Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH FARMAKOTERAPI 1

ASMA

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
Nama

: Arika Safitri
Fuji Lestari
Indri Kurniati
Irma Yuliana
Notri Herawati
Tedi Putra Tanjung
Tansy Augustin Cafrina
Program Studi

: S1 Farmasi / Semester VI

Dosen Pembimbing : Riza Apriani, S.Farm,Apt

UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG


TAHUN AKADEMIK 2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat karunia serta hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah farmakoterapi 1 yang berjudul Asma.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas kuliah Farmakoterapi 1 Universitas Kader
Bangsa. Selaku manusia biasa, kami sangat menyadari kemampuan yang dimiliki sehingga
selesainya penulisan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari dosen
pembimbing, teman sekelas, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Seperti kata
pepatah Tak ada gading yang tak retak. Maka, kami sangat berharap kritik serta saran dari
pembaca yang bersifat membangun agar karya tulis ini menjadi lebih sempurna. Dengan
selesainya makalah ini semoga bermanfaat untuk teman-teman semua.

Palembang,

Maret 2016

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

...
...
...

3
3
3

2.1 Epidemiologi penyakit asma ...............

2.2 Etiologi dan patofisiologi penyakit asma ........................................

2.3 Sasaran terapi penyakit asma...........

12

2.4 Strategi dan tatalaksana terapi penyakit asma .

17

2.5 Analisis kasus penyakit asma ........................................................

22

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan

....

27

3.2 Saran

....

27

DAFTAR PUSTAKA

28

WAWANCARA

29

PERTANYAAN

30

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kata asma berasal dari kata azo atau azin yang berarti bernafas dengan
sulit. Asma adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran
pernafasan (bronkhiolus) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding
rongga bronkhiolus sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
akhirnya seseorang mengalami sesak nafas.
Asma didefinisikan juga sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
respiratorik dengan banyak sel yang berperan khususnya sel mast, eosinophil, dan
limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan khususnya pada malam atau dini hari.
Asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas.

1.2

Rumusan Masalah
1. Apa epidemiologi penyakit asma ?
Apa etiologi dan patofisiologi penyakit asma ?
3. Bagaimana sasaran terapi penyakit asma ?
Apa saja Strategi dan tatalaksana terapi penyakit asma ?
5. Bagaimana cara menganalisis kasus penyakit asma ?

1.3

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui epidemiologi, etiologi, patofisiologi penyakit asma.
Untuk mengetahui sasaran terapi penyakit asma.
3. Untuk mengetahui analisis kasus penyakit asma

1.4

Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui epidemiologi, etiologi, patofisiologi penyakit asma.
4

2. Dapat mengetahui sasaran penyakit asma serta analisis kasus asma.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi penyakit asma
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan pravalensi (kekerapan penyakit)
asma terutama di negara-negara maju, Kenaikan pravalensi asma di Asia seperti
singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat
insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara maju. Hal
ini diduga disebabkan oleh peningkatan kontak dan interaksi dengan allergen di rumah
(asap, merokok pasif) dan allergen di atmosfer (debu kendaraan bermotor). Dampak
buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun,
ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, resiko perawatan di rumah sakit
bahkan kematian.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal
ini tergambar dari studi survey kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi di
Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan angka
sebesar 7,6% yang menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbilitas). Pada SKRT 1992, asma sebagai penyebab kematian ke-4 di
Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, pravalensi asma di seluruh Indonesia 13/1000.
Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner
International Study pf Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan
pravalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir / recent asthma ) 6,2% yang 64% di
antaranya mempunyai gejala klasik. Dilaporkan jumlah penderita asma berobat jalan di
RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1985-1989 sebanyak 12,1% dari 1.344 pasien
dan pada tahun 1983 sebanyak 14,2% dari 2.137 pasien. Pasien asma yang rawat inap
meningkat dari 4,3% (1984/1985) menjadi 7,6% (1986). Hasil penelitian prevalensi asma
pada anak sekolah berkisar 6,4% dari 4.865 anak (Bandung, 1993) dan 15,15% dari
1.515 anak.
2.2 Etiologi dan patofisiologi penyakit asma
2.2.1 Etiologi penyakit asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan,
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan selaput epitel.
5

Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif (hipereaktifitas) jalan napas


yang menimbulkan gejala episodik berulang kali berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat dan batuk-batuk terutama pada malam hari / dini hari. Episodik tersebut berkaitan
dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan.
2.2.2 Klasifikasi asma berdasarkan etiologi
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi
alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung
sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen
yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non
alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat
kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan
cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain.
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi
karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang
jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi
memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan
diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit
sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya
suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan
tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia.
1. Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen
yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain
akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).
Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen
dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1)
mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang
diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma
dan membentuk IgE.

IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan
dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel
tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan
trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang
yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut
belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru
menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen
yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada
permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah
terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai
sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil
Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan,
kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang
berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper
rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi
terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien
asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan
dengan derajat berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat
dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara
klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai
suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran
nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel
radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia
dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak
7

berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan
saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronchus. Akibat dari
bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka
terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa
sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan
stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan
adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan
kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA
menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh
sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
2. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen
tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah
raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik.
Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf
simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam
keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa.
Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang
mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam
membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messenger kedua.
Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan
mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 35 cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan
menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari
mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor
adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi
bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade
adrenergik beta.
3. Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik.
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung oksigen kedalam tubuh. Secara garis besar saluran pernafasan dibagi
menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea,
bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan
zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada
sakus alveulus terminalis.
Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran
mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring,
dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa
respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.
Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar
serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang
terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam
lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan
diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang di suplai ke udara inspirasi
berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila
udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan
kelembapanya mencapai 100%
Asma ditandai dengan mengi (wheezing), batuk dan rasa sesak di dada berkala
atau kronis, sebagai akibat adanya bronkokonstriksi. Angka kesakitan dan kematian
terus meningkat, dan meskipun telah dilakukan penelitian intensif, dasar penyebabnya
masih belum diketahui. Namun terdapat 3 kelainan pada asma : sumbatan jalan napas
yang sebagian reversible, inflamasi jalan napas serta hiperrespins jalan napas terhadap
berbagai rangsang. Adanya kaitan dengan alergi telah lama diketahui, dan kadar IgE
plasma seringkali meningkat. Protein yang dilepaskan dari eosinofil pada reaksi
inflamasi dapat merusak epitel saluran napas dan ikut berperan pada hiperrespons.
Eosinofil dan sel mast melepaskan leukotrien yang menyebebakan bronkokonstriksi.
Takikinin yang dilepas dari saraf sensorik pada saluran napas mungkin ikut berperan,
dan didapatkan bukti adanya defisiensi VIP, suatu bronkodilator. Serangan asma lebih
berat saat larut malam dan dini hari, karena seperti telah diuraikan sebelumnya, saat
itu merupakan periode konstriksi maksimal irama sirkadian tonun bronkus. Udara
dingin dan latihan fisik, yang keduanya biasanya menyebabkan brokokonstriksi, juga
memicu serangan asma, dan pengaruh keduanya dicegah oleh penghambat sintesis

atau kerja leukotrien. Reseptor adrenergik- memperantarai bronkodilatasi, dan


pengobatan dengan inhalasi agonis adrenergik- merupakan terapi standar ams.
Reseptor

muskarinik

memperantarai

bronkokonstriksi,

dan

obat

penghambat muskarinik kolinergik juga digunakan untuk pengobatan asma. Obat


tambahan lain yang lazim digunakan adalah kromolin, yang menghamat pelepasan
produk sel mast, dan glukokortikoid, yang menghambat respons inflamasi.
Udara mengalir dari hidung ke faring yang merupakan tempat persimpangan
antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir terdapat
jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening yang dinamakan
adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak.
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara
terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke
trakea di bawahnya. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang di
hubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis
yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat
menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring
dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke
esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring mempunyai
fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari
saluran pernafasan bagian bawah.
Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk
seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan
diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar (sel bersilia) yang hanya
bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing
yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa.
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang
menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf
dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang .
Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri.
10

Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,
dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cincin serta mempunyai dua cabang.
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung
alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah.
Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut
saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar
epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya
strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus
alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru.
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran
gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi.
Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui
cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan
karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan.
Udara akan mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama
inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat.
Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari 4 mmHg
(relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekitar 8mmHg. Pada saat yang sama
tekanan pada intra pulmunal menurun 2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir).
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir
kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada
ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang
mengecil sehingga udara mengalir keluar paru.
Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui
membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang
tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen
dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada
didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada
karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli.
Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke
jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masuk ke jaringan melalui dua
11

jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikatan dengan
hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam
darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat
dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen.
Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram,
maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ), bila darah
teroksigenasi mencapai jaringan. Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan
jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan
dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalam sel-sel
sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam
sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan
lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari
cairan jaringan kedalam darah.
Fungsi sebagian pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal
berkisar 7,35 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 7,45.
Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi
CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah.
Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO 2 atau CO2 yang diproduksi
oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan
alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiper ventilasi.
2.2.3 Patofisiologi penyakit asma
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen
yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran
nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut
dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan
dilepaskanya interleukin 2 (IL-2) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah
disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar
kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E

12

yang sudah ada dalam permukaan mastosit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan
influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini
akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin,
slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of
anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi
utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang
kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang
berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya
saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.
Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak
merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli,
akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat
lanjut.
2.3 Sasaran terapi penyakit asma
Sasaran terapi penyakit asma meliputi gejala asma, bronkokonstriksi, peradangan
saluran napas, obstruksi saluran napas oleh mucus serta frekuensi keparahannya.
1. Gejala Klinis Asma.
Berat dan frekuensi serangan asma pada tiap penderita bervariasi. Beberapa
penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan sesak nafas
yang singkat dan ringan yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya selalu
mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah
menderita suatu infeksi virus, olah raga atau terpapar oleh allergen atau iritan,
menangis atau tertawa juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang
berbunyi (wheezing), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika
penderita menghembuskan nafasnya. Serangan dapat pula terjadi secara perlahan
dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut,
yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk
atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa
berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.

13

Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau leher. Batuk kering
malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya
gejala. Selama serangan asma sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga
timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga mengeluarkan
banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat penderita menjadi sulit untuk
berbicara karena sangat sesak. Meskipun telah mengalami serangan yang berat,
biasanya penderita akan sembuh sempurna. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran
menurun, penderita seperti tidur lelap tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian
tertidur kembali) dan sianosis merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen
penderita sangat terbatas dan perlu pengobatan segera. Kadang beberapa alveoli di
paru bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di rongga pleura atau sekitar
organ dada, hal ini akan memperburuk sesak yang dialami penderita.
2. Diagnosis
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan
fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada
pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi,
karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah
pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory
flow meter.
1. Anamnesa
a) Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak
kunjung sembuh, atau batuk malam hari.
b) Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.
c) Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang
lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman
dalam posisi duduk.
b) Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
c) Paru :
Inspeksi

: dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah.

Auskultasi

: terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.

Perkusi

: hipersonor

Palpasi

: Vokal Fremitus kanan=kiri

3. Pemeriksaan Penunjang
14

Pemeriksaan Laboratorium meliputi :


1) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
-

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.


2) Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
3) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
- Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
4) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
5) Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
15

- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clockwise rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
- Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
- VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
6) Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP)
dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP). Pemeriksaan ini sangat tergantung
kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan
kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 23 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1< 80% nilai
prediksi atau rasio VEP 1/KVP < 75%.

Selain itu, dengan spirometri dapat

mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan VEP1>15 % secara spontan,


atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2
minggu.
7) Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan sumbatan
jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru
yang dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE).

Cara pemeriksaan APE

dengan PEF meter adalah sebagai berikut : Penuntun meteran dikembalikan ke posisi
angka 0. Pasien diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan
untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian mulut alat
tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka tersebut
adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit.Sumbatan jalan napas diketahui
dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti,
yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau
setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda
nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE. Pada pagi hari diukur APE untuk
mendapatkan nilai terendah dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
16

APE malam APE pagi


Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
(APE malam + APE pagi)
Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan.
Derajat asma
I. Intermiten

Gejala

Fungsi Paru

Siang hari < 2 kali per minggu . Malam hari < 2


kali per bulan. Serangan singkat Tidak ada gejala
antar serangan .Intensitas serangan bervariasi

Variabilitas APE < 20%


VEP1 > 80% nilai prediksi
APE > 80% nilai terbaik

II.

Persisten

Ringan

Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per
hari. Malam hari > 2 kali per bulan. Serangan
dapat mempengaruhi aktifitas

Variabilitas APE 20 - 30%


VEP1 > 80% nilai prediksi

III. Persisten

Siang hari ada gejala. Malam hari > 1 kali per

APE > 80% nilai terbaik


Variabilitas APE > 30% VEP1 60-

Sedang

minggu.

