Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia adalah suatu proses inflamasi parenkim paru yang
terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang
diakibatkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Ardiansyah,
2012). Menurut Alsagaff (2012), pneumonia adalah infeksi yang umum
ditemukan di komunitas dan rumah sakit. Kasus ini dihadapi oleh perawat
keperawatan kritis ketika infeksi tersebut memperberat kondisi penyakit yang
serius atau menyebabkan gawat napas. Laporan World Health Organization
(WHO) pada tahun 2013 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza.Berdasarkan data World Health Organization
(WHO) dalam buku “Pneumonia the forgotten Killer of diseases” penyebab
utama pneumonia 50% adalah bakteri Streptococcus pneumoniae (bakteri
pneumokokus), 20% disebabkan oleh Haemophillus influenzae type B (Hib),
sisanya adalah virus dan penyebab lainnya. Di Amerika Serikat, pneumonia
merupakan penyebab kematian utama akibat penyakit infeksi, infeksi
nosocomial (didapat di rumah sakit) ke-2 yang paling sering ditemukan dan
penyebab kematian ke-6. Sekitar 4,8 juta kasus pneumonia (1,8 kasus per 100
orang), termasuk 1,4 juta pemulangan pasien dari rumah sakit dengan
diagnosis pneumonia, dilaporkan setiap tahunnya. Pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di
Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam.
Angka kejadian pneumonia di dunia merupakan masalah kesehatan karena
angka kematianya tinggi di negara maju seperti Amerika, Canada, dan Eropa.
Terdapat 2 juta sampai tiga juta kasus per tahun dengan jumlah kematian rata-
rata 45.000 jiwa di Amerika (Misnadiarly,2008). Angka kematian yang
diakibatkan pneumonia di Indonesia menurut Riskesdes (2013) insiden dan
pravalensi sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Angka ini meningkat 49,45%

1
dari tahun 2008 Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi
pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6%
dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%),
Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 6,8%).
Sedangkan period prevalence pneumonia di Jawa Tengah 0,2% dan 1,9% dan
prevalensi pneumonia di Jawa,Tengah sebanyak 5,0 % (Kemenkes, 2013).
Seluruh kasus kematian yang disebabkan pneumonia di propinsi Jawa Tengah
sebesar 80%-90%. Prevalensi penderita pneumonia pada tahun 2010
mencapai 26,76% (Rahmawati, 2013). Menurut riset pneumonia yang umum
ditemukan di komunitas dan rumah sakit. Kasus ini dihadapi oleh perawat
keperawatan kritis ketika infeksi tersebut memperberat kondisi penyakit yang
serius atau menyebabkan gawat napas. Di Amerika Serikat, pneumonia
merupakan penyebab kematian utama akibat penyakit infeksi, infeksi
nosolomia (di dapat di rumah sakit) yang di sebut dengan HAP (hospital
acuireq pneumonia) atau pneumonia di rumah perawatan (PN) merupakan
infeksi ke-2 yang paling sering ditemukan dan penyebab kematian ke-6.
Sekitar4.8 juta kasus pneumonia (1,8 jasus per 100 orang), termasuk 1,4 juta
pemulang pasien dari rumah sakit dengan diagnose pneumonia, dilaporkan
setiap tahunnya. Pada tahun 1998, sebanyak 91.871 orang meninggal akibat
pneumonia, angka kematian 34 per 100.000 populasi. Pasien lansia (di atas 65
tahun) meninggal akibat pneumonia dengan angka kematian yang lebih tinggi
241,2 per 100.000 populasi.
Pneumonia yang didapat di komunitas (Pneumonia Komunitas, PK) atau
(community acquired pneumonia, CAP) adalah sejenis infeksi parenkim paru
akut pada individu yang tidak menjalani hospitalisasi atau perawatan di
fasilitas kesehatan jangka panjang sebelum awitan gejala terjadi. Pada pasien
yang menjalankan rawat jalan, angka kematian akibat CAP terbilang rendah
(1%-5%). Akan tetapi, angka kematian tersebut meningkat menjadi 12% pada
pasien yang membutuhkan hospitalisasi dan 40% pada mereka yang
memerlukan perawatan di unit perawatan intensive(intensive care unit, ICU) .
(Morton, 2014)

