Anda di halaman 1dari 44

22

• Wanita, 30 tahun, ke klinik dgn benjolan di anus


saat BAB. Stlh anamnesis dan PF, di dx hemoroid
grade 1. Edukasi, meningkatkan aktivitas fisik,
memperbnyak komsumsi air dan serat.
• Prinsip komsumsi serat untuk pasien?
a. Memperpanjang wktu transit feses
b. Meningkatkan fermentasi bakteri
c. Mengurangi penyerapan air
d. Menurunkan produksi gas
e. Meningkatkan produksi glukosa
SKDI 6 : Sistem GI, Hepatobilier dan Pankreas
Penyakit : Kolon
No. 77 (Hemoroid)
Tingkat Kemampuan 4A
Kebutuhan serat per hari bagi
Manusia
• Bagi orang dewasa kebutuhan serat yang dianjurkan adalah 20-35
g/hari atau 14 g/1000 kkal diet yang dikonsumsi.
• Sedangkan untuk anak-anak dan remaja usia 2 hingga 20 tahun,
menurut rekomendasi ADA (American Dietetic Association)
kebutuhan serat dapat dihitung dengan umur (dalam tahun)
ditambah 5 gram serat setiap hari. Misalnya untuk anak berusia 4
tahun, maka kebutuhan seratnya adalah 9 gram atau (4 + 5) gram
setiap hari.
• Bagi orang tua, asupan serat yang dianjurkan 14 gram dalam setiap
1000 kilo kalori.
• Konsensus nasional pengelolaan diabetes di Indonesia
menyarankan 25 g/hari bagi orang yang berisiko menderita DM.
PERKI (Perhimpunan Kardiologi Indonesia), 2001 menyarankan 25-
30 g/hari untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah.
Pengaruh merugikan serat pangan

• Serat pangan diketahui juga dapat


memberikan pengaruh yang merugikan
apabila dikonsumsi secara berlebihan, yaitu
dapat mengurangi waktu transit melalui usus
sedemikian rupa sehingga zat gizi lain tidak
bisa diserap, sebagai penyebab
ketidaktersediaan beberapa zat gizi seperti
vitamin-vitamin larut dalam lemak (terutama
vitamin D dan E), serta mempengaruhi
aktivitas enzim-enzim protease.
Serat makanan
• Pada saluran pencernaan usus besar, terdapat koloni atau bakteri anaerob
di dalamnya. Bakteri tersebut memproduksi enzim yang dapat mencerna
protein dan karbohidrat (termasuk serat) yang tidak tercerna di usus
halus. Oleh karena itu, serat menjadi dapat dicerna karena fermentasi
mikroba dalam usus besar.
• Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi fermentasi serat pangan
dalam usus besar, yaitu gas (metana, hidrogen, dan karbondioksida), short
chain fatty acid (SFCA), dan massa dari bakteri yang terlibat.
• Faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh dan efek fisiologis serat,
baik terhadap usus besar maupun tubuh. Tingkatan fermentasi terdiri dari
fermentasi lengkap (completely fermentation) dan fermentasi sedikit (little
fermentation), seperti selulosa. Akan tetapi faktor yang paling
berpengaruh adalah sifat alami dari serat itu sendiri. Selain itu, kelarutan
serat berpengaruh pada penyerapan air, kemampuan dalam meningkatkan
viskositas, menyerap empedu, fermentasi mikroorganisme dalam usus.
Serat makanan
• Komponen bahan makanan nabati yang
penting yang tahan terhadap proses hidrolisis
oleh enzim-enzim pada system pencernaan
manusia. Komponen yang terbanyak dari serat
makanan ditemukan pada dinding sel
tanaman. Komponen ini termasuk senyawa
structural seperti selulosa, hemiselulosa,
pectin dan ligin.
Serat Makanan
Serat larut air (soluble fiber) mis : pectin, -glucans
dan gum serta beberapa hemiselulosa mempunyai
kemampuan menahan air dan dapat membentuk
cairan kental dalam saluran pencernaan.
Dengan kemampuan ini serat larut dapat menunda
pengosongan makanan dari lambung, menghambat
percampuran isi saluran cerna dengan enzim-enzim
pencernaan, sehingga terjadi pengurangan
penyerapan zat-zat makanan di bagian proksimal.
Serat makanan
Serat makanan mempunyai daya serap air yang
tinggi. Adanya serat makanan dalam feses
menyebabkan feses dapat menyerap air yang
banyak sehingga volumenya menjadi besar dan
teksturnya menjadi lunak.
Adanya volume feses yang besar akan
mempercepat konstraksi usus untuk lebih cepat
buang air – waktu transit makanan lebih cepat
Serat makanan
• Dalam saluran pencernaan, serat larut
mengikat asam empedu (produk akhir
kolesterol) dan kemudian dikeluarkan bersama
tinja. Dengan demikian, makin tinggi konsumsi
serat larut (tidak dapat dicerna, namun larut
dalam air panas), akan semakin banyak asam
empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh
tubuh.
Serat makanan
Mekanisme serat yang tinggi dapat memperbaiki kadar
gula darah yaitu berhubungan dengan kecepatan
penyerapan makanan (karbohidrat) masuk ke dalam
aliran darah yang dikenal dengan glycaemic index (GI). GI
ini mempunyai angka dari 0 sampai 100 dimana makanan
yang cepat dirombak dan cepat diserap masuk ke aliran
darah mempunyai angka GI yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan kadar gula darah.
Sebaliknya makanan yang lambat dirombak dan lambat
diserap masuk ke aliran darah mempunyai angka GI yang
rendah sehingga dapat menurunkan kadar gula darah.
• Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio, Al Haj. 2002.
Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi Ke-4. IPB Press,
Bogor.
• Direktorat Gizi Masyarakat. Pedoman
Pemantauan Konsumsi Gizi, 2000. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
• Direktorat Gizi Masyarakat. Panduan 13 Pesan
Dasar Gizi Seimbang, 1996. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
36
Wanita, 39 tahun, ke dokter, nyeri dada seperti terbakar
disertai mual, muntah dan bersendawa sejak 1 minggu.
Keluhan yang sama sejak 6 bulan lalu, Pasien memiliki
kebiasaan berbaring setelah makan.

