OLEH :
P07120320045
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT ASMA
1. Pengertian asma
Kondisi ini meyebabkan episode gejala asma berulang berupa batuk, sesak dada,
mengi, dan dispnea dengan ekserbasi akut yang berlangsung dalam hitungan menit,
jam sampai hari (Smeltzer 2013). Asma merupakan penyakit inflamasi kronis
udara yang reversible dan gejala pernapasan (Sudoyo 2010). Asma adalah gangguan
inflamasi kronik saluran napas. Inflamasi kronik ini menyebabkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk batuk terutama
malam dan atau pagi hari (Brown 2015). Asma adalah gangguan pada saluran
10
2. Klasifisikasi derajat asma
Tabel 1
Klasifikasi Derajat Asma Menurut Gambaran Klinis Secara Umum
Derajat Gejala
Asma Gejala Malam Faal paru
Intermitten Bulanan
Persisten berat
Kontinyu
11
Sering o VEP1 ≤ 60% nilai
o Gejala terus prediksi
menerus o APE ≤ 60% nilai
o Sering kambuh o terbaik
Aktivitas fisik o Variability APE
terbatas > 30%
Sumber : PDPI, 2003
a. Allergen
Allergen adalah zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, spora, jamur, bulu kucing,
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
bronkial.
c. Tekanan jiwa
serangan asma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak
menjadi penderita asma. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama
pada orang yang agak labil kepribadiannya, biasanya pada wanita dan anak-anak.
olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua
jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
12
kegiatan jasmani biasanya terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup
e. Obat-obatan
Beberapa penderita asma sensitiv atau alergi terhadap obat tertentu seperti
f. Polusi udara
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta
g. Lingkungan kerja
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Batuk merupakan
satu-satunya gejala asma yang dialami pada beberapa individu. Serangan asma
terjadi mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada , disertai dengan
pernapasan lambat, mengi, laborious biasanya pada malam hari. Ekspirasi selalu
lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi, yang mendorong pasien untuk
duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesor pernapasan. Jalan napas
yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk awalnya susah dan kering tetapi
menjadi lebih kuat dan produksi sputum yang terdiri atas sedikit mukus
mengandung masa gelatinosa bulat, kecil yang sulit dibatukkan. Tanda lain yakni
13
dioksida termasuk berkeringan, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi. Serangan
asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam (Smeltzer and Bare
2001).
14
5. Pathway
Antigen merangsang
IgE di sel mast
MK. Bersihan
Obstruksi saluran
jalan napas tidak
napas (penyempitan)
efektif
MK.
Dispnea Timbul pada Gangguan
malam hari pola tidur
Tekanan intrapulmonal
MK. Gangguan Hipoksia
Akses meningkat
pertukaran gas
informasi
rendah
Hiperventilasi Resiko Pneumothorak
Kurang
terpapar
PaCO2
informasi
Mk. Defisit
Alkalosis respiratorik
pengetahuan
MK.
Kelelahan otot pernapasan
Gangguan
ventilasi
spontan
Hipoventilasi alveolar
Hiperkapnia
Asidosis Respiratorik
Mk. Gangguan
Gagal napas
penyapihan
16
ventilator
6. Patofisiologi asma
Asma adalah obstruksi jalan napas yang bersifat reversible (Wijaya 2013).
Serangan pada asma dapat disebabkan oleh factor intrinsik dan factor ekstrinsik.
Adapun faktor intrinsik/non allergen (udara dingin, latihan fisik, infeksi traktur
respiratorius) dan faktor ekstrinsik /allergen (serbuk sari, bulu halus, binatang dan
terhadap benda – benda asing di udara. Pada usia dibawah 30 tahun sekitar 70 %
(Guyton and Hall 2012). Faktor allergen biasa menimbulkan reaksi berupa edema
lokal pada dinding bronkiolus kecil maupun sekresi mukus yang kental ke dalam
lumen bronkiolus dan spasme otot polos bronkiolus. Reaksi allergen yang timbul
jumlah besar.
Antibodi ini melekat pada sel mast yang terdapat dalam intertisial paru yang
berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil (Guyton and Hall 2012).