2
Pneumonia dikenal sebagai penyakit yang banyak di negara berkembang,
karena begitu banyak korban namun sedikit perhatian diberikan pada penyakit
ini. Sekitar 156 juta episode pneumonia baru setiap tahun di seluruh dunia,
dimana 95% episode berada di negara berkembang, lebih dari setengahnya
terjadi di wilayah Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara. Lebih dari separuh
pneumonia baru tahunan di dunia. Kasus terkonsentrasi di 15 negara,
Indonesia dihitung sebagai negara dengan jumlah kasus pneumonia baru
keenam (6 juta) .Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia adalah masalah
kesehatan masyarakat yang berkontribusi terhadap kematian yang tinggi pada
masyarakat di Indonesia. (Sudoyo, 2006)

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Pneumonia?
2. Apakah etiologi dari Pneumonia?
3. Apakah faktor risiko dari Pneumonia?
4. Bagaimana klasifikasi dari Pneumonia?
5. Bagaimana komplikasi Pneumonia?
6. Bagaimana pathway dari Pneumonia?
7. Apa manifestasi dari Pneumonia?
8. Apa pemeriksaan penunjang dari Pneumonia?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari Pneumonia?
10.Bagaimana konsep askep dari Pneumonia?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Pneumonia
2. Mengetahui etiologi dari Pneumonia
3. Mengetahui faktor risiko dari Pneumonia
4. Mengetahui klasifikasi dari Pneumonia
5. Mengetahui komplikasi Pneumonia
6. Mengetahui pathway dari Pneumonia
7. Mengetahui manifestasi dari Pneumonia
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Pneumonia
9. Mengetahui penatalaksanaa dari Pneumonia
10.Mengetahui konsep askep dari Pneumonia

3
BAB II
KONSEP TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi

Infeksi saluran napas bawah (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan


dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISBNA dapat
dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk
pneumonia. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau merupakan
tahap lanjutan manifestasi ISNBA. Pneumonia adalah peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus repiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan
histology terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan
pengumpulan eskudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan
berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Istilah pneumonia lazim
dipakai bila perandangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan
penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering terjadi
dipakai pada proses non infeksi. (Sudoyo, 2006)

Menurut Hariadi, 2010 menyebutkan bahwa pneumonia adalah


keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang,
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium.
Secara klinis pneumonia di definisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme( bakteri,virus,jamur,parasit), bahan
kimia, radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. sedang
keradangan paru yang disebabkan oleh penyebab noninfeksi (bahan kimia,
radiasi, obat-obatan dan lain-lain) lazimnya disebut pneumonitis.
Sedangkan menurut Murwani, 2009 pneumonia adalah keadaaan akut pada
paru yang disebabkan oleh karena infeksi atau iritasi dari bahan kimia
sehingga alveoli terisi dengan exudat peradangan.

4
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme, termasuk bakteri, mikobakteria, jamur dan
virus. Pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia yang di dapat di
komunitas (community acquired pneumonia, CAP), Pneumonia yang di
dapat di rumah sakit (nosokomial) (hospital acquired pneumonia, HAP),
pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia
aspirasi. Terjadi tumpang tindih dalam penggelompokan pneumonia
tertentu karena pneumonia dapat terjadi pada tatanan yang berbeda mereka
yang berisiko mengalami pneumonia sering kali menderita penyakit kronis
utama, penyakit akut berat, system imun yang tertekan karena penyakit
atau medikasi mobilitas dan factor lain yang mengganggu mekaniskme
perlindungan paru normal. Lansia juga berisiko tinggi (Smeltzer,2018).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah


suatu peradangan yang bisa disebabkan oleh oleh
mikroorganisme( bakteri,virus,jamur,parasit), bahan kimia, radiasi,
aspirasi, obat-obatan dan lain-lain dengan adanya pengumpulan eskudat
pada paru dan adanya ganguan pertukaran gas.

2. Etiologi
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan
oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus)
dan protozoa.
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang
paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di
kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh
sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas
tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya
meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).

5
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory
Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang
saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu
pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini
tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi
bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai
virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar
luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada
anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan
juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia


pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada
bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam
hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii
pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto,
2009).