Drug of Choice?
a. Proton pump inhibitor
b. Antagonis reseptor H2
c. Prokinetik
d. Antasid
e. sukralfat
SKDI 6. Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier dan Pankreas (Farmakologi)
Penyakit : Lambung, Duodenum, Jejunum dan Ileum
No. 27 (Refluks Gastrosofagus)
Tingkat Kemampuan 4A
PEMBAHASAN
GERD
• Penyakit refluks gastroesofageal (
Gastroesopagheal Reflux Disease
(GERD))adalah suatu keadaan patologis
sebagai akibat refluks kandungan lambung ke
dalamesofagus, dengan berbagai gejala yang
timbul akibat keterlibatan esofagus, faring,
laring dan saluran nafas.
Etiologi:
• Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat
dari refluks gastroesofageal apabila:
• Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus
• Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak antara bahan
refluksat dengan esofagus tidak lama.

Patomekanisme
• Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan olehkontraksi
lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akandipertahankan
kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saatmenelan, atau aliran
retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah.Aliran balik dari gaster ke esophagus
melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah.

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:

• Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat2)


• Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan.3)
• Meningkatnya tekanan intraabdominal
• Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di
epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya
dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang
bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan),
mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian,
derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak
berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa
tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan
angina pectoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat
mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang
dari Barrett’s esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat menelan
makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang
berat. Rasa panas di ulu hati dan regurgitasi asam terjadi setelah
makan dan perubahan posisi, seperti berbaring.
TERAPI
Terapi Non Medikamentosa
• Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun bukan
merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan
kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta
mencegah kekambuhan.
• Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut:
• Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan
untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke
esophagus
• Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES
sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel
• Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya
dapat menimbulkan distensi lambung
• Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat
mengurangi tekanan intra abdomen
• Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda
karena dapat menstimulasi sekresi asam
• Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan torus LES seperti anti
kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonist beta adrenergik, progesteron.
Terapi Medikamentosa
Terapi Non Medikamentosa dilakukan dengan 2 pendekatan
yaitu step up dan step down:
• Metode step up menggunakan obat yang tergolong kurang
kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2 )
atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan golongan
obat penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan terapi
lebih lama (penghambat pompa proton/ PPI ).
• Metode step down pengobatan dimulai dengan PPI dan
apabila berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi
pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih
rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau
bahkan antasid.
• Dari berbagai studi dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down
ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan pasien)
dibandingkan dengan pendekatan terapi step up. Menurut Genval
Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang
penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini
pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan
pendekatan terapi step down.
• Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat
kesembuhan di atas 80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk
selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan
(maintenance therapy) atau bahkan terapi "bila perlu" (on demand
therapy) yaitu pemberian obat-obatan selama beberapa hari
sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang.
Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi
medikamentosa GERD :

