ASMA
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
Nama
: Arika Safitri
Fuji Lestari
Indri Kurniati
Irma Yuliana
Notri Herawati
Tedi Putra Tanjung
Tansy Augustin Cafrina
Program Studi
: S1 Farmasi / Semester VI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat karunia serta hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah farmakoterapi 1 yang berjudul Asma.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas kuliah Farmakoterapi 1 Universitas Kader
Bangsa. Selaku manusia biasa, kami sangat menyadari kemampuan yang dimiliki sehingga
selesainya penulisan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari dosen
pembimbing, teman sekelas, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Seperti kata
pepatah Tak ada gading yang tak retak. Maka, kami sangat berharap kritik serta saran dari
pembaca yang bersifat membangun agar karya tulis ini menjadi lebih sempurna. Dengan
selesainya makalah ini semoga bermanfaat untuk teman-teman semua.
Palembang,
Maret 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
...
...
...
3
3
3
12
17
22
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
....
27
3.2 Saran
....
27
DAFTAR PUSTAKA
28
WAWANCARA
29
PERTANYAAN
30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kata asma berasal dari kata azo atau azin yang berarti bernafas dengan
sulit. Asma adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran
pernafasan (bronkhiolus) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding
rongga bronkhiolus sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
akhirnya seseorang mengalami sesak nafas.
Asma didefinisikan juga sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
respiratorik dengan banyak sel yang berperan khususnya sel mast, eosinophil, dan
limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan khususnya pada malam atau dini hari.
Asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa epidemiologi penyakit asma ?
Apa etiologi dan patofisiologi penyakit asma ?
3. Bagaimana sasaran terapi penyakit asma ?
Apa saja Strategi dan tatalaksana terapi penyakit asma ?
5. Bagaimana cara menganalisis kasus penyakit asma ?
1.3
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui epidemiologi, etiologi, patofisiologi penyakit asma.
Untuk mengetahui sasaran terapi penyakit asma.
3. Untuk mengetahui analisis kasus penyakit asma
1.4
Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui epidemiologi, etiologi, patofisiologi penyakit asma.
4
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan
dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel
tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan
trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang
yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut
belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru
menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen
yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada
permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah
terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai
sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil
Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan,
kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang
berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper
rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi
terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien
asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan
dengan derajat berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat
dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara
klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai
suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran
nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel
radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia
dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak
7
berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan
saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronchus. Akibat dari
bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka
terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa
sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan
stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan
adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan
kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA
menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh
sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
2. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen
tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah
raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik.
Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf
simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam
keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa.
Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang
mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam
membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messenger kedua.
Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan
mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 35 cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan
menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari
mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor
adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi
bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade
adrenergik beta.
3. Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik.
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
muskarinik
memperantarai
bronkokonstriksi,
dan
obat
Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,
dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cincin serta mempunyai dua cabang.
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung
alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah.
Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut
saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar
epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya
strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus
alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru.
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran
gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi.
Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui
cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan
karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan.
Udara akan mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama
inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat.
Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari 4 mmHg
(relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekitar 8mmHg. Pada saat yang sama
tekanan pada intra pulmunal menurun 2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir).
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir
kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada
ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang
mengecil sehingga udara mengalir keluar paru.
Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui
membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang
tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen
dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada
didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada
karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli.
Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke
jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masuk ke jaringan melalui dua
11
jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikatan dengan
hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam
darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat
dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen.
Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram,
maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ), bila darah
teroksigenasi mencapai jaringan. Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan
jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan
dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalam sel-sel
sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam
sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan
lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari
cairan jaringan kedalam darah.
Fungsi sebagian pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal
berkisar 7,35 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 7,45.
Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi
CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah.
Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO 2 atau CO2 yang diproduksi
oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan
alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiper ventilasi.
2.2.3 Patofisiologi penyakit asma
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen
yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran
nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut
dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan
dilepaskanya interleukin 2 (IL-2) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah
disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar
kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E
12
yang sudah ada dalam permukaan mastosit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan
influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini
akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin,
slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of
anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi
utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang
kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang
berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya
saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.
Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak
merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli,
akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat
lanjut.
