Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia merupakan infeksi akut di perenkim paru-paru dan sering mengganggu
pertukaran gas. Bronko pneumonia melibatkan jalan napas distal dan alveoli, pneumonia
lobular melibatkan bagian dari lobus, dan pneumonia lobur melibatkan seluruh lobus.
Komplikasi meliputi hipoksemia, gagal respiratorik, efusi pleura, empisema, abses paru,
dan bakteremia, disertai penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain yang menyebabkan
meningitis, endokarditis,dan perikarditis.
Umumnya, prognosisnya baik bagi orang yang memilik paru-paru normal dan
ketahanan tubuh yang cukup baik sebelum pneuminia menyerang. Akan tetapi, pneumonia
merupakan penyebab tertinggi ketujuh dari kematian di Amerika Serikat, dan pada tahun
2003 muncul tipe pneumonia baru dan mematikan yang disebut sindrom respiratorik akut
parah (Paramita, 2011). Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia
komunitas) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial).
Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim
paru yang serius di jumpai sekitar 15-20%. Pneumonia nosokomial di ICU lebih sering
daripada Pneumonia nosokomial di ruangan 2 umum yaitu 42%: 13%, dan sebagian besar
yaitu sejumlah 47% terjadi pada pasien yang menggunakan alat bantu mekanik. Kelompok
pasien ini merupakan bagian terbesar dari pasien yang meninggal di ICU akibat
Pneumonia nosokomial (Dahlan, 2001). Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa
kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita
pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubu
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi
pada penyakit paru obstruksi kronik (Dahlan, 2007). Pneumonia adalah penyakit infeksius
yang sering menyebabkan kematian di Amerika Serikat. Dengan pria menduduki peringkat
ke-empat pria dan wanita peringkat ke-lima sebagai akibat hospitalisasi. Penyakit ini juga
di obati secara luas dibagian rawat jalan (Brunner & Suddar, 2002). Pneumonia yang
didapat di masyarakat (community-acquired) mengenai sekitar 12/1000orang dewasa
pertahun. Satu dari 1000 perlu dirawat di rumah sakit, dan mortalitas dalam pasien ini

1
2

sekitar 10% ( Rubenstein, Wayne, Bradley, 2008). Pneumonia sebenarnya bukan penyakit
baru, American Lung Association misalnya, menyebutkan data yang baru pneumonia
menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik membuat
penyakit ini bisa di kontrol beberapa tahun kemudian, namun pada tahun 2000 kombinasi
pneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ke tujuh di
negara itu (Misnardiarly, 2008).
Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di
seluruh dunia menurut laporan UNICEF dan WHO pada tahun 2006. Berdasarkan Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992, 1995 dan 2001 didapatkan
pneumonia sebagai urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Hasil ini juga sesuai
dengan survey mortalitas terhadap 10 propinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Subdit
ISPA Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mencatat
pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak yaitu sejumlah 15,5%
(IDAI, 2009). Di daerah Surakarta terdapat 610 orang penderita penyakit pneumonia yang
menyerang pada orang dewasa dengan keluhan panas, batuk dan sesak pada tahun 2009 di
RSUD Dr.Moewardi Surakarta (Rekam Medik, 2009).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana konsep dasar dan asuhan keperawatan teoritis dari penyakit pneumonia pada

anak?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit pnueumonia.

2. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit pnueumonia.

3. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit pnueumonia.

4. Untuk mengetahui manifestasi dari penyakit pnueumonia.

5. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit pnueumonia.

6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit pnueumonia.

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit pnueumonia.

8. Untuk mengetahui pencegahan dari penyakit pnueumonia.

9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit pnueumonia.


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh

gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit

ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun

bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).

Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas

cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan

napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk

balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu

menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per

menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit

(Depkes, 1991).

B. ETIOLOGI

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh

bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.

a. Bakteri

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai

usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah

Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu

3
4

pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera

memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi

pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut

jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).

b. Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.

Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus

(RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan

bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada

umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam

waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza,

gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

c. Mikoplasma

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan

penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus

maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang

dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang

segala jenis usia tetapi sangat rendah,bahkan juga pada yang tidak diobati

(Misnadiarly,2008).

d. Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia

pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia


5

(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.

Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa

bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan

jikaditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari

paru (Djojodibroto, 2009).

