Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER ISU END OF LIFE DALAM

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MEKANISME TRAUMA

 Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat

Darurat Dosen Pengampu: Ns. Yana Setiawan, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh

Siti Ning Setiyowati


130317471

PROGRAM STUDI NERS (AKADEMIK)

INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN

Tahun Akademik 2020/2021


KATA PENGANTAR 

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
tentang “Pengkajian Primer Dan Sekunder Isu End Of Life Dalam Keperawatan Gawat Darurat

Mekanisme Trauma” dengan baik meskipun masih banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterimakasih kepada Ns. Yana Setiawan, S. Kep., M. Kep selaku dosen mata kuliah
KeperawatanGawat Darurat yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

 Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai persiapan pelaksanaan pemeriksaan dan data-data penunjang
keperawatan sebagai calon Perawat. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalah kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang memebangun demi perbaikan di
masa depan.

Bekasi, 17 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................

1.3 Tujaun Penulisan..............................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.2 Etiologi

2.3 Manifestasi Klinis

2.4 Klasifikasi Kanker Kulit

2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.6 Penatalaksanaan Medis & Keperawatan

BAB III ASUHAN KEPERWATAN

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan gawat darurat untuk mengatasi kondisi kedaruratan yang dialami pasien dan
 juga memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien dan keluaga.
Sistem pelayanan bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus
memiliki kemampuan, Keterampilan, teknik serta ilmu pengtahuan yang tinggi dalam
memberikan pertolongan kedaruratan kepada pasien.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) di sebuah rumah sakit mempunyai peran yang sangat penting yaitu menyelenggarakan
pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan darurat bagi pasien (Ali, 2014). Kondisi pasien yang datang ke IGD
bervariasi dengan kondisi yang mengancam jiwa maupun yang menjelang ajal. Pasien dengan kondisi mengancam nyawa
berfokus pada tindakan resusitasi, sedangkan pada pasien yang menjelang ajal lebih berfokus pada perawatan End of Life.
End of Life Care diberikan pada pasien yang menjelang meninggal atau fase kritis dengan menerapkan Teori Peaceful
End of Life. (Ruland & Moore, 1998 dalam Aligood & Tomey, 2014). Teori ini terdiri dari konsep persiapan yang baik dalam
menghadapi kematian. Intervensi dalam konsep teori ini dilakukan yang bertujuan pasien merasa bebas dari rasa nyeri,
merasa nyaman, merasa dihargai, dihormati dan berada dalam kedamaian dan ketenangan juga merasa dekat dengan orang
dirawatnya.
Menurut Beckstrand et al (2015) menyatakan bahwa perawat mengalami kesulitan dalam memberikan pelayanan End of
Life yang baik pada pasien, khususnya pada pasien yang tidak mempunyai identitas. Perawat yang bertugas di IGD merasa
bahwa pendampingan end of life pada pasien terlantar bukan merupakan prioritas, mereka masih memprioritaskan pasien
dengan kondisi emergency.
Berdasarkan hasil penelitian Ose, Ratnawati & Lestari (2017) menyatakan bahwa perawat yang bertugas di IGD terkait
pengalaman merawat pasien terlantar menjelang ajal yaitu Merasakan hati tersentuh pada pasien terlantar menjelang ajal 2.
Tidak membedakan perlakuan pada pasien terlantar dengan pasien lain yang menjelang ajal 3. Menghargai harkat dan
martabat pasien 4. Memastikan tidak ada kecurangan pemberian nota dinas 5. Memilih perawatan suportif sebagai tindakan
terbaik 6. Terpaksa meninggalkan pasien tanpa pendampingan spritual 7. Mengalami konflik dalam menempatkan pasien
terlantar yang menjelang ajal 8. Mengharapkan situasi lingkungan kerja yang mendukung.
Beberapa kesulitan perawat dalam pendampingan pasien terlantar yang menjelang ajal yaitu banyaknya pasien yang
dalam kondisi emergency yang dilakukan tindakan terlebih dahulu. Perawatan pasien dalam tahap End of Life, yang
membutuhkan penanganan yang bertujuan untuk memberikan rasa nyaman, ketenangan, kedekatan suport sosial (Beckstrand
et.al, 2012, Decker, et.al, 2015).Perawatan pasien yang menjelang fase End of Life melibatkan berbagai displin yang meliputi
pekerja sosial, ahli agama, perawat, dokter (dokter ahli atau dokter umum yang berfokus pada perawatan yang holistic
meliputi fisik, emosional, sosial, dan spiritual. (Hockenberry &Wilson, 2005).
Perawat harus tetap bersikap profesional menghormati harkat dan martabat pasien dalam memberikan perawatan.
Konflik batin, emosi, perasaan hati tersentuh muncul dengan melihat kondisi pasien terlantar menjelang ajal.

