Anda di halaman 1dari 6

Skizofrenia

Schizophrenia
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

Eugen Bleuler (18571939) "Schizophrenia" pada 1908

pencipta

istilah

Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Pada pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada zalir serebrospinal.[1] Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.

Gejala
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang

(tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin. Gejala dari penyakit skizofrenia sendiri dibagi menjadi beberapa gejala, yaitu : 1. Gejala positif, disebut positif karena perilaku dan pola pikir yang seharusnya tidak ada menjadi ada dalam diri seseorang ketika berinteraksi dengan sekitar. Gejala ini meliputi waham dan halusinasi umumnya berupa halusinasi penglihatan dan pendengaran. Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain. 2. Gejala negatif yang merupakan kebalikan dari gejala positif, dimana perilaku dan pola pikir yang seharusnya ada menjadi hilang. Gejalanya berupa emosi yang datar, ketidakmampuan untuk berinisiatif dan mengikuti jalannya kegiatan dan tidak punya ketertarikan dalam hidup. Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia). 3. Gejala afektif juga sering menyertai penyakit skizofrenia meliputi perasaan tertekan, cemas, kurang tidur, perasaan tidak berharga, pemikiran tentang kematian dan bunuh diri serta perasaan bersalah. 4. Gejala kognitif, yaitu pola pikir yang tidak beraturan, sering terlihat sebagai kebingungan dalam hal berpikir dan berbicara serta perilaku yang tidak masuk akal. 5. Gejala agresif yaitu perilaku yang menunjukkan permusuhan dan gangguan dalam pengendalian impuls. Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan. Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran

yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren. Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis. Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis. Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh. Kisah John Nash, doktor ilmu matematika dan pemenang hadiah Nobel 1994 yang mengilhami film A Beautiful Mind, membuktikan bahwa penderita skizofrenia bisa sembuh dan tetap berprestasi. Akibat dari penyakit skizofrenia adalah terganggunya kemampuan seseorang untuk berpikir jernih, berinteraksi dengan orang lain dan berperan secara produktif di masyarakat. Di Indonesia sendiri diperkirakan terdapat kurang lebih 2 juta orang yang mengalami skizofrenia, namun hanya sekitar 150 ribu pasien yang berkonsultasi ke dokter. Pada pria kebanyakan penyakit skizofrenia menunjukkan gejalanya pada usia 1625 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 23-36 tahun. Penyebab penyakit skizofrenia saat ini belum diketahui dengan pasti, akan tetapi terdapat kombinasi faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi seperti faktor genetis, kondisi prakelahiran, lingkungan sosial, penggunaan obat-obatan terlarang, dan konstruksi sosial yang berkembang di masyarakat.

Organisasi Pendukung
Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia(KPSI) adalah sebuah komunitas pendukung Orang Dengan Skizofrenia (ODS) dan keluarganya yang memfokuskan diri pada kegiatan mempromosikan kesehatan mental bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Keberhasilan ODS dalam pemulihan sangat tergantung kepada pemahaman keluarga tentang skizofrenia. Komunitas ini juga bertujuan memberikan informasi tentang skizofrenia yang tepat kepada masyarakat guna memerangi stigma negatif terhadap ODS. Orang Dengan

Skizofrenia sama sekali tidak membahayakan, bahkan mereka sangat membutuhkan dukungan semua orang. Dengan adaptasi yang tepat, mereka juga dapat bekerja dengan baik seperti orang normal. Kegiatan penting yang dilakukan komunitas ini adalah menterjemahkan swadaya atas artikel-artikel penting tentang skizofrenia dan panduan-panduan keluarga. Kegiatan edukasi berupa kopi darat juga dilakukan untuk saling berbagi pengalaman antar keluarga maupun narasumber. Rencananya KPSI juga akan menerbitkan buku kisah sejati tentang dukungan keluarga.

Pengobatan
Ada beberapa langkah yang dapat membantu mengatasi gejala skizofrenia, antara lain belajar mananggulangi stres, depresi, pikiran negatif, belajar rileks, dan tidak menggunakan alkohol ataupun obat-obatan tanpa sepengetahuan dokter serta segera berkonsultasi ke dokter/ psikiater bila timbul gejala-gejala seperti yang disebutkan di atas. Bantuan dari orang-orang terdekat

Pada skizofrenia fase aktif, penderita mudah terpukul oleh problema yang sederhana sekalipun. Kurangi pemberian tanggung jawab agar tidak membebani penderita dan mengurangi stres jangka pendek. Tetapi dengan mengambil semua tanggungjawabnya, akan menimbulkan ketergantungan dan problema lain dikemudian hari. Penderita skizofrenia mungkin menggunakan kata-kata yang tidak masuk akal. Agar lebih memahami, cobalah berkomunikasi dengan cara lain dan mengajak melakukan aktivitas bersama-sama seperti mendengarkan musik, melukis, menonton televisi, atau menunjukkan perhatian tanpa harus bercakap-cakap. Jangan membicarakan penderita jika penderita skizofrenia tidak ada. Penderita skizofrenia biasanya perhatian (sensitif) dengan apa yang terjadi di sekitarnya.

