Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN
1. Definisi Peumonia
Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal
dari infeksi. Pneumonia sering pula disebut dengan pneumonitis, namun
pneumonitis seringkali digunakan untuk menyatakan peradangan paru nonspesifik
yang etiologinya tidak diketahui. Oleh karena itu, istilah pneumonia lebih baik
digunakan dari pada pneumonitis. (Price dan Wilson, 2005)
Jika dilihat pada kamus dorlan, pneumonia dan pneumonitis memiliki arti
yang bereda. Menurut kamus dorland, pneumonia adalah radang paru-paru
disertai eksudasi dan konsolidasi. Sementara itu, pneumonitis adalah radang
jaringan paru yang dapat disebabkan karena alveolitis alergik ekstrinsik, reaksi
hipersensitivitas terhadap inhalasi partikel organik berulang, biasanya terjadi pada
saat bekerja, dan onsetnya dimulai beberapa jam setelah pemaparan terhadap
alergen. (Dorland, 2011)
Sementara itu, menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
2002, Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh
gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam.

2. Etiologi Pneumonia
a. Bakteri
Bakteri adalah penyebab paling sering pneumonia di masyarakat dan
nosokomial. Berikut ini adalah bakteri-bakteri yang menjadi etiologi
pneumonia di masyarakat dan nosokomial:
Lokasi sumber masyarakat
Bakterinya adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae, Legionella pneumoniae, Chlamydida pneumoniae,
Anaerob oral (aspirasi), dan Influenza tipe A dan B.
Lokasi sumber nosokomial
Bakterinya adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus
aureus, dan Anaerob oral (aspirasi). (Price dan Wilson, 2005)
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial
Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran
pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia.
Berikut ini adalah viru yang dapat menyebakan terjadinya pneumonia:
Influenza virus
Adenovirus
Virus respiratory
Syncytial repiratory virus
Pneumonia virus
(Price dan Wilson, 2005)
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling
umum. Mikoplasma merupakan organisme kecil yang dikelilingi oleh
membran berlapis tiga tanpa diding sel. Organisme ini tumbuh pada media
kultur khusus tetapi berbeda dengan virus. Pneumonia mikoplasma sering
terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewas muda.
(Smeltzer dan Bare, 2002)
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Berikut ini adalah protozoa yang dapat menyebabkan
pnuemonia:
Pneumositis karini
Pneumonia pneumosistis
Pneumonia plasma sel
(Algaff dan Abdul, 2010)
e. Penyebab Lain
Penyebab lain yang dapat menyebabkan pnuemonia adalah terapi
radiasi, bahan kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapt menyertai terapi
radiasi untuk kanker payudara atau paru, biasanya 6 minbbu atau lebih setelah
pengobatan selesai. Pneumonia kimiawi terjadi setelah mencerna kerosin atau
inhalasi gas yang mengiritasi. (Smeltzer dan Bare, 2002)

