Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Asma

Asma adalah penyakit saluran napas obstruktif intermiten,reversibel dimana trakea dan

bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.Asma di manifestasikan

dengan penyempitan jalan napas,yang mengakibatkan dispnea,batuk,dan mengi.Tingkat

penyempitan jalan napas dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma

berbeda dari penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel.

Eksaserbasi akut dapat saja terjadi, yang berlangsung dari beberapa menit sampai jam,

diselingi oleh periode bebas gejala. Jika asma dan bronkitis terjadi bersamaan,

obstruksi yang diakibatkan menjadi gabungan dan disebut bronkitis asmatik

kronik(Suzane, 2001).

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan

peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa

mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini

hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,

bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. (Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia, 2006).

Asma bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respontrakea dan

bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan

napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil

dari pengobatan (The American Thoracic Society, 2003).

1
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma

(GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan banyak

sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang

rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan

batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan

penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat

reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan,inflamasi ini juga berhubungan

dengan hiper reaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.

2.2. Epidemiologi

Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta

penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun

dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).

Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di

Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan

(morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,

bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat diIndonesia

atau sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia

sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006).

Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%.

Menurut Sastrawan, dkk(2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial sebesar 5

15%

2
2.3.Patofisiologi

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme

otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus

intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi

jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan

prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat

elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan

perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup

mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2

akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan

degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin

menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka

dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan

meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan

ruang iterstisium paru.

Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan

terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di

manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah

bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara

3
Gambar 4. Patofisiologi asmaAsma merupakan inflamasi kronik saluran napas.

4
Pathway Asma

5
2.4. Faktor Risiko Asma

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik

danfaktor lingkungan.

1.Faktor genetik

a.Hipereaktivitas

b.Atopi atau alergi bronkus

c.Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

d.Jenis kelamin

e.Ras atau etnik

2.Faktor lingkungan

a.Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria atau jamur)

b.Alergen diluar ruangan (tepung sari)

c.Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,makanan laut, susu

sapi, telur)

d.Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker dll)

e.Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)

f.Ekspresi emosi berlebihan

g.Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

h.Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

6
i.Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas

tertentu.

2.5.Jenis-Jenis Asma dan Penyebab

Asma sering dicirikan sebagai alergi, idiopatik, non alergi, atau gabungan.

1.Asma alergik

Asma alergik disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal misalnya

serbuk sari, binatang, makanan, dan jamur. Kebanyakan alergen terdapat diudara dan

musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang

alergik dan riwayat medis masa lalu eczema rhinitis alergik. Pemajanan terhadap alergen

mencetuskan serangan asma.

2.Asma idiopatik atau nonalergik

Asma idiopatik atau nonalergik tidak berhubungan dengan alergen spesifik.

Faktor-faktor, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan

polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapan agens farmakologi,

seperti aspirin dan agens anti inflamasi non steroid lain, pewarna rambut, antagonis beta-

adrenergik, dan agents sulfit (pengawet makanan), juga mungkin menjadi faktor.

Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan

dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan emfisema.

3.Asma gabungan

Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai

karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik (Suzane, 2001).

7
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis

Derajat sama Gejala Gejala malam Faal paru

Intermitten Bulanan APE 80%

Gejala<1x/minggu 2 kali -VEP1 80% nilai


-Tanpa gejala sebulan prediksi APE 80%
diluar serangan. nilai terbaik.
-Serangan
singkat. -Variabiliti
APE<20%

Persisten ringan Mingguan APE>80%

-VEP1
-Gejala>1x/minggu >2 kali sebulan 80% nilai prediksi
tetapi<1x/hari. -APE80%
-Serangan dapat nilai terbaik.
Mengganggu -Variabiliti APE
aktivitas dan tidur 20-30%.

Persisten APE 60-80%


sedang Harian

-Gejala setiap hari. -VEP1 60-80%


-Serangan nilai prediksi
mengganggu APE 60-80%
aktivitas dan tidur. nilai
-Membutuhkan terbaik.Variabiliti
Bronkodilator setiap APE>30%.
hari.

Persisten berat Kontinu APE 60%

-Gejala terus Sering -VEP160%


menerus nilai prediksi
-Sering kambuh APE60%
-Aktifiti fisik nilai terbaik
terbatas -Variabiliti
APE>30%

8
Selain berdasarkan gejala klinis di atas, menurut Global Initiative for Asthma (GINA)asma

dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu:

1.Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat,bisa

berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi.

