatu
bagian substansial dari satu lobus atau lebih yang terkena, penyakit ini disebut
sebagai Pneumonia Lobaris. Istilah Bronkopneumonia digunakan untuk
menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran bercak, teratur
dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim
paru yang berdekatan di sekitarnya.
Secara umum, pasien dengan pneumonia bakterialis biasanya mempunyai
penyakit dasar akut atau kronis yang menggangu daya tahan hospes. Lebih sering,
pneumonia timbul akibat flora normal yang ada pada pasien yang daya tahan
tubuhnya telah terganggu, atau terjadi akibat aspirasi flora normal yang terdapat
didalam mulut. Meski sebagian besar pneumonia tidak tipikal, seperti yang
disebabkan oleh infeksi virus, terjadi pada individu yang sebelumnya sehat
biasanya yang terdapat riwayat penyakit virus yang mendahuluinya.

2. Etiologi
Menurut Misnadiarly. (2008), Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat
umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara
bakteri dan virus) dan protozoa.
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai
usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat.
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus
(RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan
bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada
umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam
waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza
gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian.
c. Mikoplasma
Mikoplasia adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit
pada manuai. Mikoplasia tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia.,
tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat
rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabhkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang premature.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika
ditemukan P. Carini pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Misnadiarly. (2008), tanda dan gejala pneumonia adalah sebagai
berikut:
a. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat mencapai 40o celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak
kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita
juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.
b. Tanda-tanda pneumonia antara lain :
1) Batuk nonproduktif 2) Ingus (nasal discharge)
3) Suara napas lemah 4) Penggunaan otot bantu napas
5) Demam 6) Sianosis (kebiru-biruan)
7) Thorax photo menunjukkan 8) Sakit kepala
infiltrasi melebar
9) Kekakuan dan nyeri otot 10) Sesak napas
11) Menggigil 12) Berkeringat
13) Lelah 14) Terkadang kulit menjadi
lembab
15) Mual dan muntah
4. Klasifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) pneumonia dapat
diklasifikasikan berdasarkan klinis, penyebab dan predileksi infeksi.
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia terdiri dari :
1) Pneumonia komuniti (comunity aquired pneumonia)
Community acquired pneumonia(CAP) adalah pneumonia infeksius
pada seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit baru-baru
ini.CAP adalah tipe pneumonia yang paling sering. Penyebab paling sering
dari CAP berbeda tergantung usia seseorang,tetapi mereka termasuk
Streptococcus pneumoniae,virus,bakteri atipikal dan Haemophilus
influenzae.Di atas semuanya itu , Streptococcus pneumoniae adalah
penyebab paling umum dari CAP seluruh dunia.Bakteri gram negatif
menyebabkab CAP pada populasi beresiko tertentu.
2) Pneumonia nosokomial (hospital aquired pneumonia/sosicomial pneumonia)
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebihserius
karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan
tubuh penderita untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain
itu, kemungkinannya terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap
antibiotik adalah lebih besar.
3) Pneumonia aspirasi
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised
b. Berdasarkan bakteri penyebab
Berdasarkan bakteri penyebab, pneumonia terdiri atas :
1) Pneumonia bakterial / tipikal
Pneumonia bakterial meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan
pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia
lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang
berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus,
toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan
cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam,
nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
2) Pneumonia atipikal disebabkan mycoplasma, legionella dan chlamydia
Agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur
dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang
padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti
demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise,
anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk
kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian
bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels
krepitasi halus di berbagai area paru.
3) Pneumonia virus
Lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada
anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan
jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya
bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise.
Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya
bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels
terdengar auskultasi.
4) Pneumonia jamur
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama
pembedahan perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari
dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir
yang tertahan. Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus
aureus, pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang
tersering yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus.
Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan,
dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia
paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.

c. Berdasarkan predileksi infeksi


Berdasarkan predileksi infeksi pneumonia terdiri atas :
1) Pneumonia lobaris
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder oleh obstruksi bronkus. Bila kedua paru terkena, maka dikenal
sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Bronkopneumonia
Ditandai dengan bercak – bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteri maupun virus. Terjadi pada ujung akhir bronkiolus,
yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstitialis
Proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar (interstisium)
dan jaringan peribronkial serta interlobular.
5. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai
paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga
dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama
kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat
melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi
imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak
mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran
napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat
mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus
tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan
pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme
pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran
napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan
normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari
satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang
pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus
Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen
baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata. Setelah
mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang
meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di
alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam
saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003).

