Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA

PASIEN DENGAN ASTHMATIKUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT STATUS ASTHMATIKUS


1. PENGERTIAN

Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa
bronkus terhadap alergen. Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat mengakibatkan
pembengkakan pada mukosa bronkus. (Sukarmain, 2009).
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer,
2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan
respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing,
ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut
menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia,
respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea.
Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan
biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan ( Purnomo, 2008 ).
2. Etiologi
Penyebab hipersensitifitas saluran pernapasan pada kasus asma banyak diakibatkan
oleh faktor genetik (keturunan). Sedangkan faktor pemicu timbulnya reaksi
hipersensistifitas saluran pernapasan dapat berupa:
1. Hirup debu yang didapatkan dijalan raya maupun debu rumah tangga.
2. Hirupan asap kendaraan, asap rokok, asap pembakaran.
3. Hirup aerosol (asap pabrik yang bercampur gas buangan seperti nitrogen).
4. Pajanan hawa dingin.
5. Bulu binatang.
6. Stress yang berlebihan.
Selain faktor-faktor diatas kadang juga ada individu yang sensitife terhadap faktor
pemicu diatas tetapi penderita lain tidak. (Sukarmin, 2009).

1
3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik pada pasien asmatikus adalah batuk, dyspnoe (sesak nafas), dan
wheezing (terengah-engah). Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada
penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu
serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisa, duduk dengan tangan menyangga
ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk, sesak nafas, wheezing).
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrakter (tak beraksi) sementara terhadap pengobatan yang
lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel (
Sukarmin, 2009 ).

2
4. Patofisiologi
Karakteristik dasar dari asma ( konstriksi otot polos bronchial, pembengkakan mukosa
bronchial, dan pengentalan sekresi ) mengurangi diameter bronchial dan nyata pada status
asmatikus.
Abnormalitas ventilasi – perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan respirasi alkalosis
pada awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis.Terhadap penurunan PaO2 dan respirasi
alkalosis dengan penurunan PaCO2 dan peningkatan pH. Dengan meningkatnya keparahan
status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH turun, mencerminkan respirasi asidosis (
Krisanty Paula, 2009 ).

3
5. Pathway

Riwayat asma

Paparan terhadap factor predisposisi dan factor presipitasi

Reaksi hipersensitivitas
Saluran napas (bronkiolus)

Pengeluaran zat-zat : histamine


Anafilaksis yang berekasi lambat, (leukotrient
Kemotatik eosinofilik, dan bradikinin oleh sel mast

Spasme otot Sumbatan Edema Inflamasi


bronchus mukus dinding bronchus

Mk: Bersihan
Obstruksi sal nafas Alveoli tertutup
Jalan Nafas
Tidak Efektif ( bronchospasme )
Mk: Gangguan
Hipoksemia
pertukaran gas

Penyempitan jalan napas Asidosis metabolik

Mk: Defisit Pengetahuan

Penurunan volume aliran udara


ke paru

Upaya kompensasi tubuh


(Peningkatan kerja pernafasan)

4
Mk: Pola Nafas
Tidak Efektif Hyperventilasi nafsu makan menurun sesak nafas

Retensi CO2 intake oral tidak adekuat rasa tidak nyaman

Asidosis respiratorik
Mk: Mk: Gangguan
Ketidakseimbangan pola tidur
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh

6. Penatalaksanaan
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan obstruktif jalan
napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin
dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat
berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon pengobatan
apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi oleh karena
konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya
komplikasiseperti infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah tentu
memerlukan pengobatan lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada
pemberian drips aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu dengan akurat
menentukan kapan penderita meski dikirim ke unit perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD
dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut :
1. Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
Terapi oksigen dilakukan megnatasi dispena, sianosis, danhipoksemia. Oksigen
aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker Venturi atau kateter hidung
diberikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai – nilai gas darah.
PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan

5
kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons terhadap pengobatan berulang,
dibutuhkan perawatan di rumah sakit.
2. Agonis β2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian dapat
diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas.
Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler
/ volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol
atau terbutalin.
3. Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB / jam. Pemberian
per drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis
drip aminofilin direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung,
atau bila penderita menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis
tinggi diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu
diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila
terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena terjadi
gejala toksik yang berbahaya.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam tergantung beratnya
keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200 – 400
mg dengan dosis keseluruhan 1 – 4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga
diberikan sebagai alternative adalah triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason /
betamethason 5 – 10 mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan
kortikosteroid per oral yaitu predmison atau predmisolon 30 – 60 mg/ hari.
5. Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan
agonis β2secara inhalasi nebulisasi terutama penambahan – penambahan ini tidak
diperlukan bila pemberian agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan lainnya
a. Hidrasi dan keseimbangan elektrolit

6
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit
serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat
diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan pada keadaan asidosis
metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
b. Mukolitik dan ekpetorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan
berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat
diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin maupun N-asetilsistein.
c. Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya
dilakukan pada penderita hipersekresi mucus sebagai penyebab utama
eksaserbasi akut yang terjadi.
d. Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam, sputum
purulent dengan neutrofil leukositosis.
e. Sedasi dan antihistamin
Obat – obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang perawatan
intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam
pengobatan asma akut berat malahan dapat menyebabkan pengeringan
dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkus.
7. Penatalaksanaan lanjutan
Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap
respon pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak napas, bising
mengi, frekuensi napas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE, fotothoraks,
AGD, kadar serum aminofilin, kadar kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar
tindakan selanjutnya.
Indikasi perawatan intensif
Penderita yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi intensif yangdiberikan
perlu dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke unit perawatan intensif. Adapun
penderita yang memerlukan perawatan intensif yaitu
a. Terdapat tanda- tanda kelelahan

7
b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun
c. Terjadi henti napas ( PaO2 < 40 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg ) sesudah
pemberian oksigen.
8. Penatalaksanaan lanjutan diruangan
Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan,
terapi intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2 – 5 hari pertama semua
pengobatan intravena diganti, diberikan steroid oral dan aminofilin oral serta agonis
β2 dengan inhaler dosis terukur 6 – 8 x/ hari atau preparat oral 3 – 4 x/hari. Pada
hari 5 – 10, steroid oral ( predmison, predmisolon ) diturunkan, obat agonis β2 dan
aminofilin diteruskan ( Nugroho, 2016 ).
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi
jalan nafas akut.
2. Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan
manufer fungsi pernafasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bilapasien
tidak berespon terhadap tindakan
3. Arus puncak ekspirasi APE mudah di periksa dengan alat yang sederhana,
flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnnya
penyakit
4. Pemeriksaan foto thorax pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal –
hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat
penanganan seperti atelektasis, pneuonia, dan pneumothorax
5. Elektrokardiografi tanda- tanda abnormalita sementara dan refersible setelah terjadi
perbaikan klinis adalah gelombang p meninggi ( p = pulmonal ), takikardi dengan
atau tanda aritmia supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan
defiasi aksis ke kanan ( Nugroho, 2016 ).
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah
1. Pneumotoraks
2. Atelektasis
3. Gagal nafas

8
4. Bronchitis ( Nur Arif Amin, 2015 ).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


a. Pengkajian
1. Pengkajian Primer Asma
AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan
nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit
yang dapat diperoleh.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien
untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus
pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan
bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak
napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas,
atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih
dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler-alveolar
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka
jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan
adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan
darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak
ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai

9
atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis
yang dikaji pada tahap circulation ini.
DISABILITY
Pengkajian :
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus
mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya
dapat mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu menyelesaikan satu
kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan .
Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon.