C. KLASIFIKASI

Klasifikasi pneumonia untuk golongan umur <2 bulan :

a. Pneumonia berat, adanya nafas cepat yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60

kali per menit atau lebih.

b. Bukan Pneumonia batuk pilek biasa.

Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur 2 bulan- < 5 tahun

a. Pneumonia berat, adanya nafas sesak atu tarikan dinding dada bagian

bawah.

b. Bukan pneumonia, batuk pilek biasa tidak ada tarikan dinsing dada bagian

bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat.

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran

napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu

tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan

batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada

sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut,kurang nafsu makan.

(misnadiarly,2008).
6

2. Tanda

Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita

antara lain :

a. Batuk nonproduktif

b. Ingus (nasal discharge)

c. Suara napas lemah

d. Penggunaan otot bantu napas

e. Demam

f. Cyanosis

g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar

h. Sakit kepala

i. Kekakuan dan nyeri otot

j. Sesak napas

k. Menggigil

l. Berkeringat

m. Lelah

n. Terkadang kulit menjadi lembab

o. Mual dan muntah

E. PATOFISIOLOGI

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai

usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan

penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya,

adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal
7

pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena

penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat

berkembang biak dan merusak organ paru.

Kerusakan jaringan paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan

yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri

pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan

bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling

mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus 12 paru, ataupun seluruh

lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru (tiga diparu kanan, dan dua di paru

kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru, infeksi dengan cepat menyebar ke

seluruh tubuh melalui peredaran darah.

Pneumonia adalah bagian dari penyakit infeksi pneumokokus invasif yang

merupakan sekelompok penyakit karena bakteri streptococcus pneumoniae. Kuman

pneumokokus dapat menyerang paru, selaput otak, atau masuk ke pembuluh darah

hingga mampu menginfiltrasi organ lainnya. infeksi pneumokokus invasif bisa

berdampak pada kecacatan permanen berupa ketulian, gangguan mental, kemunduran

intelegensi, kelumpuhan, dan gangguan saraf, hingga kematian.

F. FAKTOR RESIKO

Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita

(Depkes, 2004), diantaranya :

a. Faktor risiko yang terjadi pada balita

Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan

berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh

tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :


8

1. Status gizi

Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya

pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik

seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan

kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi

suatu penyakit seperti pneumonia (Dailure, 2000).

2. Status imunisasi

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat

dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini

balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya

bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap

mempertahankan kekebalan yang ada pada balita(Depkes RI,2004).

Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan

kematian akibat pneumonia adalah dengan memberi imunisasi. Melalui

imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai

bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan

infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus.

Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang

dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita (Dailure, 2000).

4. Umur Anak
9

Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan

kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada

anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini

dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna

dan lumen saluran napas yang masih sempit (Daulaire, 2000).

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada

peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan

sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita

sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi

oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor tersebut (Depkes

RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya :

1. Ventilasi

Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan

pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi

adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari

luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban

udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk berkembangnya

bakteri terutama bakteri patogen (Semedi, 2001).

2. Polusi Udara

Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya

disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu

merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi

udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap rokok,
10

kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang

tidak sempurna dari kendaraan bermotor (Lubis, 1989).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan antara lain:

1. Kajian foto thorax- diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru

status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)

2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner

sehubungan dengan oksigenasi

3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia,

infeksi dan proses inflamasi

4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba

5. Tes kulit untuk tuberkulin mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak

berespon terhadap pengobatan

6. Jumlah leukosit-leukositosis pada pneumonia bakterial

7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas

dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan.

8. Spidometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi

9. Kultur darah - spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti

bakteri atau virus

H. PENATALAKSANAAN

Engram (1998) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis umum terdiri dari :

1. Farmakoterapi : antibiotik (diberiakn secara intravena), ekspektoran, antipiretik

dan analgetik
11

2. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol

3. Fisioterapi dada dengan draignase postural

H. PENCEGAHAN

Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau

keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh

kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk

menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk

mencegah terjadinya penyakit pneumonia :

1. Perawatan selama masa kehamilan

Untuk mencegah risiko bayi dengan berat badan lahir rendah, perlu

gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup

bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan

terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.

