Anda di halaman 1dari 23

LAPAORAN PENDAHULUAN

PNEMONIA

1. DEFINISI

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari
satu infeksi saluran pernafasan bawah akut, dengan gejala batuk disertai sesak nafas yang
disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, fungi (microplasma) dan aspirasi substansi
asing berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat
melalui gambaran radiologis (Nursalam, 2015).
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan dan
jaringan intersittel. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneuomonia antara lain
virus dan bakteri. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan
beratnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi,
GER, dan aspirasi (Daud Dasril, 2013).

Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi apada anak-anak
tetapi terjadi lebih sering pada bayi dan awal masa kanak-kanak dan secara klinis penumonia
dapat terjadi sebagai penyakit primer atau komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan
Wilson, 2009 dalam Seyawati Ari, 2018).

2. ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan
protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan
gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari
laporan beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas
adalah bakteri gram negative. Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari
masyarakat dan nosocomial :

a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma


pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, Chlamydia
pneumonia, Anaerob oral, Adenovirus, Influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negatif (E. coli, Klebsiella
pneumonia), Pseudomonas Aeruginosa, Staphylococcus Aureus, anaerob oral.
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet atau sering disebabkan oleh streptoccus
pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian
ventilator oleh p. Aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan
keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan
antibiotik yang tidak tepat. Setelah masuk ke paru paru organism bermultiplikasi dan, jika
telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. 

Pertahanan paru-paru terus ditantang oleh organisme termasuk virus dan bakteri. Virus
cenderung menghindari atau membanjiri beberapa pertahanan saluran pernafasan atas
menyebabkan gejala yang masih relative ringan. Ketika inang saluran pernafasan bagian atas
dan bawah kewalahan mikroorganisme dapat membentuk tempat tinggal, berkembang biak,
dan menyebabkan proses infeksi dalam parenkim paru-paru (Weinberger, 2019). Beberapa
faktor yang berkontribusi dalam rusaknya pertahanan inang diantaranya ISPA,
Penyalahgunaan etanil, merokok, gagal jantung, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).
Kerusakan inang juga dapat diperparah dengan Immunosuppressive tubuh misalnya AIDS,
Leukemia, Limfoma, dan penyalahgunaan kortikosteroid serta obat imunosupresif lainnya.

3. MANISFETASI KLINIS

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif
atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada
karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada 5
yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi
atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan
taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan
pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub (Sudoyo, 2015).
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas akut
selama beberapa hari. Selain didapatkan demam dan suhu tubuh meningkat hingga 40 oC,
sesak nafas, nyeri dada, batuk dahak, pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti
nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2016). Usia merupakan
faktor penentu dalam manifetstasi klinis pneumonia. Neonatus dapat menunjukan gejala
demam tanpa ditemukannya gejala fisis pneumonia. Pola klinis yang khas pada pasien
pneumonia viral dan bakterial umumnya berbeda antara bayi yang lebih tua dan anak
walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas. Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise,
nyeri dada akibat pleuritis, retraksi dan iritabilitas akibat sesak respiratory sering terjadi pada
bayi yang lebih tua dan anak.
Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau stridor dan gejala demam
lebih tidak menonjol dibanding pneumonia bakterial. Pneumonia bakterial secara tipikal
berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu dan pada auskultasi ditemukan
adanya tanda konsolidasi paru. Pneumonia atipikal pada bayi kecil ditandai oleh gejala khas
seperti takipneu, batuk, ronki kering(crackles) pada pemeriksaan auskultasi dan sering
ditemukan bersamaan dengan adanya konjungtivitis chlamydial. Gejala klinis lainnya dapat
ditemukan distress pernapasan termasuk cuping hidung, retraksi intercosta dan subkosta dan
merintih (grunting) (Karen et al, 2010 dalam Setyawati Ari, 2018).

4. PATOFISIOLOGI

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas) pasien,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan
akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Ada
beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan yaitu Inokulasi langsung, Penyebaran
melalui darah,  Inhalasi bahan aerosol, dan Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat
cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada
virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.

Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai brokonsul
terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran
napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi
paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur
(50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 – 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum
bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Gambar 1.1 Patogenesis pneumonia oleh bakteri Pneumococcus
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak
bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis
sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu
terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak empat zona pada daerah pasitik
parasitik terset yaitu :

1. Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema;

2. Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel
darah merah;

3. Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak;

4. Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan
alveolar makrofag.

