Anda di halaman 1dari 11

SKENARIO

Seorang laki-laki umur 20 tahun baru diterima bekerja di perusahan


meubelair. Saat bekerja menyerut kayu ia mengalami bersin-bersin. Bersin-
bersin hilang bila ia pulang ke rumah.

KATA KUNCI
Saat bekerja (menyerut kayu) bersin-bersin
Di rumah bersin hilang

KATA SULIT
Bersin :
- Mengeluarkan udara secara paksa dan tidak teratur lewat hidung
dan mulut (sumber : Kamus Dorland)
- Keluarnya napas tiba-tiba dari hidung dan mulut dan tidak
tertahankan (sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia )

PERTANYAAN

1. Aspek biomedik dari organ yang berkaitan (hidung)


2. Bagaimana mekanisme bersin?
3. Apakah Bersin berdasarkan scenario ini dapat dikategorikan sebagai
alergi ?
4. Mengapa waktu bekerja, bapak tersebut bisa bersin sedangkan ketika
pulang ke rumah bersinnya berhenti?
5. Berapa ukuran dari serbuk kayu yang dapat menyebabkan bersin?
6. Sel-sel imun apa saja yang berperan ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan terhadap kasus tersebut?
JAWABAN

1. Aspek biomedik dari Hidung


Anatomi :

HIDUNG (buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala


dan Leher, edisi ketujuh, FKUI):
Anatomi Hidung
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan
rongga hidung dengan pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi
hidung. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari
atas ke bawah pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak hidung,
ala nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior). Hidung luar
dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasalis), prosesus
frontalis os maksila, dan prosesus nasalis os frontal. Sedangan kerangka
tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak
dibagian bawah hidung, yaitusepasang kartilago nasalis lateralis
superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga
sebagai kartilago alar mayor, beberapa pasang kartilago alar minor,
dan tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan
ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi
kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian
depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares
posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat
dibelakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi
oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut
panjang yang disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah
dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis
os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila, dan krista nasalis os
palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina
kudrangularis), dan kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada
bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan
diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian depan dinding
lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan di belakangnya terdapat
konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan
letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil
ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan
yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya
rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat
pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior
dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapt rongga
sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga
meatus yaitu meatus inferior, medianus dan superior. Meatus inferior
terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding
lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium)
duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara konka media
dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat bula
etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris, dan infundibulum
etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung
dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid
anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruam diantara konka
superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan
sinus sfenoid.
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk
oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung
sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan
rongga tengkorak dari rongga hidung. Bagian atas rongga hidung
mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang
merupakan cabang dari a.oftalmika, sedangkan a.oftalmika berasal dari
a.karotis interna.

Histology & fungsional :

- Mukosa pernapasan : sebagian besar rongga hidung dilapisi oleh


epitel torak berlapis semu, punya silia dan diantaranya terdapat sel
goblet
- Silia : melalui gerakan silia yang teratur , palut lender yang ada
pada cavum nasi di dorong ke nasofaring sehingga nantinya
mukosa punya daya untuk membersihkan diri dan mengeluarkan
benda asing yang masuk ke rongga hidung
- Sel goblet berfungsi dalam pengeluaran mucus.
2. Mekanisme Bersin
Pada awalnya antigen berupa serbuk kayu halus masuk ke rongga
hidung dan akan menempel pada permukaan epitel mukos di
dinding rongga hidung. Pada kontak pertama dengan alergen atau
tahap sensitasi, makrofag yang berperan sebagai sel penyaji
(Antigen Presenting Cell / APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah di proses, antigen
akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan
molekul HLA kelas II membentuk kompleks peptida MHC kelas II
(Major Histocompatibility Compleks) yang kemudian di
presentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan
melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan
mengaktifkan Th 0 untuk berploriferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th
2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan
IL 13.
IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel
limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi Immunoglobulin E (Ig E). Ig E di sirkulasi darah
akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E di permukaan
sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini
menjadi aktif. Proses ini disebut sensitasi yang menghasilkan sel
mediator yang tersensitasi. Bila mukosa yang sudah tersensitasi
terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai Ig E akan
mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya
dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya
mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators)
terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed
Mediatorsantara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4
(LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating
Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL 3, IL 4, IL 5, IL 6, GM-
CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dll.
Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf
n.Nasopalatina dan n. Nasocilliary kemudian akan diteruskan
oleh serabut saraf C tak bermylein menuju ganglion Gasserion
kemudian melewati radix nervus trigeminus menuju nukleus
nervus trigeminus pada medula oblongata dan disitu akan
diterjemahkan pada pusat bersin di medula oblongata dan akan
memicu refleks bersin dengan efektor pada beberapa tempat seperti
mata, hidung, paru, diafragma, otot dada dan mulut.
3. Jika dilihat dari penyebab bersin yang dialami oleh bapak ini, maka dapat
dikatakan bahwa bersin ini termasuk reaksi alergi.
Penyebab bersin yang dialami bapak tersebut adalah serbuk kayu.
Diketahui bahwa serbuk kayu mengandung fenol dan ketika terpapar
serbuk kayu manifestasinya berupa gatal-gatal,iritasi serta bersin.