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penulisan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keperawatan Gawat Darurat


Keperawatan gawat darurat atau emergency nurcing merupakan pelayanan
keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuriakut atau
yang sakit yang mengancam kehidupan.
Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang

memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat. Darurat adalah suatu keadaan yang
tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti
kegawatan. Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan
oleh gangguan Airway (jalan napas), Breathing (Pernapasan), circulation (sirkulasi),
 jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal atau cacat. (Wijaya., 2010).
Penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) adalah suatu pertolongan yang
cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun kecatatan. Berasal dari istilah
critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan emergency patient (pasien darurat).
Penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) memiliki tujuan antara lain
1. Mencegah kematian dan kecacatan (to save life and limb) pada penderita
gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat
sebagaimana mestinya.
2. Merujuk penderita. Gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh
 penanganan yang Iebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.

Faktor Penentu Keberhasilan Penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) :


1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat

Penderita gawat darurat yakni bila seseorang mengalami kerusakan atau


kegagalan dan salah satu sistem/organ di bawah ini antara lain: Susunan saraf pusat,
Pernapasan Kardiovaskuler, Hati, Ginjal, Pancreas. Penyebab kegagalan organ dapar
terjadi karena Trauma/ cedera, infeksi, keracunan, degenerasi (failure), asfiksi,
kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar, dan lain-lain.

2.Kecepatan meminta pertolongan

3.Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan di tempat kejadian, dalam


 perjalanan ke rumah sakit dan pertolongan selanjutnya di puskesmas atau rumah sakit

Triage

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan
dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008). Triage adalah suatu system
 pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat ringannya kondisi
klien/kegawatdaruratannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter
mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi
secepatnya yaitu ≤ 10 menit.

Proses triage meliputi tahap pre-hospital / lapangan dan hospital atau pusat
pelayanan kesehatan lainnya. Triage lapangan harus dilakukan oleh petugas pertama yang
tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status
triase pasien dapat
 berubah. Metode yang digunakan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistem
triage Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation)
TUJUAN TRIAGE

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage
selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau drajat kegawatan yang memerlukan
 pertolongan kedaruratan. Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :

1.Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien

2.Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan 3.
Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
 penanggulangan/pengobatan gawat darurat

Sistem Triage dipengaruhi oleh :

1.Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan

2.Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien 3.

Denah bangunan fisik unit gawat darurat

4.Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis

PRINSIP TRIAGE

“Time Saving is Life Saving (waktu keselamatan adalah keselamatan hidup), The Right
Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care Provider.

1. Triase dilakukan segera dan tepat waktu


Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam
kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
2. Pengkajian secara adekuat dan akurat
Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat
informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat seorang
 pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk
intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang diterima
untuk suatu pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien
 Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat
menetapkan hasil secara serempak dengan pasien
 Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat
menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit
dengan keadaan kritis.
 Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga
atau temannya.

Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan sistem prioritas, prioritas adalah
 penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu
 pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :


Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
 Dapat mati dalam hitungan jam
 Trauma ringan
 Sudah meninggal

Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan :

a. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban

 b. Menilai kebutuhan medis

c.Menilai kemungkinan bertahan hidup

d.Menilai bantuan yang memungkinkan

e.Memprioritaskan penanganan definitive

f.Tag warna

KLASIFIKASI DAN PENENTUAN PRIORITAS

Berdasarkan prioritas keperawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :

KLASIFIKASI KETERANGAN

Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / a danya


gangguan ABC dan perlu tindakan segera,

misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdaraha


hebat

KeadaanGawat
mengancam
tidak darurat
nyawa (P2)
tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter spesialis. Misalnya : pasien ka
lainnya

Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa


tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien
sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat
langsung diberikan terapi definitive. Untuk
tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup, otitis media d

Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis. Misa
 penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya.

Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)

 Hitam : pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memungkinkan untuk
resusitasi. Tidak memerlukan perhatian.
 Merah : pasien cedera berat atau mengancam jiwa dan memerlukan transport segera.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan
nafas,
 pernafasan dan sirkulasi Misalnya :
- gagal nafas
- cedera torako-abdominal
- cedera kepala atau maksilo-fasial berat
- shok atau perdarahan berat
- luka bakar berat (luka bakar tingkat II dan III >25%)
 Kuning : pasien cedera yang dipastikan tidak mengancam jiwa dalam waktu dekat,
dapat ditunda hingga beberapa jam. Penanganan dan pemindahan bersifat
jangan terlambat Misalnya :
- cedera abdomen tanpa shok,
- cedera dada tanpa gangguan respirasi,
- fraktura mayor tanpa syok 
- cedera kepala atau tulang belakang leher tanpa gangguan kesadaran
- luka bakar ringan (luka bakar tingkat II dan III <25%)
 Hijau : cedera ringan yang tidak memerlukan stabilisasi segera. Penanganan dan
 pemindahan bersifat terakhir Misalnya :
- cedera jaringan lunak,
- fraktura dan dislokasi ekstremitas,
- cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas
- gawat darurat psikologis

B. Proses Keperawatan Gawat Darurat


Pengkajian Primer / Primary Survei
Primary Survei adalah Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
actual/potensial dari kondisi mengancam jiwa (life threatening). Dalam pelaksanaan
 pengkajian ini ditekankan pada waktu setiap langkah dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dap
 pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah

 pserntial apieang ykaniagn t eurlarnagh ,m kelmaludi ipaen dieikautai nolaeshs epsesmmbeenrti,a in tienrtvervneti

A. Pengkajian Airway

Tindakan memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk


memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara
dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Tulang belakang leher harus dilindungi selama
intubasi indotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan
napas sering disebaabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar. Adapun hal yang
harus diperhatikan dalam pengkajian Airway antara lain:

Kaji
o Bersihan jalan nafas
o Ada tidaknya sumbatan jalan nafas o Distress pernafasan
o Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

Tanda –tanda terjadinya obstruksi jalan napas antara lain:

- Adanya snoring atau gurgling


- Stridor atau suara napas tidak normal
- Agitasi (hipoksia)
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- Sianosis

Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab
obstruksi:

- Muntahan
- Perdarahan
- Gigi lepas atau hilang
- Gigi palsu
- Trauma wajah

Jika terjadi obstruksi jalan napas, maka pastikan jalan napas pasien terbuka. Lindungi tulang
 belakang dari gerakan yang tidak perlu, pada pasien yang beresiko untuk mengalami cedera
tullang belakang. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan napas pasien sesuai
indikasi: chin lift / jaw thrust, lakukan suction (jika tersedia), Oropharyngeal airway/
nasopharyngel airway, laryngealmask airway, lakukan intubasi.