2.3 Sasaran terapi penyakit asma
Sasaran terapi penyakit asma meliputi gejala asma, bronkokonstriksi, peradangan
saluran napas, obstruksi saluran napas oleh mucus serta frekuensi keparahannya.
1. Gejala Klinis Asma.
Berat dan frekuensi serangan asma pada tiap penderita bervariasi. Beberapa
penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan sesak nafas
yang singkat dan ringan yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya selalu
mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah
menderita suatu infeksi virus, olah raga atau terpapar oleh allergen atau iritan,
menangis atau tertawa juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang
berbunyi (wheezing), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika
penderita menghembuskan nafasnya. Serangan dapat pula terjadi secara perlahan
dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut,
yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk
atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa
berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
13
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau leher. Batuk kering
malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya
gejala. Selama serangan asma sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga
timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga mengeluarkan
banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat penderita menjadi sulit untuk
berbicara karena sangat sesak. Meskipun telah mengalami serangan yang berat,
biasanya penderita akan sembuh sempurna. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran
menurun, penderita seperti tidur lelap tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian
tertidur kembali) dan sianosis merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen
penderita sangat terbatas dan perlu pengobatan segera. Kadang beberapa alveoli di
paru bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di rongga pleura atau sekitar
organ dada, hal ini akan memperburuk sesak yang dialami penderita.
2. Diagnosis
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan
fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada
pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi,
karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah
pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory
flow meter.
1. Anamnesa
a) Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak
kunjung sembuh, atau batuk malam hari.
b) Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.
c) Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang
lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman
dalam posisi duduk.
b) Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
c) Paru :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: hipersonor
Palpasi
3. Pemeriksaan Penunjang
14
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clockwise rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
- Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
- VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
6) Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP)
dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP). Pemeriksaan ini sangat tergantung
kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan
kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 23 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1< 80% nilai
prediksi atau rasio VEP 1/KVP < 75%.
dengan PEF meter adalah sebagai berikut : Penuntun meteran dikembalikan ke posisi
angka 0. Pasien diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan
untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian mulut alat
tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka tersebut
adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit.Sumbatan jalan napas diketahui
dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti,
yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau
setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda
nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE. Pada pagi hari diukur APE untuk
mendapatkan nilai terendah dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
16
Gejala
Fungsi Paru
II.
Persisten
Ringan
Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per
hari. Malam hari > 2 kali per bulan. Serangan
dapat mempengaruhi aktifitas
III. Persisten
Sedang
minggu.
Serangan
Serangan
mempengaruhi
aktifitas
nilai terbaik
Berat
nilai terbaik
dapat
penjelasan
tentang
obat-obat
meringankan
(reliever)
asma:
1. 2-Agonist Inhalasi
Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk mengontrol
gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat
menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia .
2. 2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor
otot skeletal dan hipokalemia.
3. Antikolinergic
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru. Obat ini
dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus.
e. Metode Pengobatan Alternative
Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam penelitian.
Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti dapat
menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma, selain
itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini merupakan tehnik
bernapas yang dirancang khusus untuk penderita asma dengan prinsip latihan
tehnik bernapas dangkal
20
f.
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada
pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam
kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita
asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: 2 -agonist inhalasi dan
glukokortikosteroid oral
g.
Pemeriksaan Teratur
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini
adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena
pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat
steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f)
22
Ny. SJ menemui dokter umum ketika mengalami nafas yang pendek selama beberapa
minggu. Ny. SJ mendapat pengobatan zafirlukast 20 mg dua kali sehari ditambah
pemberian amoxcicilin tiga kali sehari selama seminggu. Dokter curiga pasien
mempunyai infeksi ringan kemudian melanjutkan dengan masalah pengobatan. Dua
bulan kemudian, dia masuk rumah sakit karena gejala mirip flu, sakit perut dan
penurunan nafsu makan. Ny SJ dideteksi mempunyai penyakit kuning. Pemeriksaan
fungsi Hati: Bilirubin: 44 mol/l (normal range < 17 mol/l) , Alanin transaminase
(ALT): 200 IU/l (normal range:0-35 units/l) , Aspartate transaminase (AST):150 IU/l
(normal range:0-35 units/l)
2. Analisa Kasus
Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,
Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :
A. Subyektif
Nama
: Nyonya SJ
Umur
: 32th
Jenis Kelamin
: Perempuan
Keluhan
Riwayat penyakit
pasien mengidap asma dan penyakit kuning yang diakibatkan oleh ADR
D. Planning (P)
1). Tujuan Terapi :
Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan mengganggu
Mencegah keparahanan penyakit kuning.