2.Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas,bicara memenggal

kalimat,lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan

kadang-kadang terdengar pada saat inspirasi,

3.Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang

lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa

stetoskop.

4.Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingungan, sudah tidak

terdengar mengi dan timbul bradikardi.

Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang

penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan

asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang

mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian.

2.6. Gejala Klinis Asma

Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah

dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan

satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.

Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :

1. Asma tingkat I

9
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan

khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita

terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.

2. Asma tingkat II

Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi

dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah

sembuh dari serangan asma.

3. Asma tingkat III

Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes

fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila

pengobatan dihentikan asma akan kambuh.

4. Asma tingkat IV

Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan

sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.

Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak

antara lain :

a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus

b. Sianosis

c. Silent Chest

d. Gangguan kesadaran

e. Tampak lelah

10
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

5. Asma tingkat V

Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma

yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena

pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk

mengembalikan nafas ke kondisi normal.

2.7. Diagnosis Asma

Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan dengan

anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan lebih meningkatkan

nilai diagnostik.

Anamnesis

Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu:

1.Asma bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa

Pengobatan

2.Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala musiman, riwayat

alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap asma

3.Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di dada dan

berdahak yang berulang

4.Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari

5.Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik

6.Respon positif terhadap pemberian bronkodilator

11
Pemeriksaan Fisik

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal (GINA,

2009). Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan pada auskultasi adalah

mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada

pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Oleh karena itu,

pemeriksaan fisik akan sangat membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat

gejala-gejala obstruksi saluran pernapasan (Chung, 2002).

Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil oleh karena kontraksi otot

polos saluran napas, edema dan hipersekresi mukus. Keadaan ini dapat menyumbat saluran

napas; sebagai kompensasi penderita akan bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk

mengatasi jalan napas yang mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya

gejala klinis berupa batuk, sesak napas, dan mengi (GINA, 2009).Dan yang cukup penting

adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri.

Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume

ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan

pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk

mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan

jalan napas diketahui dari nilai VEP1 <80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%

(Depkes, 2007).

Penanda utama untuk mendiagnosis adanya asma antara lain :

1) Mengi pada saat menghirup nafas.

2) Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak yang terjadi berulang dan

3) Hambatan pernafasan yang reversible secara bervariasi selama siang hari.

12
4) Adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, infeksi virus, eksposur terhadap allergen

dan perubahan musim.

5) Terbangun malam-malam dengan gejala seperti di atas.nafas tersenggal-senggal.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan sputum

Pada pemeriksaan sputum ditemukan :

Kristal kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.

Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-

cabang bronkus

Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

Terdapatnya neutrofil eosinofil

2. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat

meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma

Gas analisa darah

Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2

maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk

Kadang kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi

Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi

13
Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan

menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

3. Foto rontgen

Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma,

gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan

pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat

komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:

Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah

Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.

Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.

2.8. Penatalaksanaan Asma

Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi klinis dari

penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar

penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

GINA(2009) dan PDPI (2006) menganjurkan untuk melakukan penatalaksanaan

berdasarakan kontrol.

Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol terdapat dua faktor

yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

1.Medikasi

14
2.Pengobatan berdasarkan derajat

Medikasi

Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara seperti inhalasi,

oral dan parenteral. Dewasa ini yang lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung

sampai ke jalan napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada. Macammacam

pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis terukur (IDT), IDT dengan alat bantu

(spacer), Dry powder inhaler (DPI),breathactuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma

terdiri atas pengontrol (controllers) dan pelega (reliever).Pengontrol adalah medikasi asma

jangka panjang, terutama untuk asma persisten, yang digunakan setiap hari untuk menjaga

agar asma tetap terkontrol (PDPI, 2006). Menurut PDPI (2006), pengontrol, yang sering

disebut sebagai pencegah terdiri dari:

1.Glukokortikosteroid inhalasi dan sistemik

2.Leukotriene modifiers

3.Agonis -2 kerja lama (inhalasi dan oral)

4.Metilsantin (teofilin)

5.Kromolin (Sodium Kromoglikat dan Nedokromil Sodium)

Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk cepat mengatasi

bronkokonstriksi dan mengurangi gejalagejala asma. Prinsip kerja obat ini adalah dengan

mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat

bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan

batuk. Akan tetapi golongan obat ini tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau

menurunkan hipersensitivitas jalan napas. Pelega terdiri dari:

15
1.Agonis -2 kerja singkat

2.Kortikosteroid sistemik

3.Antikolinergik (Ipratropium bromide)

4.Metilsantin

Pengobatan Berdasarkan Derajat

Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi:

1.Asma Intermiten

a.Umumnya tidak diperlukan pengontrol

b.Bila diperlukan pelega, agonis -2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan. Alternatif dengan

agonis -2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat

oral atau antikolinergik inhalasi

c.Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan, maka

sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan

2.Asma Persisten Ringan

a.Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma,

dengan pilihan:

Glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (diberikan sekaligus atau terbagi dua kali sehari)

dan agonis -2 kerja lama inhalasi

Budenoside : 200400 g/hari

Fluticasone propionate : 100250 g/hari

16
Teofilin lepas lambat

Kromolin

Leukotriene modifiers

b.Pelega bronkodilator (Agonis -2 kerja singkat inhalasi) dapat diberikan bila perlu

3.Asma Persisten Sedang

a.Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah

progresivitas asma, dengan pilihan:

Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis -2 kerja lama inhalasi

Budenoside: 400800 g/hari

Fluticasone propionate : 250500 g/hari

Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah teofilin lepas lambat

Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah agonis -2 kerja lama oral

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 g/hari)

Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah leukotriene modifiers

b.Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu

Agonis -2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 34 kali sehari, atau

Agonis -2 kerja singkat oral, atau

Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat

17
Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggu nakan teofilin

lepas lambat sebagai pengontrol

c.Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis

rendah dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis -2 kerja lama inhalasi

d.Dianjurkan menggunakan alat bantu / Spacer pada inhalasi bentuk IDT atau kombinasi

dalam satu kemasan agar lebih mudah.

4.Asma Persisten Berat

Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan mungkin,

kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti

APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin

Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma, dengan

pilihan:

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis -2 kerja

lama inhalasi

Beclomethasone dipropionate: >800 g/hari

Selain itu teofilin lepas lambat, agonis -2 kerja lama oral, dan leukotriene modifiers dapat

digunakan sebagai alternative agonis -2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi

Pemberian bude noside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat mencegar efek

samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas

atas

18
Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan berat asma dibagi

menjadi 4, yaitu asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang,

dan asma persisten berat (Gambar 2).

Gambar 2. Penatalaksanaan Berdasarkan Derajat Asma Sumber : GINA, 2009

19
ALGORITMA TATALAKSANA ASMA MANDIRI DIRUMAH.

Klinis : Gejala (batuk,sesak mengi,dada terasa berat) bertambah .

Pengukuran Arus puncak ekspirasi (APE) <80% nilai prediksi

Tatalaksana awal Inhalasi agonis -2 kerja singkat (salbutamol


inhaler) setiap 20 menit,selama 1 jam.

Respon baik Respon buruk


Gejala (batuk,sesak mengi,dada terasa Gejala menetap atau bertambah buruk
berat)berkurang.
Nilai (APE)<60% nilai prediksi
Perbaikan dengan Inhalasi agonis -2 kerja
singkat dan bertahan sela 4 jam -Tambahkan kortikosteroid oral

Nilai (APE)>80% nilai prediksi - Inhalasi agonis -2 kerja singkat di ulang

Lanjutkan Inhalasi agonis -2 kerja singkat setiap 3-4 ja Segera ke fasilitas kesehatan
selama 1-2 hari

Pemberian inhalasi steroid dosis tinggi(bila sedang


menggunakan)selama 2 minggu kemudian kembali
kedosis sebelumnya

Hubungi dokter untuk instruksi selanjutnya

20
PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH SAKIT

Serangan asma berat berpotensi untuk mengancam jiwa. Perawatan harus segera dan

pengobatan paling aman dilaksanakan dirumah sakit atau di instalasi gawat darurat rumah

sakit.

Penilaian awal:

Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik sehubungan dengan serangan asma ini sangat

penting sebelum memberikan pengobatan.

Anamnesis ringkas meliputi:

-Beratnya keluhan meliputi keterbatasan aktifitas dan gangguan tidur.

-Semua obat-obat yang dipakai.

-Waktu mulai serangan dan penyebab serangan.

-Perawatan dirumah sakit dan kunjungan ke bagian gawat darurat karena serangan asma

sebelumnya.

Pemeriksaan fisik meliputi:

-Menilai beratnya serangan ( lihat pembagian derajat serangan ).

-Menentukan adanya komplikasi ( pneumonia, atelektase, pneumotorak atau

pneumomediastinum )

. KOMPLIKASI ASMA

1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas

2. Chronic persisten bronhitis

21
3. Bronchitis

4. Pneumonia

5. Emphysema

6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang

lebih berat, yang disebut status asmatikus, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,

2002).

22

Anda mungkin juga menyukai