Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN ASMA

Disusun Oleh:
Elfrida Hardian
2216007

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI


FAKULTAS KESEHATAN
YOGYAKARTA
2020
ASMA BRONKHIAL
A. Pengertian
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik
saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi,
batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan dini hari
yang umumnya bersifat reversibel baik dengan pengobatan atau tanpa
pengobatan. Asma adalah penyakit kronik yang sangatkompleks dan hingga
saat ini belum adaobat yang dapat dapat menyembuhkannya, namun penyakit
asma dapat terkontrol (Nataprawira, 2007).

Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran


pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan
keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala asma (Prasetyo, 2010
dalam Tumigolung, dkk. 2016)

Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran


napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran
udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus,
dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami


penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat
terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma
lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Gambar 1. Asma Bronkial

Menurut Mansjoer (2007), berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial


dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma abungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.
B. Tanda Dan Gejala
Menurut Suriadi (2012), beberapa tingkatan penderita asma yaitu:
1. Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan
test provokasibronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanyatanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali
4. Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.
5. Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akuyangberat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan
yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis,gangguan kesadaran,
penderita tampak letih, takikardi.
C. Penggolongan Derajat Asma
Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada
orang dewasa (Kemenkes, 2009).
Derajat Asma
Gejala Gejala Malam Faal Paru

Intermitten Bulanan APE≥80%

- Ge ≤ 2 kali - V
jala<1x/minggu. sebulan EP1≥80% nilai
- Ta prediksi APE≥80%
npa gejala diluar nilai terbaik.
serangan. - V
- Ser ariabiliti APE<20%.
angan singkat.
Persisten ringan Mingguan APE>80%
- Ge >2 kali - V
jala>1x/minggu sebulan EP1≥80% nilai
tetapi<1x/hari. prediksi APE≥80%
- Ser nilai terbaik.
angan dapat - V
mengganggu aktifiti ariabiliti APE 20-
dan tidur 30%.
Persisten sedang Harian APE 60-80%
- Ge >2 kali - VEP
jala setiap hari. sebulan prediksi APE
- Ser 60-80% nilai
angan mengganggu terbaik.
aktifiti dan tidur. - V
- Me ariabiliti APE>30%.
mbutuhkan
bronkodilator setiap
hari.
Persisten berat Kontinyu APE 60≤%
- Ge Sering - V
jala terus menerus EP1≤60% nilai
- Ser prediksi
ing kambuh APE≤60% nilai
- Ak terbaik
tifiti fisik terbatas - V
ariabiliti APE>30%

D. Etiologi
Menurut smeltzer (2009),ada beberapa hal yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasitimbulnya serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, ex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut, ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, ex: perhiasan,
logam dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma.Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya.Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

E. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik
dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus.Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea.Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.
Asma juga dapat terjadi karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.
Selama serangan asma, bronkheolus menjadi meradang dan peningkatan
sekresi mokus.Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak,
kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distress
pernafasan.Pasien yang mengalami asma mudah untuk inhalasi dan sukar
dalam ekshalasi karena edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan
hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi
obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi O2, sehingga
terjadi penurunan pO2 (hipoksia).Selama serangan asma, CO2 tertahan
dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan
menyebabkan asidosis respiratori dan hiperkapneu. Kemudian system
pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan
(takipneu), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat
menurunkan kadar CO2 dalam darah (hipokapneu)(Mansjoer,2007).
F. Pathway

Ekstinsik(inhaled alergi) Intrinsik(infeksi,psikososial,stress)

Bronchialmukosamenjadi Penurunanstimulireseptor terhadapiritanpada


sensitifolehIgE trakheobronkhial

Peningkatanmast cellPada Hiperaktifnon spesifikstimuli penggerakdaricel


trakheobronkhia

Perangsangreflekreseptor
stimulasi Pelepasan tracheobronkhial
reflek histamint
reseptors Stimulibronchialsmooth dankontraksiotot
erjadi
yarat bronkhiolus
stimulasi
parasimp
padabron
kialsmoot
h