4. Ketika bekerja, bapak tersebut terpapar allergen sehingga terjadi reaksi


hipersensitivitas tipe 1 yang mana reaksinya tergolong cepat ,setelah itu
muculah bersin sebagai respon alergi, sedangkan ketika pulang ke rumah,
bapak tersebut tidak terpapar allergen sehingga tidak mengalami bersin.

5. Ukuran serbuk kayu yang dapat mengakibatkan bersin:


Ukuran 0,1 10 mikron : mudah dihirup
Ukuran 3-5 mikron : tertahan di saluran napas tengah
Ukuran 5-10 mikron tertahan di saluran napas atas
6. Sel-sel imun yang berperan :
Sel limfosit B : memproduksi antibody (humoral immunity)
Sel limfosit T :
Th 1 dan Th 2 : Menstimulasi pertumbuhan dan diferensiasi dari sel B
(humoral immunity). Dalam mekanisme terjadinya bersin, Th 2 juga
akan menghasilkan sitokin berupa IL-4 & IL-13, yang berperan dalam
pengaktifan sel limfosit B sehingga dapat menghasilkan IgE.
Sel Dendritic
Dendritic cells (DCs), Sel dendritik (dendritic cell, DC) adalah
monosit yang terdiferensiasi oleh stimulasi GM-CSF dan IL-4,dan menjadi
bagian sistem kekebalan mamalia. Bentuk sel dendritik menyerupai bagian
dendrita pada neuron, namun sel dendritik tidak bekerja pada sistem saraf,
melainkan berperan sebagai perantara sistem kekebalan turunan menuju
sistem kekebalan tiruan. Antigen mikroba yang memasuki epitel akan
ditangkap oleh sel dendrit dengan cara fagositosis (untuk antigen partikel)
atau pinositosis (untuk antigen terlarut). Sel dendrit memiliki reseptor untuk
berikatan dengan mikroba. Reseptor tersebut mengenali residu manosa
terminal (terminal mannose residue) yang terdapat pada glikoprotein
mikroba namun tidak ada pada glikoprotein mamalia. Ketika makrofag dan
sel epitel bertemu dengan mikroba, sel tersebut mengeluarkan sitokin tumor
necrosis factor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1). Sitokin tersebut bekerja pada
sel dendrit yang telah menangkap antigen dan menyebabkan sel dendrit
terlepas dari epitel. Sel dendrit mempunyai reseptor terhadap kemokin yang
diproduksi di kelenjar getah bening yang penuh dengan sel T. Kemokin
tersebut akan mengarahkan sel dendrit untuk masuk ke pembuluh limfe dan
menuju ke kelenjar getah bening regional. Selama proses migrasi, sel dendrit
bermaturasi dari sel yang berfungsi menangkap antigen menjadi APC yang
dapat menstimulasi limfosit T. Bentuk dari maturasi ini yaitu molekul MHC
dan ko-stimulatornya disintesis dan diekspresikan di permukaan APC.Jika
suatu mikroba berhasil menembus epitel dan memasuki jaringan
ikat/parenkim, mikroba tersebut akan ditangkap oleh sel dendrit imatur dan
dibawa ke kelenjar getah bening. Antigen terlarut di saluran limfe diambil
oleh sel dendrit yang berada di kelenjar getah bening, sedangkan antigen di
dalam darah diambil oleh sel dendrit yang berada di limpa. Antigen protein
dari mikroba yang masuk ke dalam tubuh akan dikumpulkan di kelenjar
getah bening sehingga dapat bertemu dengan limfosit T. Sel T naif
bersirkulasi terus-menerus dan melewati kelenjar getah bening paling tidak
satu kali sehari. Proses pertemuan APC dan sel T naif di kelenjar getah
bening sangat efisien. Jika suatu antigen mikroba masuk ke dalam tubuh,
respons sel T terhadap antigen ini akan dimulai di kelenjar getah bening
regional dalam 12-18 jam.Berbagai jenis APC mempunyai fungsi yang
berbeda dalam respons imun tergantung sel T (T cell-dependent immune
response). Interdigitating dendritic cells merupakan APC yang paling poten
dalam mengaktivasi limfosit T naif. Sel dendrit tidak hanya menyebabkan
dimulainya respons sel T namun juga mempengaruhi sifat respons tersebut.
Misalnya, terdapat beberapa jenis sel dendrit yang dapat mengarahkan
diferensiasi sel T CD4 naif menjadi suatu populasi yang berfungsi melawan
suatu jenis mikroba.

Sel Mast
Sel mast adalah sel yang struktur, poliferasi, dan fungsinya mirip
dengan basofil. Bedanya sel mast hanya ditemukan di dalam jaringan
yang berhubungan dengan pembuluh darah sedangkan basofil di
dalam darah. Baik sel mast maupun basofil melepaskan bahan- bahan
yang mempunyai aktivitas biologik, antara lain meningkatkan
permeabilitas vaskular, respon inflamasi, dan mengerutkan otot polos
bronkhus. Granul granul didalam kedua sel tersebut mengandung
histamin, heparin, leukotrien, dan ECF. Degranulasi dipacu oleh
ikatan antara antigen dan IgE pada permukaan sel. Peningkatan Ige
ditemukan pada penderita alergi, di sisi lain peningkatan IgE sering
dihubungkan dengan imunitas terhadap parasit. Basofil dan sel mast
yang diaktifkan juga melepaskan sitokinin. Sel mast memiliki reseptro
untuk IgE dan dapat diaktiflan oleh alergen yang spesifik. Sel mast
juga berperan dalam pertahanan terhadap parasit usus dan invasi
bakteri. Jumlahnya meningkat pada sindrom imunodefisiensi
Basofil
Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal.
Diameter basofil lebih kecildari neutrofil yaitu sekitar 9-10
mikrometer. Jumlahnya 1% dari total sel darah putih, basofil memiliki
banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung
heparin dan histamine. Dalam mekanisme terjadinya bersin,
bilamukosa yang sudah tersensitasi terpapar dengan alergen yang
sama, maka kedua rantai Ig E akan mengikat alergen spesifik dan
terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) basofil akibat terlepasnya
mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama
histamin.
Makrofag
Makrofag merupakan sel fagosit monokuler yang utama di jaringan
dalam proses Fagositosis terhadap mikroorganisme dan kompleks
molekul asing lainnya.
Makrofag diproduksi di sus-sum tulang belakang dari sel induk
myeloid yang mengalami proliferasi dan dilepaskan ke dalam darah .
Makrofag dalam darah dapat diaktivasi oleh berbagai macam
stimulant atau activator, termasuk mikroba dan produknya, kompleks
antigen antibody, inflamasi, limfosit T tersensitasi, sitokin dan trauma.
Makrofag teraktifasi memiliki jumlah lisosom yang meningkat dan
melepaskan IL-1, yang mempunyai aktivasi luas dalam inflamasi. IL-
1 berperan dalam terjadinya demam dan aktifasi sel limfoid dan
menyebabkan pelepasan sitokin lainnya.
Menurut fungsinya Makrofag dibagi menjadi 2 golongan yaitu sebagai
fagosit professional (sel ini dapat menghancurkan antigen dalam
fagolisosom dan juga melepaskan berbagai enzim dari isi granula ke
luar sel bersama dengan sitokin) dan sebagai APC (Antigen
Presenting Cell) yang berfungsi menyajikan antigen kepada limfosit
7. Penatalaksanaan
Dibagi atas 2, yaitu :
1. Non-farmakologi :
- Memakai masker
- Menghindari paparan alergen
2. Farmakologi :
- Antihistamin
- Immunotherapy
SUMBER PUSTAKA
Atlas Anatomi Sobotta edisi 23
Fisiologi Sherwood edisi 8
Histology Dasar Teks & Atlas Junqueira
Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan
Leher, edisi ketujuh, FKUI
Abbas,Litchman Basic Immunology

Anda mungkin juga menyukai