3. Faktor Resiko Pneumonia


Menurut Morton, 2014 faktor resiko pneumonia diantaranya adalah :
a. Pneumnonia yang didapat dari komunitas
1) Usia <2 tahun atau >65 tahun
2) Merokok

6
3) Penyalahgunaan alcohol
4) Komorbiditas : penyakit paru, penyakit kardiovaskuler,
penyakit hepar, penyakit ginjal, penyakit system saraf pusat,
imunosupresi
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit
1) Faktor Risiko Terkait-Pejamu
a) Pertambahan usia
b) Perubahan tingkat kesadaran
c) Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
d) Penyakit berat
e) Malnutrisi
f) Syok
g) Trauma tumpul
h) Trauma kepala berat
i) Trauma dada
j) Merokok
k) Karang gigi
2) Faktor Risiko Terkait-Pengobatan
a) Ventilasi mekanis
b) Teintubasi atau ekstubasi sendri
c) Bronkoskopi
d) Slang nasogastrik
e) Adanya alat pemantau tekanan intracranial (TIK)
f) Terapi antibiotic sebelumnya
g) Peningkatan pH lambung
h) Penyekt reseptor histamine tipe 2
i) Terapi antasi
j) Pemberian makan enteral pembedahan kepala
k) Pembedahan toraks atau abdomen atas
3) Faktor Risiko Terkait-Infeksi
a) Mencuci tangan kurang bersih

7
b) Mengganti slang bentilator kurang dari 48 jam sekali

4. Klasifikasi
Beberapa sumber membuat klasifikasi pneumonia berbeda-beda
tergantung sudut pandang. Klasifikasi pneumonia tersebut dibuat
berdasarkan anatomi, etiologi, usia, klinis dan epidemiologi.

Menurut Hockenberry (2009) pneumonia dikelompokan menjadi :

a. Pneumonia lobaris

Peradangan pada semua atau sebagian besar segmen paru dari satu atau
lebih lobus paru, kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi
bronkus. misalnya pada aspirasi benda asing atau adanya proses
keganasan. Jenis pneumonia ini jarang terjadi pada bayi dan orang tua
dan sering pada pneumonia bakterial.

b. Bronkopneumonia

Sumbatan yang dimulai dari cabang akhir bronkiolus oleh eksudat


mukopurulen dan berkonsolidasi di lobulus disebut juga pneumonia
lobular. pneumonia yang ditandai dengan adanya bercak bercak infiltrat
pada lapang paru. Pneumonia jenis ini sering terjadi pada bayi dan
orang tua, disebabkan oleh bakteri maupun virus dan jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus.

c. Pneumonia Interstitial

Proses peradangan pada dinding alveolus (interstitial) dan peri bronkial


serta jaringan interlobularis. kondisi pernapasan langka yang ditandai
dengan pembentukan membran hialin di paru-paru.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan kuman penyebab :

a. Pneumonia bakterial/tipikal

8
Pneumonia yang dapat terjadi pada semua usia. Beberapa kuman
mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka misalnya
Klebsiela pada penderita alkoholik dan Staphylococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal

Pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma, Legionella dan


Chlamydia.

c. Pneumonia Virus

Pneumonia yang disebabkan oleh virus contohnya Respiratory Syntical


Virus (Parainfluenzavirus, Influenza, Adenovirus).

d. Pneumonia Jamur

Pneumonia yang sering merupakan infeksi sekunder, terutama pada


penderita dengan daya tahan tubuh lemah (immunocompromised).

Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :

a. Pneumonia komunitas : sporadis atau endemic, muda dan orang tua

b. Pneumonia nosokomial : didahului oleh perawatan di RS

c. Pneumonia rekurens : mempunyai dasar penyakit paru kronis

d. Pneumonia aspirasi : alkoholik, usia tua

e. Pneumonia pada gangguan imu : pada pasien transplantasi,


onkologi, AIDS

5. Komplikasi

9
Dapat terjadi komplikasi pneumonia dengan bakter dijumpai pada
10% kasus berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis,
peritonitis, dan empiema. Pneumonia non infeksius bisa dijumpai yang
memperlambat resolusi gambaran radiologi paru, antara lain gagal ginjal,
gagal jantung, emboli paru atau infark paru, dan inarkmiokard akut. Dapat
terjadi komplikasi lain berupa acute respiratory distress syndrome
(ARDS), gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa pneumonia
nosokomial. (Morton, 2014)

6.