Perubahanjaringan,peningkatanIgE dalamserum

Respon dinding brongkus

Brongkospasme Udema mukosa Hipersekresi mukosa

Wheezing Brongkus menyempit Penumpukan secret kental

Ketidakefektifan pola Ventilasi terganggu Secret tidak keluar


nafas

Hipoksemia Bernafas melalui Batuk tidak efektif


Gangguan mulut
pertukaran gas
Gelisah
Mukosa kering Bersihan jalan nafas
Intoleransi tidak efektif
aktifitas
Cemas Risiko infeksi
Gangguan pola
G. Komplikasi tidur
Menurut Setyo (2010) komplikasi asma sebagai berikut:

1. Gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas


2. Bronchitis kronis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema

H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Natapraira (2007), sebagai berikut:
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
a. Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
b. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
c. Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
d. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas
bronkus.
e. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya
alergi.
f. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
selain asma.

I. Penatalaksanaan Asma
1. Saat Serangan
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus
diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh
pasien di rumahdan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan
derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat
serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan
faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah : bronkodilator (β2
agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) dan kortikosteroid
sistemik.Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja
cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak
memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat
diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat
sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam
waktu singkat 3- 5 hari.Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja
cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium
bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum
diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila
diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV. Pada
serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis
kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin
IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat
digantikan dengan adrenalin subkutan.Pada serangan asma yang
mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.Pemberian obat-obat
bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser.
Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer)
(Suriadi, 2012).

2. Penatalaksanaan asma jangka panjang


Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol
asma dan mencegah serangan.Pengobatan asma jangka panjang
disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.Prinsip pengobatan jangka
panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan
Menjaga kebugaran.Edukasi:Kapan pasien berobat atau mencari
pertolongan, mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahui
obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya,
mengenali dan menghindari faktor pencetus (Suriadi, 2012)

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
 Peningkatan sekresi pernafasan.
 Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing.
b. Breathing
 Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
 Menggunakan otot aksesoris pernafasan.
 Kesulitan bernafas: diaforesis, sianosis.
c. Circulation
 Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardi.
 Sakit kepala.
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah.
 Edema.
 Urin output menurun.
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak
ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan.Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang
paling umum ialah: napas berbunyi, sesak, batuk yang timbul secara
tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan:
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau
dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan
kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b) Palpasi
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi
Terdapat otot bantu pernapasan hipertrofi, diikuti dengan
frekuensi pernapasan meningkat dan bunyi pernafasan
Wheezing.

c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian
menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa
kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat.
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat
dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar (silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat.
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Takikardi makin hebat disertai dehidrasi.
 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi.
Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.

K. Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme
jalan napas
2 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
3 Intoleran aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
4 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

(NANDA 2015-2017)
NAMA : Elfrida Hardian
NPM : 2216007

KASUS

Pasien L usia 3 tahun datang dengan keluhan sesak nafas 1 hari yang lalu
terdengar suara mengi dan tidak di pengaruhi perubahan posisi. sesak dirasakan
ketika dingin dan terlalu akfit beraktifitas. pada pemeriksaan didapatkan
pernafasan 42x/menit, nadi 120x/menit suhu36,5 C, pada thoraks retraksi
subcostal, pergerakan dinding dada cepat.

DS = - ibu pasien datang dengan keluhan anaknya sesak nafas 1 hari yang lalu
- Ibu pasien mengatakan sesak kambuh ketika dingin dan terlalu aktif
beraktifitas

DO = - Terdengar suara mengi


- RR : 42x/Menit, Nadi 120x/Menit, Suhu 36,5 C
- Pada thoraks retraksi subcostal ( tarikan otot-otot bantu pernafasan
subcostal )
- Pergerakan dinding dada cepat

Diagnosa :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan asma.


