TINJAUAN PUSTAKA
Asma adalah penyakit saluran napas obstruktif intermiten,reversibel dimana trakea dan
penyempitan jalan napas dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma
berbeda dari penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel.
Eksaserbasi akut dapat saja terjadi, yang berlangsung dari beberapa menit sampai jam,
diselingi oleh periode bebas gejala. Jika asma dan bronkitis terjadi bersamaan,
kronik(Suzane, 2001).
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini
hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. (Perhimpunan
Asma bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respontrakea dan
napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil
1
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma
(GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan banyak
sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang
rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan
batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan,inflamasi ini juga berhubungan
2.2. Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta
penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun
dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).
Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan
(morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,
bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat diIndonesia
atau sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia
Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%.
Menurut Sastrawan, dkk(2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial sebesar 5
15%
2
2.3.Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme
otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus
intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi
jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan
prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat
elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup
mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2
akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan
menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka
dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan
meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan
terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di
3
Gambar 4. Patofisiologi asmaAsma merupakan inflamasi kronik saluran napas.
4
Pathway Asma
5
2.4. Faktor Risiko Asma
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik
danfaktor lingkungan.
1.Faktor genetik
a.Hipereaktivitas
d.Jenis kelamin
2.Faktor lingkungan
a.Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria atau jamur)
sapi, telur)
6
i.Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas
tertentu.
Asma sering dicirikan sebagai alergi, idiopatik, non alergi, atau gabungan.
1.Asma alergik
Asma alergik disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal misalnya
serbuk sari, binatang, makanan, dan jamur. Kebanyakan alergen terdapat diudara dan
musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang
alergik dan riwayat medis masa lalu eczema rhinitis alergik. Pemajanan terhadap alergen
Faktor-faktor, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
seperti aspirin dan agens anti inflamasi non steroid lain, pewarna rambut, antagonis beta-
adrenergik, dan agents sulfit (pengawet makanan), juga mungkin menjadi faktor.
Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan emfisema.
3.Asma gabungan
Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
7
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis
-VEP1
-Gejala>1x/minggu >2 kali sebulan 80% nilai prediksi
tetapi<1x/hari. -APE80%
-Serangan dapat nilai terbaik.
Mengganggu -Variabiliti APE
aktivitas dan tidur 20-30%.
8
Selain berdasarkan gejala klinis di atas, menurut Global Initiative for Asthma (GINA)asma
1.Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat,bisa
berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi.
kalimat,lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan
3.Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang
lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa
stetoskop.
4.Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingungan, sudah tidak
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang
penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan
asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah
dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan
satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
9
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan
khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita
terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi
dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes
fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak
antara lain :
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
10
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma
yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena
pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan dengan
anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan lebih meningkatkan
nilai diagnostik.
Anamnesis
Pengobatan
2.Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala musiman, riwayat
3.Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di dada dan
11
Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal (GINA,
2009). Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan pada auskultasi adalah
mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada
pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Oleh karena itu,
pemeriksaan fisik akan sangat membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat
Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil oleh karena kontraksi otot
polos saluran napas, edema dan hipersekresi mukus. Keadaan ini dapat menyumbat saluran
napas; sebagai kompensasi penderita akan bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk
mengatasi jalan napas yang mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya
gejala klinis berupa batuk, sesak napas, dan mengi (GINA, 2009).Dan yang cukup penting
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan
pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan
jalan napas diketahui dari nilai VEP1 <80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%
(Depkes, 2007).
2) Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak yang terjadi berulang dan
12
4) Adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, infeksi virus, eksposur terhadap allergen
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sputum
Kristal kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-
cabang bronkus
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2
Kadang kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
13
Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan
Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma,
gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi klinis dari
penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
berdasarakan kontrol.
Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol terdapat dua faktor
1.Medikasi
14
2.Pengobatan berdasarkan derajat
Medikasi
Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara seperti inhalasi,
oral dan parenteral. Dewasa ini yang lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung
sampai ke jalan napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada. Macammacam
pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis terukur (IDT), IDT dengan alat bantu
(spacer), Dry powder inhaler (DPI),breathactuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma
terdiri atas pengontrol (controllers) dan pelega (reliever).Pengontrol adalah medikasi asma
jangka panjang, terutama untuk asma persisten, yang digunakan setiap hari untuk menjaga
agar asma tetap terkontrol (PDPI, 2006). Menurut PDPI (2006), pengontrol, yang sering
2.Leukotriene modifiers
4.Metilsantin (teofilin)
Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk cepat mengatasi
bronkokonstriksi dan mengurangi gejalagejala asma. Prinsip kerja obat ini adalah dengan
mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat
bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan
batuk. Akan tetapi golongan obat ini tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau
15
1.Agonis -2 kerja singkat
2.Kortikosteroid sistemik
4.Metilsantin
1.Asma Intermiten
b.Bila diperlukan pelega, agonis -2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan. Alternatif dengan
agonis -2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat
c.Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan, maka
a.Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma,
dengan pilihan:
Glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (diberikan sekaligus atau terbagi dua kali sehari)
16
Teofilin lepas lambat
Kromolin
Leukotriene modifiers
b.Pelega bronkodilator (Agonis -2 kerja singkat inhalasi) dapat diberikan bila perlu
Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis -2 kerja lama inhalasi
Agonis -2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 34 kali sehari, atau
17
Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggu nakan teofilin
rendah dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis -2 kerja lama inhalasi
d.Dianjurkan menggunakan alat bantu / Spacer pada inhalasi bentuk IDT atau kombinasi
Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan mungkin,
kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti
Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma, dengan
pilihan:
Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis -2 kerja
lama inhalasi
Selain itu teofilin lepas lambat, agonis -2 kerja lama oral, dan leukotriene modifiers dapat
digunakan sebagai alternative agonis -2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi
Pemberian bude noside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat mencegar efek
samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas
atas
18
Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan berat asma dibagi
menjadi 4, yaitu asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang,
19
ALGORITMA TATALAKSANA ASMA MANDIRI DIRUMAH.
Lanjutkan Inhalasi agonis -2 kerja singkat setiap 3-4 ja Segera ke fasilitas kesehatan
selama 1-2 hari
20
PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH SAKIT
Serangan asma berat berpotensi untuk mengancam jiwa. Perawatan harus segera dan
pengobatan paling aman dilaksanakan dirumah sakit atau di instalasi gawat darurat rumah
sakit.
Penilaian awal:
Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik sehubungan dengan serangan asma ini sangat
-Perawatan dirumah sakit dan kunjungan ke bagian gawat darurat karena serangan asma
sebelumnya.
pneumomediastinum )
. KOMPLIKASI ASMA
21
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut status asmatikus, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,
2002).
22