10
7. Pathway
Bakteri, virus, jamur, parasite, bahan kimia

Infeksi parenkim
paru

Koloni organisme patogen

PNEUMONIA

Produk toksik
Antigen

Antigen patogen berikatan dengan Cedera jaringan


antibodi
Kerusakan sel
Pengaktifan kaskade
komplemen
Pelepasan mediator
nyeri
Menghasilkan Kemotaksis Aktifasi sel masit dan
produk protein netrofil dan basofil Merangsang medulla
makrofag spinalis (reseptor
nyeri)
Merobek antigen
Vasodilator kapiler
Aktifasi proses
fagositosis Presepsi nyeri
Pelepasan
Permeabilitas kapiler
pirogen
meningkat
endogen Penumpukan fibrin, Nyeri akut
(sitokin) eksudat, eritrosit, leukosit
Perpindahan eksudat ke
Merangsang intersisial
Sekret menumpuk
hipotalamus
pada bronkus
Oedema kapiler alveoli
Meningkatkan titik Batuk, sesak nafas,
patokan suhu dyspneu
Gangguan Pertukaran
Gas
Menggigil,
meningkatkan suhu Bersihan Jalan Pola Nafas Tidak
basal Nafas Tidak Hipoksia jaringan Efektif
Efektif

Hipertermi
Intoleransi Aktivitas

Energi
Metabolisme Keletihan
meningkat Sumber : NANDA, 2015
meningkat 11
8. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran
napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak
napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat
berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala
lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala
(Misnadiarly, 2008).

Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia antara


lain :

a. Batuk berdahak

b. Ingus (nasal discharge)

c. Suara napas lemah

d. Penggunaan otot bantu napas

e. Demam

f. Cyanosis (kebiru-biruan)

g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar

h. Sakit kepala

i. Kekakuan dan nyeri otot

j. Sesak napas

k. Menggigil

l. Berkeringat

m. Lelah

12
n. Terkadang kulit menjadi lembab

o. Mual dan muntah

9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sudoyo, 2006 dalam buku ajar Ilmu Penyakit dalam menjelaskan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan di antaranya adalah :
a. Pemeriksaan radiologis

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk


menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Gambaran adanya infiltrat dari foto x-
ray merupakan standar yang memastikan diagnosis. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau
gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus.

b. Pemeriksaan laboratorium
Leukosit umumnya menandai adanya infeksi bakteri, leukosit
normal/rendah dapat disebabakan oleh infeksi virus/mikroplasma atau
pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, atau
lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya
neutropenia pada infeksikuman gram negative atau S. aureus p ada
pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin
terganggu.
c. Pemeriksaan bakteriologis

13
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis,bronkoskopi, atau biosi.
Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri
Gin, Quellung test dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada
sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan prnybab
infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya
d. Pemeriksaan khusus
Titer antibody terhadap virus,legionella dan mikroplasma. Nilai
diagnostic bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 ksli. Snalisis gas
darah dilakukan untukmenilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen
10. Penatalaksanaan
Menurut Jeremy, 2007 penatalaksanaan pada pasien pneumonia adalah

a. Terapi antibiotic

Merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi


apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman
penyebabnya.

b. Terapi suportif umum

1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi


95-96 % berdasar pemeriksaan AGD

2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak


yang kental

3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya


anjuran untuk batuk dan napas dalam

4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi


lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia
bilateral

14
5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis

6) Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan


ventilator dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal napas
yang disertai peningkatan respiratoy distress dan respiratory arrest

7) Drainase empiema bila ada

15
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Menurut Musliha (2010), pengkajian merupakan pendekatan sistematik
untuk mengidentifikasi masalah keperawatan. Proses pengkajian dibagi dalam
dua bagian yakni :
1. Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup).Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut
memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan:
a. Airway (Jalan Napas)
Pada saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia,
biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya
peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen
b. Breathing (Pernapasan)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan
pemeriksaan focus, berurutan pemeriksaan ini erdiri atas inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.

1) Inspeksi

Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simestris.


Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan
frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan
intercostals space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat
terutama dialami oleh anak-anak.

2) Palpasi

Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. Pada palapasi


klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernpas biasanya normal
dan seimbanf antara bagian kanan dan kiri.

16
Getaran suara (fermitus vocal). Taktil fremituspada klien dengan
pneumonia biasanya normal.

3) Perkusi

Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanyan


didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
Bunyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan bila
bronchopneumonia menjadi suatu sarang (klunfuens).