Sesungguhnya tiga dari empat penderita skizofrenia dapat mengalami perbaikan yang bermakna atau pulih dengan baik dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara normal, tetapi sembuh atau tidaknya belum dapat diketahui. Satu-satunya jalan untuk mengendalikan gejala adalah dengan pemberian antipsikotik yang dikombinasikan dengan terapi pendukung (tanpa obat-obatan). Pengobatan dengan Antipsikotik Obat antipsikotik banyak beredar di pasaran yang diresepkan dokter. Meskipun efektif mengatasi gejala-gejala skizofrenia, obat ini menimbulkan berbagai efek samping seperti : kekakuan otot, gerakan kaku seperti robot, mengantuk, sindroma metabolik seperti peningkatan berat badan (kegemukan), diabetes melitus, meningkatnya hormon prolaktin dalam darah sehingga dapat menyebabkan gangguan seksual, amenorea (tidak

menstruasi), galaktorea (keluarnya air susu), ginekomastia (membesarnya payudara pada pria), yang sudah tentu akan sangat mengganggu pada wanita lajang dan pria. Sindroma metabolik juga dapat mengakibatkan gangguan pembuluh darah dan jantung. Sebaiknya sebelum memberikan antipsikotik perlu dilakukan pemeriksaan darah secara teratur untuk menghindari kejadian tersebut. Antipsikotik generasi terbaru bekerja dengan menstabilkan penyampaian pesan melalui dopamin, tidak bekerja memblokir total dopamin seperti halnya antipsikotik yang lain. Obat ini dapat dipercaya akan mengurangi/ mengatasi gejala-gejala skizofrenia positif, negatif, dan memperbaiki kognitif dengan efek samping yang dapat ditoleransi lebih baik dibanding antipsikotik sebelumnya. Jadi dengan pemberian generasi terbaru ini, efek samping obat antipsikotik sebelumnya dapat dihindari dan kualitas hidup pasien akan membaik serta dapat kembali ke kehidupan yang normal. Terapi Pendukung dan Psikoterapi Terapi pendukung biasanya dikombinasi dengan obat antipsikotik guna membantu menurunkan/mengatasi gejala skizofrenia, mencegah kekambuhan, membantu pasien tetap berobat dan membantu pasien kembali ke kehidupan yang normal. Walau tidak menyambuhkan, psikoterapi dapat membantu pasien mengatasi gejala-gejala spesifik, seperti: anxiety (kecemasan), panik, fobia, gangguan emosi, stres, insomnia, (susah tidur), depresi, gangguan hubungan antar manusia dan gangguan psikologi seksual. Pengobatan berkemungkinan juga dapat membantu pasien melihat kenyataan bahwa dia menderita skizofrenia dan perlu mematuhi pengobatan yang dilakukan atau yang dianjurkan oleh dokter. Psikoterapi ini dapat dilakukan baik pada individu atau anakanak, maupun dengan pasangan, keluarga atau kelompok.

HIKMAH dari Film A Beautiful Mind

1. Pelajaran yang dapat diambil adalah, dibalik kelebihan yg kita miliki dan semua orang miliki, selalu ada kekurangan dan jangan kita berlarut2 dengan kekurangan itu, kalahkan kekurangan dengan kelebihan yang kita miliki, maka kesuksesan pasti ada di depan mata. 2. Walaupun John Nash menderita Skizofrenia yang cukup lama, tetapi teman-teman dan istrinya tetap setia memberi dukungan, kekuatan dan membantu John Nash hingga John Nash bangkit kembali hingga mendapatkan penghargaan Nobel dalam bidang ekonomi. 3. John Nash memiliki kegigihan menyelesaikan soal-soal matematika yang sulit dan bahkan tidak terpecahkan oleh ilmuwan lain. Ia tidak berhenti sebelum memperoleh jawaban. Dengan gigih ia mencoba berbagai cara dan berbagai pendekatan untuk memecahkan soal-soal matematika klasik dengan tingkat kesulitan tidak mungkin terpecahkan. Kegigihannya membuahkan solusi yang pada akhirnya mengharumkan nama Nash sebagai ilmuwan jenius. Ia juga mencari cara baru menyempurnakan teori yang dipelajarinya tersebut

Anda mungkin juga menyukai