2. Perbaikan gizi balita

Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan

karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi

neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak

terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat

memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri.

Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi

dibanding balita yang tidak mendapatkannya.

Memberikan imunisasi lengkap pada anak Untuk mencegah

pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang memadai, yaitu


12

imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri,

Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4

bulan.

3. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.

Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang

sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk

yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.

4. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah

Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap

diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa

balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap

rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca

dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk

terkena penyakit pneumonia.

5. Menjauhkan balita dari penderita batuk.

Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran

pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit

batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan

pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan

droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan

menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak

yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada

hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
13

1. PENGKAJIAN

Menurut Betz dan Showden (2002) pengkajian keperawatan pada pneumonia

meliputi :

a. Kaji kepatenan jalan nafas

b. Kaji tanda-tanda gawat pernafasan dan respon terhadap terapi oksigen

c. Kaji respon anak terhadap pengobatan

d. Kaji kemampuan keluarga untuk penatalaksanaan program pengobatan di

rumah

Pengkajian Keperawatan :

a. Riwayat pasien : panas, batuk, perubahan pola makan, kelemahan, penyakit

respirasi sebelumnya, penyakit lain yang di derita anggota keluarga dirumah.

b. Pemeriksaan fisik : demam, dispnue, takipnue, sianosis, penggunaan otot

pernafasan tambahan, suara nafas tambahan, ronki, kenaikan sel darah putih

(bakteri pneumonia)

c. Psikososial dan faktor perkembangan : usia, tingkat perkembangan,

pengalaman berpisah dengan orang tua, mekanisme koping yang dipakai

sebelumnya, kebiasaan (pengalaman yang tidak menyenangkan, waktu tidur)

d. Pengetahuan pasien dan keluarga : pengalaman dengan penyakit pernafasan,

pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress pernafasan, tingkat

pengetahuan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d inflamasi trakea branchial, pembentukan

edema, peningkatan produksi sputum

b. Gangguan pertukaran gas kemungkinan b.d perubahan membran alveolar–kapiler


14

c. Hipertermi kemungkinan b.d. proses infeksi penyakit

d. Resiko Infeksi kemungkinanb.d. ketidakadekuatan pertahanan utama ( menurunnya

kerja silia, perlengketan sekret pernafasan), tak adekuatnya pertahanan sekunder,

penyakit kronis.

(NANDA Internasional 2012-2014 & Aplikasi NANDA NIC NOC 2013)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakea branchial,

pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.

Tujuan : Sesudah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas

bersih.

kriteria hasil :

 RR batas normal 20-24x/m

 Sesak (-)

 Jalan napas aten dengan bunyi napas bersih

 Batuk (-)

 Pasien bisa membuat keluar sputum

  TindakanKeperawatan :

1) Monitor & auskultasi area paru, catat area menurunnya/tak ada aliran udara &

bunyi nafas, misalnya : krekels, mengi.

Rasional: Menurunnya aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan

cairan, bunyi nafas bronchial ( normal pada bronchus ) bisa juga

terjadi pada area konsolidasi. Krekels & ronchi & mengi terdengar
15

pada inspirasi & ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan

cairan, secret kental & spasme jalan nafas / obstruksi.

2) Bantu pasien latihan nafas kerap kali. Tunjukkan / bantu pasien mempelajari

melakukan batuk, missal menekan dada & batuk efektif sebentar posisi duduk

cukup tinggi.

Rasional: Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru / jalan

nafas lebih kecil. Batuk ialah mekanisme pembersihan jalan nafas

alami, membantu silia buat mempertahankan jalan nafas paten.

3) Anjurkan pada keluarga buat memberi pasien cairan hangat sedikitnya 2500

ml/hari ( kecuali kontraindikasi ).

Rasional: Cairan khususnya yang hangat memobilisasi & membuat keluar

sekret.

4) Pengisapan sesuai indikasi.

Rasional: Merangsang batuk / pembersihan jalan nafas secara mekanik pada

pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif /

menurunnya tataran kesadaran.

5) Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspentoran, bronchodilator &

analgesik

Rasional: Alat buat menurunkan spasme bronchus dengan mobilisasi sekret.

Analgesik buat memperbaiki batuk dengan menurunkan

ketidaknyaman tapi wajib diberdayakan secara hati-hati karena

bisa menekan pernafasan.