4) Auskultasi

Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan


bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Ronki
basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang
terserang karena eksudat dan fibrin dalam alveolus. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di
daerah mana didapatkan adanya ronchi.

c. Circulation (Sirkulasi)
Pada pasien pneumonia didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum, denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal,
bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan, akral pasien teraba
hanngat karna akan adanya peningkatan suhu tubuh, adanya diaphoresis
dan pasien pada pasien juga bisa terjadi sianosis

d. Disability (Status Kesadaran)


Pada pasien pneumonia akan terjadi intoleransi aktivitas karna adanya
gangguan pernapasan sehingga gerak ektermitas melemah (kelemahan
atau kelelahan fisik). Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi
penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak
meringis, menangis, merintih, meregang, dan meningkat. Pengukuran

17
Glasgow Coma Scale (GCS) harus sesuai dengan kondisi dan kesadaran
pasien
e. Expossure
Mengkaji tentang kecurigaan cidera pada daerah dada, luka , tanda
tanda peradangan.
2. Pengkajian Sekunder
Setelah dilakukan pengkajian primer, dilanjutkan pengkajian
sekunder yang meliputi: pengkajian SAMPLE yang merupakan pengkajian
mengenai riwayat singkat pasien dirawat di rumah sakit. Pengkajian ini
dapat dilanjutkan ketika pasien sudah dalam keadaan stabil.Jika pasien
mengalami kegawatan maka pengkajian kembali pada pengkajian primer
lagi. Pengkajian SAMPLE meliputi:
a. S (sign and symptoms): tanda dan gejala utama yang dirasakan
pasien saat itu. Data ini biasa data subjektif maupun data objektif. Pada
klien dengan pneumonia tanda dan gejala yang sering muncul ialah
terjadi batuk disertai secret, demam, suara napas lemah, dan sesak
napas
b. A (allergies): ada tidaknya alergi yang dimiliki oleh klien.
c. M (medication): terapi yang sudah diberikan kepada pasien dan
apakah terapi tersebut mengurangi permasalahan klien atau tidak
d. P (pertinent/past medical history): riwayat medis sebelum klien
dirawat saat ini,
e. L (last meal): terakhir kali pasien makan dan minum dan jenis atau
detail dari makanan atau minuman yang baru saja dimakan.
f. E (event surrounding thisincident): hal yang memungkinkan atau
peristiwa yang mengawali terjadinya serangan atau penyakit saat ini.
Disamping pengkajian di atas, pengkajian sekunder yang lain ialah :
a. Sistem pernafasan
Kaji ulang pernapasan pasien dari inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi (seperti pada pengkajian Breathing) adakah perubahan atau
tidak.
b. Sistem kardiovaskuler
Pada klien denga pneumonia pengkajian yang didapat meliputi
Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran

18
Auskultasi: tekanan darah biasanya normal, bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
c. Sistem persyarafan
Klien dengan pneumonia sering terjadi penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat .
Pada pengkajian objektif wajah klien tampak meringis ,menangis,
merintih ,dan menggeliat.
d. Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.
e. Sistem pencernaan
Klien biasanya mengalami mual,muntah ,penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
f. Sistem muskuloskeletal
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari hari.
Kaji terus setiap perubahan dan perkembangan pada pasien.

3. Pemeriksaan diagnostik

a. Foto rontgen dada (chest x-ray): teridentifikasi penyebaran,


misalnya lobus, bronkial; dapat juga menunjukan multipel abses atau
infiltrat,empiema ( staphylococcus ); penyebaran atau lokasi infiltrasi
( bakterial ) ; atau penyebaran ekstensif nodul infiltrat ( sering kali
viral ) ; pada pneumonia mycoplasma, gambaran chest x- ray mungkin
bersih.

b. ABGs / pulse oximetry: abnormalitas mungkin timbul bergantung


pada luasnya perusakan paru .

c. Kultur sputum dan darah atau gram stain: di dapatkan dengan


needle boipsy, transtracheal aspiration, fiberopticf bronchoscopy atau
biopsi paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Akan di
dapatkan lebih dari satu jenis kuman, seperti diplococcus pneumoniae,

19
staphylococcus aureus, A hemolitik steapthococcus dan haemophilus
influenzae.

d. Hitung darah lengkap/ complete blood count ( CBC ): leukositosis


biasanya timbul, meskipun nialai SDP rendah pada infeksi virus.

e. Tes serologik: membantu membedakan diagnosis pada organisme


secara spesifik.