Jika allergen terhirup oleh seseorang, maka akan terjadi fase sensitisasi dimana
antibody IgE meningkat. Setelah itu antibodi IgE akan berikatan dengan allergen
yang melekat pada sel mast, sehingga sel mast akan bergranulasi dan mengeluarkan
kapiler dan peningkatan sekresi mucus. Spasme bronkus yang terjadi merupakan
respons terhadap mediator sel mast terutama histamine yang bekerja langsung pada
otot polos bronkus (Irman, 2007). Pada faktor intrinsik/non allergen, mula mula
17
akibat kepekaan yang berlebih (hipersensitivitas) dari serabut serabut nervus vagus
yang akan merangsang bahan iritasi di dalam bronkus sehingga menimbulkan batuk
dan sekresi lendir melalui reflek konstriksi bronkus. Pada lendir yang sangat lengket
2009).
menyebabkan terjadi peningkatan tahanan jalan napas dan distensi paru berlebih
(hiperinflasi). sehingga perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata diseluruh
pernafasan. Agar terjadi ekspirasi melalui saluran nafas yang menyempit, maka
aliran balik vena, mengurangi curah jantung, dan sebagai tanda terjadinya pulsus
kerja pernapasan menimbulkan perubahan pada gas-gas darah. Pada awal serangan
menurun dan timbul alkalosis respiratorik. Kemudian pada obstruksi jalan nafas
yang berat akan terjadi kelelahan otot pernapasan dan hipoventilasi alveolar dan
risiko ancaman gagal napas. Selain itu juga dapat terjadi asidosis metabolik akibat
hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot nafas (Sudoyo, 2010).
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sputum
eosinofil.
cabang-cabang bronkus
2. Pemeriksaan darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian
2) Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
4) Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
5) Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya
3. Foto rontgen
19
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma,
dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila
bertambah.
paru.
1) Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan
tekanan sistolik.
2) Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh
asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma
yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga
1) Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi
3 Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau
20
8. Penatalaksanaan asma
dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa
bromida) dan kortikosteroid. Serangan ringan pasa asma obat yang digunakan
adalah β2 agonis dalam bentuk inhalasi dan pada keadaan tertentu seperti ada
riwayat serangan berat sebelumnya diberikan kortikosteroid oral dalam waktu 3-5
hari. Serangan sedang pada asma diberikan β2 agonis dan kortikosteroid oral, pada
berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis dan ipratropium
bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan amninifilin IV. Serangan asma mengancam
edukasi, obat asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran. Edukasi yang
diberikan pada pasien asma mencakup kapan pasien berobat atau mencari
pertolongan, mengenali gejala serangan asma, mengetahui obat obat pelega dan
menghindari faktor pencetus dan melakukan kontrol secara teratur. Obat asma
yang digunakan untuk pengobatan jangka panjang terdiri dari obat pelega dan obat
pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma sedangkan obat
pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan sama dan diberikan dalam jangka
waktu panjang dan terus menerus. obat asma yang digunakan sebagai pengontrol
jangka panjang. Senam asma Indonesia dapat dilakukan dalam menjaga kebugaran
diantaranya adalah menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan menjaga
bronkodilator inhalasi kerja cepat (β2 agonis dan anti kolinergik) dan mengurangi
1) Oksigen
oksigen 1-3 L/menit dengan kanul atau masker untuk mempertahankan SPO2 pada
2) β2 agonis
22
Inhalasi β2 agonis merupakan pengobatan untuk asma akut. Salbutamol
merupakan obat yang paling banyak digunakan pada instalasi gawat darurat. Obat
lain yang digunakan adalah metaproterenol, terbutalin, dan fenoterol. Obat dengan
pada jantung. Obat ini diberikan apabila pasien tidak berespon terhadap pemakaian
obat inhalasi. Pemakaian secara inhalasi mempunyai keuntungan lebih cepat dengan
efek samping yang sedikit serta lebih efektif bila dibandingkan pemakaian secara
sistemik. Pemberian β2 agonis secara intravena pada pasien dengan asma akut jika
respon terhadap obat per-inhalasi sangat kurang jika pasien batuk. Efek samping
pemakaian selektif β2 agonis diperantarai melalui reseptor pada otot polos vaskular
(takikardi dan takiritmia), otot rangka (tremor, hipokalemi oleh karena masuknya
kalium ke dalam sel otot) dan keterlibatan sel dalam metabolisme lipid dan karbonat
(peningkatan kadar asam lemak besar dalam darah, insulin, glukosa dan piruvat).
3) Antikolinergik
bronkodilator awal pada pasien asma akut. Kombinasi pemberian IB dan Β2 agonis
diindikasikan sebagai terapi pertama pada pasien dewasa dengan ekserbasi asma
berat, dosis 4x semprot (80) mg tiap 10 menit dengan MDI atau 500 mg setiap 20
4) Kortikosteroid
160 mg metilprednisolon dalam 4 dosis terbagi setiap harin akan memberikan efek
23
yang adekuat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pemberian kortokosteroid
tunggal dosis tinggi per inhalasi lebih efektif dibandingakan kortikosteroid oral
untuk mengatasi serangan asma ringan pada pasien di instalasi gawat darurat.
5) Teofilin
asma akut. Obat ini digunakan jika pasien tidak berespon dengan terapi standar,
karena karena akan memberikan efek samping seperti remor, mual, cemas dan taki
dengan pemberian loading doses 6 mg/kg dan diberikan dalam waktu > 30 menit
6) Magnesium Sulfat
asma akut tidak diajurkan secara rutin, karena pemberian obat ini perinhalasi tidak
memperbaiki fungsi paru jika diberikan sebagai obat tambahan pada obat yang telah
7) Antagonis Leukotrin
24
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Asma
1. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian mengenai identitas klien dan keluarga mengenai umur, nama,
jenis kelamin
2. Keluhan utama
Klien dengan asma akan mengeluhkan sesak napas, bernapas terasa berat
pada dada, dan adanya kesulitan untuk bernapas
3. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan riwayat serangan asma datang mencari pertolongan dengan
keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak dan berusaha untuk bernapas
panjang kemudian diikuti dengan suara napas tabahan mengi (wheezing),
kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis dan perubahan tekanan darah
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit klien yang diderita pada masa-masa dahulu meliputi
penyakit yang berhubungan dengan sistem pernapasan seperti infeksi saluran
napas, sakit tenggorokan, sinusitis, amandel, dan polip hidung.
5. Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan asma juga dikaji riwayat penyakit keluarga
6. Pengkajian fisiologis
a. Respirasi
Pasien asma biasanya mengalami kondisi batuk tidak efekif, tidak mampu
batuk, sputum berlebih, adanya bunyi napas tambahan (mengi, wheezing)
dyspnea, sulit bicara, gelisah, sianosis, frekuensi napas berubah, pola napas
berubah, penggunaan otot bantu napas, napas megap-megap, adanya upaya
napas, nilai gas darah arteri abnormal (PCO2 meningkat/menurun, PO2
menurun, PH Arteri meningkat/menurun, lelah, adanya pernapasan cuping
hidung, SaO2 menurun, dan bisa terjadi penurunan kesadaran
b. Sirkulasi
c. Nutrisi dan cairan
Pasien asma biasanya tidak nafsu untuk makan
d. Eliminasi
Pasien asma biasanya tidak mengalami gangguan pada eliminasi
e. Aktivitas dan istirahat
25
Asma biasanya muncul pada malam hari, sehingga pasien asma akan
mengeluh sulit tidur, sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, pola tidur
berubah, dan istirahat tidak cukup karena adanya gangguan pernapasan
(dyspnea)
f. Neurosensori
g. Reproduksi dan seksual
Pada pasien asma biasanya tidak mengalami masalah pada reproduksi dan
seksual
7. Pengkajian Psikologis
a. Nyeri dan kenyamanan
Pada pasien asma biasanya akan mengeluh tidak nyaman dengan
keadannya, gelisah, dan tidak mampu relaks.
b. Integritas ego
Pasien asma biasanya akan mengeluh cemas pada keadaannya, merasa
khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, gelisah, tegang, merasa
tidak berdaya, frekuensi nadi meningkat
c. Pertumbuhan dan perkembangan
8. Pengkajian Perilaku
a. Kebersihan diri
b. Penyuluhan dan pembelajaran
Setelah pasien mengetahui tentang penyakitnya (asma) pasien akan
mengekspresikan keinginan untuk mengelola masalah kesehatan dan
pencegahannya, memilih program kesehatan yang tepat, mengekspresikan
tidak adanya hambatan, menggambarkan berkurangnya faktor risiko
masalah kesehatan
9. Pengkajian Relasional
a. Interaksi sosial
10. Pengkajian Lingkungan
a. Keamanan dan proteksi
Pasien asma biasanya terpapar zat allergen lingkungan (mis debu, serbuk
sari).
11. Pemeriksaan head to toe
a) keadaan umum: lemah
26
b) tanda-tanda vital
(tekanan darah menurun, nafas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu
meningka, distress pernapasan, sianosis)
c) TB/BB : Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d) Kulit (tampak pucat, sianosis, biasanya turgor kulit jelek)
e) Kepala : sakit kepala
f) Mata: tidak ada yang spesifik
g) Hidung : nafas cuping hidung
h) Mulut : pucat, sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering
i) Telinga : lihat secret, kebersihan, biasanya tidak ada yang spesifik
j) Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
k) Jantung : jika terjadi komplikasi ke endocarditis, terjadi bunyi tambahan
l) Paru-paru : infiltrasi pada lobus paru, perkusi pekak (redup), wheezing
(+), sesak istirahat dan bertambah saat beraktivitas
m) Punggung : tidak spesifik
n) Abdomen : bising usus (+), distensi abdomen, nyeri biasanya tidak ada
o) Genetalia : tidak ada yang spesifik
p) Ekstremitas : kelemahan, penurunan aktifitas, sianosis ujjung jari tangan
dan kaki
q) Neurologis
Terdapat kelemahan otot, tanda reflex spesifik tidak ada
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hiperskresi jalan napas
ditandai dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
gelisah, frekuensi napas berubah.
b.Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi ditandai dengan dyspnea, PCO2 meningkat/menurun, bunyi napas
tambahan, PO2 menurun, gelisah, pernapasan cuping hidung, pola napas abnormal
(cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal)
c. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
ditandai dengan dyspnea, penggunaan otot bantu napas meningkat, PCO2
meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun, gelisah, takikardi
27
d. Gangguan penyapihan ventilator berhubungan dengan hipersekresi jalan napas,
hambatan upaya napas ditandai dengan frekuensi napas meningkat, penggunaan
otot bantu napas, napas megap-megap, aadanya upaya napas, napas dangkal, nilai
gas darah arteri abnormal, lelah, focus meningkat pada pernapasan, gelisah, sianosis
e. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi ditandai dengan
dyspnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas
abnormal, pernapasan cuping hidung
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai dengan
mengeluh sulit tidur, sering terjaga, tidak puas tidur, pola tidur berubah, mengeluh
istirahat tidak cukup
g. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit ditandai dengan
mengeluh tidak nyaman, gelisah, mengeluh sulit tidur, tidak mampu rileks,
mengeluh lelah
h. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai
dengan menanyakan masalah yang terjadi, menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru
i. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan merasa bingung,
merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah
j. Risiko intoleransi aktivitas dibuktikan dengan faktor risiko gangguan pernapasan
(asma)
k. Risiko alergi dibuktikan dengan terpapar allergen
l. Kesiapan peningkatan manajemen kesehatan dibuktikan dengan pasien
mengekspresikan keinginan untuk mengelola masalah kesehatan dan
pencegahannya, pilihan hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi tujuan program
kesehatan, mengekspresikan tidak ada hambatan, menggambarkan berkurangnya
faktor risiko masalah kesehatan, tidak ditemukan masalah kesehatan
28
3. Rencana Keperawatan
Edukasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Intervensi utama
Latihan Batuk efektif
Observasi
Identifikasi kemampuan batuk
Monitor adanya retensi sputum
10
Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
nafas
Monitor input dan output cairan (mis.
jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
Atur posisi semi-fowler atau fowler
Pasang perlak dan bengkok letakan di
pangkuan pasien
Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
Anjurkan tarik nasaf dalam melalui
hidung selama 4 detik, ditahan selam 2
detik, kemudian keluarkan dai mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan) selam
5 detik
11
Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam
hingga 3 kali
Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik nafas dalam yang ke-3
Kolaborasi
Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik nafas dalam yang ke
Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu.
.
Pemantaun Respirasi
Observasi
Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya nafas
Monitor pola nafas (seperti bradipnea.
Takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-Stoke,Blot, ataksik)
Monitor kemampuan batuk efektif
12
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi nafas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informaskan hasil pemantauan, jika perlu
Intervensi Pendukung
Manajemen Asma
Observasi
13
1. Monitor frekuensi dan kedalaman napas
2. Monitor tanda dan gejala hipoksia
3. Monitor bunyi napas
4. Monitor saturasi O2
Terapeutik
1. Berikan posisi semi fowler 30-45o
2. Lakukan penghisapan lendir, jika perlu
3. Berikan oksigen 6-15 L via sungkup
untuk mempertahankan SpO2 >90%
4. Pasang jalur intravena untuk pemberian
obat dan hidrasi
5. Ambil sampel darah untuk hitung darah
lengkap dan AGD
Edukasi
1. Anjurkan meminimalkan ansietas yang
dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
2. Anjurkan bernapas lambat dan dalam
Kolaborasi
14
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator
sesuai indikasi
Terapi oksigen
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Berikan oksigen tambahan jika perlu
2 Gangguan Pertukaran Gas berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Intervensi Utama
dengan ketidakseimbangan ventilasi- ....... x ….. jam, maka pertukaran gas meningkat Pemantaun Respirasi
perfusi ditandai dengan dyspnea, PCO2 dengan kriteria hasil : Terapi oksigen
meningkat/menurun, bunyi napas PCO2 membaik (5) Intervensi pendukung
tambahan, PO2 menurun, gelisah, PO2 membaik (5) Dukungan ventilasi
pernapasan cuping hidung, pola napas Takikardia membaik (5) Manajemen asam basa
abnormal (cepat/lambat, pH arteri membaik (5)
regular/ireguler, dalam/dangkal) Dispnea menurun (5)
15
Bunyi napas tambahan menurun (5) Pemantaun Respirasi
Napas cuping hidung menurun (5) Observasi
Tingkat kesadaran meningkat (5) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
Pusing menurun (5) upaya nafas
Diaforesis menurun (5) Monitor pola nafas (seperti bradipnea.
Gelisah menurun (5) Takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
16
Dokumentasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informaskan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi
Monitor kecepatan aliran oksigen
Monitor posisi alat terapi oksigen
Monitor aliran oksigen secara periodik
dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
Monitor kemampuan melepaskan oksigen
saat makan
Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
17
Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan
trakea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan napas
Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
Berikan oksigen tambahan, jika perlu
Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
18
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
Intervensi pendukung
Dukungan ventilasi
Observasi
Identifikasi adanya kelelahan otot bantu
napas
Identifikasi efek perubahan posisi terhadap
status pernapasan
Monitor status respirasi dan oksigenisasi
(mis. frekuensi dan kedalaman napas,
penggunaan otot bantu napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen)
19
Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan napas
Berikan posisi semi fowler atau fowler
Fasilitasi mengubah posisi senyaman
mungkin
Berikan oksigen sesuai kebutuhan (mis.
nasal kanul, masker wajah, masker
rebreathing atau non rebreathing)
Gunakan bag-value mask, jika perlu
Edukasi
Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas
dalam
Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronchodilator.
Manajemen asam-basa
20
Observasi
1. Monitor frekuensi dan kedalaman napas
2. Monitor perubahan PH, PaCO2, dan
HCO3
Terapeutik
1. Ambil specimen darah arteri untuk
pemeriksaan AGD
2. Berikan oksigen sesuai indikasi
Edukasi
1. Jelaskan penyebab terjadinya asam-basa
3 Gangguan ventilasi spontan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Intervensi utama
berhubungan dengan kelelahan otot … x … jam diharapkan masalah gangguan Dukungan ventilasi
pernapasan ditandai dengan dyspnea, ventilasi spontan meningkat dengan kriteria hasil: Pemantauan respirasi
penggunaan otot bantu napas Dispnea menurun (5) Intervensi Pendukung
meningkat, PCO2 meningkat, PO2 Penggunaan otot bantu napas menurun (5) Manajemen jalan napas
menurun, SaO2 menurun, gelisah, Gelisah menurun (5)
takikardi PCO2 membaik (5) Dukungan Ventilasi (I.01002)
PO2 membaik (5) Observasi
21
Takikardia membaik (5) Identifikasi adanya kelelahan otot bantu
napas
Identifikasi efek perubahan posisi terhadap
status pernapasan
Monitor status respirasi dan oksigenisasi
(mis. frekuensi dan kedalaman napas,
penggunaan otot bantu napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan napas
Berikan posisi semi fowler atau fowler
Fasilitasi mengubah posisi senyaman
mungkin
Berikan oksigen sesuai kebutuhan (mis.
nasal kanul, masker wajah, masker
rebreathing atau non rebreathing)
Gunakan bag-value mask, jika perlu
Edukasi
22
Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas
dalam
Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronchodilator.
Pemantauan Respirasi
Observasi
Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Blot, ataksik)
Monitor kemampuan batuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
23
Monitor nilai AGD
Monitor hasil X-ray thoraks
Terapeutik
Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Intervensi Pendukung
Manajemen Jalan Napas
Observasi
Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas).
24
Monitor bunyi napas tambahan (mis.
gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
Monitor sputurn (jumlah, wama, aroma)
Terapeutik
Posisikan semi-Fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu.
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
25
4.Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi
5.Evaluasi
a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada
catatan perkembangan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, and Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
Sibuea, W. Herdian, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : PT Rineka Cipta
Smeltzer, Suzanne C. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
12. Jakarta: EGC.
10