16

b. Gangguan pertukaran gas kemungkinan b.d perubahan membran alveolar–kapiler

Tujuan :Menunjukkan perbaikan ventilasi & oksigenasi jaringan dengan

kriteria hasil :

 GDA dalam rentang normal

 tidak ada gejala-gejala distress pernafasan

 warna kulit tak pucat.

 Tindakan / intervensi :

1) Kaji frekuensi, kedalaman & kemudahan bernafas.

Rasional: manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi tataran

keterlibatan paru & status kesehatan umum.

2) Observasi warna kulit, membrane mukosa & kuku, catat adanya sianosis

perifer ( kuku ) / sianosis sentral.

Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi / respon tubuh terhadap

panas / menggigil.

3) Awasi suhu tubuh sesuai indikasi

Rasional : Panas cukup tinggi sangat menaikkan kebutuhan metabolik &

kebutuhan oksigen & mengganggu oksigenasi selular.

4) Beri posisi yang nyaman misal semifowler / fowler.

Rasional : posisi yang nyaman menaikkan masuknya suplai O2 ke dlm tubuh.


17

5) Berikan terapi oksigen sesuai terapi dari dokter.

Rasional : Tujuan terapi oksigen ialah mempertahankan PaO2 di atas 60

mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan

pengiriman tepat dalam toleransi pasien.

c. Hipertermi kemungkinan berhubungan dengan proses infeksi penyakit

Tujuan : Diharapkan termoregulasi pada pasien stabil & dalam batas normal,

Kriteria hasil :

 Suhu tubuh pasien turun & bertahan dalam batas normal 35,60-37,40C

 Badan pasien teraba hangat

 TTV dalam batas normal

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji faktor pencetus kenaikan suhu tubuh.

2) Observasi TTV terutama suhu tiap 4 jam.

3) Beri minum yang cukup.

4) Libatkan keluarga untuk memberikan kompres air hangat.

5) Pakaikan baju yang tipis & menyerap keringat

6) Kolaborasi denagn dokter mengenai obat antipiretik penurun panas.

7) Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian cairan IV .

d. Resiko Infeksi kemungkinan berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

utama ( menurunnya kerja silia, perlengketan sekret pernafasan), tak adekuatnya

pertahanan sekunder, penyakit kronis.


18

Tujuan :Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tiada komplikasi,

mengidentifikasi intervensi buat mencegah/menurunkan risiko infeks

Tindakan / intervensi :

1) Pantau gejala vital dengan ketat, khusus selama awal terapi.

Rasional : selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal bisa terjadi.

2) Ubah posisi dengan kerap kali & berikan pembuangan paru yang baik.

Rasional : menaikkan pengeluaran, pembersihan infeksi.

3) Batasi pengunjung sesuai indikasi.

Rasional : menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.

4) Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual.

Rasional : mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses infeksi lain.

5) Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret & melaporkan perubahan

warna, jumlah & bau sekret.

Rasional : Pengeluaran sputum amat penting, perubahan karakteristik sputum

menunjukkan perbaikan pneumonia / terjadinya infeksi sekunder.

6) Ajarkan teknik mencuci tangan yang baik.

Rasional : Efektif berarti menurunkan penyebaran / tambahan infeksi

7) Kolaborasi pamberian antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur

sputum / darah, misalnya penicillin, eritromisin, tetrasiklin, amikain,

sepalosporin & amantadin.


19

Rasional : untuk membunuh kebanyakan microbial. Komplikasi antiviral &

antijamur mungkin diberdayakan kalau/jika pneumonia

dikarenakan organisme campuran.


20

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh

gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit

ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun broncho

pneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).

B. SARAN

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok

bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,

kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada

hubungannya dengan judul makalah ini.

Penyusun banyak berharap para pembaca untuk memberikan kritik dan saran

yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini dan penulisan

makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi

penyusun pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

19
21

DAFTAR PUSTAKA

https://core.ac.uk/download/pdf/17167111.pdf diakses pada tanggal 16 Mei 2016 12.45

https://lastt3arthree.files . wordpress.com/2009/02/pnemonia diakses pada tanggal 16 Mei pukul 12.56

old.pedeatrik.com/PKB/061022023123-F6VO140.PDF diakses pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 13.09

20

Anda mungkin juga menyukai