Infeksi parenkim paru menghasilkan squel tenis yang tidak hanya mengubah fungsi normal
parenkim paru tetapi juga dengan menginduksi respon iskemik.  konsekuensi patofisiologis
utama dari perdagangan dan infeksi yang melibatkan ruang udara distal adalah berkurangnya
ventilasi ke daerah yang terkena. jika perfungsi  relatif dipertahankan seperti yang sering
terjadi karena  efek  vasodilator mediator inflamasi hasil ketidakseimbangan  ventilasi
perfusi.  ketika alveoli  dipenuhi dengan eksudat  inflamasi Mungkin tidak ada ventilasi ke
daerah-daerah tersebut. ketidakseimbangan ventilasi perfusi umumnya bermanifestasi sebagai
bagai hipoksemia.  ketidakcocokan ventilasi berfungsi dengan area rasio ventilasi perfusi
rendah biasanya merupakan faktor yang lebih penting. retensi karbon dioksida bukan  fitur
Pneumonia kecuali pasien sudah memiliki cadangan yang sangat terbatas terutama pada
COPD (Chronic Obstuctive Pulmonary Disease)  yang mendasarinya.  Bahkan pasien
pneumonia sering mengalami  hiperventilasi dan memiliki PCo2 kurang dari sama dengan 40
mmHg (Weinberger,  2019)
 Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi yang disebabkan oleh paru-paru.
pneumonia dapat terjadi akibat bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terhisap
masuk ke paru-paru.   penyebaran  ini juga dapat melalui darah  pada bagian tubuh yang
terluka.  dengan batuk contohnya nya akan membuat perlawanan  oleh sel-sel pada lapisan
lendir tenggorokan  hingga gerakan rambut halus (silia)  untuk mengeluarkan mucus ( lendir) 
saat proses peradangan.  lobus bawah paru-paru  paling sering terkena efek gravitasi.  setelah
mencapai alveoli maka pnoumocuccus  menimbulkan respon yang khas  diantaranya nya:

1. Kongesti (24 jam pertama)

Eksudat yang kaya  akan protein keluar masuk ke dalam  alveoli melalui pembuluh darah
yang berdilatasi dan bocor disertai kongesti Vena.  Taro menjadi berat,  edematosa,  dan
berwarna kemerahan.

2. Hepatitis (48 jam berikutnya)

Terjadi pada Stadium kedua ditemukan akumulasi masih dalam ruang alveolar bersama-sama
dalam limfosit dan makrofag.  Pleura  yang menutupi akan  diselimuti   eksudat   Fibri nosa. 
paru-paru tampak kemerahan dapat tidak mengandung udara disertai  konsistensi mirip hati
yang masih segar dan  bergranula.

3. Hepatitis kelabu (3-8  hari)

Ditemukan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan merah. 
paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit  dan fibrin  mengalami konsolidasi
di dalam alveoli yang terserang.

4. Resolusi (8-11  hari)

 Pada  tahap  ini eksudat  mengalami  lisis  dan diabsorsi  oleh makrofag dan pencernaan
kotoran inflamasi dengan mempertahankan  artekstur  dinding alveoli di bawahnya, sehingga
jaringan kembali pada struktur semula. Akibatnya jika mucus masuk ke alveoli terjadi
peningkatan konsentrasi protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik
meningkat dan tekanan osmosis meningkat dan terjadi penurunan disfungsi sehingga terjadi
akumulasi cairan pada alveoli yang akan menekan saraf dan menyebabkan terjadinya
gangguan pertukaran gas.

Eksudat yang masuk kedalam alveoli akan menyebabkan konsolidasi di alveoli yang
kemudian menyebabkan terjadinya comience paru-paru menurun sehingga suplai O2 menurun
yang menimbulkan terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas, Porses
peradangan juga dapat menyebabkan peningkatan suhu (hipertermia). Penumpukan secret
akan terakumulasi dijalan nafas sehingga timbul masalah keperawatan bersihan jalan nafas
tidak efektif. Jika sputum masuk kelambung akan terjadi peningkatan asam basa yang akan
menyebabkan mual dan muntah.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Radiologi

Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan


penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram,
penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas. Foto rontgen thoraks
proyeksi posterior – anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia. Foto
lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi
dan anak yang kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai dengan gambaran
klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran foto
thoraks menunjukkan pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara
pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat
dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau segmental disertai
adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau
bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau  Mycoplasma,
gambaran berupa coracan bronchovaskular bertambah,  peribronchal cuffing dan
overaeriation; bila berat terjadi pachyconsolidation karena atelektasis.
Gambaran pneumonia karena Saureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan
gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak
infiltrat halus sampai ke perifer. Staphylococcus pneumonia  juga sering dihubungkan
dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan
memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di
satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih
dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrate alveolar menunjukan
penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi antibiotika.

b. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 – 40.000/µl, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukanleukopenia.
Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED meningkat. Hasil pemeriksaan
leukosit > 15.000/μl dengan dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia
bakteri, dapat pula karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C
reaktif protein juga menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa
didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema. Pemeriksaan sputum
kurang berguna. Biakan darah jarang positif pada 3 –  11% saja, tetapi
untuk Pneumococcus dan H. Influienzae kemungkinan positif 25 – 95%.

c. Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk


mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida
pneumokokkus.

d. Analisa Gas Darah

Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCo2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
respiratorik.

6. PENATALAKSANAAN

Kepada  penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per oral dan
tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak napas atau
dengan penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan
melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu
nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaanya membaik dalam waktu 2 minggu (Nursalam, 2015). Penatalaksanaan umum yang
diberikan antara lain :

a. Oksigen 1-2 L/menit


b. IVFD dekstrosa 10% NaCl 0,9% = 3:1, + KCL 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status dehidrasi.

c. Jika sesak tidak terlalu berat berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogatrik dengan feeding drip.

d. Jika sekresi lendir berlebihan dapar diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosillier.

Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu


terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk
memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika
definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga
kondisi pasien.  Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis umumnya
tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis pneumonia (CAP atau
HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi
sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan
kepada pasien. Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik.
Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif
kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan
pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta
dapat diberika mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi dahak.
Pilihan Antibiotika  Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor
sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya
pengobatan.18 Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus segera diberikan
antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini
harus didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang
paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang
didasarkan pada luas spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidaklebih
unggul daripada hasil terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi
lebih sering terjadi dengan antibiotika berspektrum luas.

7. KOMPLIKASI
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Akan tetapi,
beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa
komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas.15
Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam
aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan
organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat
komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis,
dan empiema.3,15 Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura
atau biasa disebut dengan efusi pleura.

Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi
pleura yang disebabkan oleh P. pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya
sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme
dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema
maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan pembedahan.

8. PENGKAJIAN
a. IDENTITAS PASIEN
Berisikan nama lengkap pasien, usia pasien, jenis kelamin pasien, suku/bangsa
pasien, agama pasien, pekerjaan pasien, pendidikan pasien, alamat pasien, dan
diagnosa medis.
b. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Berisikan nama lengkap penanggung jawab, usia penanggung jawab, jenis kelamin
penanggung jawab, suku/bangsa penanggung jawab, agama penanggung jawab,
pekerjaan penanggung jawab, pendidikan penanggung jawab, alamat penanggung
jawab, dan status hubungan penanggung jawab dengan pasien.
c. RIWAYAT KEPERAWATAN
Riwayat Sebelum Sakit

1) Penyakit berat yang penah diderita:


Pada umumnya pasien mengatakan keluhannya yang diderita sebelumnya dan
gejalanya hampir sama dengan yangdirasakan sekarang.
2) Obat-obat yang biasa dikonsumsi:
Pada umumnya jika pasien pernah dirawat dengan gejala serupa akan diberikan obat-
obatan untuk sesak, batuk atau lainnya. Atau dapat berisikan obat-obatan yang
dikonsumsi beberapa hari terakhir.
3) Kebiasaan berobat:
Berisikan kebiasaan pasien untuk berobat baik di klinik, puskesmas atau rumahsakit
4) Alergi:
Berisikan alergi yangdimiliki pasien baik obat-obatan ataupun makanan yang
memungkinkan nantinya dapat memperburuk keadaan pasien
5) Kebiasaan merokok/alkohol:
Berisikan riwayat pasien apakah pasien merupakan perokok aktif/pasif atau
mengonsumsi alkohol, dan jika pasien merupakan perokok aktif berapa jumlah rokok
yang dapat dihabiskan dalam sehari, lalu sejak kapan menjadi perokok/ mengonsumsi
alkohol. Apakah saat sakit ini pasien tetap    merokoK, mengurang, atau berhenti.

Riwayat Penyakit Sekarang

1) Keluhan utama                                            
Umumnya keluhan yang dirasakan pasien adalah sesak nafas, susah nafas, atau dada
terasa berat.
2) Riwayat keluhan utama:
Berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut.
3) Upaya yang telah dilakukan:
Berisakan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pasien secara mandiri atau keluarga
untuk mengurangi keluhan   yangdirasakan, bentuk upaya yang dilakukan dan jika
upaya yang dilakukan bersifat tindakan medis apakah tidakan  tersebut dilakukan oleh
tenaga professional.
4) Terapi/operasi yang pernah dilakukan:
Berisikan terapi seperti medis atau nonmedis dan juga tindakan operasi yang mungkin
pernah dilakukan.

Riwatay Kesehatan Keluarga

Berisikan riwayat kesehatan keluarga seperti orang tua, saudara, dan lainnya apakah
terdapat keluarga yang memiliki keluhan, riwaat kesehatan, atau kasus yang sama
dengan pasien saat ini
Genogram : Berisikan gambaran genogram keluarga  pasien beserta keterangan nya
pada 3 generasi.

Riwayat Kesehatan Lingkungan

Berisikan keadaan lingkungan disekitar pasien baik rumah, tempat pekerjaa, kamar,
dan lain-lain. Apakah terdapat keadaan lingkungan yang menjadi faktor pencetus,
faktor pemberat keadaan pasien saat ini.

Riwayat Kesehatan Lainnya:

Berisikan riwayat kesehatan pasien lainnya seperti pasien pernah mengalami masalah
kesehatan lain yang mungkin dapat berkaitan dengan masalah saat ini atau mungkin
tidak berkaitan atau tidak berpengaruh dengan masalah yang dialami atau yang
dirasakan pasien saat ini. Contoh pasien memili riwayat penyakit diabete, jantung,
typus, atau lainnya. Dan juga ditanyakan apakah pasien menggunakan alat bantu
kesehatan seperti kacamata, gigi palsu, alat bantu pendengaran, atau lainnya.

d. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1) Keadaan umum :

Berisikan keadaan umum pasien saat masuk rumah sakit atau saat
berada diruangan rawat inap. Dengan alat pengukuran Glasgow Coma
Scale (GCS) yang meliputi mata, kesadaran, dan verbal. Keadaan umum juga
berisikan keadaan secara umum seperti apakah pasien coma, apatis,
composmmetis, somnolent, spoor, atau gelisah.
2) Tanda-tanda vital, TB dan BB:

Berisikan hasil pemeriksaan observasi tanda-tanda vital seperti berapa


tekanan darah (TD) dalam mmHg, nadi (N) dalam kali/menit, suhu (S) dalam
derajat celcius, respirator rate (RR) kali/menit, berat badan (BB) dalam
Kilogram (Kg), dan tinggi badan (TB) dalam centimeter (Cm).

3) Body Systems:
a) Pernapasan (B1: Breathing)
Berisikan keadaan umum organ pernafasan yaitu hidung
apakah terdapat sumbatan, perlukaan atau lainnya yang dapat
menganggu jalan nafas pasien. Kondisi pernafasan pasien apakah
nyeri, dyspnea (sesak nafas), orthopnea (sulit nafas saat tidur),
cyanosis (kebiru-biruan pada kulit), batuk darah, nafas dangkal, apakah
ada retraksi dada, apakah ada sputum, apakah terdapat tracheostomy,
atau apakah pasien menggunakan respirator (alat bantu nafas). Lalu
apakah pasien memiliki sura nafas tambahan seperti wheezing, ronchi,
rales, crackles dan lokasinya berada dimana. Inspeksi bagian dada
apakah simetris, apakah ada perlukaan, dan keadaan lainnya disekitar
dada.
b) Cardiovaskuler (B2: Bleeding)
Berisikan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien terutama
yang berkaitan dengan blleding seperti nyeri dada, pusing, kram kaki,
palpitasi (berdegup kencang), clubbing finger (kelainan pada kuku),
keadaan pada suara jantung apakah normal atau apakah terdapat
kelainan, apakah terdapat edema disekitar lokasi jantung, palpebral,
anasarka, ekstremitas atas, ekstemitas bawah, ascites, tidak ada, atau
lainnya.
c) Persyarafan (B3: Brain)
Berisi keadaan pasien saat ini keadaan secara umum seperti
apakah pasien coma, apatis, composmmetis, somnolent, spoor, atau
gelisah. Bagaimana hasil Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi
mata, kesadaran, dan verbal. Lakukan inspeksi dan palpasi di area
kepala dan wajah, bagaiman keadaan mata, konjungtiva, pupil, leher,
reflek sensori (pendengaran, penciuman, pengecapan, penglihatan, dan
peraba).
d) Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Berisikan data produksi output cairan dalam mililiter (ml),
berapa frekuensinya, keadaan warna, bau. Apakah urin oliurgi,
poliurgi, dysuri, hematuri, nocturi, apakah pasien merasa nyeri saat
kencing, apakah pasien menggunakan kateter, apakah urin keluar
hanya menetes, apakah saat kencing terasa panas, apakah inkotinen,
sering, retensim cystotomi, atau tidak ada masalah.
e) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Berisi keadaan organ pencernaan mulai dari mulut,
tenggorokan, bagian abdomen, dan rectum. Apakah pasien mengalami
maslaah pencernaan seperti diare, konstipasi, feses darah, tidak terasa,
melena, wasir, apakah pasien menggunakan colostomi, menggunakan
pencahar, penggunaan alat bantu, atau keadaan sulit BAB. konsistensi
dan frekuensi BAB, dan apakah terdapat diet khusus sesuai anjuran
dokter.
f) Tulang Otot Integumen (B6: Bone)
Berisi keadaan tulang, otot, dan kulit pasien secara umum.
Kemampuan pergerakan sendi apakah bebas, terbatas, apakah ada
parese, paralise, parese, atau lainnya. Keadaan ekstermitas atas dan
bawah (kelainan, peradangan, fraktur, perlukaan, dan lokasi), keadaan
tulang belakang, keadaan kulit (warna, akral, dan turgol).
g) Sistem Endokrin
Berisikan terapi hormon yang mungkin pernah dilakukan
pasien sebelumnya atau sedang dilakukan, dan riwayat pertumbuhan
dan perkembangan fisik.
h) Sistem Reproduksi
Berisikan bentuk alat reproduksi, keadaan. Dan pada pasien
perempuan ditambah data mengenai siklus haid, dan payudara.
i) Pola Aktivitas : Dirumah dan Di Rumah Sakit
Berisikan perbandingan pola aktivitas pasien saat dirumah
dengan di rumah sakit meliputi pola makan, minum, dan kebersihan
diri. Baik frekuensi atau kegiatan dilakukan secara mandiri, bantuan
sebagian, dan bantuan total.
j) Istirahat dan aktivitas:
Pola istirahat dan aktivitas keseharian pasien saat dirumah
dengan dirumah sakit baik frekuensi lama/durasi, masalah, dan tingkat
ketergantungan.

e. PSIKOSOSIAL SPIRITUAL
Meliputi keadaan sosial interksi pasien, dukungan keluarga, dukungan
teman/kelompok, reaksi saat interaksi, dan konfrik yang mungkin muncul. Bentuk
spiritual seperti konsep ketuhanan, sumber harapan, ritual/ibadah yang dilakukan,
sarana spiritual yang diraharapkan saat ini, adakah upaya kesehatan yang
bertentangan dengan keyakinan dalam beragama, keyakinan ketuhanan, keyakinan
kesembuhan, dan presepsi mengenai penyakit.

f. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berisikan pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis seperti
Laboratorium (uji lab darah lengkap atau sputum), tindakan rontogen (X-Ray, USG,
CT-Scan).

g. TERAPI
Berisikan daftar terapi pemberian obat dan tindakan yang akan diberikan
kepada pasien sesuai anjuran dokter setelah hasil pengkajian.

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat
bernafas, kelemahan otot pernafasan) yang ditandai dengan dispnea, pola nafas
abnormal (mis. Takipnea, brakipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokess), dan
fase ekspirasi memanjang.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler
yang ditandai dengan dispnea, PCO2 meningkat, PO2 menurun, takikardia, dan bunyi
nafas tambahan.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperplasia dinding jalan nafas
ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, dan Wheezing.
10. INTERVENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan SDKI Tujuan dan Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI

Dx1 : Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan intervensi selama  


efektif 1×24 jam diharapkan bersihan jalan  
Penyebab napas menjadi efektif dengan  
Fisiologis : kriteria hasil :  
1.     Spasme jalan napas Bersihan Jalan Napas : Manajemen Jalan Napas – 1..01011
2.     Hipersekresi jalan napas a.     Batuk efektif dari skala 2 Observasi :
3.     Disfungsi neuromuskuler (cukup menurun) menjadi 4 (cukup a.     Monitor pola napas (frekuensi, kedalam, usaha napas)
4.     Benda asing dalam jalan napas meningkat) b.     Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
5.     Adanya jalan napas buatan b.     Produksi sputum dari skala 3 wheezing, ronkhi kering)
6.     Sekresi yang tertelan (sedang) menjadi 5 (menurun) c.     Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
7.     Hiperplasia dinding jalan napas c.     Dispnea dari skala 2 (cukup Terapeutik :
8.     Proses infeksi meningkat) menjadi 4 (cukup a.     Posisikan semi fowler atau fowler
9.     Respon alergi menurun) b.    Berikan minuman hangat
10.  Efek agen farmakologis (mis. d.     Frekuensi napas dari skala 3 c.     Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Anastesi) (sedang) menjadi 5 (membaik) d.    Berikan oksigen
Situasional : e.     Pola napas dari skala skala 3 Edukasi :
1.     Merokok Aktif (sedang) menjadi 5 (membaik) a.     Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
2.     Merokok Pasif   b.     Ajarkan teknik batuk efektif
3.     Terpajan Polutan   Kolaborasi :
Gejala dan Tanda Mayor   Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
Subjektif :    
Tidak Tersedia   Manajemen Batuk Efektif – 1.01006
Objektif :   Observasi :
1.     Batuk tidak efektif   a.     Identifikasi kemampuan batuk
2.     Tidak mampu batuk   b.     Monitor adanya retensi sputum
3.     Sputum berlebih   c.     Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4.     Mengi, Wheezing dan/ronkhi   Terapeutik :
kering   a.     Atur posisi semi fowler / fowler
5.     Mekonium dijalan napas (pada   b.     Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
neonatus)   c.     Buang sekret pada tempat sputum
    Edukasi :
Gejala dan Tanda Minor   a.     Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Subjektif :   b.     Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,
1.     Dispnea   ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
2.     Sulit bicara   dibulatkan selama 8 detik
3.     Ortopnea   c.     Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
Objektif :   d.     Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarikan napas
1.     Gelisah   dalam yang ketiga
2.     Sianosis   Kolaborasi :
3.     Bunyi napas menurun   Kolaborasi pemberian mukolitik / ekspektoran
4.     Frekuensi napas beubah    
5.     Pola napas berubah   Terapi Oksigen – 1.01026
  Observasi :
  Monitor kecepatan aliran O2
  Monitor posisi alat terapi O2
  Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
  diberikan cukup
  Monitor efektifitas terapi O2
  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
  Monitor tanda dan gejala toksitasi
  Monitor tingkat kecemasan akibat terapi O2
  Terapeutik :
  a.     Bersihkan sekret pada mulut, hidung, trakea (jika perlu)
  b.     Pertahankan kepatenan jalan napas
  c.     Siapkan dan atur peralatan pemberian O2
  d.     Gunakan perangkat O2 yang sesuai dengan tingkat mobilitas
  pasien
  Edukasi :
  Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan O2 dirumah
  Kolaborasi :
  a.     Kolaborasi penentuan dosis O2
  b.     Kolaborasi penggunaan O2 saat aktivitas dan tidur
   
  Manajemen Nyeri – 1.08238
Pola Napas : Observasi :
a.     Dispnea dari skala 2 (cukup a.   Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
meningkat) menjadi 4 (cukup intensitas nyeri
menurun) b.   Identifikasi skala nyeri
b.     Tekanan ekspirasi dari skala 2 c.   Identifikasi respons nyeri non verbal
(cukup menurun) menjadi 4 (cukup d.   Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
meningkat) e.   Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
c.     Tekanan inspirasi dari skala 2 f.    Monitor efek samping penggunaan analgetik
(cukup menurun) menjadi 4 (cukup Terapeutik :
meningkat) a.   Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d.     Pemanjangan fase ekspirasi b.   Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
dari skala 2 (cukup meningkat) c.   Fasilitasi istirahat dan tidur
menjadi 4 (cukup menurun) d.   Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
e.     Frekuensi napas dari skala 3 penurunan nyeri
(sedang) menjadi 5 (membaik) Edukasi :
  a.   Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  b.  Jelaskan strategi meredakan nyeri
  c.   Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
  Kolaborasi :
a.   Kolaborasi pemberian analgetik

 
Tingkat Nyeri :
a.     Keluhan nyeri dari skala 2
(cukup meningkat) menjadi 4
(cukup menurun)
b.     Kesulitan tidur dari skala 2
(cukup meningkat) menjadi 4
(cukup menurun)
c.     Pola napas dari skala 3
(sedang) menjadi 5 (membaik)
d.     Pola tidur dari skala 3
(sedang) menjadi 5 (membaik)

Dx2 : Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi selama  


Penyebab 2×24 jam diharapkan gangguan  
1.     Ketidakseimbangan ventilasi- pertukaran gas berkurang dengan  
perfusi kriteria hasil :  
2.     Perubahan membran alveolus- Pertukaran Gas : Pemantauan Respirasi – 1.01014
kapiler a.     Tingkat kesadaran dari skala 5 Observasi :
Gejala dan Tanda Mayor (meningkat) tetap pada skala 5 a.     Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Subjektif : (meningkat) b.     Monitor pola napas
1.     Dispnea b.     Dispnea dari skala 3 (sedang) c.     Monitor kemampuan batuk efektif
Objektif : menjadi skala 5 (menurun) d.     Monitor adanya produksi sputum
1.     PCO2 meningkat/menurun c.     Napas cuping hidung dari e.     Monitor adanya sumbatan jalan napas
2.     PO2 menurun skala 3 (sedang) menjadi skala 5 f.      Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
3.     Takikardia (menurun) g.     Auskultasi bunyi napas
4.     pH arteri meningkat/menurun d.     PCO2 dari skala 3 (sedang) h.     Monitor saturasi oksigen
5.     Bunyi napas tambahan menjadi skala 5 (membaik) i.      Monitor nilai AGD (analisa Gas Darah)
Gejala dan Tanda Minor e.     PO2 dari skala 3 (sedang) Terapeutik :
Subjektif : menjadi skala 5 (membaik) a.     Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
1.     Pusing f.      Takikardia dari skala 3 b.     Dokumentasi hasil pemantauan
2.     Penglihatan kabur (sedang) menjadi skala 5 Edukasi :
Objektif :
1.     Sianosis
2.     Diaforesis
3.     Gelisah
4.     Napas cuping hidung
5.     Pola napas abnormal (membaik) a.     Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
(cepat/lambat, regular/iregular, g.     pH Arteri dari skala 3 (sedang) b.     Informasi hasil pemantauan
dalam/dangkal) menjadi skala 5 (membaik)  
6.     Warna kulit abnormal (mis. h.     Pola Napas dari skala 3  
Pucat, kebiruan) (sedang) menjadi skala 5  
7.     Kesadaran menurun (membaik)  

Dx3 : Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama  


Penyebab 1×24 jam diharapkan pola napas  
1.     Depresi pusat pernapasan menjadi efektif dengan kriteria  
2.     Hambatan upaya napas (mis. hasil : Terapi Oksigen – 1.01026
Nyeri saat bernapas, kelemahan otot Pola Napas : Observasi :
pernapasan) a.     Dispnea dari skala 2 (cukup a.     Monitor kecepatan aliran O2
3.     Deformitas dinding dada meningkat) menjadi 4 (cukup b.     Monitor posisi alat terapi O2
4.     Deformitas tulang dada menurun) c.     Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi
5.     Gangguan neuromuskular b.     Tekanan ekspirasi dari skala 2 yang diberikan cukup
6.     Gangguan neurologis (mis. (cukup menurun) menjadi 4 (cukup d.     Monitor efektifitas terapi O2
Elektroensefalogram [EEG] Positif, meningkat) e.     Monitor tanda-tanda hipoventilasi
cedera kepala, gangguan kejang) c.     Tekanan inspirasi dari skala 2 f.      Monitor tanda dan gejala toksitasi
7.     Imaturitas neurologis (cukup menurun) menjadi 4 (cukup g.     Monitor tingkat kecemasan akibat terapi O2
8.     Penurunan energi meningkat) Terapeutik :
9.     Obesitas d.     Pemanjangan fase ekspirasi a.     Bersihkan sekret pada mulut, hidung, trakea (jika perlu)
10.  Posisi tubuh yang menghambat dari skala 2 (cukup meningkat) b.     Pertahankan kepatenan jalan napas
ekspansi paru menjadi 4 (cukup menurun) c.     Siapkan dan atur peralatan pemberian O2
11.  Sindrom hipoventilasi e.     Frekuensi napas dari skala 3 d.     Gunakan perangkat O2 yang sesuai dengan tingkat
12.  Kerusakan inervasi diafragma (sedang) menjadi 5 (membaik) mobilitas pasien
(kerusakan saraf C5 keatas)   Edukasi :
13.  Cedera pada medula spinalis   Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan O2 dirumah
14.  Efek agen farmakologis   Kolaborasi :
15.  Kecemasan   a.     Kolaborasi penentuan dosis O2
Gejala dan Tanda Mayor   b.     Kolaborasi penggunaan O2 saat aktivitas dan tidur
Subjektif :    
1.     Dispnea   Latihan Pernapasan – 1.01007
Objektif :   Observasi :
1.     Penggunaan otot bantu   a.     Identifikasi indikasi dilakukan latihan pernapasan
pernapasan   b.     Monitor frekuensi, irama dan kedalaman napas sebelum
2.     Fase ekspirasi memanjang   dan sesudah latihan
3.     Pola napas abnormal (mis,   Terapeutik :
takipnea, bradipnea, hiperventilasi,   a.     Sediakan tempat yang tenang
kussmaul, cheyne-stokes)   b.     Posisikan pasien nyaman dan rileks
Gejala dan Tanda Minor   c.     Tempatkan satu tangan didada dan satu tangan diperut
Subjektif :   d.     Pastikan tangan didada mundur ke belakang dan telapak
1.     Ortopnea   tangan diperut maju kedepan saat menarik napas
Objektif :   e.     Ambil napas dalam secara perlahan melalui hidung dan
1.     Pernapasan pursed-lip   tahan selama tujuh hitungan
2.     Pernapasan cuping hidung   f.      Hitungan kedelapan hembuskan napas melalui mulut
3.     Diameter thoraks anterior-   dengan perlahan
posterior meningkat   Edukasi :
4.     Ventilasi semenit menurun   a.     Jelaskan tujuan dan prosedur latihan pernapasan
5.     Kapasitas vital menurun   b.     Anjurkan ulangi 4-5 kali
6.     Tekanan ekspirasi menurun    
7.     Tekanan inspirasi menurun   Pemantauan Respirasi – 1.01014
8.     Eksursi dada berubah   Observasi :
  j.      Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
  k.     Monitor pola napas
  l.      Monitor kemampuan batuk efektif
  m.   Monitor adanya produksi sputum
  n.     Monitor adanya sumbatan jalan napas
  o.     Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
  p.     Auskultasi bunyi napas
  q.     Monitor saturasi oksigen
  r.      Monitor nilai AGD (analisa Gas Darah)
  Terapeutik :
  c.     Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
  d.     Dokumentasi hasil pemantauan
  Edukasi :
  c.     Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  d.     Informasi hasil pemantauan
   
  Manajemen Nyeri – 1.08238
  Observasi :
  a.     Identifikasi skala nyeri
  b.     Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
  diberikan
  c.     Monitor efek samping penggunaan analgetik
  Terapeutik :
  a.     Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
  nyeri
  b.     Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
  c.     Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
  strategi penurunan nyeri
  Edukasi :
  a.     Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  b.     Jelaskan strategi meredakan nyeri
  c.     Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi :
  Kolaborasi pemberian analgetik
 
Tingkat Nyeri :
a.     Keluhan nyeri dari skala 2
(cukup meningkat) menjadi 4
(cukup menurun)
b.     Kesulitan tidur dari skala 2
(cukup meningkat) menjadi 4
(cukup menurun)
c.     Pola napas dari skala 3
(sedang) menjadi 5 (membaik)
d.     Pola tidur dari skala 3
(sedang) menjadi 5 (membaik)
11. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang


telah ditetapkan, kegiatan dalam pelaksanaan juga meliput pengumpulan data
lanjutan, mengobservası respon kilen. selama dan sesudah pelaksanaan tindakan dan
menilai data yang baru. Ada beberapa ketrampilan yang dibutuhkan dalam hal Int.
Pertama ketrampilan kognitif. Ketramplian Kognitif mencangkup pengetahuan
keperawatan yang menyeluruh perawat harus mengetahui alasan untuk setiap
Intervensi terapeutik, memahami respon fisiologıs dan psikologis normal dan
abnormal, mampu mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan pemulangan klien,
dan mengenali askep-askep promotif kesehatan klien dan kebutuhan penyakit. Kedua,
ketrampilan Interpersonal, Ketrampilan ini penting untuk tindakan keperawatan yang
efektif.

Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien, tim kesehatan


lainnya. Ketiga anggota ketrampilan psikomotor, ketrampilan ini mencangkup
kebutuhan langsung terhadap perawatan kepada klien, seperti keluarganya dan
memberikan suntikan, melakukan penghisapan tendır, mengatur posisi, membantu
kilen memenuhi aktvitas sehari-han dan lain. tain. (Fitn Nur 2018).

12. EVALUASI

Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan


perbandingan sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan untuk
menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang (Fitn Nur 2018).

Anda mungkin juga menyukai