Anda di halaman 1dari 10

ASMA BRONKIAL

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi:
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya
berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas.
Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajad penyempitannya dapat berubah-ubah, baik
secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan dasarnya, tampaknya suatu
perubahan status imunologis si penderita. (United States Nasional Tuberculosis Assosiation
1967).

2. Klasifikasi
Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
2.1 Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap
alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada
yang menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan
dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk
menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang
non spesifik merupakan keadaan peka bagi penderita.

2.2 Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).


Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen
lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau
provokasi bronkial.
Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada yang
menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita rinitis.
Di Inggris jelas penyebabya House Dust Mite, di USA tepungsari bunga rumput.

2.3 Asma bronkial campuran (Mixed)


Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
3. Tanda dan Gejala
a. Terdengar bunyi nafas (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas
(exhalation). (Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak
semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma).
b. Sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).
c. Batuk kronik (terutama di malam hari atau cuaca dingin). Adanya keluhan penderita
yang merasakan dada sempit.
d. Serangan asma yang hebat, penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya dalam
mengatur pernafasan.
e. Pada anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada atau leher. Selama
serangan asma, rasa cemas (sering menangis) yang berlebihan, sehingga penderita dapat
memperburuk keadaanya.
f. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat
4. Patofisiologi
Alergen atau Antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap
pada permukaan sel mast atau basofil

Lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil

Kontraksi otot polos

Spasme otot polos, sekresi kelenjar bronkus meningkat

Penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus kecil


pada tahap inspirasi dan ekspirasi

Edema mukosa bronkus

Keluarnya sekrit ke dalam lumen bronkus

Sesak napas
Tekanan partial oksigen di alveoli menurun

Oksigen pada peredaran darah menurun

Hipoksemia CO2 mengalami retensi pada alveoli

Kadar CO2 dalam darah meningkat yang


memberi rangsangan pada pusat pernapasan

Hiperventilasi

5. Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang men
gancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan. Pada kasus seperti ini, kerja
pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan sangat meningkat, kebutuhan
oksigen juga meningkat,karena individu yang mengalami asma tidak dapat memenuhi
kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen
yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme
bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat
menyebabkan pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila
individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.
6. Pemeriksaan Penunjang
1 Laboratorium:
 Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi
 Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini menurun dengan
pemberian kortikosteroid.
2 Analisa gas darah:
Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status asmatikus. Pada
keadaan ini dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Pada asma ringan
sampai sedang PaO2 normal sampai sedikit menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis
respiratorik. Pada asma yang berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau meningkat dan
terjadi asidosis respiratorik.
3 Radiologi:
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak menunjukkan
adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan yang khas untuk asma adanya
hiperinflasi, penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi paru.
4 Faal paru:
Menurunnya FEV1
5 Uji kulit:
Untuk menunjukkan adanya alergi
6 Uji provokasi bronkus:
Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen. Penurunan FEV 1 sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi merupakan petanda adanya hiperreaktivitas bronkus.
7. Penatalaksanaan Kegawatan
1. Waktu serangan.
 Bronkodilator
a. Golongan adrenergik:
Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila
belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15
menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
b. Golongan methylxanthine:
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara
intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat
diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi
hasil.
c. Golongan antikolinergik:
Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat
enzym Guanylcyclase.
 Antihistamin.
Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju
tetapi juga ada yang tidak setuju.
 Kortikosteroid.
Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik.
Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
 Antibiotika.
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis
infeksi, ada infeksi sekunder.
 Ekspektoransia.
Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran
adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans)
2. Diluar serangan
Disodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding membran dari
cell mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya degranulasi dari cell mast,
mencegah pelepasan histamin, mencegah pelepasan Slow Reacting Substance of
anaphylaksis, mencegah pelepasan Eosinophyl Chemotatic Factor).
Pengobatan Non Medikamentosa:
1. Waktu serangan:
- pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik
maupun hasil analisa gas darah.
- pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang berlangsung
lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani dehidrasi, viskositas
mukus juga berkurang dan dengan demikian memudahkan ekspektorasi.
- drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak agar
supaya tidak timbul penyumbatan.
- menghindari paparan alergen.
2. Diluar serangan
- Pendidikan/penyuluhan.
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa pengobatannya,
apa efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat menghindari
timbulnya serangan. Menghindari paparan alergen. Imti dari prevensi adalah
menghindari paparan terhadap alergen.
- Imunoterapi/desensitisasi.
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Setelah
diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.
- Relaksasi/kontrol emosi.
untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu dengan
latihan napas.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
1. Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat
Pengkajian Primer
a. Airway
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada
jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status
asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan
oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
b. Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha
napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada
status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas.
Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping
itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu
menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak.
Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau
adanya mengi.
c. Circulation
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien
maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini
ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi
pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus,
lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan
atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya
kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap
circulation ini.
d. Disability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus
mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon
hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu
menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat
menimbulkan kelelahan . Namun pada penurunan kesadaran semua motorik
sensorik pasien unrespon.

Pengkajian Sekunder
a. Eksposure
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan
exposure dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit
untuk mendapatkan pertolongan yang lebih intesif
2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
Diagnosa 1 : Tidak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Hasil yang diharapkan:
mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.
INTERVENSI:
Mandiri
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertisius.
2. Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
R/ Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut.
3. Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
R/ Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut
yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
4. Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat
tidur, duduk pada sandara tempat tidur
R/ Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
R/ Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut.
6. Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan
spasme bronkus.
Kolaborasi
7. Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
R/ Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan
produksi mukosa.
Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia
Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
INTERVENSI
Mandiri
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
R/ Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea
2. Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai.
R/ Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan
mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
Kolaborasi
3. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R/ Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan
masukan.
Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasmebronkus)
Hasil yang diharapkan :
perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
INTERVENSI
Mandiri
1. Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
R/ Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral
mengindikasi kan beratnya hipoksemia
2. Palpasi fremitus
R/ Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara.

3. Awasi tanda vital dan irama jantung


R/ Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
4. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi
pasien.
R/ Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia
Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Hasil yang diharapkan :
mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
Perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
INTERVENSI
Mandiri
1. Awasi suhu.
R/ Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
2. Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
R/ Malnutrisi dapat mem-pengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi
Kolaborasi
3. Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan
gram,kultur/sensitifitas.
R/ untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap
berbagai anti microbial
Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
Hasil yang diharapkan :
Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
INTERVENSI
1. Jelaskan tentang penyakit individu
R/ Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada
rencana
pengobatan
2. Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan
R/ Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu
dan merugikan.
3. Tunjukkan tehnik penggunaan inhakler.
R/ Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifanya
.

Anda mungkin juga menyukai