3. Faktor Resiko Pneumonia


Berikut ini adalah faktor resiko pneumonia menurut Price dan Wilson,
2005:
Usia di atas 65 tahun
Aspirasi sekret orofaringeal
Infeksi pernapasan oleh virus
Sakit yang parah dan akan menyebabkan kelemahan, misalnya diabetes
militus dan uremia
Penyakit pernapasan kronik, misalnya COPD, asma, kistik fibrosis
Kanker, terutama kanker paru
Tirah baring yang lama
Trasektomi atau pemakaian selang endotrakeal
Bedah abdominial dan toraks
Fraktur tulang iga
Pengobatan dengan imunosupresif
AIDS
Riwayat merokok
Alkoholisme
Malnutrisi
Adapun faktor yang umumnya menjadi predisposisi individu terhadap
pneumonia, yaitu sebagai berikut:
Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan
menganggu drainage normal paru. Meninngkatnya resiko pneumonia dapat
terjadi pada penyakit kanker dan penyakit obstruksi paru menahun
(PPOM).
Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofil rendah
(neutropeni) akan beresiko pnuemonia.
Individu yang merokok akan beresiko peumonia karena asap rokok
menganggu aktivitas mukosiliaris dan makrofag.
Setiap pasien yang diperbolehkan berbaring secara pasif dalam waktu
yang lama, relatif imobil, dan bernapas dangkal maka akan beresiko
terhadap bronkopneumonia.
Setiap individu yang mengalami depresi refleks batuk (karena medikasi,
keadaan yang melemahkan, atau otot-otot pernapasan melemah), telah
mengaspirasi benda asing masuk ke dalam paru selama periode tidak
sadar (cedera kepala, anastesia), atau mekanisme menelan yang abnormal
dapat dikatakan hampir pasti beresiko bronkopenumonia.
Setiap pasien yang dirawat dengan NPO (dipuasakan) atau mereka yang
mendapat antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme (bakteri
gram negatif) faring dan beresiko pneumonia.
Individu yang sering mengalami intoksinasi terutama rentan terhadap
pneumonia, karena alkohol menekan refleks-refleks tubuh, mobilisasi sel
darah putih, dan gerakan siliaris trakeobronkial.
Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami
depresi pernapasan, yang kemudian akan terjadi pengumpulan sekresi
bronkial dan selanjutnya mengalami penumonia.
Pasien tidak sadar atau mempunyai refleks batuk yang buruk adalah
mereka yang beresiko terkena pnuemonia akibat penumpukan sekresi atau
aspirasi.
Setiap orang yang menerima pengobatan dengan peralatan terapi
pernapasan dapat mengalami penumonia jika peralatan tersebut tidak
dibersihkan dengan tepat.
(Smeltzer dan Bare, 2002)
4. Klasifikasi Pneumonia
Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan, penyebab, letak anatomis,
dan asal penyakitnya atau lokasi sumber penyakit penyebab penumonia. Berikut
ini adalah kalsifikasi penumonia berdasarkan tiga aspek tersebut:
a. Berdasakan Penyebabnya
1) Pneumonia bakteri atau tipikal
Adalah pneumonia yang disebabkna karena bakteri seperti
Streptococcus, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus.
2) Pneumonia atipikal
Adalah pneumonia yang dikaitkan dengan mikoplasma, fungus,
klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaries, Pneumonia carnii, dan
virus.
3) Pneumonia virus
Adalah pnuemonia yang disebabkna karean virus seperti influenza
virus, adenovirus, virus respiratory, syncytial repiratory virus, dan
pneumonia virus.
(Smeltzer dan Bare, 2002)
b. Berdasarkan Letak Anatomis
1) Penumonia lobaris
Adalah pneumonia yang terjadi pada suatu bagian substansial dari satu
lobus atau lebih.
2) Pneumonia bronkopneumonia
Adalah pneumonia yang mempunyai pola penyebaran bercak, teratur
dalam satu atau lebih area terlokalisasi sidalam bronki dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan disekitarnya.
3) Pneumonia intertitial
Adalah pneumonia yang terjadi di dalam dinding alveolar.
(Smeltzer dan Bare, 2002)
c. Berdasarkan Lokasi Sumber Penyakit (Epideologis)
1) Pneumonia masyarakat
Adalah pnuemonia yang penyebab paling seringnya didapat di
masyarakat. Kebanyakan dikarenakan oleh bakteri seperti
Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Legionella
pneumoniae, Chlamydida pneumoniae, Anaerob oral (aspirasi), dan
Influenza tipe A dan B.
2) Pneumonia nosokomial
Adalah penumoni yang penyebab paling seringnya didapat karena
penularan di rumah sakit. Bakteri yang menyebabkan pneumonia ini
antara lain adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, dan
Anaerob oral (aspirasi).
(Price dan Wilson, 2005)

5. Epidemiologi Pneumonia
Di Amerika Serikat, pneumonia adalah penyakit sering yang terjadi dan
setiap tahunnya menyerang 1% dari seluruh penduduk. Meskipun telah ada
kemajuan antibotik, pneumonia tetap merupakan penyebab kematian ke-6 di
Amerika Serikat. Munculnya organisme nosokomial di rumah sakit yang resisten
antbiotik, ditemukannya organisme-organisme baru seperti Legionella,
bertambahnya jumlah orang yang berdaya tahan lemah, dan adanya penyakit
AIDS menjadikan penyakit pneumonia sangat mencolok.
Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap pneumonia karena memiliki
respon imunitas yang masih belum berkembang dengan baik. Pneumonia juga
sering terakhir terjadi pada orang tua yang menderita penyakit kronik tertentu. Di
rumah sakit, pasien yang memiliki riwayat peminum alkohol, pasca bedah, dan
penderita penyakit pernapasan kronik atu infeksi virus juga mudah terserang
penyakit ini. Selain itu, pada pasien-pasien kritis di ICU hampir 60% menderita
pneumonia, dan setengah dari pasien-pasien tersebut mengalami kematia. (Price
dan Wilson, 2005)
Dari Kepustakaan pneumonia komuniti (CAP) yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan oleh bakteri Gram positif, pneumonia
di rumah sakit (HAP) banyak disebabkan bakteri Gram negatif, dan pneumonia
aspirasi kebanyakan disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari
beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari
pemeriksaan dahak penderita pneumonia adalah bakteri Gram negatif. Di
beberapa pusat paru (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makassar)
melaporkan dalam 5 tahun terakhir ini didapatkan data mikroorganisme yang ada
dalam pemeriksaan sputum pasien sebagai beikut :
Klebsiella pnemoniae 45,18%
Streptococcus pnemoniae 14,04%
Streptococcus viridans 9,21%
Staphylococcus aureus 9%
Pseudomonas aerouginosa 8,56%
Streptococcus hemolyticus 7,89%
Enterobacter 5,26%
Pseudomonas spp 0,9%
(Medison, Irvan Dr. SpP, 2012)

