Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN YANG MENGALAMI PENUMONIA DI RUANG

ADENIUM RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh :

Desy Aprilia Zaini

NIM. 19037140014

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

2022
A. Definisi

Pneumonia adalah suatu infeksi dari satu atau dua paru paru yang biasanya

disebabkan oleh bakteri-bakteri, virus-virus, atau jamur. Pneumonia adalah infeksi

yang menyebabkan paru paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang

disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap

oksigen menjadi kurang (Utama, 2018).

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru

yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA). Dengan

gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius

seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substan asing, berupa

radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui

gambaran radiologis (Nurarif, 2016).

Pneumonia adalah infeksi pada jaringan parenkim paru. Hal ini sering

terjadi. dengan angka kejadian tahunan di komunitas sebesar 5-11 per 1000

penduduk dewasa. Tingkat mortalitas pada pasien dengan pneumonia yang

dirawat di rumah sakit sekitar 5-12%, dan sekitar 1.2-10% memerlukan perawatan

intensif (Isbaniah, 2022)

B. Etiologi

Menurut teori (Nurarif, 2016) etiologi Penyebaran infeksi terjadi melalui

droplet dan sering disebabkan oleh streptoccus pneumonia, melalui slang infuse

oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P.

aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan

pasien seperti kekebalan tubuh da penyakit kronis, polusi lingkungan penggunaan


antibiotic yang tidak tepat. Setelah masuk keparu-paru organism bermultiplikasi

dan, jika telah berhas mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi

pneumonia. Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai

penggolongannya yaitu:

1. Bacteria: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptokokus hemolyticus,

Streptokoccus aureus, Hemophilus influinzae, Mycobacterium tuberkolusis,

Bacillus Friedlander.

2. Virus: Respiratory Syncytial Virus, Adeno virus, V.Sitomegalitik, V. Influenza

3. Mycoplasma Pneumonia.

4. Jamur. Histoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces

Dermatitides, Coccidodies Immitis, Aspergilus Species, Candida Albicans.

5. Aspirasi: Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), Cairan Amnion, Benda

Asing

6. Pneumonia Hipostatik.

7. Sindrom Loeffler.

C. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pneumonia ditunjukkan dengan adanya peleburan cuping

hidung, ronki, dan retraksi dinding dada atau sering disebut tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam (chest indrawing). Penyakit yang sering terjadi pada anak-

anak ini ditandai dengan ciri-ciri adanya demam, batuk disertai nafas cepat

(takipnea) atau nafas cepat. Gejala dan tanda pneumonia tergantung kuman

penyebab, usia. status imunologis, dan beratnya penyakit. Gejala dan tanda
dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural,

dan ekstrapulmonal (Utama, 2018)..

Gejala-gejala tersebut meliputi :

a. Demam

b. Menggigil

c. Sefalgia

d. Gelisah

e. Muntah, kembung, diare (terjadi pada pasien dengan gangguan

gastrointestinal) Wheezing (pneumonia mikoplasma)

f. Otitis media, konjungtivitis, sinusitis (pneumonia oleh streptococcus

pneumonia atau Haemophilus influenza) (Utama, 2018).

D. Klasifikasi

1. Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau

lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia

bilateral atau "ganda".

2. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus,

yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi

dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.

3. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di dalam

dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan lingkungan :


1. Pneumonia Komunitas

Dijumpai pada H. influenza pada pasien prokok, pathogen atipikal pada lansia,

gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit

penyerta kardiopolmonal/jamak, atau paska terapi antibiotika spectrum luas

(Nurarif, 2016).

2. Pneumonia Nosokomial

Tergantung pada faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis

pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia. Faktor utama

untuk pathogen tertentu :

Pathogen Faktor resiko

Staphylococcus aureus Methicillin Koma, cedera kepala, influenza,

resisten S. Aureus pemakaian obat IV, DM, gagal ginjal

Ps. Aeruginosa Pernah dapat antibiotic, ventilator> 2

hari lama dirawat di ICU, terapi

steroid/antibiotic

Kelainan struktur paru (bronkiektasis,

kritik fibrosis), malnutrisi

Anaerob Aspirasi, selesai operasi abdomen

Acinobachter spp Antibiotic sebelum onset pneumonia

dan ventilasi mekanik


3. Pneumonia Aspirasi

Disebabkan oleh infeksi kuman, penumonitis kimia akibat aspirasi bahan

toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema

paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat (Nurarif, 2016).

E. Patofisiologi

Gejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru olch

mikroorganisme dan respon sistem imun terhadap infeksi meskipun lebih dari

seratus jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya sedikit

dari mereka yang bertanggung jawab pada sebagian besar kasus. Penyebab paling

sering pneumonia adalah virus dan bakteri. Penyebab yang jarang menyebabkan

infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit (Utama, 2018).

1. Virus.

Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak biasanya virus

masuk ke dalam paru-paru bersamaan droplet udara yang terhirup melalui mulut

dan hidung setelah masuk virus menyerang jalan nafas dan alveoli. Invasi ini

sering menunjukan kematian sel, sebagian virus langsung mematikan sel atau

melalui suatu tipe penghancur sel yang disebut apoptosis. Ketika sistem imun (DI.

leukosit meningkat) merespon terhadap infeksi virus.dapat terjadi kerusakan paru

Sel darah putih sebagian besar limfosit, akan mengaktivasi sejenis sitokin yang

membuat cairan masuk ke dalam alveoli. Kumpulan dari sel yang rusak dan cairan

dalam alveoli mempengaruhi pengangkutan oksigen ke dalam aliran darah (terjadi

pertukaran gas). Sebagai tambahan dari proses kerusakan paru, banyak virus

merusak organ lain dan kemudian menyebabkan fungsi organ terganggu. Virus
juga dapat membuat tubuh lain rentan terhadap infeksi bakteri, untuk alasan ini,

pneumonia karena bakteri sering merupakan komplikasi dari pneumonia yang

disebabkan oleh virus. Pneumonia virus biasanya disebabkan oleh virus seperti

vitus influensa, virus syccytial respiratory (RSV), adenovirus dan

metapneumovirus. Virus herpes simpleks jarang menyebabkan pneumonia kecuali

pada bayi baru lahir. Orang dengan masalah pada sistem imun juga beresiko

terhadap pneumonia yang disebabkan olch cytomegalovirus (CMV) (Utama,

2018).

2. Bakteri

Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang berada di

udara dihirup, tetapi mereka juga dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah

ketika ada infeksi pada bagian lain dari tubuh. Banyak bakteri hidup pada bagian

atas dari saluran pernapasan atas seperti hidung, mulut dan sinus dan dapat

dengan mudah dihirup menuju alveoli. Setelah memasuki alveoli. bakteri

mungkin menginvasi ruangan diantara sel dan diantara alveoli melalui rongga

penghubung Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrophil yang

adalah tipe dari pertahanan sel darah putih, menuju paru Neutrophil menelan dan

membunuh organisme yang berlawanan dan mereka juga melepaskan cytokin,

menyebabkan aktivasi umum dari sistem imun. Hal ini menyebabkan demam,

menggigil dan mual umumnya pada pneumoni yang disebabkan bakteri dan

jamur. Neutrophil bakteri dan cairan dari sekeliling pembuluh darah. mengisi

alveoli dan mengganggu transportasi oksigen. Bakteri sering berjalan dari paru

yang terinfeksi menuju aliran darah menyebabkan penyakit yang serius atau

bahkan fatal seperti septik syok dengan tekanan darah rendah dan kerusakan pada
bagian-bagian tubuh seperti otak, ginjal dan jantung. Bakteri juga dapat berjalan

menuju area antara paru-paru dan dinding dada(cavitas pleura) menyebabkan

komplikasi yang dinamakan empyemu. Penyebab paling umum dari pneumoni

yang disebabkan bakteri adalah Streptococcus pneumoniae,bakteri gram negatif

dan bakteri atipikal. Penggunaan istilah "Gram positif" dan "Gram negatif"

merujuk pada warna bakteri (ungu atau merah) ketika diwamai menggunakan

proses yang dinamakan pewarnaan Gram. Istilah "atipikal" digunakan karena

bakteri atipikal umumnya mempengaruhi orang yang lebih sehat, menyebabkan

pneumoni yang kurang hebat dan berespon pada antibiotik yang berbeda dari

bakteri yang lain. Tipe dari bakteri gram positif yang menyebabkan pneumonia

pada hidung atau mulut dari banyak orang schat. Streptococcus pneumoniae,

sering disebut" pneumococcus" adalah bakteri penyebab paling umum dari

pneumoni pada segala usia kecuali pada neonatus. Gram positif penting lain

penyebab dari pneumonia adalah Staphylococcus aureus. Bakteri Gram negatif

penyebab pneumonia lebih jarang daripada bakteri gram negatif. Beberapa dari

bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumoni termasuk Haemophilus

influenzae, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan

Moraxella catarrhalis. Bakteri ini sering hidup pada perut atau intestinal dan

mungkin memasuki paru-paru jika muntahan terhirup. Bakteri atipikal yang

menyebabkan pneumonia termasuk Chlamydophila pneumoniae, Mycoplasma

pneumoniae dan Legionella pneumophila (Utama, 2018).


F. Pathway Pneumoni

Normal (sistem Organisme


pertahanan) terganggu

Virus Saluran nafas bagian Stapilokokus


bawah pneumokokus

Kuman patogen Trombus


mencapai bronkioli Eksudat masuk ke
terminalis merusak sel alveoli
epitel bersilia, sel
goblet Toksin, coagulase

Alveoli

Cairan edema + Permukaan


leukosit ke alveoli lapisan pleura
Sel darah merah,
leukosit, tertutup
pneumokokus mengisi tebaleksudat
alveoli trombus vena
Konsolidasi paru
pulmonalis

Leukosit +
Kapasitas vital, fibrinmengalami Nekrosis
compliance menurun, konsolidasi hemoragik
hemoragik

Leukositosis
Intoleransi aktivitas

Suhu tubuh meningkat

Hipertermi

Produksi sputum Abses pneumatocele


meningkat (kerusakan jaringan
parut)

Bersihan jalan nafas


Pola nafas tidak
tidak efektif
efektif
G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Sinar X Mengidentifikasikan distribusi struktural (mis. Lobar, bronchial); dapat

juga menyatakan abses menyebur atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran

perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus). luas/infiltrate. empiema

(stapilococcus); infiltrasi Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin

bersih.

2 BGA (Blood Gas Analysis). Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada

luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.

3. JDL leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada

infeksi virus, kondisi tekanan imun.

4. LED meningkat

5. Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan

komplain menurun.

6. Elektrolit Na dan Cl mungkin rendah

7. Bilirubin meningkat

8. Aspirasi/biopsi jaringan paru Alat diagnosa termasuk sinar-x dan pemeriksaan

sputum. Perawatan tergantung dari penyebab pneumonia: pneumonia disebabkan

bakteri dirawat dengan antibiotik (Utama, 2018).

H. Penatalaksanaan

1. Indikasi MRS:

a. Ada kesukaran nafas, toksis

b. Sianosis

c. Umur kurang 6 bulan


d. Ada penyulit, misalnya muntah-muntah, dehidrasi, empiema.

e. Diduga infeksi oleh Stafilokokus.

f. Imunokompromis.

g. Perawatan di rumah kurang baik.

h. Tidak respon dengan pemberian antibiotika oral.

2. Pemberian oksigenasi: dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor

dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi

mekanik.

3. Mempertahankan suhu tubuh normal melalui pemberian kompres.

4. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parenteral). Jumlah

cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.

5. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang

nasogastrik.

6. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal.

7. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.

8. Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan

penyebab Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada

perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak

dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung kemajuan klinis

penderita, hasil laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab :

a. Stafilokokus: perlu 6 minggu parenteral.

b. Haemophylus influenzae/Streptokokus pneumonia: cukup 10-14 hari

Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,

gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang,


fibrosis kistik. infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda

awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3.

Dapat dipertimbangkan juga pemberian:

a. Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii

b. Anti viral (Aziclovir, ganciclovir) pada pneumonia karena CMV

c. Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia

karena jamur

d. Imunoglobulin (Utama, 2018).

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian dapat berasal dari langsung dari pasien, orangtua, keluarga,

atau sekunder petugas kesehatan atau data rekam medis. Data yang diperoleh

berupa

data obyektif (yang dapat dilihat atau diperiksa) maupun subyektif (dari

keterangan pasien maupun orangtua).

a. Identitas klien.

b. Keluhan utama: batuk, pilek, demam, nafas cepat.

c. Riwayat penyakit sekarang sejak kapan menderita keluhan hingga dirawat di

fasilitas kesehatan sekarang.

d. Riwayat penyakit dahulu : adakah penyakit serupa sebelumnya.

e. Riwayat penyakit dalam keluarga apakah ada yang menderita penyakit paru-

paru.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan: anak lahir tidak langsung menangis, ketuban

pecah sebelum waktunya, ibu mengalami infeksi selama hamil.

g. Riwayat tumbuh kembang

h. Status nutrisi: BB. TB. LILA. Termasuk gizi baik, kurang atau buruk

i. Status imunisasi: lengkap atau tidak lengkap.

j. Status psikososial: pengetahuan keluarga, keadaan sosial ekonomi keluarga

k. Skrining: Nyeri, Resiko jatuh, Resiko dekubitus

l. Pemeriksaan fisik: TTV Tekanan Darah, Nadi, Frekuensi pernapasan, Suhu

tubuh, Saturasi perifer.

1. Sistem neurologi : tingkat kesadaran dari compos mentis sampai coma, skor

glasgow coma scale (GCS)

2. Sistem pemafasan :

Inspeksi: irama pernafasan (reguler/Ireguler), frekuensi pernafasan (RR), nafas

cuping hidung, retraksi interkostal, pergerakan dinding dada simetris/tidak

Palpasi: pergerakan dinding dada sama atau tidak, focal fremitus

Perkusi: normal sonor, redup jika ada cairan

Auskultasi : suara nafas normal vesikuler, abnormal bila terdapat ronkhi.

wheezing

3. Sistem kardiovaskuler: slanosis, pucat, akral hangat/dingin, CRT < 3detik/ >3

detik

4. Sistem gastrointestinal: mual, muntah, nafsu makan menurun 5. Sistem urinaria

/ eliminasi frekuensi BAB, BAK, perlu bantuan atau tidak, urin output.

6. Sistem Integumen: warna kulit (pucat, sianosis, mottled, kuning), terdapat luka

atau tidak, temperatur kulit. Pada pneumonia biasanya didapatkan hipertermia


7. Sistem Muskuloskeletal : Pergerakan keempat ekstremitas bebas atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertemia

Definisi

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

Penyebab

a. Dehidrasi

b. Terpapar lingkungan panas

c. Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)

d. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan

e. Peningkatan laju metabolisme

f. Respon trauma

g. Aktivitas berlebihan

h. Penggunaan inkubator

Gejala & Tanda Mayor

Subjektif Objektif

(tidak tersedia) 1. Suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala & Tanda Minor

Subjektif Objektif

(tidak tersedia) 1. Kulit merah

2. Kejang

3. Takikardi
4.Takipnea

5. Kulit terasa hangat

Kondisi Klinis Terkait

1. Proses infeksi

2. Hipertiroid

3. Stroke

4. Dehidrasi

5. Trauma

6. Prematuritas

3. Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Menggigil (5) menrun

2. Kulit merah (5) menrun

3. Takipnea (5) menrun

4. Suhu tubuh (5) membaik

5. Suhu kulit (5) membaik

6. Tekanan darah (5) membaik

4. Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional

Observasi

Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Untuk mengetahui penyebab hipertemi

dehidrasi, terpapar lingkungan panas, yang di alami pasien yaitu terpapar

penggunaan inkubator) lingkungan panas atau dehisrasi

Monitor suhu tubuh Untuk mengetahui suhu tubuh pasien


menurun atau tidak

Monitor komplikasi akibat hipertermia Mengidentifikasi komplikasi akibat

hipertemi yang di alami pasien

Terapeutik

Sediakan lingkungan yang dingin Menyediakan lingkungan yangdingin

agar kondisi pasien lebih membaik

Longgarkan atau lepaskan pakaian Memakai pakaian longgar atau melepas

untuk mengurangi suhu tubuh pasien

Berikan cairan oral Untuk mengurangi hipertemia pada

tubuh pasien

Lakukan pendinginan eksternal (mis, Jika tubuh pasien mengalami

selimut hipotermia atau kompres dingin hipertemia maka dilakukannya kompres

pada dahi, leher, dingin pada dahi, leher

Berikan oksigen Memberikan oksigen jika pasien

mengalami sesak nafas

Edukasi

Anjurkan birah baring Menganjurkan pasien untuk tirah baring

agar kondisinya membaik dan

memposisikan pasien senyaman

mungkin

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian cairan dan Mengkolaborasi dengan dokter untuk

elektrolit intravena memberikan cairan elektrolit intravena

jika tubuh pasien mengalami hipertermi


2. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Definisi

Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk

mempertahankan jalan nafas tetap paten.

Penyebab

Fisiologis

1. Spasme jalan nafas

2. Hiperseksresi jalan nafas

3. Disfungsi Neuromuskuler

4. Benda Asing dalam jalan nafas

5. Adanya jalan nafas buatan

6. Sekresi yang tertahan

7. Hiperplasia dinding jalan nafas

8. Proses infeksi

9. Respon allergi

10. Efek agen farmakologis (mis. anestesi)

Situasional

1. Merokok aktif

2. Merokok pasif

3. Terpajan polutan

Gejala & Tanda Mayor

Subjektif Objektif

Tidak tersedia 1. Batuk tidak efektif


2. Tidak mampu batuk

3. Sputum berlebih

4. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi

kering

5. Mekonium di jalan nafas (pada

neonatus)

Gejala & Tanda Minor

Subjektif Objektif

1. Dispnea 1. Gelisah

2. Sulit bicara 2. Sianosis

3. Orthopnea 3. Bunyi nafas menurun

4. Frekuensi nafas berubah

5. Pola nafas berubah

Kondisi Klinis Terkait

1. Gullian Bare Syndrome

2. Sklerosis Multipel

3. Myasthenia Gravis

4. Prosedur Diagnostik (mis. Bronchoscopy, Tranesophageal Echocardiography

[TEE])

5. Depresi Sistem saraf pusat

6. Cedera kepala
7. Stroke

8. Kuadriplegia

9. Sindrom aspirasi mekonium

10. Infeksi saluran nafas

Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Batuk efektif (5) meningkat

2. Produksi sputum (5) menurun

3. Mengi (5) menurun

4. Wheezing (5) menurun

5. Dispnea (5) menurun

6. Ortopnea (5) menurun

7. Sulit bicara (5) menurun

8. Frekuensi napas (5) meningkat

Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional

Observasi

Monitor pola napas (frekuensi, Untuk mengetahui frekuensi,

kedalaman, usaha napas) kedalaman dan usaha napas pada klien.

Monitor bunyi napas tambahan (mis. Untuk mengetahui bunyi napas

gurgling, mengi, wheezing, ronkhi tambahan pada pasien

kering)

Monitor sputum (jumlah, warna, Mengetahui jumlah sputum yang keluar


aroma) warna dan aroma

Terapeutik

Posisikan semi-Fowler atau Fowler Agar pasien berkurang yang mengalami

sesak nafas

Lakukan penghisapan lendir kurang Untuk mempermudah pasien bernafas

dari 15 detik agar tidak mengalami penyumbatan

Berikan oksigen Memberikan oksigen pada pasien saat

pasien mengalami sesak

Edukasi

Ajarkan teknik batuk efektif Mengajarkan kepada perawat

untukmelakukan teknik batuk yang

efektif

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian bronkodilator, Mengkolaborasi dengan dokter untuk

ekspektoran, mukollük, jika perlu. pemberian obat bronkodilator pada

pasien yang mengalami bersihan jalan

nafas

3. Pola Napas Tidak Efektif

Definisi

Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.

Penyebab

1. Depresi pusat pernapasan

2. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
3. Deformitas dinding dada

4. Deformitas tulang dada

5. Gangguan Neuromuskuler

6. Gangguan Neurologis (mis. elektroensepalogram (EEG) positif, cedera kepala,

gangguan kejang)

7. Imaturitas neurologis

8. Penurunan energi

9. Obesitas

10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru

11. Sindrom hipoventilasi

12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)

13. Cedera pada Medula spinalis

14. Efek agen farmakologis

15. Kecemasan

Gejala & Tanda Mayor

Subjektif Objektif

Dispnea 1. Penggunaan otot bantu pernapasan

2. Fase ekspirasi memanjang

3. Pola napas abnormal (misalnya

Takipnea, bradypnea, hiperventilasi,

kussmaul, Cheyne-stokes)
Gejala & Tanda Minor

Subjektif Objektif

1. Ortopnea 1. Pernapasan pursed-lip

2. Pernapasan cuping hidung

3. Diameter thoraks anteriorposterior

meningkat

4. Ventilasi semenit menurun

5. Kapasitas vital menurun

6. Tekanan ekspirasi menurun

7. Tekanan inspirasi menurun

8. Ekskursi dada berubah

Kondisi Klinis Terkait

1. Depresi sistem saraf pusat

2. Cedera Kepala

3. Trauma thoraks

4. Gullain Bare Syndrome

5. Multiple Sclerosis

6. Myasthenia Gravis

7. Stroke

8. Kuadriplegi

9. Intoksikasi Alkohol
Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Dispnea (5) menurun

2. Penggunaan otot bantu napas (5) menurun

3. Ortopnea (5) menurun

4. Pernafasan cuping hidung (5) menurun

5. Frekuensi nafas (5) membaik

6. Kedalaman nafas (5) membaik

Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional

Observasi

Monitor frekuensi, irama, kedalaman Untuk mengetahui frekuensi, irama,

dan upaya napas kedalaman dan upaya napas yang di

alami pasien

Monitor pola napas (seperti bradipnea, Untuk mengetahui pola napas yang

takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, terjadi pada pasien

Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)

Monitor kemampuan batuk efektif Untuk mengetahui klien mampu

melakukan batuk efektik atau tidsk

Palpasi kesimetrisan ekspansi paru Untuk mengetahui kesimetrisan

ekspansi paru

Auskultasi bunyi napas Untuk mengetahui bunyi nafas pada

pasien
Monitor saturasi oksigen Untuk mengetahui saturasi oksigen

pada pasien

Terapeutik

Dokumentasikan hasil pemantauan Untuk mengetahui hasil pemantauan

Edukasi

Jelaskan tujuan dan prosedur Menjelaskan kepada pasien atau

pemantauan keluarga dengan adanya tujuan dan

pemantauan prosedur yang dialami

klien
DAFTAR PUSTAKA

Isbaniah Fathiyah (2022). Kedokteran Respirasi.Singapore: Elsevier

Nurarif A. H. dan Kusuma H (2016). Asuhan Keperawatan Praktis, Edisi Revisi


Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Utama Saktya. Y.A (2018). Buku Ajar Keperawatan Medkal Bedah Sistem
Respirasi. Yogyakarta: CV Budi Utama

Anda mungkin juga menyukai