EXPOSURE
Pengkajian :
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure
dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih intesif
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma
sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat
berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang
disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan
asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada
yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang
timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui
penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :

10
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas
atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan
kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan
serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik
atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
a. Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak
jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi
infeksi sekunder.
b. Frekuensi pernapasan meningkat
c. Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
d. Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.

11
e. Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan
mungkin lebih.
f. Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior
rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
2) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
3) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest),
sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1. Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2. Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih
dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada
asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
b) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.
b. Diagnosa Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Asthmatikus
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan nafas
2. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar

12
c. Intervensi

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
(SDKI) (SIKI)
(SLKI)

1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


tidak efektif tindakan …x… jam
a. Buka jalan nafas
berhubungan dengan diharapkan jalan nafas
b. Posisikan pasien untuk
benda asing dalam membaik dengan kriteria
memaksimalkan ventilasi
jalan nafas hasil :
c. Indentifikasi pasien perlunya
Bersihan jalan nafas pemasangan alat jalan nafas
buatan
a. Menunjukan
d. Lakukan fisioterapi dada jika
pembersihan jalan
perlu
nafas yang efektif.
e. Berikan bronchodilator bila
b. Mengeluarkan
perlu
sekresi secara
f. Monitor respirasi dan status
efektif
O2
c. Mempunyai irama
dan frekwensi Manajemen Asma
pernafasan dalam
a. Monitor frekuensi dan
rentang normal.
kedalaman napas
d. Mempunyai fungsi
b. Monitor tanda dan gejala
paru dalam batas
hipoksia (gelisah, penurunan
normal
kesadaran)
c. Monitor bunyi napas
tambahan
d. Monitor saturasi oksigen
e. Berikan posisi semi fowler

13
f. Lakukan penghisapan lendir
jika perlu

2 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


efektif berhubungan tindakan …x… jam
a. Indentifikasi pasien perlunya
dengan hambatan diharapkan pola nafas
pemasangan alat jalan nafas
upaya nafas membaik dengan kriteria
buatan
hasil :
b. Monitor respirasi dan status
Pola napas O2
c. Monitor frekuensi dan
a. Frekuensi napas
kedalaman napas
membaik
d. Monitor tanda dan gejala
b. Kedalaman
hipoksia (gelisah, penurunan
napas membaik
kesadaran)
c. Tidak
e. Monitor bunyi napas
menggunakan
tambahan
otot bantu
f. Monitor saturasi oksigen
pernapasan
g. Berikan posisi semi fowler

3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan respirasi


gas berhubungan tindakan …x… jam
a. Monitor rata-rata, kedalaman,
dengan perubahan diharapkan gangguan
irama dan usaha respirasi
membran kapiler – pertukaran gas tidak
b. Catat pengerakan dada,amati
alveolar terjadi dengan kriteria
kesimetrisan, penggunaan otot
hasil :
c. tambahan , retraksi otot
Pertukaran gas supraclavikular dan
intercostatis

14
a. Tidak terjadi d. Monitor suara nafas, seperti
dyspnea dengkur
b. Tidak terdapat e. Monitor kelelahan otot
bunyi napas diafragma ( gerakan paradoksis
tambahan )
c. PCO2 membaik f. Tentukan kebutuhan suction
d. PO2 membaik dengan mengaukultasi pada
e. Pola napas jalan nafas utama
membaik g. Auskultasi suara paru setelah
f. Warna kulit tidak tindakan untuk mengetahui
pucat hasilnya
g. Tidak terjadi
sianosis

15
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan ...


Penyakit Asma. Depkes RI : Jakarta. 2007

Krisanty, Paula. dkk.(2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta. Trans info
Media

Nurarif, Amin, Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia
: CV Pentasada Yogyakarta : Nuha Medika

Purnomo.2008.Patofisiologi Konsep Penyakit Klinis.Jakarta:EGC.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI:
Jakarta Selatan.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.

Sukarmin.2009.Penatalaksanaan Asma.Jakarta:EGC

16

Anda mungkin juga menyukai