Serangan

80% nilai prediksi APE 60-80%

Serangan

> 2 kali per minggu. Serangan

mempengaruhi

aktifitas

nilai terbaik

berlangsung berhari-hari Sehari-hari menggunakan


inhalasi 2-agonis short acting
IV. Persisten

Siang hari terus menerus ada gejala. Setiap malam

Variabilitas APE > 30% VEP1 <

Berat

hari sering timbul gejala Aktifitas fisik terbatas.

60% nilai prediksi APE < 60%

Sering timbul serangan

nilai terbaik

Tabel 1 Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit


APE = arus puncak ekspirasi
FEV1 = volume ekspirasi paksa dalam 1 detik

8) Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis


Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling
rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang
menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung
dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut :
a. Menghambat pelepasan mediator.
b. Menekan hiperaktivitas bronkus.
17

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :


a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan
meringankan beratnya serangan.
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :
a. Steroid dalam bentuk aerosol.
b. Disodium Cromolyn.
c. Ketotifen.
d. Tranilast.
2.4 Strategi dan tatalaksana terapi penyakit asma
2.4.1 Strategi Terapi
Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat hidup normal,
bebas dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin, mengurangi
reaktifasi saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan angka
kematian akibat asma. Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam jangka
pendek dapat menyebabkan kematian, sedangkan jangka panjang

dapat

mengakibatkan peningkatan serangan atau terjadi obstruksi paru yang menahun.


Untuk pengobatan asma perlu diketahui juga perjalanan penyakit, pemilihan obat
yang tepat cara untuk menghindari faktor pencetus. Dalam penanganan pasien
asma penting diberikan penjelasan tentang cara penggunaan obat yang benar,
pengenalan dan pengontrolan faktor alergi. Faktor alergi banyak ditemukan dalam
rumah seperti tungau debu rumah alergen dari hewan, jamur, dan alergen di luar
rumah seperti zat yang berasal dari tepung sari, ja mur, polusi udara. Obat aspirin
dan anti inflamasi non steroid dapat menjadi faktor pencetus asma. Olah raga dan
peningkatan aktivitas secara bertahap dapat mengurangi gejala asma.
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai
berikut:
a. Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan penyakitnya dan
mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan.
b. Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit asma.
Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi terhadap
18

penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor


perkembangan fungsi paru.
c. Menghindari faktor resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala asma
adalah menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala asma. Faktor
resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya.
d. Pengobatan medis jangka panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan
tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten,
tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten,
menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh Teofilin,
kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten, menggunakan
pilihan obat .
Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma :
1. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi gejala
inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi
hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup
Obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan iritasi pada
bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik, menekan kerja
adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast
2. Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid
inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes, penekanan kerja
hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma, obaesitas dan kelemahan
3. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma. Obat ini
dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsive pada imun
nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian dengan
bentuk formulasi powder
4. 2-Agonist Inhalasi
Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian. Obat
ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan fungsi paru.
19

Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian musculoskeletal, menstimulasi


kerja cardiovascular dan hipokalemia
5. 2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada waktu
malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja jantung, dan
menimbulkan tremor pada bagian musculoskeletal
6. Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial
dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah
pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare,
sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL
menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardi, kerusakan otak
dan kematian.
7. Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk mengurangi
gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan gejala asma
Berikut

penjelasan

tentang

obat-obat

meringankan

(reliever)

asma:

1. 2-Agonist Inhalasi
Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk mengontrol
gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat
menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia .
2. 2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor
otot skeletal dan hipokalemia.
3. Antikolinergic
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru. Obat ini
dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus.
e. Metode Pengobatan Alternative
Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam penelitian.
Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti dapat
menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma, selain
itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini merupakan tehnik
bernapas yang dirancang khusus untuk penderita asma dengan prinsip latihan
tehnik bernapas dangkal
20

f.

Terapi Penanganan Terhadap Gejala

Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada
pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam
kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita
asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: 2 -agonist inhalasi dan
glukokortikosteroid oral
g.

