Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUAHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASMA BRONKIAL

Disusun oleh:
Nama : Ika Ulya Cahyani Putri
NIM : PO.62.20.1.16.145
Prodi : DIV Keperawatan
Ruang Praktik : Gardenia

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA


DIV KEPERAWATAN REGULER III
2018
BAB I
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Asma bronkial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten ,reversible
dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu.(Brunner&Suddarth, 2001)

Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas


cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan .Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran nafas secara periodik dan reversible
akibat bronkospasme. Penyempitan jalan nafas ini disebabkan oleh bronkospasme,
edema mukosa dan hipersekresi mukus yang kental.

B. Patofisiologi
Serangan awal asma dapat terjadi pada masa kanak-kanak atau dewasa,
episode asma akut, yang disebut sebagai serangan asma dapat dicetuskan oleh stress,
olahraga berat, infeksi, atau pemajanan terhadap allergen atau iritan lain seperti debu
dan sebagainya. Banyak klien asma dalam keluarganya mempunyai riwayat alergi.
Dispnea adalah gejala utama asma, tetapi hiperventilasi, sakit kepala, kebas, dan mual
juga dapat terjadi.
Serangan asmatik terjadi akibat beberapa perubahan fisiologi termasuk
perubahan dalam respons imunologi, resistensi jalan udara yang meningkat,
komplians paru yang meningkat, fungsi mukosilaris yang mengalami kerusakan, dan
pertukaran oksigen-karbon dioksida yang berubah.
Asma imunologis adalah akibat dari reaksi antigen-antibodi yang melepaskan
mediator kimiawi, dimana mediator tersebut menyebabkan 3 reaksi utama; (1)
konstriksi otot polos baik pada jalan nafas yang kecil maupun yang besar, yang
mengakibatkan spasme bronkus; (2) peningkatan permeabilitas yang mengakibatkan
edema mukosa yang lebih jauh lagi menyempitkan jalan udara; (3) peningkatan
sekresi kelenjer mukosa dan meningkatkan pembentukan lendir. Sebagai akibat,
individu dengan serangan asma berjuang untuk bernapas melalui jalan nafas yang
telah menyempit dan dalam keadaan spasme.
Pathway

Alergen atau Antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap

pada permukaan sel mast atau basofil

Kontraksi otot polos

Spasme otot polos, sekresi kelenjar bronkus meningkat

Penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus kecil

pada tahap inspirasi dan ekspirasi

Edema mukosa bronkus

Keluarnya sekrit ke dalam lumen bronkus

Sesak napas

Tekanan partial oksigen di alveoli menurun

Oksigen pada peredaran darah menurun

Hipoksemia CO2 mengalami retensi pada alveoli

Kadar CO2 dalam darah meningkat yang

memberi rangsangan pada pusat pernapasan

Hiperventilasi
C. Tanda dan Gejala
Gambaran klinis asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengie (wheezing)
dan sebagian penderita disertai nyeri dada). Pada awal serangan sering gejala tidak
jelas, seperti rasa berat didada, dan pada asma alergi mungkin disertai pilek atau
bersin, Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret. tetapi pada perkembangan
selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang
purulent .
Tanda dan gejala yang ditemukan pada anak dengan asma bronchial adalah:
1. Sesaknapas/dispnea.
2. Batuk yang disertailendir/batukkering.
3. Nyeri dada.
4. Adanya suara nafas mengi (wheezing), yang bersifat paroksismal, yaitu
membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.
5. Kemerahan pada jaringan.
Gejala pada asma yang lebih berat, antara lain
1. Barrel chest
2. Sianosis
3. Gangguan kesadaran
4. Takikardi
5. Peningkatan tekanan darah
6. Pernafasan yang cepat dan dangkal.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema
mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian
diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotic.
c. Sel eosinofil.
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-
1500/mm3 baik asma intrinsic ataupun ekstrinsik, sedangkan hitungan sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru diseratai
penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
2. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya proses patologi diparu atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain. Muttaqin, Arif: 2008

E. Penatalaksanaan Medis
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:


1. Pengobatan non farmakologik:
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
e. Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
1) Orsiprenalin (Alupent)
2) Fenoterol (berotec)
3) Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh
alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus
) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
1) Aminofilin (Amicam supp)
2) Aminofilin (Euphilin Retard)
3) Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi
cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan
langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan.
Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke
dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena
sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
c. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-
anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang
lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
d. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
F. Terapi Implikasi keperawatan
1. Waktu serangan:
a. pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala
klinik maupun hasil analisa gas darah.
b. pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang
berlangsung lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani
dehidrasi, viskositas mukus juga berkurang dan dengan demikian
memudahkan ekspektorasi.
c. drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak
agar supaya tidak timbul penyumbatan.
d. menghindari paparan alergen.
2. Diluar serangan
a. Pendidikan/penyuluhan.
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa
pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat
menghindari timbulnya serangan. Menghindari paparan alergen. Imti dari
prevensi adalah menghindari paparan terhadap alergen.
b. Imunoterapi/desensitisasi.
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial.
Setelah diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.
c. Relaksasi/kontrol emosi
Untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu
dengan latihan napas.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien

1) Nama :
2) Umur :
3) Jenis Kelamin :
4) Agama :
5) Suku / bangsa :
6) Bahasa :
7) Pendidikan :
8) Pekerjaan :
9) Status :
10) Alamat :

Penanggung jawab :

1) Nama :
2) Umur :
3) Pekerjaan :
4) Alamat :
5) Hubungan dgn klien :

2. Keluhan utama
Keluhan utama meliputi sesak nafas, bernafas terasa berat pada dada, dan adanya
keluhan sulit untuk bernafas.
3. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan
sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain
seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan
kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi
saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung.
Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai
sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala asma.
5. Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau
penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada
penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan,
kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lender lengket,
dan posisi istirahat klien.
b. Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat
postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior,
retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi
pernapasan.
c. Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
d. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
e. Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari
empat detik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan adanya bunyi napas
tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
7. Aktivitas
a. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
b. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
c. Tidur dalam posisi duduk tinggi.
8. Pernapasan
a. Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
b. Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
c. Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan
hidung.
d. Adanya bunyi napas mengi.
e. Adanya batuk berulang.
9. Sirkulasi
a. Adanya peningkatan tekanan darah.
b. Adanya peningkatan frekuensi jantung.
c. Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
d. Kemerahan atau berkeringat.
10. Integritas ego
a. Ansietas
b. Ketakutan
c. Peka rangsangan
d. Gelisah
11. Asupan nutrisi ‘
a. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
b. Penurunan berat badan karena anoreksia.
12. Hubungan sosal
a. Keterbatasan mobilitas fisik.
b. Susah bicara atau bicara terbata-bata.
c. Adanya ketergantungan pada orang lain.

B. Analisa Data
No Data Penyebab Masalah
1 DO: Alergen, perubahan Bersihan jalan nafas
cuaca, aktivitas jasmani tak efektif
 Klien terlihat yang berat, stress.
kesulitan
mengeluarkan sekret ↓
karena sesak nafas
(dispnea). Merangsang pengeluaran
 Klien terlihat histamin, zat anafilaktik,
menggunakan otot eosinofil, bradikinin.
bantu bantu
pernafasan saat
bernafas.
 Bunyi nafas klien Spasme otot sekresi se
abnormal, yaitu
adanya bunyi nafas bronkheolus kret me ↑
mengi (wheezing).

DS:
Penyempitan
 Klien mengeluh
kesulitan bronkhus
mengeluarkan sekret.

Pengeluaran

sekret ter

ganggu

Bersihan jalan nafas tidak


efektif.
2 DO: Asma Bronkhial Gangguan
pertukaran gas
 Dispnea saat ↓
melakukan aktivitas.
 Kulit kien terlihat Kontraksi spastis otot
kemerahan atau polos bronkheolus.
sianosis.
 Klien terlihat ↓
bingung dan gelisah.
Sukar bernafas.
DS:

 Klien mengeluh
sesak nafas saat Sesak nafas/dispnea,
melakukan aktivitas. nafas cepat dan dangkal.

Asupan O2 tidak adekuat.

Hipoksemia

CO2 me↑

Asidosis respiratorik.

Kerusakan pertukaran
gas.
3 DO: Ansietas

 Nafas klien cepat dan


dangkal.
 Frekuensi jantung Serangan asma berulang.
meningkat.
 Tekanan darah ↓
meningkat.
 Klien terlihat Kesukaran bernafas.
berkeringat.
 Klien terlihat pucat ↓
atau kemerahan.
 Klien terlihat tremor. Gelisah, takut, dan cemas.

DS: ↓

 Klien merasa Ansietas


berdebar-debar.
 Klien mengeluh
malas makan.
C. Diagnosa Keperawatan
(Berdasarkan SDKI)
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkho
konstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus, serta sekresi
mukus yang kental.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme bronkus.
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian (ketidakmampuan untuk
bernapas).
D. Intervensi Keperawatan: Tujuan, Rencana Tindakan , Rasional

DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL


Ketidakefektifan bersihan jalan 1. Kaji warna dan 2. karateristik sputum
napas berhubungan dengan kekentalan dapat menunjukkan
bronkhokonstriksi, bronkhospasme, sputum berat ringannya
edema mukosa dan dinding 2. Atur posisi semi obstruksi.
bronkhus, serta sekresi mukus yang fowler 3. Meningkatkan
kental 3. Ajarkan cara ekspansi dada
batuk efektif 4. Batuk yang terkontrol
2. Dalam waktu 3x24 jam setelah 4. Bantu klien dan efektif dapat
diberikan tindakan bersihan jalan napas dalam memudahkan
napas kembali efektif 5. Pertahankan pengeluaran sekret
intake cairan yang melekat pada
Kriteria hasil : sedikitnya 2500 jalan napas.
1. Dapat mendemonstrasikan batuk ml/hari kecuali 5. Ventilasi maksimal
efektif tidak membuka lumen
2. Dapat menyatakan strategi untuk diindikasikan jalan napas dan
menurunkan kekentalan sekresi 6. Kolaborasi meningkatkan
3. Tidak ada suara napas tambahan dengan gerakan sekret ke
dan wheezing (-) melakukan dalam jalan napas
4. Pernapasan klien normal (16- fisioterapi dada besar untuk
20x/m) tanpa ada penggunaan dengan tehnik dikeluarkan.
otot bantu napas. postural drainase, 6. Hidrasi yang adekuat
perkusi dan membantu
fibrasi dada. mengencerkan sekret
7. Kolaborasi dan mengefektifkan
pemberian obat : pembersihan jalan
Bronkodilator napas.
7. Fisioterapi dada
merupakan strategi
untuk mengeluarkan
sekret.
8. Pemberian
bronkodilator via
inhalasi akan
langsung menuju area
bronkhus yang
mengalami spasme
sehingga lebih cepat
berdilatasi
Gangguan pertukaran gas yang 1. Kaji kefektifan 1. Bronkhospasme di
berhubungan dengan spasme jalan napas deteksi ketika
bronkus 2. Kolaborasi untuk terdengar mengi
pemberian saat di askultasi
1. Dalam waktu 3x24 jam setelah bronkodilator dengan stetoskop.
diberikan intervensi, pertukaran Lakukan Peningkatan
gas membaik fisioterapi dada pembentukan
3. Kolaborasi untuk mukus sejalan
Kriteria hasil : pemantauan dengan penurunan
1. Frekuensi napas 16-20x/menit, analisa gas arteri aksi mukosiliaris
nadi 70=90x/m, sianosis (-), 4. Kolaborasi menunjang
dispnea (-). pemberian penurunan lebih
2. GDA dalam batas normal oksigen via nasal lanjut diameter
bronkhi dan
mengakibatkan
penurunan aliran
udra serta
penurunan
pertukaran gas,
yang diperburuk
oleh kehilangan
daya elastisitas
paru.
2. Terapi aerosol
membantu
mengencerkan
sekresi sehingga
dapat dibuang.
Bronkhodilator
yang dihirup sering
ditambahkan ke
dalam nebulizer
untuk memberikan
aksi bronkhodolator
langsung pada jalan
napas, dengan
demikiam
memperbaiki
pertukaran gas.
Tindakan inhalasi
atau aerosol harus
diberikan sebelum
waktu makan untuk
memperbaiki
ventilasi paru
dengan demikian
mengurangi
keletihan yang
menyertai kativitas
makan. Setelah
inhalasi
bronkhodilator
nebuliser, klien
disarankan untuk
meminum air putih
untuk lebih
mengencerkan
sekresi.
3. membatukkan
dengan ekpulsif
atau postural
drainase akan
membantu dalam
pengeluaran sekresi.
Klien dibantu untuk
melakukan hal ini
dengan cara yang
tidak membuatnya
keletihan.
4. Sebagai bahan
evaluasi setelah
melakukan
intervensi.
5. Oksigen diberikan
ketika terjadi
hipoksemia.
Perawat harus
memantau
kemanjuran terapi
oksigen dan
memastikan bahwa
klien patuh dalam
menggunakan alat
pemberi oksigen.
Klien diinstruksikan
tentang penggunaan
oksigen yang tepat
dan tentang bahay
peningkatan laju
aliran oksigen tanpa
ada arahan yang
eksplisit darp
perawat.
Ansietas berhubungan dengan 1. Bantu dalam 1. Pemanfaatan sumber
adanya ancaman kematian (kesulitan mengidentifikasi koping yang ada
bernapas) sumber koping secara konstruktif
yang ada sangat bermanfaat
1. Dalam waktu 1x24 jam klien 2. Ajarkan tehnik dalam menagatasi
mampu memahami dan relaksasi stres.
menerima keadaanya 3. Pertahankan 2. Mengurangi
sehingga tidak terjadi hubungan saling ketegangan otot dan
kecemasan. percaya antara kecemasan
klien dengan 3. Hubungan saling
Kriteria hasil : perawat percaya membantu
4. Kaji faktor yang memperlancar proses
1. Klien terlihat mampu menimbulkan teraupetik
bernapas secara normal dan rasa cemas 4. Tindakan yang tepat
mapu beradaptasi dengan 5. Bantu klien diperlukan dalam
keadaannya. mengenali dan mengatasi masalah
2. Respon nobverbal klien mengakui rasa yang dihadapi klien
tampak lebih rileks dan cemasnya dan membangun
santai. kepercayaan dalam
mengurangi
kecemasan.
5. Rasa cemas
merupakan efek
emosi sehingga
apabila sudah
teridentifikasi dengan
baik, maka perasaan
yang nenganggu
dapat diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth ,(2001) Keperawatan Medikal Bedah . Ed 8. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jilid
I. Jakarta: Salemba Medika.

Tim PPNI. 2017. Stanadar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan

Pengurus Pusat

Ina. 2014. . Laporan Pendahuluan Asma Bronkial.

https://www.academia.edu/14889010/Lp_asma_bronkial . Rabu, 29 Agustus 2018


Pukul : 12:35

Anda mungkin juga menyukai