6. Pengertian Corona virus


Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-
CoV- 2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena
infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan
ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih
dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang
menular ke manusia. Walaupun lebih bayak menyerang lansia, virus ini
sebenarnya bisa menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang
dewasa, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Infeksi virus Corona disebut
COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di kota
Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat
cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya
dalam waktu beberapa bulan.

Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga termasuk
dalam kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) dan virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Meski
disebabkan oleh virus dari kelompok yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19
memiliki beberapa perbedaan dengan SARS dan MERS, antara lain dalam hal
kecepatan penyebaran dan keparahan gejala.
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem
pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi
pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi
pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).

9. Cara Virus Corona Menyebar

Karena COVID-19 adalah penyakit baru, banyak aspek mengenai bagaimana


penyebarannya sedang diteliti. Penyakit ini menyebar selama kontak dekat,
seringkali oleh tetesan kecil yang dihasilkan selama batuk, bersin, atau
berbicara. Tetesan ditularkan, dan menyebabkan infeksi baru, ketika dihirup
oleh orang-orang dalam kontak dekat (1 hingga 2 meter, 3 hingga 6 kaki).
Mereka diproduksi selama bernafas, namun karena mereka relatif berat, mereka
biasanya jatuh ke tanah atau permukaan.

Berbicara dengan suara keras melepaskan lebih banyak tetesan dari pada
pembicaraan normal. Sebuah penelitian di Singapura menemukan bahwa batuk
yang tidak tertutup dapat menyebabkan tetesan mencapai 4,5 meter (15 kaki).
Sebuah artikel yang diterbitkan pada bulan Maret 2020 berpendapat bahwa
saran tentang jarak tetesan mungkin didasarkan pada penelitian tahun 1930-an
yang mengabaikan efek dari udara yang dihembuskan lembab yang hangat di
sekitar tetesan dan bahwa batuk atau bersin yang tidak terbuka dapat berjalan
hingga 8,2 meter (27 kaki) . Setelah tetesan jatuh ke lantai atau permukaan,
mereka masih dapat menginfeksi orang lain, jika mereka menyentuh
permukaan yang terkontaminasi dan kemudian mata, hidung atau mulut mereka
dengan tangan yang tidak dicuci. Pada permukaan, jumlah virus aktif berkurang
dari waktu ke waktu hingga tidak lagi menyebabkan infeksi. Namun, secara
eksperimental, virus dapat bertahan di berbagai permukaan selama beberapa
waktu, (misalnya tembaga atau kardus selama beberapa jam, dan plastik atau
baja selama beberapa hari). Permukaan mudah didekontaminasi dengan
desinfektan rumah tangga yang membunuh virus di luar tubuh manusia atau di
tangan. Khususnya, bagaimanapun desinfektan atau pemutih tidak boleh ditelan
atau disuntikkan sebagai tindakan perawatan atau pencegahan, karena ini
berbahaya atau berpotensi fatal. Dahak dan air liur membawa sejumlah besar
virus. Beberapa prosedur medis dapat menyebabkan virus ditransmisikan lebih
mudah dari biasanya untuk tetesan kecil seperti itu, yang dikenal sebagai
transmisi udara. Virus ini paling menular selama tiga hari pertama setelah
timbulnya gejala, meskipun penyebaran diketahui terjadi hingga dua hari
sebelum gejala muncul (penularan secara asimptomatik) dan pada tahap
selanjutnya dari penyakit.

10. Gejala COVID-19

Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyerupai gejala flu,
yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah
itu, gejala dapat hilang dan sembuh atau malah memberat. Penderita dengan
gejala yang berat bisa mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan
berdarah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika
tubuh bereaksi melawan virus Corona. Secara umum, ada 3 gejala umum yang
bisa menandakan seseorang terinfeksi virus Corona, yaitu:

a. Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius)