Pemeriksaan Teratur

Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur


kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat perkembangan
kemampuan fungsi paru.
2.4.2

Tatalaksana terapi asma


Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola hidup
sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan pemenuhan
nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan olahraga atau yang biasa disebut
latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma Foundation of Victoria,
2002).
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
21

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini
adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena
pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat
steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f)

Iprutropioum bromide (Atroven)


Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus


a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f)

Antibiotik spektrum luas.

22

2.5 Analisis kasus penyakit asma


1. Uraian Kasus
Nyonya SJ, ibu rumah tangga 32 thn menghidap asma sejak berumur 5 thun.
Tidak merokok, minum alkohol sesekali dan mempunyai hewan peliharaan kucing.
Dia mendapat pengobatan :

-Beklometason 500 mg dua kali sehari


-Salbutamol 200 mg jika diperlukan.

Ny. SJ menemui dokter umum ketika mengalami nafas yang pendek selama beberapa
minggu. Ny. SJ mendapat pengobatan zafirlukast 20 mg dua kali sehari ditambah
pemberian amoxcicilin tiga kali sehari selama seminggu. Dokter curiga pasien
mempunyai infeksi ringan kemudian melanjutkan dengan masalah pengobatan. Dua
bulan kemudian, dia masuk rumah sakit karena gejala mirip flu, sakit perut dan
penurunan nafsu makan. Ny SJ dideteksi mempunyai penyakit kuning. Pemeriksaan
fungsi Hati: Bilirubin: 44 mol/l (normal range < 17 mol/l) , Alanin transaminase
(ALT): 200 IU/l (normal range:0-35 units/l) , Aspartate transaminase (AST):150 IU/l
(normal range:0-35 units/l)
2. Analisa Kasus
Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,
Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :
A. Subyektif
Nama

: Nyonya SJ

Umur

: 32th

Jenis Kelamin

: Perempuan

Keluhan

: nafas pendek selama berminggu-minggu. mirip flu, sakit


perut dan penurunan nafsu makan

Riwayat penyakit

: mengidap asma sejak umur 5 tahun

Riwayat pengobatan : Beklometason 500 dua kali sehari


Salbutamol 200 mg jika diperlukan
Zafirlukast 20 mg tiga kali sehari selama seminggu
B. Obyektif
Bilirubin: 44 mol/l (normal range < 17 mol/l)
Alanin transaminase (ALT): 200 IU/l (normal range:0-35 units/l)
Aspartate transaminase (AST):150 IU/l (normal range:0-35 units/l)
C. Assesment
23

pasien mengidap asma dan penyakit kuning yang diakibatkan oleh ADR
D. Planning (P)
1). Tujuan Terapi :
Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan mengganggu
Mencegah keparahanan penyakit kuning.
Mencegah morbiditas dan mortalitas akibat penyakit hati.
Memperbaiki kualitas hidup pasien
2). Sasaran Terapi :
Menurunkan nilai ALT, AST dan Bilirubin
Menangani asma pasien
3). Strategi Terapi :
Terapi Non Farmakologi :
Meminimalkan paparan alergen
Kontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, merokok, olah raga,
perubahan suhu)
Menghindari stress fisik dan emosional.
Olah raga khusus asma 2x seminggu selama 8 minggu
Tidak boleh minum alcohol
Tidak boleh memelihara hewan peliharaan
4). Analisis Kerasionalan Terapi (4T 1W)
Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat
yang digunakan dengan lima kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien,
tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah
uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan :
Tepat Indikasi
Nama Obat
Metilprednisolon

Indikasi
Asma bronkial dan

Mekanisme Aksi
melalui interaksinya

Bekerja

penyakit saluran nafas

protein reseptor yang spesifik di organ

dengan

target, untuk mengatur suatu ekspresi


genetik

yang

selanjutnya

akan

menghasilkan perubahan dalam sintesis


protein lain. Protein yang terakhir yang
mengubah fungsi seluler organ target
sehingga diperoleh efek yang dikehendaki

24

Keterangan
Tepat indikasi

Tepat Obat
Nama obat
Metilprednisolon

Alasan sebagai drug of choice


Terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus dan

Keterangan
Tepat obat

pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan.

Tepat Pasien
Nama Obat
Metilprednisolon

Kontra Indikasi
Hipertensi, diabetes melitus, tukak peptik, infeksi berat atau

Keterangan
Tepat pasien

gangguan kardiovaskuler.

Tepat Dosis
Nama Obat
Metilprednisolon

Dosis Standar
2- 60 gram per hari

Dosis yang Diberikan


60 mg, 3x selama 48 jam

Keterangan
Tepat dosis

Waspada Efek Samping Obat


Nama Obat
Metilprednisolon

Efek Samping Obat


Gangguan cairan dan elektrolit,

Saran
Glikosuria diatasi dengan diet dan pemberian

hiperglikemia, glikosuria

insulin atau hipoglikemik oral.

Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut


No.
1.
2.

Monitoring
Monitoring terhadap ALT, AST, dan Bilirubin.
Monitoring Terhadap terapi untuk mengobati

Rencana Tindak Lanjut


Evaluasi selanjutnya dilakukan 1-6 bulan untuk

asma pasien di pantau 1-2 minggu.

melihat asma dapat terkontrol, jika terkontrol


dengan baik tahap pengobatan dapat diturunkan
dengan bertahap, sebaliknya jika asma tidak
terkontrol maka terapi perlu dinaikkan dosisnya

Memantau efektivitas terapi dan efek samping

secara bertahap.
Jika
terapi

penggunaan metilprednisolon

menunjukkan aktifitas terapi tetapi muncul efek

dengan

metilprednisolon

samping yang tidak dapat ditoleransi maka


sebaiknya obat diganti dengan golongan lain
yang digunakan untuk propilaksis asma. Dan
jika

asma

telah

terkontrol

maka

untuk

menangani serangan asma akut dapat di atasi


dengan inhalasi.

Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE):

25

Adapun konsultasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien untuk
menunjang proses pengobatan pasien adalah sebagai berikut :
Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan
cara penggunaan obat.
Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang
efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.
Memberikan edukasi kepada pasien dan yang merawat pasien mengenai tindakan yang
dapat diambil untuk mengatasi serangan asma akut.
Memberikan informasi kepada pasien untuk menhindari paparan allergen (debu, bulu
binatang, asap rokok) dan menghindari perubahan suhu yang mendadak agar serangan asma
tidak kambuh.
Menganjurkan kepada pasien untuk selalu membawa obat-obatan khususnya obat untuk
mengatasi serangan asma kemana pun pasien bepergian untuk mencegah keterlambatan
penanganan.
Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan fisioterapi napas (senam napas) untuk
melatih pernapasan.
3. Pembahasan Kasus
Dari kasus telah diketahui diagnosa pemeriksaan dokter bahwa pasien mengidap
asma dan penyakit kuning akibat ADR (Advers Drugs Reaction) dari Zafirlukast,
dimana sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan Zafirlukast 20 mg 3x
sehari selama seminggu. Zafirlukas merupakan pengobatan alternatif tahap 3
berdasarkan dari algoritma terapi asma. Zafirlukast merupakan obat yang bersifat
idiosinkrasi (efek samping tidak terjadi pada semua orang), dapat menyebabkan
kenaikan serum transaminase yang merupakan bukti awal hepatotoksik (gangguan
pada hati). Gejala sakit perut yang dialami pasien adalah akibat dari timbulnya efek
samping zafirlukast. Sehingga penggunaan zafirlukast harus dihentikan. Pemberian
obat tambahan zafirlukast dan amoksisilin oleh dokter kurang tepat seharusnya dosis
dinaikan terlebih dahulu pada pengobatan awal (beklometason, salbutamol) apabila
pasien belum membaik pada dosis yang telah diberikan.
Sesak yang terjadi pada pasien asma disebabkan karena penyempitan saluran
udara (Bronkokonstriksi) akibat otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan
yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adnya peradangan dan
pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Diduga yang bertanggungjawab pada awal

26

terjadinya penyempitan adalah sel mast. Pasien tidak mengalami asma akibat infeksi
karena pasien mempunyai riwayat asma sejak berumur 5 tahun. Asma pasien tersebut
termasuk golongan asma alergi karena sudah terjadi sejak masa kanak-kanak dan
biasanya didahului dengan gejala lain.
Menurut algoritma terapi pasien masuk pada tahap 4, pengobatan utama
kortikosteroid tablet tidak boleh melebihi 60 mg/hari sehingga digunakan
metilprednisolon. Metiprednisolon terutama bermanfaat pada serangan asma akibat
infeksi virus dan pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan.
Terapi

non

farmakologi,

meminimalkan

paparan

alergen karena

pasien

mengalami asma alergi apabila terpapar senyawa alergen maka asma bisa kambuh.
Kontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, perubahan suhu, olahraga,
stres, kecemasan), faktor-faktor tersebut memicu dilepasnya histamin dan leukotrien
sel lainya (eosinofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma
melepaskan bahan lainya (juga leukotrien) yang menyebabkan penyempitan saluran
udara . Menghindari stres fisik dan emosional yang juga memicu . Olah raga khusus
asma 2x seminggu selama 8 minggu.

27

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
1. Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan
banyak sel yang berperan khususnya sel mast, eosinophil, dan limfosit T.
2. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal
ini tergambar dari studi survey kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi
di Indonesia.
3. Klasifikasi asma berdasarkan etiologi yaitu : asma bronkiale tipe atopik (ektrinsik),
asma bronkiale tipe non atopik (intrinsik), dan asma bronkiale campuran (mixed)
4. Diagnosis asma berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya
dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada
pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi,
karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah
pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory
flow meter.
5. Tatalaksana terapi asma dapat dilakukan dengan terapi non farmakologik maupun
terapi farmakologik.

3.2

Saran
Adapun saran yang dapat di sampaikan dalam makalah ini, hendaklah para
pembaca dapat memberikan kritik dan saran dalam makalah ini tentang penyakit asma
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dan lengkap lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Muchid, A.dkk.2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta : DepKes RI


http://bali.forumotion.net/kesehatan-f48/penyakit asma-dan-penanganannya-t1208
http://coret-coretque.blogspot.com/contoh-kasus-asma
28

http://ketobapadah.blogspot.com/asma/penatalaksanaan-pengobatan-dan-terapi
http://satriabhaktiberbagisehat.wordpress.com/makalah-asma
http://www.infopenyakit.com/2208/02/penyakit-asma-asthma.html

29

Wawancara
Percakapan apoteker dan pasien
A

: Selamat pagi bu, ada yang bias kami bantu ?

: Saya mempunyai keluhan sejak 2 hari ini saya mengalami sesak nafas

: Apakah anda sering mengalami sesak nafas sebelumnya ?

: Saya sesak nafas kalau cuaca dingin saja atau kalau saya sedang kelelahan tapi 3
bulan terakhir saya sering mengalami sesak nafas hamper setiap hari

: Apakah ibu mempunyai riwayat asma sebelumnya ?

: Saya tidak mempunyai riwayat penyakit asma sebelumnya

: Berdasarkan keluhan yang ibu rasakan ibu mengalami Asma bronchiale persisten
sedang, apakah ibu telah meminum obat sebelumnya ?

: Saya sering minum obat yang dibeli di warung

: Saya menyarankan agar ibu minum obat Aminofillin 200mg 3x1 dan Deksametason
0,5mg 3x1 dan jika keluhan bertambah parah sebaiknya ibu periksa kedokter

: Baik terima kasih bu

30

Pertanyaan :
1. Mengapa ibu hamil yang menderita asma kemungkinan tidak bias melahirkan secara
normal ? (Famela)
2. Mengapa faktor perubahan suhu mempengaruhi asma ? (Metha)
3. Contoh kebanyakan pasien asma menggunakan sediaan inhalasi ? apabila digunakan
secara terus menerus akan mengakibatkan komplikasi dan efek samping tertentu ? dan
apakah penggunaan sediaan inhalasi secara berlebihan dapat mengakibatkan kematian
? terapi alternatif apa yang bisa dilakukan pasien untuk mengganti sediaan inhalasi
tersebut ? (Witri)
4. Bisakah asma menyebabkan penyakit kanker paru-paru ? (Iga)
5. Kenapa alergi disebut sebagai faktor resiko terjadinya asma ? Kapan waktu yang tepat
untuk penambahan atau pengurangan obat pada penderita asma baik itu pada anakanak, dewasa dan usia lanjut ? (Dinny)
6. Hewan apa yang tidak boleh diperlihara oleh penderita asma ? (Rata)
7. Bagaimana cara mengatasi asma tanpa menggunakan inhaler ? (Dede)
8. Mengapa tertawa dan menangis dapat menyebabkan asma ? (Anggun)
9. ISPA dan sinus dapat menyebabkan asma atau tidak ? (Veby)
10. Apakah ada gaya hidup yang bisa diubah untuk mengatasi asma ? (Diya)
11. Adakah perbedaaan penanggulangan orang yang obesitas dengan asma dengan yang
tidak obesitas ? (Lia)

31

Anda mungkin juga menyukai