Antasid
• Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan
gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain
sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan
sfingter esofagus bagian bawah. Kelemahan golongan obat ini
adalah 1). Rasanya kurang menyenangkan, 2). Dapat menimbulkan
diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi
terutama antasid yang mengandung alumunium, 3).
Penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal.
• Dosis: sehari 3-4 x I sendok makan, 30 menit sebelum makan
Antagonis Reseptor H2
• Yang termasuk golongan obat ini adalah simetidin, raniditin,
famotidin dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan
obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal
jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus.
Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat
ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.

Dosis pemberian:
• Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
• Ranitidin : 2 x 150 mg
• Famotidin : 2 x 20 mg
• Nizatidin : 2 x 150 mg
Obat-obatan prokinetik
• Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini dianggap
lebih condong ke arah gangguan motilitas. Namur pada prakteknya, pengobatan GERD sangat
bergantung kepada penekanan sekresi asam.
• Metoklopramid : Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin. Efektivitasnya rendah
dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esofagus kecuali
dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena
melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek terhadap susunan saraf pusat berupa
mengantuk, pusing, agitasi, tremor dan diskinesia. Dosis: 3 x 10 mg
• Domperidon : Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamin dengan efek samping
yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun
efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esofageal belum banyak
dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat
pengosongan lambung. Dosis: 3 x 10-20 mg sehari
• Cisapride : Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat
pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam
menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esofagus lebih baik dibanding domperidon.
Dosis 3 x 10 mg sehari
Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa
oktasulfat)
• Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi
asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan
cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus,
sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta
dapat mengikat pepsin dan garam empedu.
Golongan obat ini cukup aman diberikan karena
bekerja secara topikal (sitoproteksi).
• Dosis: 4 x 1 gram
Penghambat Pompa Proton (Proton pump inhibitor/PPI)
• Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-
obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan
mempengaruhi enzim H,K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses
pembertukan asam lambung. Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan
keluhan serta penyembuhan lesi esofagus, bahkan pada esofagitis erosiva derajat
berat serta yang refrakter dengan golongan antagonist reseptor H.
Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis penuh, yaitu:
• Omeprazole : 2 x 20 mg
• Lansoprazole : 2x30mg
• Pantoprazole : 2x40mg
• Rabeprazole : 2x 10 mg
• Esomeprazole : 2 x 40 mg
• Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial yang dapat
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy: selama 4 bulan
atau on demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya. Efektivitas
golongan obat ini semakin bertambah jika dikombinasikan dengan golongan
prokinetik.
• DIAGNOSIS BANDING
• Akalasia (Kardiospasme, Esophageal aperistaltis, Megaesofagus) adalah
suatu kelainan yang berhubungan dengan saraf, yang tidak diketahui
penyebabnya.
• Gastritis (radang lapisan lambung), gastritis adalah peradangan pada
lapisan lambung.
• Kanker esophagus, pada kanker kerongkongan adalah squamous sel
carcinoma dan adenocarcinoma, yang terjadi di dalam sel yang melewati
dinding pada kerongkongan. Kanker ini bisa terjadi dimana saja di dalam
kerongkongan dan bisa terlihat sebagai penyempitan pada kerongkongan
(penyempitan), sebuah pembengkakan, daerah flat yang tidak normal
(plaque), atau jaringan yang tidak normal (fistula).
• Ulkus Peptikum, luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena
lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh
asam lambung dan getah pencernaan. Ulkus yang dangkal disebut erosi.
• Esophagitis, esophagitis terutama disebabkan oleh GERD. Tetapi dapat
pula disebabkan oleh infeksi, efek obat, terapi radiasi, penyakit sistemik,
dan trauma.9
Referensi
1. Sudoyo W.A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Ed 5. Jilid III. Jakarta : Interna
Publishing. 2009.
2. Tanto C, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Ed
4. Jilid II. Jakarta : FKUI ; 2014
45
• Laki-laki, 32 tahun ke RS keluhan mencret. Keluhan sejak 1
hari yang lalu disertai demam, sakit perut dan lemas.
Mencret sering kambuh dan dalam sehari sampai 8x. Sakit
perut dirasakan terutama mau BAB.Kebiasaan jajan
makanan di warung kaki lima pinggir jalan. TD 120/80
mmHg, N 85 x/menit, RR 18x/menit, suhu 38 C. Feses rutin:
lendir, darah, kista e.coli.
• Terapi kausatif yang tepat?
a. Kotrimoksazole 2x480 mg PO
b. Amoksisilin 3x500 mg PO
c. Ciprofloxacin 2x500 mg PO
d. Eritromicin 3x500 mg PO
e. Metronidazole 3x500 mg PO
SKDI 11 : Sistem GI, Hepatobiler dan Pankreas
Penyakit : Kolon
No. - (ETEC)
Tingkat Kemampuan -
• Escherichia coli patogen E. coli patogen adalah
penyebab utama diare pada pelancong.
Mekanisme patogen yang melalui
enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa
agen penting, yaitu :
• 1 Enterotoxigenic E. coli (ETEC).
• 2 Enterophatogenic E. coli (EPEC).
• 3 Enteroadherent E. coli (EAEC).
• 4 Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
• 5 Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)
• Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC
mengalami gejala ringan yang terdiri dari diare
cair, mual, dan kejang abdomen.
• Diare berat jarang terjadi, dimana pasien
melakukan BAB lima kali atau kurang dalam
waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5
hari.
• Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien.
Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel
darah merah atau sel darah putih.
• Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan
EPEC merupakan penyakit self limited, dengan
tidak ada gejala sisa.
• Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik
untuk E coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses
negatif dan tidak ada lekositosis.
• EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan
pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe
O157.
• Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat.
Antidiare dihindari pada penyakit yang parah.
• ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-
sulfametoksazole atau kuinolon yang diberikan selama
3 hari.
• Pemberian antimikroba belum diketahui akan
mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare
EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare yang
berhubungan dengan EHEC.
REFERENSI
• Amin, LZ. Tatalaksana Diare Akut. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo. 2015.
46
Seorang wanita berusia 37 tahun datang ke praktik Dokter umum dengan keluhan
nyeri dada seperti terbakar disertai mual, muntah dan bersendawa. Keluhan
memberat sejak 1 minggu. Keluhan memberat setelah makan. Riwayat keluhan yang
sama sejak 6 bulan yang lalu. Pasien memiliki kebiasaan berbaring setelah makan.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 92 kali/menit,
suhu 37,30C, status generalis dalam batas normal. Bagaimana tatalaksana yang paling
tepat pada kasus tersebut?