b. Batuk
c. Sesak napas

Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2


minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Demam adalah gejala
yang paling umum, meskipun beberapa orang yang lebih tua dan mereka yang
memiliki masalah kesehatan lainnya mengalami demam di kemudian hari.
Dalam satu penelitian, 44% orang mengalami demam ketika mereka datang ke
rumah sakit, sementara 89% mengalami demam di beberapa titik selama
dirawat di rumah sakit.
Gejala umum lainnya termasuk batuk, kehilangan nafsu makan,
kelelahan, sesak napas, produksi dahak, dan nyeri otot dan sendi. Gejala
seperti mual, muntah, dan diare telah diamati dalam berbagai persentase.
Gejala yang kurang umum termasuk bersin, pilek, atau sakit tenggorokan.
Beberapa kasus di China awalnya hanya disertai sesak dada dan jantung
berdebar. Penurunan indra penciuman atau gangguan dalam rasa dapat
terjadi. Kehilangan bau adalah gejala yang muncul pada 30% kasus yang
dikonfirmasi di Korea Selatan. Seperti yang umum dengan infeksi, ada
penundaan antara saat seseorang pertama kali terinfeksi dan saat ia
mengalami gejala. Ini disebut masa inkubasi. Masa inkubasi COVID-19
biasanya lima sampai enam hari tetapi dapat berkisar dari dua hingga 14
hari, meskipun 97,5% orang yang mengalami gejala akan melakukannya
dalam 11,5 hari infeksi.

11. Pengobatan Virus Corona

Infeksi virus Corona atau COVID-19 belum bisa diobati, tetapi ada beberapa
langkah yang dapat dilakukan dokter untuk meredakan gejalanya dan
mencegah penyebaran virus, yaitu:

a. Merujuk penderita COVID-19 yang berat untuk menjalani


perawatan dan karatina di rumah sakit rujukan
b. Memberikan obat pereda demam dan nyeri yang aman dan sesuai
kondisi penderita
c. Menganjurkan penderita COVID-19 untuk melakukan
isolasi mandiri dan istirahat yang cukup
d. Menganjurkan penderita COVID-19 untuk banyak minum air putih
untuk menjaga kadar cairan tubuh

12. Komplikasi Virus Corona

Pada kasus yang parah, infeksi virus Corona bisa menyebabkan beberapa
komplikasi berikut ini:

a. Pneumonia (infeksi paru-paru)


b. Infeksi sekunder pada organ lain
c. Gagal ginjal
d. Acute cardiac injury
e. Acute respiratory distress syndrome
f. Kematian

Pada beberapa orang, penyakit ini dapat berkembang menjadi pneumonia,


kegagalan multi-organ, dan kematian. Manifestasi neurologis termasuk
kejang , stroke, ensefalitis, dan sindrom Guillain-Barré. Komplikasi yang
berhubungan dengan kardiovaskular mungkin termasuk gagal jantung,
aktivitas listrik yang tidak teratur, pembekuan darah, dan peradangan jantung.
Pada beberapa orang, COVID-19 dapat mempengaruhi paru-paru yang
menyebabkan pneumonia. Pada mereka yang paling parah terkena dampaknya,
COVID-19 dapat dengan cepat berkembang menjadi sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS) yang menyebabkan kegagalan pernapasan, syok
septik, atau kegagalan multi-organ. Komplikasi yang terkait dengan COVID-
19 adalah sepsis, pembekuan abnormal, dan kerusakan pada jantung, ginjal,
dan hati.
13. Pohon Masalah

Etiologi (virus, bakteri, mikoplasma, protozoa)

Bersihan Jalan Nafas


Droplet terhirup Tidak Efektif
Merangsang IL-1
Masuk pada alveoli Sesak, ronkhi

Zat endogen pyrogen


Reaksi peradangan Obstuksi saluran nafas

Prostaglandin
PMN (leukosit & Konsolidasi-
makrofag penumpukkan
Berdistribusi ke meningkat) eksudat di alveoli
hipotalamus
Kesulitan menarik
Gangguan difusi O2
Suhu tubuh dan mengeluarkan
meningkat nafas
BGA abnormal
Hipertermi Pola Nafas Tidak
Efektif Respon batuk

Konfusi, iritabilitas,
sianosis, dispneu,
pernafasan cuping
hidung

Gangguan
Pertukaran Gas

Gambar 1. “Pohon Masalah Pneumonia”


Sumber : Misnadiarly (2008)., NANDA (2015-2017)
14. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Misnadiarly (2008), pemeriksaan diagnostik pada klien pneumonia
yaitu sebagai berikut :
a. Sinar X : mengidentifikasi distribusi structural (missal : lobar,
bronchial) dapat juga menyatakan abses, Foto toraks (gambaran pneumonia)
CT scan toraks (gambaran opasitas ground-glass)
b. Biopsi paru : untuk menetapkan diagnosis
c. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah : untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada
d. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis
organism khusus, RT-PCR (swab tenggorok / sputum / aspirat saluran napas
bawah) Darah perifer lengkap (leukopenia / normal / limfopenia) Kimia
darah (fungsi hepar, fungsi ginjal, prokalsitonin, asam laktat, dll)
e. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru – paru, menetapkan
luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan
f. Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
g. Bronkostopsi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda
asing.