6. Patofisiologi Pneumonia Bayu

7. Tanda dan Gejala Pneumonia


Menurut Gleadle, 2006, tanda-tanda terjadinya pneumonia adalah sebagai
berikut:
Ronki
Perkusi pekak
Pernafasan bronkial
Demam takipnea
Takikardia
Sianosis.
Menurut Smeltzer dan Bare, 2002, tanda gejalanya dapat digolongkan
dalam jenis pneumonianya. Pada pneumonia bakterial memiliki tanda dan gejala
seperti :
Secara khas diawali dengan awitan menggigil
Demam yang timbul dengan cepat (39,5o sampai 40,5oC atau 101o sampai
105oF)
Nyeri dada terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk
Takipnea yang jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan pernapasan
medengkur
Pernapasan cuping hidung
Penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.
Sementara itu, pada pneumonia atipikal memeilik gejala yang beragam tergantung
organisme penyebabnya. Pasein pada awalnya mengalami infeksi saluran
pernafasan atas (kongestial nasal, sakit tenggorokan) dan awitan gejala
pneumonianay bertahap. Beriktu ini beberapa tanda dan gejala pnuemonia atipikal
yang menonjol:
Sakit kepala
Demam tingkat rendah
Nyeri pleuritis
Mialgia
Ruam
Faringitis
Setelah beberpa hari akan terjadi pengeluaran sputum mukoid atau
mukropurulen.
Nadi cepat dan bersambung (bounding) dimana nadi biasanya meningkat
sekitar 10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius
Bradikardi relatif untuk suatu tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi
virus, infeksi mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.
Adapun beberapa tanda dan gejala pada kasus pneumonia seperti pipi
berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih terang, bibir serta bidang kuku
sianosis, mengeluarkan banyak keringat. Selain itu, pasien juga akan memilih
posisi duduk tegak dengan agak condong kedepan utnuk memaksimalkan
pertukaran gas yang adekuat tanpa mencoba untuk batuk dan napas dalam.
Jika dilihat dari sputumnya, maka dapat dibedakan mejadi:
Sputum purulen
Pasien dengan sputum purulen bukan berarti sputum tersebut dipercaya
sebagai indikator dari etiologi pnuemonia yang dialaminya.
Sputum berbusa dan bersemu darah
Sering dihasilkan pada pneumonia pnemukokus, stafilokokus, Kleibsiella,
dan streptokokus. Pada pneumonia Kliebseilla sering juga memmpunyai
sputum yang kental.
Sputum berwarna hijau
Biasanya dijumpai pada pneumonia H. influenza.
(Smeltzer dan Bare, 2002)
Tanda dan gejala lain juga terjadi pada pasien yang mengalami kondisi
lain seperti kanker, penggunaan obat-obatan imunosupresif, dan pasien yang
mengalmi penurunan daya tahan terhadap agen infeksi atau organisme yang
sebelumnya tidak dianggap sebagai patogen serius. Tanda dan gejala pada pasien
dengan keadan tersebut adalah demam, krekles, temuan yang menandai
konsolidasi (area solid) pada lobus paru, peningkatan fremitus taktil, perkusi foni
(bunyi mengembik yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan
yang terauskultasi melalui dinidng dada). (Smeltzer dan Bare, 2002)

8. Pemeriksaan Diagnostik Pneumonia


a. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan
takipnea pada anak berusia 12 bulan 5 tahun adalah 40 kali / menit atau
lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase
inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan
tampak jelas.
Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin
mengalami peningkatan atau tachycardia.
Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar
stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas
berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa
resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar
bising gesek pleura (Mansjoer,2000).
b. Sinar X
Untuk mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial);
dapat juga menyatakan abses).
c. Pemeriksaan Gram/Kultur, Sputum dan Darah
Untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada. Pada pemeriksaan
sputum, untuk mendapatkan sputum yang adekuat, pasien membilas mulut
dengan air utnuk meminimalkan kontaminasi oleh flora mulut. Kemudian
pasien diminta untuk napas dalam beberapa kali dan kemudian dengan dalam
membatukkan sputum yang keluar ke dalam wadah steril.
d. Pemeriksaan Serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
e. Pemeriksaan Fungsi Paru
Untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu
diagnosis keadaan.
f. Biopsi Paru
Untuk menetapkan diagnosis.
g. Spirometrik Static
Untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
h. Bronkostopi
Untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