Sumbatan jalan nafas total


 Pasien sadar: memegang leher, gelisah, sianosis
 Pasien tidak sadar: tidak terdengar suara nafas dan sianosis

Sumbatan jalan nafas sebagian


 Korban mungkin masih mampu bernafas namun kualitas pernafasannya bisa baik atau
 buruk 
 Pada korban engan pernafasan yang masih baik, anjurkan untuk batuk dengan kuat
sampai benda keluar 
 Bila sumbatan partial menetap, aktifkan system emergency
 Obstruksi partial dengan pernafasan buruk diperlakukan seperti sumbatan jalan nafas
komplit

B. Pengkajian Breathing (Pernapasan)


Pengkajian pernapasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan napas dan kedekuatan
 pernapasan pada pasien. Jika pernapasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langgkah
yang harus dipertimbangkan adalah dekompresi dan drainase tension pneumothorax/
haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan. Yang perlu diperhatikan
dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
- Look, Listen, Feel
o Look : Apakah kesadaran menurun, gelisah, adanya jejas diatas klavikula, adanya
 penggunaan otot tambahan
o Listen : Dengan atau tanpa stetoskop apakah ada suara tambahan
o feel : palpasi untuk adanya pergeseraan trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema
- Tentukan laju dan tingkat kedalaman napas klien, kaji lebih lanjut mengenai karater dan
kualitas pernapasan pasien.
- Penilaian kembali status mental pasien
- Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
- Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /atau oksigenisasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-valve masker 
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
 Catatan : defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
- Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.

C. Pengkajian Circulation

Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulsi pasien, antara lain:


- Cek nadi dan mulai lakukan Cardiopulmonary Resusication (CPR) jika diperlukan
- CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan
- Control perdaraan yang dapat mengaancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung
- Palasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/ lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal atau cepat)
 Regularity

- Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (Capilary refiil)
- Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

E. Pengkajian Level Of Consciousness dan Disabilities


Pada Primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU:
  Alert yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya perintah yang diberikan
  Vocalises mungkin tidak sesuai atau mngeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti

 
Responds to pain only (harus dinilai semua keempat tugkaai jika ekstremitas awal yng
digunakan untuk mengkaji gagal merespon)
  Unresponsive to pain  jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun

stimulus verbal.

F. Expose, Examine, dan Evaluate


Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cederaa pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan ada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pemeriksaan adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal.
Setelah semua pemeriksaan dilakukan, tutup pasien dengn selimut hangaan dan jaga privasi
klen kecuali
 jika diperlukaan pemeriksaan ulang. Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma
yang mengancam jiwa, maka rapid trauma assessment harus segera dilakukan:

- Lakukan pemeriksan kepala , leher, dan ekstremitas pada pasien


- Perlkukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan
muulai melakukan pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.

Pengkajian Sekunder 
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway, breathing, dan circulation yang

ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian ini dilakukan setelah kondisi pasien
mulai stabil yakni tidak menglami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Pengkajian
sekunder meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat keperawatan dan pengkajian
dari kepala sampai kaki (head to toe)
a. Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara
continue Kaji :
1.Tekanan darah
2.Irama dan kekuatan nadi
3.Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu 4.
Saturasi oksigen

 b. Riwayat Penyakit


1.Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
2.Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit 3.
Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera
4.Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ tubuh yang mana, gunakan
 pengkajian nyeri :
- provoked (P) : apa yang menyebabkan nyeri?, apa yang menyebabkan nyerinya lebih
buruk?, apa yang dilakukan saat nyeri? Apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat
tidur?
- quality (Q) : bisakah anda menggaambarkan rasa nyerinya? Apakah seperti diiris, tajam,
ditekan, ditusuk, dll.

- radian (R) : disebelah mana nyeri yang dirasakan, apakah nyerinya menyebar atau di satu
titik lokasi tertentu?
- severity (S): seberapa parah nyerinya, dri rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dn 10
adalah nyeri hebat.
- time (T) : kapan nyeri itu timbul, berapa lama nyeri itu timbul, apakah terus menerus
ataau hilang timbul?
5.Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi pembedahan/kehamilan
6.Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang
dilakukan dan riwayat alergi klien.
7.Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.
c. Pengkajian Head to toe
1.Pengkajian kepala, leher dan wajah
o Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan jaringan lunak,
adakah perdarahan serta benda asing.
o Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda perdarahan, benda asing,

deformitas, laserasi, perlukaan serta adanya keluaran


o Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah, kontusio/jejas, hematom,
serta krepitasi tulang.
o Kaji adanya kaku leher 
o Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea, distensi vena leher, perdarahan,
edema, kesulitan menelan, emfisema subcutan dan krepitas pada tulang.
2.Pengkajian dada
o Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan
o Pergerakan dinding dada anterior dan posterior 
o Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan

o Amati penggunaan otot bantu nafas


o Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : petekiae, perdarahan, sianosis, abrasi dan
laserasi.
3.Abdomen dan pelvis
  Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :
o Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
o Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi, distensi abdomen, jejas.
o Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
o Nadi femoralis
o Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)

o Bising usus
o Distensi abdomen
o Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada meatus, ekimosis, tonus spinkter ani
4. Ekstremitas
  Pengkajian di ekstremitas meliputi :
o Tanda-tanda injuri eksternal
o Nyeri
o Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas
o Sensasi keempat anggota gerak 
o Warna kulit

o Denyut nadi perifer 


5.Tulang belakang
  Pengkajian tulang belakang meliputi :
o Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang, maka pasien dimiringkan
untuk mengamati :
- Deformitas tulang belakang

- Tanda-tanda perdarahan
- Laserasi
- Jejas
- Luka
o Palpasi deformitas tulang belakang

6.Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang ditelti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil, pemeriksaan motorik dan sensorik. Pemeriksaan neurologis ini dapat menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) dengan nilai tertinggi adalah 15 yaitu respon bukaa mata (4),
respon

verbal (5),respon motorik (6).

Focussed Assessment/ pengkajian terfokus


Tahap pengkajian pada area keperawatan gawat darurat yang dilakukkan setelah
 primary survey, secondary survey, anamnesis riwayat pasien (pemeriksaan
subyektif) dan pemeriksaan obyektif (head to toe). Yang dilakukan dalam tahap
ini adalah
 pemeriksaan penunjang diaagnostik atau pemeriksaan ulangan dengan tujuan segera
dapat dilakukan tindakan definitive.
Reassessment
Beberapa komponen yang perlu dilakukan untuk pengkajian kembali (reassessment)

dalam melenggkapi primary survey pada pasien di gawat darurat adalah


: Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro
Pharyngeal Airway, Laryngeal 
mask airway, maupun
endotracheal tube tetap efektif untuk
menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangan penggunaan peralatan
dengan manfaat yang optimal dengan
resiko yang minimal
Breathing Pastikan oksigen sesuai dengan kebutuhan
 pasien:
 Pemeriksaan definitive rongga dada
dengan rontgen foto thoraks
untuk meyakinkan ada tidaknnya
masalah seperti tension thoraks
yang lain yang bisa mengakibatkan

oksigenisasi tidak adekuat


 Penggunaan ventilto mekanik 
Circulation Pastikan bahwa dukungan sirkulasi
menjamin perfusi jaringan khhususnya
organ vital tetap terjaga, heemodinamik tetap
termonitor serta menjamin tidak terjadi
over hidrasi pada saat penanganan
resusitasi cairan.
 Pemasangan cateter vena central
 Pemeriksaan analisa gas darah

 Balance cairan
 Pemassaangan keteter urin

Disability Setelah pemeriksan GCS pada primary


sekunder, perlu didukung dengan:
- Pemeriksaan specific neurologi seperti
reflek patologis, deficit neurologi,
 pemeriksaan persepsi sensori dan
 pemeriksaan lainnya
- CT scan kepala atau MRI

Exposure Konfirmasi hasil data primary surgery


dengan:
 Rontgen foto pada daerah yang
mungkin dicurigai truma/ frakur
 USG abdomen atau pelvis

Pemeriksaan Diagnosti
 Endoskopi
 Broncoskpoi
 CT Scan
USG
Radiologi
MRI
 Ngge paham sa mau yang tiik 

Anda mungkin juga menyukai