15. Penatalaksanaan Medis


Menurut Misnadiarly. (2008) dan Effendy. (2001), penatalaksanaan
pneumonia dilakukan berdasarkan penentuan klasifikasi yaitu :
a. Pneumonia Berat
Tanda : tarikan dinding dada ke dalam
Penderita pneumonia berat juga mungkin disertaii tanda lain, seperti :
1) Nafas cuping hidung
2) Suara rintihan
3) Sianosis
Tindakan : cepat dirujuk ke rumah sakit ( diberikan satu kali dosis antibiotika dan
kalau ada demam atau wheezing diobati lebih dahulu)
b. Pneumonia
Tanda : tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, disertai nafas cepat
Tindakan :
1) Nasehati untuk tindakan perawatan di rumah
2) Beri antibiotik selama 5 hari
3) Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat apabila keadaan
memburuk
4) Bila demam, obati
5) Bila ada wheezing, obati
WHO menganjurkan penggunaan antibiotika untuk pengobatan pneumonia yakni
dalam bentuk tablet atau sirup ( kortimoksazol, amoksisilin, ampisilisn ) atau
dalam bentuk suntikan intra muskuler ( prokain penisilin )
c. Bukan Pneumonia
Tanda : tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, tidak ada nafas cepat
Tindakan :
1) Bila batuk > 30 hari, rujuk
2) Obati penyakit lain bila ada
3) Nasehati untuk perawatan di rumah
4) Bila demam, obati
5) Bila ada wheezing, obati
Selain penatalaksanaan diatas ada beberapa penatalaksaan pada penderita
pneumonia, diantaranya:
a. Oksigen 1-2L/menit
b. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100mmhg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan AGD
c. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak
d. Fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak , khususnya dengan clapping dan
vibrasi
e. Pemberian kortikosteroid , diberikan pada fase sepsis
f. Ventilasi mekananis , indikasi intubasi dan pemasangan ventilator
dilakukanbila terjadi hipoksemia persisten, gagal nafas yang disertai
peningkatan respiratory distress dan respiratory arrest
g. IVFD Dextrose 10% : NaCl 0,9%=3:1,+KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai BB, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
h. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat di mulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
i. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
j. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
k. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia Community base :
1) Ampisilin 100mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
2) Kloramfenikol 75mg/Kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia Hospital base :
1) Sefotaksim 100mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
2) Amikasin 10-15mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
3) Antipiretik : Paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
4) Mukolitik : Ambroxol 1,2 -1,6 mg/kgBB/2 dosis/ oral
Tabel 1. Pemilihan Antibiotika berdasarkan Etiologi
Mikroorganisme Antibiotika
Streptococcus dan Penisilin G 50.000 unit/hari IV atau
staphylococcus Penisilin Prokain 600.000U/kali/hari IM atau
Ampisilin 100mg/Kg BB/hari atau
Seftriakson 75-200 mg/Kg BB/hari
M.Pnemoniae Eritromisin 15mg/Kg BB/hari atau derivatnya
H.Influenzae Kloramfenikol 100mg/Kg BB/hari atau
Klebsiella Sefalosforin