2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi.
L. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Kep NOC NIC

1. Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindak-an keperawatan Manajemen jalan nafas


jalan napas berhubungan selama 1 x 1 jam masalah Ketidakefektifan
1. Posisikan klien untuk memaksi-malkan ventilasi
dengan asma bersihan jalan napas berhubungan dengan
2. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
asma teratsi dengan
3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
kriteria hasil :
4. Auskultasi suara napas , catat adanya suara tambahan
Status Respirasi : Patensi Jalan Nafas 5. Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
6. Monitor respirasi dan status oksigen
Status Respirasi: Kepatenan jalan nafas

1. Menunjukkan jalan nafas yang paten


Terapi Oksigen
(klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam 1. Pertahankan jalan nafas yang paten
rentang normal, tidak ada suara nafas 2. Jelaskan pada klien / keluarga tentang pentingnya pemberian oksigen
abnormal) 3. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
2. Mampu mengidentifikasikan dan 4. Observasi tanda kekurangan O2 : gelisah, sianosis dll
mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas

2. Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindak-an keperawatan Monitoring Respirasi


berhubungan dengan selama 1 x 1 jam masalah Ketidakefektifan
hiperventilasi pola napas berhubungan dengan 1 Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas
hiperventilasi 2 Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot tambahan, dan
teratsi dengan kriteria hasil : retraksi
 Status Respirasi: Ventilasi 3 Monitor crowing, suara ngorok
 Mendemonstrasikan batuk efektif 4 Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaul, apnoe
dan suara nafas yang bersih, tidak 5 Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya menurun / tidak ada
ada sianosis dan dyspneu (mampu dan catat adanya suara tam-bahan
mengeluarkan sputum, mampu 6 Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips) Manajemen jalan nafas
 Status Respirasi: Kepatenan jalan
1 Posisikan klien untuk memaksi-malkan ventilasi
nafas
2 Lakukan fisioterapi dada bila perlu
 Menunjukkan jalan nafas yang
3 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
paten (klien tidak merasa tercekik,
4 Auskultasi suara napas , catat adanya suara tambahan
irama nafas, frekuensi pernafasan
5 Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
dalam rentang normal, tidak ada
6 Monitor respirasi dan status oksigen
suara nafas abnormal)
 Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang dapat Terapi Oksigen
menghambat jalan nafas
1 Pertahankan jalan nafas yang paten
2 Jelaskan pada klien / keluarga tentang pentingnya pemberian oksigen
3 Berikan oksigen sesuai kebutuhan
4 Observasi tanda kekurangan O2 : gelisah, sianosis dll

3. Intoleran aktivitas Setelah dilakukan tindak-an keperawatan Manajemen Energi


berhubungan dengan selama 1 x 1 jam masalah Intoleran aktivitas
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Ketidakseimbangan antara berhubungan dengan Ketidakseimbangan
2. Dorong mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
suplai dan kebutuhan antara suplai dan kebutuhan oksigenteratsi
3. Kaji adanya factor yang menyebabkan adanya kelelahan
oksigen dengan kriteria hasil :
4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Toleransi aktivitas
5. Monitor klien adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
- Saturasi oksigen dalam batas normal ke-
tika beraktivitas
- HR dalam batas normal ketika aktivitas
- Respirasi dalam batas normal saat
aktivitas
- Tekanan darah sistolik dalam batas
normal saat beraktivitas
- Tekanan darah diastolik dalam batas
normal saat beraktivitas
- Usaha bernafas normal saat beraktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakrta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Doctherman, J. M. & Buleccheck, G. N. (2016). Nursing Interventions


Classification (NIC) Fifth Edition. Mosby.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman


Pengendalian Penyakit Asma. No. 1023/MENKES/SK/XI/2008.

Mansjoer, Arif. (2007). KapitaSelektaKedokteran. Edisi IIIMedia


Aesculapius. Jakarta: EGC.

Moorhead, S. Jonson, M. Mass, M. L. Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes


Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby.

NANDA.(2015-2017). Nursing Diagnoses Definitions and Classification . Edisi


10. Jakarta: EGC

Nataprawira H.M. (2007). Peran Asthma Control Test (ACT) dalam Tatalaksana
Mutakhir Asma Anak. Sari Pediatri Vol. 9, No. 4, Desember 2007.
IDAI.

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Setyono, J.(2010).Keperawatan Medikal Medah. Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, S.C. (2009).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Vol. 2,


Jakarta: EGC.

Suriadi.(2012).Asuhan Keperawatan pada Anak.Jakarta: CV Agung Seto.

Anda mungkin juga menyukai