BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini banyak sekali penyakit yang baru pada saluran pernafasan dan penyebabnya bermacam-
macam, ada di sebabkan oleh virus, bakteri, dan lain sebagainya. Dengan penomena ini harus
menjadi
perhatian bagi kita semua. Salah satu penyakit pada saluran pernafasan adalah pneumonia. Penyakit
Pneumonia sering kali diderita sebagian besar orang yang lanjut usia (lansia) dan mereka yang memiliki
penyakit kronik sebagai akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh (Imun), akan tetapi Pneumonia juga bisa
menyerang kaula muda yang bertubuh sehat. Saat ini didunia penyakit Pneumonia dilaporkan telah
menjadi penyakit utama di kalangan kanak-kanak dan merupakan satu penyakit serius yang meragut
nyawa beribu-ribu warga tua setiap tahun. (Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah Pnemonia lebih
dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang
penanggulangan Pnemonia. Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita kedalam 2 kelompok usia:
Usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia) Usia 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun (2 bulan - Pnemonia, Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia ). Klasifikasi Bukan-pnemonia
mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi
nafas
dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar
pnemonia ini antara lain: batuk-pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Pharyngitis,
tonsilitis dan otitis, tidak termasuk penyakit yang tercakup dalam program ini.
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja
dinegara
berkembang, tapi juga di negara maju seperti AS, Kanada dan negara-negara Eropah. Di AS misalnya,
terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata
45.000
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan
tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia
adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta
gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian
paru
Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh
untuk mematikan luman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan
bernapas,
karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh
bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang umum adalah
streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus
influensa(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)
Dari uraian di atas, maka kelompok tertarik untuk membahas tentang ”Asuhan keperawatan pada
klien dengan Pneumonia”
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan pneumonia.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
Pneumonia 2.1.1. Pengertian
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru.
Menurut anatomis, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstiasialis
dan bronkopneumonia (Arif mansjoer, 2001, Hal 446 ).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius.
Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering mengakibatkan kematian. Pneumonia disebabkan terapi
radiasi, bahan kimia dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyartai terapi radiasi untuk kanker payudara
dan paru, biasanya enam minggu atau lebih setelah pengobatan sesesai. Pneoumalitiis kimiawi atau
pneumonia terjadi setelah menjadi kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Jika suatu bagian
substasial dari suatu lobus atau yang terkenal dengan penyakit ini disebut pneumonia lobaris (Jeremy, dkk,
2007, Hal 76-78).
Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. ( S. A.
Frice. 2005, Hal 804)
2.1.2. Klasifikasi
Tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia). c.
Pneumonia aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita
immunocompromised. (Jeremy, dkk, 2007, Hal
76-78)
2. Berdasarkan bakteri penyebab:
a. Pneumonia Bakteri/Tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat
kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia.
Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita
penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan
menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian
jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru
(tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,
infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Gejalanya Biasanya pneumonia
bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena
infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan
mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru
(Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada
penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal.
Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia (Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).
penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan
demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor
menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya,
misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian
keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian
sudah
beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh. (S. A. Price, 2005, Hal 804-814)
2.1.3. Etiologi
Penyebab Pneumonia adalah streptococus pneumonia dan haemophillus influenzae. Pada bayi dan
anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat, dan sangat profesif
dengan mortalitas tinggi. (Arif mansjoer, dkk, Hal 466)
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa,
eneterobacter 2.
Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
2.1.4. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisme yang
pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau
terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat
mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan
mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki
antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-
organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia
misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan
neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel
saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru
melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat
virus pada saluran napas bagian atas.
Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia
virus. Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal
dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah.
Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas
atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara.
Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-
Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber
terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata. Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan
respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi
leukosit
polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi
dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan
lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis (S. A. Price, 2005,
Hal 804-814).
a. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 ºC sampai 40,5 ºC). , sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 – 45 kali/menit), ekspektorasi
sputum, nafas cuping hidung, sesak napas, air hinger, merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan
pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah kedalam saat bernapas bersama dengan
peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki.
d. Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak,
fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rup, nyeri
dada karena iritasi pleura (nyeri bekurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku
duduk / meningimus (iritasi menigen tanpa inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen
(kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
e. Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan
menimbulkan pekak perkusi.
f. Tanda infeksi ekstrapulmonal.
( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 466)
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos), infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma,
sinar x dada mungkin bersih.
2. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada.
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi jarum, aspirasi
transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebeb.