16. Komplikasi Pneumonia


Komplikasi pneumonia meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri. Komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat,
kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung). Oleh karena miokarditis
merupakan keadaan yang fatal, maka di anjurkan untuk melakukan deteksi dengan
teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemerikasaan enzim. (Said M,
2015)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, no RM/CM,
tanggal masuk, dan alasan masuk.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Napas pendek, ketidakmampuan untuk bernapas, timbul batuk dengan
produksi sputum akibat adanya infeksi.
2) Breathing
Biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi napas
mungkin redup dengan ekspirasi mengi, mnyebar, lembut atau krekels lembab
kasar, ronkhi, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi napas abnormal.
3) Circulation
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, distensi vena leher,
edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung, bunyi jantung
redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada). Biasanya
disertai denan demam akibat adanya reaksi peradangan.
4) Disability
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, dispnea saat istirahat,
keletihan, gelisah, kelemahan umum/kehilangan massa otot.
c. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang
lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada
manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi
sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul pada klien adalah sesak nafas, batuk akibat produksi sputum,
demam akibat reaksi peradangan.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas,
kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan
otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lendir, dan sekresi sehingga
menyumbat jalan nafas disertai demam.
4) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya timbul sewaktu-waktu tanpa atau dengan penyakit sebelumnya.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru
sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu :
a) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui
satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak
dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
b) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin
dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.
c) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat
polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan
bronchitis kronis, melainkan hanya memper-buruk penyakit tersebut.
6) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik fokus pada klien, yaitu :
a. Inspeksi
Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu nafas (sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi,
biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat
udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir
yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap
lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas, bahkan pada beraktivitas
kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian produk
produktif dengan sputum purulen mengindikasikan adanya tanda pertama
infeksi pernafasan.                  
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diafragma mendatar/menurun.
d. Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.

2. Diagnosis Keperawatan
Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan pada pasien dengan
pneumonia adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