Mencegah morbiditas dan mortalitas akibat penyakit hati.
Memperbaiki kualitas hidup pasien
2). Sasaran Terapi :
Menurunkan nilai ALT, AST dan Bilirubin
Menangani asma pasien
3). Strategi Terapi :
Terapi Non Farmakologi :
Meminimalkan paparan alergen
Kontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, merokok, olah raga,
perubahan suhu)
Menghindari stress fisik dan emosional.
Olah raga khusus asma 2x seminggu selama 8 minggu
Tidak boleh minum alcohol
Tidak boleh memelihara hewan peliharaan
4). Analisis Kerasionalan Terapi (4T 1W)
Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat
yang digunakan dengan lima kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien,
tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah
uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan :
Tepat Indikasi
Nama Obat
Metilprednisolon
Indikasi
Asma bronkial dan
Mekanisme Aksi
melalui interaksinya
Bekerja
dengan
yang
selanjutnya
akan
24
Keterangan
Tepat indikasi
Tepat Obat
Nama obat
Metilprednisolon
Keterangan
Tepat obat
Tepat Pasien
Nama Obat
Metilprednisolon
Kontra Indikasi
Hipertensi, diabetes melitus, tukak peptik, infeksi berat atau
Keterangan
Tepat pasien
gangguan kardiovaskuler.
Tepat Dosis
Nama Obat
Metilprednisolon
Dosis Standar
2- 60 gram per hari
Keterangan
Tepat dosis
Saran
Glikosuria diatasi dengan diet dan pemberian
hiperglikemia, glikosuria
Monitoring
Monitoring terhadap ALT, AST, dan Bilirubin.
Monitoring Terhadap terapi untuk mengobati
secara bertahap.
Jika
terapi
penggunaan metilprednisolon
dengan
metilprednisolon
asma
telah
terkontrol
maka
untuk
25
Adapun konsultasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien untuk
menunjang proses pengobatan pasien adalah sebagai berikut :
Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan
cara penggunaan obat.
Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang
efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.
Memberikan edukasi kepada pasien dan yang merawat pasien mengenai tindakan yang
dapat diambil untuk mengatasi serangan asma akut.
Memberikan informasi kepada pasien untuk menhindari paparan allergen (debu, bulu
binatang, asap rokok) dan menghindari perubahan suhu yang mendadak agar serangan asma
tidak kambuh.
Menganjurkan kepada pasien untuk selalu membawa obat-obatan khususnya obat untuk
mengatasi serangan asma kemana pun pasien bepergian untuk mencegah keterlambatan
penanganan.
Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan fisioterapi napas (senam napas) untuk
melatih pernapasan.
3. Pembahasan Kasus
Dari kasus telah diketahui diagnosa pemeriksaan dokter bahwa pasien mengidap
asma dan penyakit kuning akibat ADR (Advers Drugs Reaction) dari Zafirlukast,
dimana sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan Zafirlukast 20 mg 3x
sehari selama seminggu. Zafirlukas merupakan pengobatan alternatif tahap 3
berdasarkan dari algoritma terapi asma. Zafirlukast merupakan obat yang bersifat
idiosinkrasi (efek samping tidak terjadi pada semua orang), dapat menyebabkan
kenaikan serum transaminase yang merupakan bukti awal hepatotoksik (gangguan
pada hati). Gejala sakit perut yang dialami pasien adalah akibat dari timbulnya efek
samping zafirlukast. Sehingga penggunaan zafirlukast harus dihentikan. Pemberian
obat tambahan zafirlukast dan amoksisilin oleh dokter kurang tepat seharusnya dosis
dinaikan terlebih dahulu pada pengobatan awal (beklometason, salbutamol) apabila
pasien belum membaik pada dosis yang telah diberikan.
Sesak yang terjadi pada pasien asma disebabkan karena penyempitan saluran
udara (Bronkokonstriksi) akibat otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan
yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adnya peradangan dan
pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Diduga yang bertanggungjawab pada awal
26
terjadinya penyempitan adalah sel mast. Pasien tidak mengalami asma akibat infeksi
karena pasien mempunyai riwayat asma sejak berumur 5 tahun. Asma pasien tersebut
termasuk golongan asma alergi karena sudah terjadi sejak masa kanak-kanak dan
biasanya didahului dengan gejala lain.
Menurut algoritma terapi pasien masuk pada tahap 4, pengobatan utama
kortikosteroid tablet tidak boleh melebihi 60 mg/hari sehingga digunakan
metilprednisolon. Metiprednisolon terutama bermanfaat pada serangan asma akibat
infeksi virus dan pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan.
Terapi
non
farmakologi,
meminimalkan
paparan
alergen karena
pasien
mengalami asma alergi apabila terpapar senyawa alergen maka asma bisa kambuh.
Kontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, perubahan suhu, olahraga,
stres, kecemasan), faktor-faktor tersebut memicu dilepasnya histamin dan leukotrien
sel lainya (eosinofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma
melepaskan bahan lainya (juga leukotrien) yang menyebabkan penyempitan saluran
udara . Menghindari stres fisik dan emosional yang juga memicu . Olah raga khusus
asma 2x seminggu selama 8 minggu.
27
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan
banyak sel yang berperan khususnya sel mast, eosinophil, dan limfosit T.
2. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal
ini tergambar dari studi survey kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi
di Indonesia.
3. Klasifikasi asma berdasarkan etiologi yaitu : asma bronkiale tipe atopik (ektrinsik),
asma bronkiale tipe non atopik (intrinsik), dan asma bronkiale campuran (mixed)
4. Diagnosis asma berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya
dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada
pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi,
karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah
pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory
flow meter.
5. Tatalaksana terapi asma dapat dilakukan dengan terapi non farmakologik maupun
terapi farmakologik.
3.2
Saran
Adapun saran yang dapat di sampaikan dalam makalah ini, hendaklah para
pembaca dapat memberikan kritik dan saran dalam makalah ini tentang penyakit asma
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dan lengkap lagi.
DAFTAR PUSTAKA
http://ketobapadah.blogspot.com/asma/penatalaksanaan-pengobatan-dan-terapi
http://satriabhaktiberbagisehat.wordpress.com/makalah-asma
http://www.infopenyakit.com/2208/02/penyakit-asma-asthma.html
29
Wawancara
Percakapan apoteker dan pasien
A
: Saya mempunyai keluhan sejak 2 hari ini saya mengalami sesak nafas
: Saya sesak nafas kalau cuaca dingin saja atau kalau saya sedang kelelahan tapi 3
bulan terakhir saya sering mengalami sesak nafas hamper setiap hari
: Berdasarkan keluhan yang ibu rasakan ibu mengalami Asma bronchiale persisten
sedang, apakah ibu telah meminum obat sebelumnya ?
: Saya menyarankan agar ibu minum obat Aminofillin 200mg 3x1 dan Deksametason
0,5mg 3x1 dan jika keluhan bertambah parah sebaiknya ibu periksa kedokter
30
Pertanyaan :
1. Mengapa ibu hamil yang menderita asma kemungkinan tidak bias melahirkan secara
normal ? (Famela)
2. Mengapa faktor perubahan suhu mempengaruhi asma ? (Metha)
3. Contoh kebanyakan pasien asma menggunakan sediaan inhalasi ? apabila digunakan
secara terus menerus akan mengakibatkan komplikasi dan efek samping tertentu ? dan
apakah penggunaan sediaan inhalasi secara berlebihan dapat mengakibatkan kematian
? terapi alternatif apa yang bisa dilakukan pasien untuk mengganti sediaan inhalasi
tersebut ? (Witri)
4. Bisakah asma menyebabkan penyakit kanker paru-paru ? (Iga)
5. Kenapa alergi disebut sebagai faktor resiko terjadinya asma ? Kapan waktu yang tepat
untuk penambahan atau pengurangan obat pada penderita asma baik itu pada anakanak, dewasa dan usia lanjut ? (Dinny)
6. Hewan apa yang tidak boleh diperlihara oleh penderita asma ? (Rata)
7. Bagaimana cara mengatasi asma tanpa menggunakan inhaler ? (Dede)
8. Mengapa tertawa dan menangis dapat menyebabkan asma ? (Anggun)
9. ISPA dan sinus dapat menyebabkan asma atau tidak ? (Veby)
10. Apakah ada gaya hidup yang bisa diubah untuk mengatasi asma ? (Diya)
11. Adakah perbedaaan penanggulangan orang yang obesitas dengan asma dengan yang
tidak obesitas ? (Lia)
31