a. Pendekatan step up dengan pemberian antagonis reseptor H2 dilanjutkan


dengan prokinetik
b. Pendekatan step up dengan pemberian Proton Pump Inhibitor (PPI) dilanjutkan
dengan antagonis reseptor H2
c. Pendekatan step down dengan pemberian prokinetik dilanjutkan dengan PPI
d. Pendekatan step down dengan pemberian PPI dilanjutkan antagonis reseptor
H2
e. Pendekatan step down dengan pemberian antagonis reseptor H2 dilanjutkan
antasid
SKDI 6. Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier dan Pankreas (Farmakologi)
Penyakit : Lambung, Duodenum, Jejunum dan Ileum
No. 27 (Refluks Gastrosofagus)
Tingkat Kemampuan 4A
GERD
• GERD didefinisikan sebagai suatu gangguan di mana
isi lambung mengalami refluks secara berulang ke
dalam esofagus, yang menyebabkan terjadinya gejala
dan/atau komplikasi yang mengganggu.
• GERD juga dapat dipandang sebagai suatu kelainan
yang menyebabkan cairan lambung dengan berbagai
kandungannya mengalami refluks ke dalam esofagus,
dan menimbulkan gejala khas seperti heartburn (rasa
terbakar di dada yang kadang disertai rasa nyeri dan
pedih) serta gejala-gejala lain seperti regurgitasi (rasa
asam dan pahit di lidah), nyeri epigastrium, disfagia,
dan odinofagia
DIAGNOSIS GERD

Revisi Konsensus Nasional


Penatalaksanaan Penyakit
Refluks Gastroesofageal
(Gastroesophageal Reflux
Disease / GERD) di
Indonesia
PEMERIKSAAN GOLD STANDAR GERD
• Berdasarkan Konsesus GERD 2013 pemeriksaan baku
emas dari GERD adalah Endoskopi saluran cerna
bagian atas (SCBA) dengan ditemukan adanya
mucosal break pada esofagus
• Pemeriksaan histopatologi untuk menentukan
metaplasia,hiperplasia atau keganasan
• PH-metri 24 jam
• PPI test

Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux


Disease / GERD) di Indonesia
Revisi Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Penyakit
Refluks Gastroesofageal
(Gastroesophageal Reflux
Disease / GERD) di
Indonesia
TATALAKSANA GERD
Perbaikan Penyembuhan Pencegahan Pencegahan
Jenis Obat
Gejala Lesi Esofagus Komplikasi Kekambuhan

Antasida +1 0 0 0

Prokinetik +2 +1 0 +1

Antagonis Reseptor H2 +2 +2 +1 +1

Antagonis Reseptor
H2 dan Prokinetik +3 +3 +1 +1

Antagonis Reseptor
H2 Dosis Tinggi +3 +3 +2 +2

PPI +4 +4 +3 +4

Pembedahan +4 +4 +3 +4
Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease /
GERD) di Indonesia
...tatalaksana GERD
• Dari semua obat – obatan tersebut di atas, PPI paling efektif
dalam menghilangkan gejala serta menyembuhkan lesi
esofagitis pada GERD.
• PPI terbukti lebih cepat menyembuhkan lesi esofagitis serta
menghilangkan gejala GERD dibanding golongan antagonis
reseptor H2 dan prokinetik. Apabila PPI tidak tersedia, dapat
diberikan H2RA.

Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux


Disease / GERD) di Indonesia
...tatalaksana GERD
• Pengobatan GERD dapat dimulai dengan PPI setelah diagnosis
GERD ditegakkan. Dosis inisial PPI adalah dosis tunggal per pagi hari
sebelum makan selama 2 sampai 4 minggu.
• Apabila masih ditemukan gejala sesuai GERD (PPI failure),
sebaiknya PPI diberikan secara berkelanjutan dengan dosis ganda
sampai gejala menghilang. Umumnya terapi dosis ganda dapat
diberikan sampai 4 – 8 minggu.
• Pada individu – individu dengan gejala dada terbakar atau
regurgitasi episodik, penggunaan H2RA (H2-Receptor Antagonist)
dan / atau antasida dapat berguna untuk memberikan peredaan
gejala yang cepat.
• Selain itu, di Asia penggunaan prokinetik (antagonis dopamin dan
antagonis reseptor serotonin) dapat berguna sebagai terapi
tambahan .

Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux


Disease / GERD) di Indonesia
...tatalaksana GERD
• GERD yang refrakter terhadap terapi PPI (tidak berespons
terhadap terapi PPI dua kali sehari selama 8 minggu) harus
dikonfirmasi untuk reevaluasi diagnosis GERD dengan
pemeriksaan endoskopi dalam rangka memastikan adanya
esofagitis.
Jenis PPI Dosis Tunggal Dosis Ganda

Omeprazole 20 mg 20 mg 2 kali sehari


Revisi Konsensus
Pantoprazole 40 mg 40 mg 2 kali sehari Nasional
Penatalaksanaan
Lansoprazole 30 mg 30 mg 2 kali sehari Penyakit Refluks
Gastroesofageal
Esomeprazole 40 mg 40 mg 2 kali sehari
(Gastroesophageal
Reflux Disease /
Rabeprazole 20 mg 20 mg 2 kali sehari
GERD) di Indonesia
Revisi Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Penyakit
Refluks Gastroesofageal
(Gastroesophageal Reflux
Disease / GERD) di
Indonesia
...tatalaksana GERD
• Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu
step up dan step down.
• Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat –
obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi
asam (antagonis reseptor H2)atau golongan prokinetik, bila
gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang
lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (Proton Pump
Inhibitor / PPI).
• Pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI
dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi
pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah
atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan
antasid.
...tatalaksana GERD
• Dari berbagai studi dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down
ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan pasien)
dibandingkan dengan pendekatan terapi step up.
• Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik
tentang penatalaksanaan GERD 2003 telah disepakati bahwa terapi
lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan
pendekatan terapi step down.
• Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat
kesembuhan di atass 80% dalam waktu 6 – 8 minggu. Untuk
selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan
{maintenance therapy) atau bahkan terapi "bila perlu" (on demand
therapy) yaitu pemberian obat-obatan selama beberapa hari
sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang.

Anda mungkin juga menyukai