Lebih dari satu organise ada : bekteri yang umum meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures
A.-hemolik strepcoccos, hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum tak dapat di
identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur darah dapat menunjukan bakteremia semtara
4. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus,
kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
5. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin. membantu dalam
membedakan diagnosis organisme khusus.
6. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan
jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi perembesan (hipoksemia) 7.
Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah
8. Bilirubin : Mungkin meningkat.
9. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan jaringan intra nuklear
tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ; kareteristik sel rekayasa(rubela))
(Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174)
2.1.8. Penatalaksanaan
1.Oksigen 1-2 L / menit
2.IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena) dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 :
1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi.
3.Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap melalui selang nasogastrik
dengan feding drip.
4.Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk
memperbaiki transpormukosilier.
5.Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit. 6.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia komuniti base:
epiglotis kaang ditemukan pada infeksi H. Influenzae tipe B. (Arif mansjoer, 2001, Hal 467)
otot pernafasan lemah), telah mengaspirasi benda asing ke dalam paru-paru selama periode tidak
sadar (cedera kepala,anestesia), atau mempunyai mekanisme menelan abnormal adalah mereka yang
hampir pasti mengalami bronkopneumonia. Tindakan preventif : penghisan trakeobronkial, sering
mengubah posisi, bijakan dalam memberikan obat-obat yang meningkatkan resiko aspirasi dan terafi fisik
dada.
Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO (dipuasakan) atau mereka yang mendapat antibiotik
mengalami peningkatan kolonisasi organisme faring dan berisiko. Tindakan preventif : tingakan higiene
oral yang teratur.
Individu yang sering mengalami intoksikasi terutama rentan terhadap pneumonia, karna alkohol menekan
reflek-reflek tubuh, mobolisasi sel darah putih dan gerakan siliaris trakeaobronkial. Tindakan preventif :
bikan dorong kepada individu untuk mengurangi masukan alkohol.
Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami pernafasan, ynga mencetuskan
pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya mengalami pneumonia. Tindakan preventif : observasi
fekuensi pernapasan dan ke dalam pernafasan sebelum memberikan. Jika tampak depresi pernapasan,
tunds pemberian obat dan laporkan masalah ini.
Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan menelan buruk adlah mereka yang berisiko
terhadap pneumonoia akibat penumpukan seksesi atau aspirasi. Tindakan preventif : sering melakukan .
Individu lansia terutama mereka yang rentan pneumonia karna refleksi batuk. Pneumonia paskaoperatif
seharusnyadapat diperkirakan terjadi pada lansia. Tndakan prepentif : sering mobolisasi, dan batuk efekif
dan latihan pernapasan
Setiap orang meneriama pengobatan terapi pernasapan dapat mengalami pneumonia jika peralatan
tersebit tidak dibersikan dengan tepat. Tindakan preventif : pastiakn bahwa peralatan pernapasan telah di
bersikan dengan tepat. (Suzanne C. Smeltzer,dkk , Hal 573)
Sering menjadi alasaan klein untuk meminta pertolongan kesehatan adalah Sesak napas, batuk
berdahak, demam, sakit kepala, ny dan kelemahan
merokok.
Riwayat adanya penyakit pneumonia pada anggota keluarga yang lain seperti : TB,
Asthma, ISPA dan lain-lain.
6. Data Dasar pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya /GJK kronis
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
c.Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi), hiperaktif bunyi usus.
d. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perubahan mental (bingung,
somnolen)
e.Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia, nyeri dada substernal
(influenza).
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).
f.Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea
Takipnue, dispnenia progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda :
o Sputum: merah muda, berkarat atau purulen.
o
Perkusi: pekak datar area yang konsolidasi.
o Premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
o Gesekan friksi pleural.
o Bunyi nafas menurun tidak ada lagi area yang terlibat, atau napas bronkial.
o Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku.
g.Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, misal SLE,AIDS, penggunaan steroid, kemoterapi, institusionalitasi,
ketidak mampuan umum, demam. Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin
ada pada kasus rubeola, atau varisela.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama
- lama dirawat 6 – 8 hari Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan
rumah. Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus.
i.Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses)
luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos), infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau
penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada
mungkin bersih.
2. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada.
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi jarum, aspirasi
transtrakea,bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebeb.
Lebih dari satu organise ada : bekteri yang umum meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures
A.-hemolik strepcoccos, hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum tak dapat di
identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur darah dapat menunjukan bakteremia semtara
4. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi
tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
5. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin. membantu dalam membedakan
BAB III TINJAUAN
KASUS
Agama : Islam
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Alamat :
jl.Cimanuk Tanggal masuk RS :
25 Mei 2012 Tanggal Pengkajian
: 26 Mei 2012
Catatan kedatangan : Kursi roda ( ), Ambulan ( ), Brankar ( √ )
2. Riwayat
Kesehatan/keperawatan a.