f. Laju endap darah ( LED ): meningkat.

g. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun ( kongesti dan


kolaps alveolar ), tekanan saluran udara meningkat, compliance
menurun, dan akhirnya dapat terjadi hipoksemia.

h. Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berfungsi untuk mengidentifikasi, memfokuskan
dan memecahkan masalah keperawatan klein secara spesifik (Potter, 2009).
Perawat dalam menegakkan suatu diagnosa keperawatan harus akurat.
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan Pneumonia
terkait dengan kebutuhan oksigenasi menurut Amin (2015) dan SDKI (2017)
antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
dan obstruksi jalan nafas.
Batasan karakteristik :
a. Dyspneu
b. Orthopneu
c. Sianosis
d. Rales
e. Kesulitan berbicara
f. Batuk tidak efektif
g. Produksi sputum meningkat
h. Gelisah
i. Perubahan frekuensi dan irama nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
Batasan karakteristik :

20
a. Dyspneu
b. Penggunaan otot bantu pernafasan
c. Fase ekspirasi memanjang
d. Pola nafas abnormal
e. Pernafasan cuping hidung
f. Kapasitas vital menurun
g. Tekanan ekspirasi-inspirasi menurun
h. Orthopneu
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan
efektif paru dan kerusakan membrane alveolar-kapiler.
Batasan karakteristik :
a. Dyspneu
b. Takikardi
c. Bunyi nafas tambahan
d. Sianosis
e. Diaforesis
f. Gelisah
g. Pernafasan cuping hidung
h. Pola nafas abnormal
i. Warna kulit pucat/kebiruan
j. Kesadaran menurun
k. PO2 menurun
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru
Batasan karakteristik :
a. Menyatakan nyeri
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekuensi napas
d. Sikap melindungi area nyeri
e. Diaforesis
f. Mengekspresikan perilaku (mis :meringis, gelisah, menangis)
5. Hipertermi yang berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum sekunder dari reaksi sistemis bakteria/virema
Batasan karakteristik :
a. Photo rontgen thoraks adanya pleuritis
b. Suhu di atas 37.5oC
c. Diaforesis intermiten
d. Leukosit di atas 10.000/mm3
e. Kultur sputum positif
6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kerusakan
pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia

21
Batasan karakteristik :
a. Menyatakan sesak napas dan lelah saat aktivitas minimal
b. Diaphoresis
c. Takipnea
d. Takikardi

C. Intervensi Keperawatan
Menurut Amin,2015 dan Mutaqqin 2014 intervensi yang dapat di tegakkan di
antaranya
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
dan obstruksi jalan nafas.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas agar efektif.
Kriteria hasil :
a. Irama nafas dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
b. Tidak ada suara nafas abnormal
c. Mampu mengeluarkan sekret
d. Tidak ada dyspneu

Rencana Tindakan :
a. Kaji fungsi pernafasan : bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman
dan penggunaan otot aksesori.
Rasional : Penurunan bunyi nafas indikasi atelectasis, ronki indikasi
akumulasi sekret atau ketidakmampuan membersihkan jalan nafas
sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernafasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret atau batuk efektif,
catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptysis.
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat
kerusakan paru atau luka bronkial yang memerlukan evaluasi /
intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau fowler
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d. Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan nafas dalam
Rasional : Ventilasi maksimal membuka area atelectasis dan
peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
e. Lakukan fisioterapi dada (postural drainage, clapping, perkusi dan
vibrasi)

22
Rasional : Meminimalkan dan mencegah sumbatan/obstrusi saluran
pernafasan.
f. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional : Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien
tidak mampu mengeluarkan sekret.
g. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali
kontraindikasi.
Rasional : Membantu mengencerkan sekret sehingga mudah
dikeluarkan.
h. Bantu intubasi darurat bila perlu.
Rasional : Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik, dengan edema
laring atau perdarahan paru akut.
i. Berikan obat : agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai
indikasi.
Rasional : Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna jika terjadi hiposekmia pada kavitas yang luas.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
Tujuan :
Mempertahankan pola pernafasan agar kembali efektif.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada dyspnea
b. Tidak ada penafasan cuping hidung
c. Pola nafas normal
d. Tidak sesak nafas
Rencana Tindakan :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat
upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan /
pelebaran nasal.
Rasional : Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan
bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelectasis dan atau nyeri dada.
b. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan
nafas/kegagalan pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan atau bantu mengubah posisi fowler atau semi
fowler.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan

23
d. Kaji/awasi secara rutin kulit, kuku dan warna dan perubahan yang
terjadi pada membran mukosa bibir.
Rasional : Hipoksia akan dimanifestasikan dengan perubahan membran
mukosa bibir menjadi pucat/sianosis, kuku pucat dengan CRT >3 detik
e. Observasi pola batuk dan karakter sekret
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi

f. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk


Rasional : Dapat meningkatkan / banyaknya sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah ketidaknyaman upaya bernafas
g. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika
diharuskan
Rasional : Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan
h. Kolaborasi (berikan oksigen tambahan, berikan humidifikasi
tambahan misalnya nebulizer)
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,
memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengeceran sekret.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan
efektif paru dan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan :
Mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil :
a. Tidak mengalami dyspnea dan sianosis
b. Tidak ada bunyi nafas tambahan
c. Tidak ada takikardi
Rencana Tindakan :
a. Kaji dyspnea, takipnea, bunyi pernafasan abnormal. Peningkatan
upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional : Pada beberapa penyakit slauran pernafasan dapat
menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari
bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural
effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis
dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku
Rasional : Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ
vital dan jaringan.
c. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai
kebutuhan

24
Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
d. Monitor GDA
Rasional : Menurunnya saturasi oksigen (PaO 2) atau meningkatnya
PaCO2 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau
perubahan terapi.
e. Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi
yang mudah untuk bernafas (missal fowler atau semi fowler)
Rasional : Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, tindakan ini
juga bisa meningkatkan ekspansi paru secara maksimal.
f. Dorong untuk pengeluaran sputum/penghisapan bila ada indikasi
Rasional : Sputum mengganggu proses pertukaran gas serta
penghisapan dilakukan bila batuk tidak efektif.
g. Awasi dan pantau tingkat keasadaran / status mental
Rasional : Penurunan kesadaran merupakan manifestasi umum dari
hipoksia
h. Awasi tanda vital dan status jantung
Rasional : Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia
sistemik pada fungsi jantung
i. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi dan pertahankan
ventilasi mekanik dan bantu intubasi.
Rasional : Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan
kegagalan nafas serta tindakan untuk penyelamatan hidup.
(Andarmoyo, 2012; NIC, 2013; NOC, 2013).
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru
Tujuan :
Diharapkan skala nyeri klien berkurang.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
b. Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
c. Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Rencana tindakan:
a. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat
rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena pneumonia.
Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat
nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi kefektifan analgesic,
meningkatkan control nyeri.
b. Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.

25
Rasional : Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat
memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ kefeketifan intervensi.
c. Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan
menurunkan ambang persepsi nyeri.
d. Berikan posisi nyaman kepada pasien
Rasional : Posisi yang nyaman untuk mengurangi rasa nyeri yang
terjadi.
e. Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan
teknik relaksasi
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik
Rasional : obat analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri
5. Hipertermi yang berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum sekunder dari reaksi sistemis bakteria/virema
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan suhu tubuh dalam
rentang normal (36.5O C – 37.5OC)
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh normal (36.5O C – 37.5OC)
b. Pasien tidak menggigil
Rencana tindakan :
a. Kaji saat timbulnya deman
Rasional : mengidentifikasi pola deman
b. Kaji tanda-tanda vital tiap 3 jam atau lebih sering
Rasional : acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
c. Berikan kompres hangat
Rasional : konduksi suhu membantu menurunkan suhu tubuh
d. Kenakan pakaian minimal
Rasional : pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan
tubuh
e. Berikan kebutuhan cairan ekstra
Rasional : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan
tubuh meningkat, sehingga perlu diimbangi dengan intake cairan yang
banyak.
f. Kolaborasi pemberian terapi cairan intravena RL 0.5 dan
pemberian antipiretik
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi klien dengan suhu
tinggi. Pemberian antipiretik akan mempercepat penurunan suhu tubuh

26
g. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai dengan anjuran dan
evaluasi kefektifannya
Rasional : antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi.
6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kerusakan
pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan masalah intoleransi
aktivitas dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Klien mendemonstraikan peningkatan toleransi terhaapat aktivitas
b. Klien dapat melakukan aktivitas, tanpa mengalami napas
tersenggal-senggal, sesak napas, dan kelelahan
Rencana Tindakan :
a. Monitor frekuensi nadi dan napas sebulm dan setelah aktivitas
Rasional : mengidentifikasi kamjuan dan penyimpangan dari sasaran
yang di harapkan
b. Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan napas meningkat secara
cepat dan klien mengeluh sesak napas dan kelelahan, tingkatkan
aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi.
Rasional : gejala-gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi
aktivitas. Konsumsi oksigen meningkat jika aktivitas meningkat dan
daya tahan tubuh klien dapat bertahan lebih lama jika ada waktu
istirahat di antara aktivitas
c. Bantu klien dalam melaksanakan aktivitas sesuai dengan
kebutuhannya. Beri pasien waktu beristirahat tanpa diganggu berbagai
aktivitas
Rasional : membantu menurunkan kebutuhan oksigen yang meningkat
akibat peningkatan aktivitias.
d. Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan
pencegahan terhadap komplikasi akibat imobilisasi jika klien
dianjurkan tirah baring lama
Rasional : aktivitas fisik meningkatkan kebutuhan oksigen dan system
tubuh akan berusaha menyesuaikannya. Tindakan perawatan yang
spesifikdapat meminimalkan komplikasi imobilisasi
e. Konsultasi dengan dokter jika sesak napas tetap ada atau betambah
berat saat istirahat

27
Rasional : hal tersebut dapat merupakan tanda awal dari komplikasi
khususnya gagal napas

D. Implementasi Keperawatan
Setelah perencanaan keperawatan, tahap selanjutnya adalah implementasi
keperawatan yang merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
klien mencapai tujuan yang telah dibuat (Potter, 2009).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap akhir perencanaan.
Evaluasi terbagi atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Perumusan evaluasi formatif meliputi empat
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni :
S : subjektif (data berupa keluhan klien)
O : objektif (data hasil pemeriksaan)
A : analisis data (pembanding data tentang teori)
P : perencanaan.
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Ada tiga kemungkinan kriteria hasil
evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan yaitu :
1. Tujuan tercapai (jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditentukan)
2. Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian
tujuan (jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang
telah ditetapkan)
3. Tujuan tidak tercapai (jika klien hanya menunjukkan sedikit
perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah
baru) (Potter, 2009).

28
Daftar Pustaka

Alsagaff, H. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga


University Press.

Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis &


NANDA NIC-NOC. Jilid 3. Jakarta : Media Action Publishing.

Ardiansyah.2012. Medikal bedah untuk mahasiswa . Yogyakarta : IKAPI

Budi, Setyo. 2015. Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat, 01, 3-4.

Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : Buku


Kedokteran EGC

Farida, Yeni, dkk. 2017. Study of Antibiotic Use on Pneumonia Patient in


Surakarta Referral Hospital. Journal of Pharmaceutical Science and
Clinical Research, 02, 44 – 52.

Hariadi,Slamet, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen
Ilmu Penyakit Paru FK Unair – RSUD Dr. Soetomo

Hockenberry,M.J., Wilson D. 2009.Wong’s Essentials of Pediatric Nursing (7 th )


edition. St.Louis Missouri Elsevier Mosby

Jeremy,P. 2007. At Glance Sistem Respirasi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga


Medical Series

Kemenkes RI. 2013. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia.Jakarta: Kemenkes


RI

29
Marnila, Haranisa. 2013. Nurses Knowledge and the Prevention of Pneumonia.
Idea Nursing Journal. 01, 52-53.

Misnadirly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Popular Obor.

Morton, Dorrie,dkk. 2014. Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik Edisi


8 Volume I. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Murwani,Arita. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jogjakarta : Nuha


Medika

Musliha, S. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika

Mutaqqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Sistem Pernapasan.


Jakarta : Salemba Medika

Potter,Perry (2009). Fundamental of Nursing, Buku 1, Edisi : 7, Salemba Medika :


Jakarta

Rahmawati, D.H. 2013. ISPA Gangguan Pernapasan pada Anak. Yogyakarta :


Nuha Medika

Smeltzer,Susan. 2018. Keperawatan Medikal – Medah. Jakarta : Penerbit Buku


Kedonteran EGC

Sudoyo,Bambang,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

30
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) edisi I. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

WHO. 2013. Pneumonia the forgotten Killer of diseases. Jakarta : EGC

31

Anda mungkin juga menyukai