9. Penatalaksanaan Pneumonia
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena
hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya. Berikut
adalah antibiotik yang diberikan pada pasien dengan pneumonia:
Penicillin G untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
Mantadine dan Rimantadine untuk infeksi pneumonia virus
Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
Selain pemberian antibotik, pasien dengan poneumonia juga dianjurkan untuk
tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda, pemberian oksigen jika
terjadi hipoksemia, dan bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori
yang cukup.
Sementara itu menurut Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahu
2003, untuk kasus pneumonia community base, penatalaksaan dibagi menjadi
seperti dibawah ini:
a. Penderita Rawat Jalan
1. Pengobatan Suportif / Simptomatik, yaitu:
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran.
2. Pemberian antiblotik harus diberikan kurang dari 8 jam
b. Penderita Rawat Inap Di Ruang Rawat Biasa
1. Pengobatan Suportif / Simptomatik, yaitu:
- Pemberian terapi oksigen
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik.
2. Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Penderita Rawat Inap Di Ruang Rawat Intensif
1. Pengobatan suportif / simptomatik, yaitu:
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
2. Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam.
3. Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.
Adapun antibiotik yang diberikan berdasarkan hasil biakan, yaitu:
Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberia
Untuk kasus pneumonia hospital base :
- Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
- Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

Menurut Mansjoer (2000), penanganan pneumonia berdasarkan klasifikasi


pneumonia :
1. Pneumonia berat atau pneumonia sangat berat harus dirawat di RS dan
diberi antibiotik.
2. Pneumonia tidak perlu dirawat dirumah sakit
3. Batuk bukan pneumonia tidak perlu dirawat tidak perlu antibiaotik.
Sementara itu, apabila anak diklasifikasikan menderita pneumonia berat atau
penyakit sangat berat di puskesmas/balai pengobatan, maka anak perlu dirujuk
segera setelah diberi dosis pertama antibiotik yang sesuai. Dosis pertama
antibiotika yang dimaksud adalah klorampenikol yan diberikan secara
intramuscular dengan dosis 40 mg/kg BB. Jika anak diklasifikasikan menderita
pneumonia, maka tindakan berikut ini diperlukan :
1. Pemberian antibiotik yang sesuai selama 5 hari.
2. Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman.
3. Berikan nasihat kepada orang tua kapan harus segera kembali.
4. Melakukan kunjungan ulang setelah 2 hari.
Sedangkan untuk anak dengan pneumonia yang dirawat di rumah sakit,
diperlukan rencana perawatan yang sesuai dengan masalahanya, yaitu:
1. Efektivitas pola napas, rencana perawatan yang diperlukan adalah:
- Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai takikardi.
- Lakukan fisioterapi dada : kerjakan sesuai jadwal.
- Observasi tanda vital
- Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai advis.
- Periksa dan catat hasil x-ray dada dan jumlah sel darah putih sesuai
indikasi.
- Lakukan suction bila perlu.
- Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan,
misalnya, pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala
inefektivitas pola napas.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman.
2. Devisit volume cairan, intervensi yang diperlukan adalah:
- Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan.
- Catat secara akurat intake dan output.
- Kaji dan catat tanda vital serta gejala kekurangan cairan.
- Periksa dan catat BJ urine tiap 4 jam atau sesuai advis.
- Lakukan perawatan mulut sesuai dengan kebutuhan.
- Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam monitoring
intake dan output serta dalam mengenali tanda dan gejala kekurangan
volume cairan.
- Ciptakan situasi yang nyaman.

10. Pencegahan Pneumonia


1) Seringlah mencuci tangan, terutama setelah menggunakan toilet,
mengganti popok, menyiapkan atau makan makanan, atau membuang
lendir dan kotoran dari hidung.
2) Jangan merokok.
3) Dapatkan vaksinasi untuk pneumonia dan flu.
4) Anak-anak juga harus mendapatkan vaksin Hib.
5) Pada beberapa anak yang berusia kurang dari 24 bulan, obat palivizumab
dapat diresepkan untuk membantu mencegah pneumonia sebagai
komplikasi dari masalah pernapasan lainnya
11. Komplikasi Pneumonia
a. Efusi pleura (parapneumonic effusion)
b. Empiema
c. Abses paru
d. Bronkiektasis
e. Pericarditis
f. Sepsis
g. Meningitis

Prognosa
Tahun 1929-1935 sebelum adanya antibitika Boston City Hospital angka survival
setelah terkena pneumonia 17%. Setelah adanya pemberian obat (antisera), serum
dari orang/binatang yang telah penderita angka survival 53%. Tahun 1952-1962
setelah ada antibiotika antara lain penicilin angka survival 85%

Prognosis tergantung pada


a. Kuman penyebab : stafilokokus pada epidemi influenza dan klebsiella
pneumonia memiliki prognosis yang buruk
b. Faktor lain : bronkis kronis, bayi, orang tua

Anda mungkin juga menyukai