Keluhan utama/alasan masuk RS
An E (59 th) datang ke RS dr. M. Yunus Bengkulu pada tanggal 25 Mei.2012, jam 10.20 wib
dengan keluhan batuk berdahak dan sesak napas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS) :
o Faktor pencetus: Orang tua anak mengatakan sesak napas didahului oleh batuk pilek seminggu sebelum
masuk RS.
o Muncul keluhan ( ekaserbasi) : Orang tua anak mengatakan sesak napas sejak 6 hari sebelum masuk RS.
o
Sifat keluhan : Orang tua anak mengatakan sesak napas timbul perlahan-lahan, sesak napas terus
menerus dan bertambah dengan aktivitas.
o Berat ringannya keluhan : Orang tua anak mengatakan sesak napas cenderung bertambah sejak 2 hari
sebelum masuk RS.
o Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi : Orang tua anak mengatakan upaya untuk mengatasi sesak
adalah dengan istirahat dan minum obat batuk ( OBH ).
o Keluhan lain saat pengkajian : Orang tuan anak juga mengatakan batuk dengan dahak yang kental dan sulit
untuk dikeluarkan, sehingga terasa lengket di tenggorokkan. Orang tua anak mengatakan kesulitan
bernapas. Orang tua anak mengutarakan kondisi badan anak nya terasa lemah dan ujung - ujung jarinya
terasa dingin.
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki tangga
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan rumah √
- TD : 130 / 90 mmHg
- ND : 120 x / i
- RR : 32 x / i
- S : 39 ºC
Sistem integumen (kulit) : turgor kulit buruk (tidak elastis) dan pucat
Kepala : Simestris dan rambut warna hitam, tidak ada ketmbe, bersih.
Telinga : DBN
Mulut : Mukosa bibir kering dan pucat
Thorak /paru
- Inspek : RR : 32x/i, penggunaan otot bantu pernapasan (+), takipnea (+),dispnea (+),pernapasan dangkal,
dan rektrasi dinding dada tidak ada.
- Palpasi : fremitus menurun pada kedua paru
- Perkusi : redup
- Auskultrasi : bunyi napas bronkial, krekels (+),stridor (+).
Vaskular periper : akral dingin, capilarry repille kembali dalam 5 detik
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil foto rontgen : menunjukkan infiltrasien lobaris (sebagianlobus pada kedua paru).
b. AGD :menunjukkan alkalosis respiratorik (pH naik,PCO2 turun,HCO3 normal)
c. Pemeriksaan sputum: ditemukan kuman Stapilococcus aureus dan Diplococcus pneumonia
d. Pemeriksaan darah rutin didapatkan :
- Leokosit = 16.000/mm3
- Hb = 10,5 gr/dl
- Trombosit =265.000/mm3
- Hematokrit = 44%
- Albumin = 3,01 gr/dl
- Protein total = 5,86 gr/dl
3. Analisa Data :
Nama klien : An. E (59 th)
Ruang rawat : Anggrek, RSUD M. Yunus Bengkulu
Diagnosa medik : Pneumonia
No Data
1. DS: Infla
Klien mengatakan batuk berdahak dan sesak napas pemb
Klien mengatakan batuk dengan dahak yang kental dan sulit untuk dikeluarkan
TTV:
D: 130/90 mmHg
N :
12X/i RR :
32x /i
Takipnea (+)
Dispnea (+) Pernafasan
dangkal
paru redup
lobaris
Pemeriksaan seputum : ditemukan kuman stapilococcus aureus dan diplococcus pneumonia
2. DS: Infla
Klien mengatakan nyeri dada toksi
DO:
Klien tampak gelisah
Klien tampak meringis kesakitan akibat nyeri
Klien tampak memegang di daerah dada dan melindungi daerah yang
sakit TTV:
D : 130/90
mmhgs N
120x/i
RR : 32x /i
Akral dingin
Kuku pucat dan sedikit sianosis
Mukosa bibir kering dan pucat
Kapilary reffill kembali dalam 5
detik Takipnea (+)
3. DS: Anor
Klien mengatakan batuk berdahak
Klien mengatakan dahaknya terasa lengket ditenggorokkan
Klien mengatakan tidak nafsu makan dan hanya mampu menghabiskan 'Z2 porsi setiap kali makan
(pagi,siang dan malam)
Klien mengatakan mual
Klien mengatakan berat badan turun 4 Kg dari 65 Kg menjadi 64
Kg Klien mengatakan lemah
DO:
Klien tampak mengeluarkan sputum saat batuk
Klien tampak lemah
Klien tampak hanya mampu mengabiskan makanan lik porsi setiap kali makan
Kulit klien tampak kering
Turgor kulit buruk
Mukosa bibir klien kering
Hb : 10 gr / dl
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, peningkatan produksi
sputum
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin dan batuk
menetap.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, akibat toksin bakteri, bau
x/i
mempelajari melakuk
batuk efektif sementa
Penghisapan sesuai
Berikan cairan pa
kontra indikasi).