b. Gangguan pertukaran gas

c. Hipertermia

d. Pola napas tidak efektif


3. Rencana Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Indonesia
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif SLKI : SIKI
Penyebab : Respirasi Latihan batuk efektif
Fisiologis Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi
o Spasme jalan napas selama …. X…. jam, maka bersihan o Identifikasi kemampuan batuk
o Hipersekresi jalan napas jalan nafas meningkat dengan kriteria o Monitor adanya retensi spuntum
o Disfungsi neuromuskuler hasil : o Monitor tanda dan gejala infeksi
o Benda asing dalam jalan napas
o Adanya jalan napas buatan o Monitor input dan output cairan (mis.
o Batuk efektif meningkat
o Sekresi yang tertahan Jumlah dan karakteristik)
o Produksi spuntum menurun
o Hyperplasia dnding jalan napas 2. Terapeutik
o Mengi menurun
o Proses infeksi o Atur posisi semi fowler
o Wheezing menurun
o Respon alergi o Buang secret pada tempat spuntum
o Efek agen farmakologi (misal. o Meconium (pada neonates)
3. Edukasi
Anastesi) menurun
o Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
Situasional o Frekusni nafas membaik efektif
o Merokok aktif o Pola nafas membaik 4. Kolaborasi
o Merokok pasif o Kolaborasi pemberian mukolitik atau
o Terpajan polutan ekspektoran, jika perlu
Gejala dan tanda :
a. Mayor Manajemen jalan nafas
Subjektif 1. Observasi
Tidak tersedia o Monitor pola nafas (frekuensi,
Obyektif
o Batuk tidak efektif kedalaman, usaha nafas)
o Tidak mampu batuk o Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
o Sputum berlebih Gurgling,mengi,wheezing,ronkhi)
o Mengi, wheezing dan/atau ronkhi 2. Terapeutik
kering o Posisikan semi fowler
o Meconium di jalan napas (pada
o Berikan minuman hangat
neonatus)
b. Minor o Berikan oksigen
Subyektif 3. Edukasi
o Dispnea o Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari,
o Sulit bicara jika tidak kontraindikasi
o Ortopnea o Ajarkan teknik batuk efektif
Obyektif 4. Kolaborasi
o Batuk tidak efektif
o Kolaborasi pemberian bronkodilator,
o Tidak mampu batuk
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
o Bunyi napas menurun
o Frekuensi napas berubah Pemantauan respirasi
o Pola napas berubah
1. Observasi
o Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
Kondisi klinis terkait
o Gullian barre syndrome dan upaya nafas
o Sclerosis multiple o Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
o Myasthenia gravis takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
o Prosedur diagnostic (mis. cheyne-stokes, ataksisk)
Bronkoskopi, o Monitor saturasi oksigen
transesophageal o Auskultasi bunyi nafas
echocardiography [TEE])
o Depresi system saraf pusat o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
o Cedera kepala o Monitor nilai AGD
o Stroke o Monitor hasil x-ray thoraks
o Kuadriplegia
1. Terapeutik
o Sindrom aspirasi meconium
o Atur interval pemantauan respirasi
o Infeksi saluran napas
sesuai kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil
pemantauandukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
2. Ganggguan pertukaran gas SLKI : SIKI
Penyebab Respirasi Respirasi
o Ketidakseimbangan ventilasi- Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan respirasi
perfusi ….. x…. jam, maka Gangguan 1. Observasi
o Penurunan membrane alveolus- pertukaran gas meningkat dengan kriteria o Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
kapiler hasil : dan upaya nafas
o Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
Gejala dan tanda : o Dispnea menurun
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
a. Mayor o Bunyi nafas tambahan
cheyne-stokes, ataksisk)
Subjektif menurun o Monitor saturasi oksigen
o Dyspnea o Gelisah menurun
o Auskultasi bunyi nafas
Objektif o PCO2 membaik
o PCO2 meningkat/ menurun o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
o PO2 membaik
o PO2 menurun o Takikardia membaik o Monitor nilai AGD
o Takikardia o pH arteri membaik o Monitor hasil x-ray thoraks
o pH arteri meningkat/menurun 2. Terapeutik
o bunyi napas tambahan o Atur interval pemantauan respirasi
b. Minor
sesuai kondisi pasien
Subjektif
o Dokumentasikan hasil pemantauan
o Pusing
o Penglihatan kabur 3. Edukasi
Objektif o Jelaskan tujuan dan prosedur
o Sianosis pemantauan
o Diaphoresis o Informasikan hasil pemantauan, jika
o Gelisah perlu
o Napas cuping hidung
o Pola nafas abnormal Terapi oksigen
o Warna kulit abnormal 1. Observasi
o Kesadaran menurun o Monitor kecepatan aliran oksigen
o Monitor alat terapi oksigen
Kondisi klinis terkait
o Monitor aliran oksigen secara periodic
o PPOK
o GJK dan pastikan fraksi yang diberikan
o Asma cukup
o Pneumonia o Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
o Tuberkulosis paru Oksimetri, AGD), jika perlu
o Penyakit membrane hialin o Monitor kemampuan melepaskan
o Asfiksia oksigen saat makan
o PPHN o Monitor tanda tanda hipoventilasi
o Prematuritas o Monitor tanda dan gejala toksikasi
o Infeksi saluran nafas oksigen dan atelektasis
o Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
o Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
2. Terapeutik
o Bersihkan secret pada mulut, hidung,
dan trakea, jika perlu
o Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
o Berikan oksigen tambahan, jika perlu
o Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
o Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
3. Edukasi
o Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
4. Kolaborasi
o Kolaborasi penentuan dosis oksigen
o Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
1. Hipertermia SLKI : Manajemen Hipertermia
Penyebab Termoregulasi Observasi
o Dehidrasi Setelah dilakukan intervensi selama - Monitor suhu tubuh
o Terpapar lingkungan panas ….x…… jam, maka hipertermia - Monitor elektrolit kadar
o Proses penyakit (mis. Infeksi dan menurun dengan keriteria hasil - Monitor haluaran urin
kanker) - Monitor komplikasi akibat hipertermi
o Ketidaksesuaian pakaian dengan o Menggigil menurun Terapeutik
suhu lingkungan o Tidak tampak kulit yang memerah - Longgarkan atau lepaskan pakaian
o Peningkatan laju metabolissme o Tidak ada kejang - Berikan cairan oral
o Respon trauma o Tidak tampak Akrosianosis - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
o Aktivitas berlebih o Konsumsi oksigen menurun - Ganti linen setiap hari atau lebih sering
o Piloereksi menurun jika mengalami hyperhidrosis
o Penggunaan incubator
o Idak tampak pucat - Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Gejala dan tanda o Tidak terdapat takikardia
- Anjurkan tirah baring
a. Mayor o Tidak tampak takipnea
Kolaborasi
Subyektif o Tidak terdapat bradikardia - Kolaborasi pembberian cairan dan
Tidak tersedia o Tidak ada hipoksia elektroolit intravena, jika perlu
Obyektif o Suhu tubuh membaik
o Suhu tubuh diatas nilai normal o Suhu kulit membaik
Regulasi Temperatur
b. Minor o Kadar glukosa membaik Observasi
Subyektif
 Monitor suhu tubuh sampai stabil
Tidak tersedia
(36,5C – 37,5C)
Obyektif
o Kulit merah  Monito suhu tubuh tiap dua jam, jika
perlu
o Kejang
 Monitor tekanan darah, frekuensi
o Takardi
pernapasan dan nadi
o Tachipnea
 Monitor warna dan suhu kulit
o Kulit terasa hangat
 Monitor dan catat tanda dan gejala
hipotermia dan hipertermia
Kondisi Klinis Terkait Terapeutik
o Proses infeksi  Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika
o Hipertiroid perlu
o Stroke  Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
o Dehidrasi yang adekuat
o Trauma  Sesuaikan suhu lingkungan dengan
o Prematuritas kebutuhan pasien
Edukasi
 Jelaskan cara pencegahan hipotermia
karena terpapar udara dingin
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antipiretik, jika
perlu.
Pemantauan Cairan
Observasi
 Monitor Nadi, RR dan TD
 Monitor berat badan
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah, warna dan berat jenis
urine
 Monior intake dan output cairan
 Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantuan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
2. Pola nafas tidak efektif SIKI SIKI
Penyebab Respirasi : Manajemen jalan nafas
 Depresi pusat pernapasan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
 Hambatan upaya napas keperawatan ...x... jam, maka pola nafas  Monitor pola nafas (frekuensi,
 Deformitas dinding dada tidak efektif menigkat dengan kriteria kedalaman, usaha nafas)
 Deformitas tulang dada hasil :  Monitor bunyi nafas tambahan
 Gangguan neuromuscular  Penggunaan otot bantu nafas (mis. Gurgling, mengi,
 Gangguan neurologis menurun wheezing, ronkhi)
 Penurunan energy  Dispnea menurun 2. Terapeutik
 Obesitas  Pemanjangan fase ekspirasi  Posisikan semi fowler
 Posisi tubuh yang menghambat
menurun  Berikan minuman hangat
ekspansi paru  Frekuensi nafas membaik  Berikan oksigen
 Sindrom hipoventilasi  Kedalaman nafas membaik 3. Edukasi
 Kerusakan inervasi diafragma  Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
 Cedera pada medulla spinalis
 Ajarkan teknik batuk efektif
 Efek agen farmakologis
4. Kolaborasi
 Kecemasan
 Kolaborasi pemberian
Gejala dan tanda mayor
bronkodilator, ekspektoran,
Subjektif
mukolitik, jika perlu
 Dyspnea
Objektif Pemantauan respirasi
 Penggunaan otot bantu 1. Observasi
pernafasan  Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
 Fase ekspirasi memanjang dan upaya nafas
 Pola nafas abnormal  Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Gejala dan tanda minor
cheyne-stokes, ataksisk)
Sujektif
 Monitor saturasi oksigen
 Ortopnea
Objektif  Auskultasi bunyi nafas
 Pernafasan pursed lips  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Pernapasan cuping hidung  Monitor nilai AGD
 Diameter thoraks anterior  Monitor hasil x-ray thoraks
posterior meningkat 2. Terapeutik
 Ventilasi semenit menurun  Atur interval pemantauan respirasi
 Kapasitas vital menurun
sesuai kondisi pasien
 Tekanan ekspirasi menurun
 Dokumentasikan hasil pemantauan
 Tekanan inspirasi menurun
 Ekskursi dada berubah 3. Edukasi
Kondisi klinis terkait  Jelaskan tujuan dan prosedur
 Depresi system saraf pusat pemantauan
 Cedera kepala  Informasikan hasil pemantauan, jika
 Trauma thoraks perlu
 Gullian bare syndrome
 Multiple sclerosis
 Myasthenia gravis
 Stroke
 Kuadriplegia
3. Intoksikasi alcohol
DAFTAR PUSTAKA

Effendy. 2008. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC

NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan. Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC
NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoniapada Balita,


OrangDewasa, Usia Lanjut. Pustaka. Jakarta: Obor Populer

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Pneumonia di Indonesia. Jakarta: Indonesia

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta
Selatan : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2019. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1 Cetakan II.
Jakarta Selatan : DPP PPNI

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih


bahasa: Peter anugerah. Jakarta: EGC

Potter, P.A. 1996. Pengkajian Kesehatan Ed. 3. Jakarta:EGC

Said, M. 2015. Pneumonia. In : Rahajoe N.N., Supriyatno B., Setyanto D.B. (eds).
Buku Ajar Respirologi. Edisi I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Zul Dahlan. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai