Disusun Oleh:
Elfrida Hardian
2216007
- Ge ≤ 2 kali - V
jala<1x/minggu. sebulan EP1≥80% nilai
- Ta prediksi APE≥80%
npa gejala diluar nilai terbaik.
serangan. - V
- Ser ariabiliti APE<20%.
angan singkat.
Persisten ringan Mingguan APE>80%
- Ge >2 kali - V
jala>1x/minggu sebulan EP1≥80% nilai
tetapi<1x/hari. prediksi APE≥80%
- Ser nilai terbaik.
angan dapat - V
mengganggu aktifiti ariabiliti APE 20-
dan tidur 30%.
Persisten sedang Harian APE 60-80%
- Ge >2 kali - VEP
jala setiap hari. sebulan prediksi APE
- Ser 60-80% nilai
angan mengganggu terbaik.
aktifiti dan tidur. - V
- Me ariabiliti APE>30%.
mbutuhkan
bronkodilator setiap
hari.
Persisten berat Kontinyu APE 60≤%
- Ge Sering - V
jala terus menerus EP1≤60% nilai
- Ser prediksi
ing kambuh APE≤60% nilai
- Ak terbaik
tifiti fisik terbatas - V
ariabiliti APE>30%
D. Etiologi
Menurut smeltzer (2009),ada beberapa hal yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasitimbulnya serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, ex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut, ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, ex: perhiasan,
logam dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma.Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya.Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
E. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik
dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus.Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea.Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.
Asma juga dapat terjadi karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.
Selama serangan asma, bronkheolus menjadi meradang dan peningkatan
sekresi mokus.Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak,
kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distress
pernafasan.Pasien yang mengalami asma mudah untuk inhalasi dan sukar
dalam ekshalasi karena edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan
hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi
obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi O2, sehingga
terjadi penurunan pO2 (hipoksia).Selama serangan asma, CO2 tertahan
dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan
menyebabkan asidosis respiratori dan hiperkapneu. Kemudian system
pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan
(takipneu), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat
menurunkan kadar CO2 dalam darah (hipokapneu)(Mansjoer,2007).
F. Pathway
Perangsangreflekreseptor
stimulasi Pelepasan tracheobronkhial
reflek histamint
reseptors Stimulibronchialsmooth dankontraksiotot
erjadi
yarat bronkhiolus
stimulasi
parasimp
padabron
kialsmoot
h
Perubahanjaringan,peningkatanIgE dalamserum
H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Natapraira (2007), sebagai berikut:
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
a. Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
b. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
c. Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
d. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas
bronkus.
e. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya
alergi.
f. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
selain asma.
I. Penatalaksanaan Asma
1. Saat Serangan
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus
diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh
pasien di rumahdan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan
derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat
serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan
faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah : bronkodilator (β2
agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) dan kortikosteroid
sistemik.Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja
cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak
memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat
diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat
sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam
waktu singkat 3- 5 hari.Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja
cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium
bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum
diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila
diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV. Pada
serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis
kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin
IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat
digantikan dengan adrenalin subkutan.Pada serangan asma yang
mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.Pemberian obat-obat
bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser.
Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer)
(Suriadi, 2012).
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
Peningkatan sekresi pernafasan.
Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing.
b. Breathing
Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
Menggunakan otot aksesoris pernafasan.
Kesulitan bernafas: diaforesis, sianosis.
c. Circulation
Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardi.
Sakit kepala.
Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah.
Edema.
Urin output menurun.
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak
ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan.Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang
paling umum ialah: napas berbunyi, sesak, batuk yang timbul secara
tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan:
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau
dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan
kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b) Palpasi
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi
Terdapat otot bantu pernapasan hipertrofi, diikuti dengan
frekuensi pernapasan meningkat dan bunyi pernafasan
Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian
menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa
kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat.
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat
dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar (silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat.
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Takikardi makin hebat disertai dehidrasi.
Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi.
Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.
K. Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme
jalan napas
2 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
3 Intoleran aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
4 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
(NANDA 2015-2017)
NAMA : Elfrida Hardian
NPM : 2216007
KASUS
Pasien L usia 3 tahun datang dengan keluhan sesak nafas 1 hari yang lalu
terdengar suara mengi dan tidak di pengaruhi perubahan posisi. sesak dirasakan
ketika dingin dan terlalu akfit beraktifitas. pada pemeriksaan didapatkan
pernafasan 42x/menit, nadi 120x/menit suhu36,5 C, pada thoraks retraksi
subcostal, pergerakan dinding dada cepat.
DS = - ibu pasien datang dengan keluhan anaknya sesak nafas 1 hari yang lalu
- Ibu pasien mengatakan sesak kambuh ketika dingin dan terlalu aktif
beraktifitas
Diagnosa :
Nataprawira H.M. (2007). Peran Asthma Control Test (ACT) dalam Tatalaksana
Mutakhir Asma Anak. Sari Pediatri Vol. 9, No. 4, Desember 2007.
IDAI.