Taw Kolaborasi :
Berikan obat sesu
bronkodolator, analge
Bantu bronkostropi /
2. Nyeri berhubungan dengan Nyeri berhubungan ispenea dan takipnea tidak Mandiri :
inflamasi parenkim paru, dengan inflamasi ada esulitan bernafas tidak Tentukan karakterist
reaksi seluler terhadap parenkim paru, ada selidiki perubahan kat
sirkulasi toksin dan batuk reaksi seluler - kral hangat sianosis
menetap. terhadap sirkulas Pantau tanda vital.
K apilari refile kembali dalam 2-3
toksin dan batuk
detik Gelisah tidak ada
menetap.
enurunan kesadaran tidak ada
ucat dan sianosis tidak ada
TV : DBN : Berikan tindakan n.
3. Perubahan nutrisi kurang Setelah dilakuakR Mual dan muntah tidak ada Mandiri :
dari kebutuhan tubuh 1' l te e 'l Si BB stabil / tidak turun atau tidak Identifıkasi faktor ya
berhubungan dengan keperawatan selama naik. Mukosa bibir lembab. misalnya: sputum ba
anoreksia, akibat toksin 3 x 24 jan, berat, nyeri.
Turgor kulit elastis.
bakteri dan rasa sputum . diharapkan Berikan wadah tertut
Peningkatan nafsu makan.
kebutuhan nutrisi mungkin. Berikan ata
Nilai Lab: DBN :
dapat terpenuhi. Jadwalkan pengobc
Hb : 14-18 gr/dl
sebelum makan.
Albumin : 3,5-5,5 gr/dl
°rotein total : 6,0-8,0 gr/dl Auskultasi bunyi us
abdomen.
CATATAN PERKEMBANGAN
N : 120
x/i RR : 32x
/i
Mei 2012 efektif berhubungan dengan Mengkaji frekuensí/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
in0amaSi trachea bronchial, Dengan Hasil : RR — 24x/i.
peningkatan produksi sputum. Mengukur TTV
Dengan hasil .
TD : 120/80
mmhg N 80
xli
RR : 24x /i
Mengauskultasi area paru, mencatat area penurunan/tak ada alii
adventisius, mis, krekels, mengi stridor.
Dengan hasil : Bunyi nafas bronkial, krekels, mengi, dan srtidor
tido
Memberíkan cairan paling sedikit 2500 ml/hari (Kecuali kontra
i air hangat
Dengan Hasil . Pasien mau minum air hangat dan intake 2500 ml
Memberikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkob
Memberikan oksigen sesuai indikasi
Mengawasi sinar X dada, GDA,
Dengan Hasil: Rontgen menunjukkan infiltrasi meyebar, dan
GDA
Nyeri berhubungan dengan
Jam : 09.00 WIB
inflamasi parenkim paru,
Memantau tanda vital.
reaksi seluler terhadap sirkulasi
Dengan Hasil. TTV:
toksin
dan batuk menetap. rD : 120/80 mmHg
N 80 x/i
RR: 25x /i
Menawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Dengan Hasil. pasien mematuhi hal yang dianjurkan
3. Memberikan analgesik dan atitusip
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia dapat menjadi suatu infeksi yang serius dan mengancam nyawa. Ini adala
benar terutama pada orang-orang tua, anak-anak, dan mereka yang mempunyai persolan-persoalan medis lain yang serius, seperti COPD, penyakit jantung, diabetes, dan kanker-kanker tertentu
Untungnya, dengan penemuan dari banyak antibiotik-antibiotik yang kuat, kebanyakan kasus-kasus dari pneumonia dapat dirawat dengan sukses. Etiologi dari pneumonia paling umum ditemuka
adalah disebabkan karena bakteri streptococcus. Dan yang lebih banyak resiko terserang pneumonia adalah orang tua, karena banyak sekali orang tua terdapat riwayat merokok.
B. Saran
Disarankan kepada penderita pneumonia untuk menghindari faktor pencetus dan resiko yang bisa mengakibatkan penyakit bertambah parah. Penderita pneumonia disarankan untuk
menghindari merokok, tidak meminum minuman yang mengandung alkohol, dan menerapkan pola hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA