INTRODUCTION
CHAPTER 2
LITERATURE REVIEW
2) Indoles (Indomethacin)
3) Asam Fenamat diantaranya, mefenamic acid, meclofenamate sodium
4) Derivat Pirol diantaranya, diklofenak, indometasin, proglumetasin, dan
oksametasin
5) Asam Propionat diantaranya, ibuprofen, alminoprofen, fenbufen, indoprofen,
naproxen, dan ketorolac
6) Derivat Pyrazolone diantaranya, fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan
fenazon
7) Derivat Oxicam diantaranya, piroxicam (feldene), meloxicam (mobic)
8) COX-2 Inhibitors
2.2 KARAKTERISTIK NSAIDS
NSAIDs secara klinis digunakan sebagai antipiretik, analgesik dan antiinflamasi. Obat ini
sangat efektif dalam menurunkan suhu tubuh saat demam (antipiuretik). NSAIDs dipakai
juga untuk analgesik dalam menangani sakit ringan sampai sedang seperti myalgia, dental
pain, dysmenorrhea dan sakit kepala. Tidak seperti analgesik jenis opoid yang tidak boleh
karena ada efek depresi neurologis.
Sebagai antiinflamasi NSAIDs digunakan untuk merawat kondisi tegang otot, tendinitis
dan bursitis. Selain itu, obat ini juga digunakan untuk merawat penyakit kronis dan inflamasi
arthritis rheumatoid, osteoarthritis, dan macam-macam arthritis lain seperti gouty arthritis
dan ankylosing spondylitis.
2.2.1 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Indikasi diberikan pada pasien yang mengalami inflamasi, rasa sakit dan demam.
Faktor ko-morbid dapat meningkatkan resiko seperti perdarahan GI termasuk riwayat
ulser, usia lanjut, status kesehatan yang buruk, pemakaian obt NSAID yang lama,
merokok dan penggunaan alkohol. Semua itu dapat menyebabkan efek pada ginjal,
sehingga dalam penggunaan NSAID harus hati-hati bagi pasien yang memiliki penyakit
gagal jantung, hipertensi, dan edema.
Kontraindikasi dari obat ini adalah bagi orang yang memiliki hipersensitivitas pada
salisilat atau NSAID yang lain. Asma merupakan salah satu bentuk hipersensitivitas.
Kontraindikasi lainnya bagi orang yang memiliki riwayat perdarahan GI, iritasi gastric,
atau peptic ulcer. NSAIDs juga tidak boleh digunakan saat kehamilan, karena efek
Salisilat
2.
3.
4.
Derivat Pirol
5.
Fenamat
6.
Oksikam
7.
Nabumeton
8.
Pirazolon
9.
10. Acetaminofen
Masing-masing golongan obat memiliki waktu mencapai puncak level plasma,
waktu paruh plasma, ikatan protein serta berapa banyak yang dieksresi oleh urin yang
berbeda-beda. Berikut tabel yang akan menjelaskan farmakokinetik dari beberapa
macam golongan NSAIDs.
Tabel 1. Farmakokinetik dari NSAIDs
2.2.3 FARMAKODINAMIK
Aksi antiinflamasi dari NSAIDs dengan cara menginhibisi biosintesis prostaglandin
oleh cyclooxigenase (COX)-2. COX-2 adalah cyclooxigenase (COX) predominan yang
berupa kerusakan pada hepar, terutama pada dosis yang tinggi sekitar 15 gram atau
250 mg/ kg. dan status gizi yang buruk atau pada penderita alkoholik. Efek samping
dari asam mefenamat yang sering dijumpai adalah mual, diare, pusing, ruam kulit,
leukopenia, dan anemia hemolitik (autoimun).
Metamizol meskipun belum banyak data yang dikemukakan sehubungan dengan
kejadian efek samping pada hepar, namun beberapa penelitian menyatakan bahwa
efek samping metamizol relatif lebih ringan, seandainya ada biasanya karena diberikan
bersama obat-obat yang lain.
Nimesulide mempunyai efek samping yang sangat minimal, baik pada platelet,
lambung, dan ginjal karena obat ini termasuk selektif menghambat COX-2 yang
berperan dalam proses peradangan serta hanya menghambat COX-1 dalam jumlah
yang relatif kecil (Vane, 1996). Perbandingan antara pemakaian obat COX-2 dengan
NSAID konvensional pada pasien dengan osteoarthritis selama 1 tahun membuktikan
bahwa pada endoscopy terjadi penurunan nyata kejadian peptic ulcer pada pemakai
obat COX-2. Demikian juga efek yang terjadi pada ginjal dan platelet, tidak
menyebabkan suatu kerusakan (Day, 2000).
2.2.5 INTERAKSI OBAT
Toksisitas NSAIDs pada gastrointestinal akan meningkat jika penggunaan obat ini
dikombinasikan dengan kortikosteroid. Oleh karena NSAIDs menurunkan fungsi
sintesis prostaglandin, obat ini dapat meningkatkan neprotoksisitas pada agen seperti
ampoterisin B, cidofovir, cysplatin, siklosporin, gancyclovir dan vancomycin.
2.2.6 DOSIS
Dosis dari NSAIDs dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 2. Dosis NSAIDs
Waktu paruh
Dosis orang
Frekuensi pemberian
(jam)
dewasa (mg)
Aspirin
0.25 + 0.03
300-600
Dislofenac sodium
1.1 + 0.2
50-75
Dislofenac
1.1 + 0.2
25-50
11 + 2
250-500
2 kali sehari
pottasium
Diflunisal
Ibuprofen
2 + 0.5
200-400
Indomethacin
2.4 + 0.4
25-50
Ketoprofen
1.8 + 0.3
50-100
Asam mefenamic
3+1
250
4 kali sehari
Naproxen
14 + 1
250
3 kali sehari
Paracetamol
2 + 0.4
500-1000
Phenylbutazone
56 + 8
100-200
3 kali sehari
Piroxicam
48 + 8
10-20
Sekali sehari
Sulindac
15 + 4
100-200
2 kali sehari
Tenoxicam
60 + 11
10-20
Sekali sehari
Difunisal
Sodium salicylate
Methyl salicylate
salsalate
ASPIRIN
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik
antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat
bebas. Aspirin secara klinis digunakan untuk nyeri akut simtompmatik dan demam dan
merupakan obat yang penting untuk terapi sejumlah
prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis.
2.3.1 FARMAKOKINETIK
Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh
di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas karena daerah penyerapannya
lebih luas. Waktu paruh aspirin adalah 15menit. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam
1. Antipiresis-analgesik
Salisilat efektif dalam pengobatan jenis nyeri ringan sampai sedang. Aspirin digunakan
dalam pengobatan sakit kepala, sakit badan, arthralgia, neuralgia dan dismenorea.
2. Antiinflamasi
Salisilat sering digunakan dalam pengobatan kondisi inflamasi seperti radang sendi
(arthritis) dan fibromyositis.
3. Artitis rheumatoid
Walaupun telah banyak ditemukan obat antireumatoid baru, salisilat masih dianggap
obat standard pada studi perbandingan dengan obat anti-reumatik lain. Sebagian
penderita atitis rheumatoid dapat dikontrol dengan salisilat saja; bila hasilnya tidak
memadai, dapat digunakan obat lain. Selain menghilangkan nyeri, salisilat jelas
manghambat inflamasinya.
4.
Penggunaan lain
Aspirin digunakan untuk mencegah trombus koroner dan thrombus vena dalam-dalam
berdasarkan efek penghambatan agregasi trombosit. Laporan menunjukkan bahwa
dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang diminum tiap hari dapat mengurangi insiden
infark miokard akut, dan penderita angina tidak stabil.
2.3.4 INDIKASI
1. Antipiresis
Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325-650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau
4 jam. Untuk anak 15-20 mg/kg BB, diberikan tiap 4-6 jam dengan dosis total tidak
melebihi 3,6 g per hari.
2. Analgesik
Salisilat bermanfaat untuk mengobati nyeri yang tidak spesisfik misalnya sakit
kepala, nyeri sendi, nyeri haid, neuralgia, mialgia. Dosis sama seperti pada
penggunaan antipiresis.
3. Demam reumatik akut
Dalam waktu 24-48 jam setelah pemberian obat yang cukup terjadi
pengurangan nyeri, kekakuan, pembengkakan, rasa panas dan memerahnya
jaringan setempat. Sehu badan, frekuensi nadi menurun dan penderita merasa
lebih enak. Dosis untuk dewasa, 5-8 g per hari, diberikan 1 g per kali. Dosis untuk
anak 100-125 mg/kg BB/ hari diberikan tiap 4-6 jam, selama seminggu. Setelah itu
tiap minggu dosis berangsur diturunkan samapai 60 mg/kg BB/ hari.
4. Artitis rheumatoid
Walaupun telah banyak ditemukan obat antireumatoid baru, salisilat masih
dianggap obat standar pada studi perbandingan dengan obat anti-reumatik lain.
Sebagian penderita atitis rheumatoid dapat dikontrol dengan salisilat saja; bila
hasilnya tidak memadai, dapat digunakan obat lain. Selain menghilangkan nyeri,
salisilat jelas manghambat inflamasinya. Dosisnya ialah 4-6 g per hari, tetapi dosis 3
g sehari kadang-kadang cukup memuaskan.
5. Penggunaan lain
Aspirin digunakan untuk mencegah trombus koroner dan thrombus vena
dalam-dalam berdasarkan efek penghambatan agregasi trombosit. Laporan
menunjukkan bahwa dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang diminum tiap hari dapat
mengurangi insiden infark miokard akut, dan penderita angina tidak stabil.
Indikasi dalam Kedokteran Gigi
NSAID adalah obat yang paling penting untuk manajemen nyeri gigi akut. Obat
tertentu dapat dipilih atas dasar keparahan rasa sakit dan timbulnya gejala lain yang terkait
misalnya untuk nyeri ringan sampai moderate, parasetamol umumnya direkomendasikan,
dan untuk nyeri akut diklofenak atau kombinasi dengan parasetamol umumnya lebih
disukai.
2.3.5 KONTRAINDIKASI
Ibu hamil (menyebabkan premature closure pada duktus arterius pada fetus yang
bisa mengakibatkan perdarahan)
Memiliki fungsi hati abnormal karena konsumsi aspirin dalam waktu lama dapat
menganggu waktu protrombin sehingga dapat menyebabkan perdarahan.
Penyakit
Ulser
Asma
Diabetes
Gout
Influenza
Hipokoagulasi
Perdarahan berlebihan
dilaporkan menunjukkan hepatomegali, anoreksia, mual dan ikterus. Bila terjadi ikterus
pemberian aspirin harus dihentikan karena dapat terjadi nekrosis hati yang fatal. Oleh
sebab itu aspirin tidak dianjurkan diberikan kepada penderita penyakit hati kronik.
Walaupun belum dapat dibutikan secara jelas, tetapi secara penelitian epidemiologis
ada hubungan erat antara salisilat dan sindrom Reye. Pada sindrom ini terjadi
kerusakan hati dan enselofali. Sindrom ini jarang terjadi tetapi berakibat fatal dan
dihubungkan pada pemakaian salisilat pada infeksi varicella dan virus lainnya pada
anak. Salisilat dapat menurunkan fungsi ginjal pada penderita dengan hipovolemia atau
gagal jantung.
3.
4. Hipersenitifitas
Sekitar 15 % pasien yang minum aspirin mengalami reaksi hipersensitivitas. Gejala alergi
yang asli adalah urtikaria, bronkokonstriksi, atau edema angioneurotik. Jarang terjadi
anafilaktik syok yang fatal.
5. Sindrom Reye
Aspirin yang diberikan selama infeksi virus ada hubungannya dengan peningkatan
insidens sindrom Reye, seringkali fatal, menimbulkan hepatitis dengan edema serebral.
Terutama terjadi pada anak-anak, sehingga lebih baik diberi asitaminfen daripada
aspirin jika pengobatan dihentikan.
2.3.7 DOSIS
1) Nyeri akut
Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325-650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau 4
jam. Untuk anak 15-20 mg/kg BB, diberikan tiap 4-6 jam dengan dosis total tidak
melebihi 3,6 g per hari
2) Demam rheumatic akut
i.
ii.
iii.
Dosis anak 100-125 mg/kgBB/hari, diberikan tiap 4-6 jam, selama seminggu.
Setelah itu tiap minggu dosis berangsur diturunkan sampai 60 mg/kgBB/hari
3) Arthritis rheumatoid
Dosisnya ialah 4-6 g per hari
2.3.8 SEDIAAN
Aspirin (asam asetil salisilat) dan natrium salisilat merupakan sediaan yang paling
banyak digunakan. Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk anak dan tablet 500
mg untuk dewasa.
2.4 ASAM PROPIONAT
Di antara NSAID, turunan asam fenilpropionat tersubstitusi merupakan kelompok
terbesar dari alternatif aspirin (Gambar 21-9).
Sumber: Neidle, Enid Adan Yagiela, John A. , Pharmacology dan Therapeutic for Dentitry
6th ed. St Louis, Mosby Company, 2011.
Selain indikasi anti-inflamasi dalam mengobati gejala rheumatoid arthritis,
osteoarthritis, dan penyakit sendi degeneratif, Ibuprofen, naproxen, ketoprofen, dan
fenoprofen juga disetujui sebagai agen analgesik. itu penggunaan jangka pendek dari
ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen adalah tersedia tanpa resep untuk menghilangkan
sakit kepala, demam, dismenore, dan muskuloskeletal ringan-sedang dan nyeri pasca
operasi. Pada pasien dengan rheumatoid arthritis dan osteoarthritis, turunan asam
propionat dan lainnya NSAID mengurangi pembengkakan sendi, nyeri, dan kekakuan pagi,
dan mereka meningkatkan mobilitas yang diukur dengan peningkatan waktu berjalan. Ketika
digunakan pada pasien yang diobati dengan kortikosteroid, agen ini diharapkan dapat
mengurangi dosis steroid.
Mirip dengan aspirin dan NSAID lainnya, obat ini menghambat PG sintesis dengan
menghambat COX nonselektif. kemampuan mereka untuk menghambat COX dan mencegah
efek PG pada uterus otot polos dalam pengobatan dismenore. Meskipun obat tersebut
berbagi farmakologis umum, beberapa karakteristik yang unik ada di antara individu obatobatan. Naproxen tampaknya sangat efektif dalam mengurangi aktivitas leukosit dalam
peradangan, dan ketoprofen mencegah pelepasan enzim lisosom dengan menstabilkan
membran lisosom.
Karena turunan asam propionat sebagai sebuah kelompok cenderung dari dosis
analgesik dan anti-inflamasi aspirin untuk penyebabnya GI atau perdarahan gangguan, pbat
tersebut telah semakin digunakan di tempat aspirin. Meskipun sangat selektif COX-2
inhibitor menantang keunggulan dari ibuprofen dan naproxen selama beberapa tahun
dalam terapi antiartritik karena risiko bahkan lebih rendah dari peristiwa GI yang serius,
cardiotoxic mereka potensi pada pasien tertentu telah sangat berkurang penggunaannya.
NSAID asam propionat hampir sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan. Tingkat
penyerapan umumnya cepat tapi bisa diubah untuk beberapa obat dengan makanan
diperut. Konsentrasi darah puncak dicapai dalam 1 sampai 4 jam. Semua agen ini sangat
terikat (> 90%) untuk plasma protein; mereka secara teoritis mampu mengganggu
pengikatan obat lain seperti phenytoin atau sulfonamid. itu obat bervariasi dimetabolisme
dan terkonjugasi, dan mereka sebagian besar diekskresikan dalam urin.
Ibuprofen, fenoprofen, dan ketoprofen memiliki plasma paruh pendek (1 sampai 4
jam), sedangkan naproxen memiliki waktu paruh plasma sekitar 15 jam, yang
memungkinkan lebih sedikit dosis. Flurbiprofen memiliki paruh menengah sekitar 6 jam;
waktu paruh dari oxaprozin adalah sekitar 50jam. Sebuah gambaran singkat dari beberapa
obat individual berikut, dengan penekanan pada penggunaan analgesik obat ini pada pasien
dengan sakit gigi pascaoperasi.
2.4.1 NAPROKSEN
Merek dagang: Apo-naproksen, Naprosyn, Naen, Novonaprox
Klasifikasi: Analgesik non opoid, Agens antiinflamasi nonsteroid
2.4.1.1 INDIKASI
Penatalaksanaan nyeri sedang sampai berat, penatalaksanaan dismenore,
penatalaksanaan
gangguan
inflamasi, antara
lain:
osteoartiritis
2.4.1.2 KERJA OBAT
1. Menghambat sintesis prostaglandin
2. Terapeutik: Supresi inflamasi, mengurangi nyeri
2.4.1.3 FARMAKOKINETIK
2.4.2.4 FARMAKODINAMIK
Fenoprofen menghambat sintesis prostaglandin dengan menghambat aktivitas
siklooksigenase dengan onsetnya selama 15-30 menit dan durasi selama 4-6 jam.
2.4.2.5 EFEK SAMPING
Efek samping dari fenoprofen adalah gangguan GI, terdapat darah dalam tinja, sakit
kepala, gatal, pusing, mengantuk, disuria, cystitis, hematuria, nefritis interstitial,
diskrasia darah, eritema multiforme, terdapat ulser pada GI, hepatitis, poliuria, gagal
ginjal akut, sindrom Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik.
2.4.2.6 DOSIS DAN SEDIAAN
1. Dosis: Dewasa: 300-600 mg 3-4 kali sehari. Max Dosis: 3 g/hari.
2. Sediaan: Kapsul: 200 mg, 300mg. Tablet: 600mg.
2.4.3 KETOPROFEN
2.4.3.1 INDIKASI
Ketoprofen digunakan untuk mengobati gejala-gejala artritis rematoid,
ankilosing spondilitis, gout akut dan osteoartritis serta kontrol nyeri dan inflamasi
akibat operasi ortopedik.
2.4.3.2 KONTRAINDIKASI
1. Pasien yang mempunyai riwayat ulkus peptikum atau dyspepsia dan
gagal ginjal.
2. Hipersensitif terhadap aspirin atau NSAID lain.
3. Pasien yang menderita asma bronkial, angioedema, urtikaria atau
rhinitis.
2.4.3.3 FARMAKOKINETIK
Ketoprofen dapat dengan mudah diserap dari saluran pencernaan (oral).
Puncak konsentrasi plasma setelah 0,5-2 jam. Diserap dengan baik (IM, rectal).
Distribusinya dengan cairan sinovial (konsentrasi substansial), protein-binding
yaitu 99%. Ketoprofen dimetabolisme oleh hepar melalui konjugasi dengan asam
glukuronat dan diekskresikan lewat urin sebagai konjugat glukuronat.
2.4.3.4 FARMAKODINAMIK
Ketoprofen merupakan suatu antiinflamasi non steroid dengan efek
2.4.4.1 FARMAKOKINETIK
Ibuprofen diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat-obatan ini
mempunyai waktu paruh singkat tetapi tinggi berikatan dengan protein. Jika dipakai
bersama-sama obat lain yang tinggi juga berikatan dengan protein, dapat terjadi efek
samping berat. Obat ini dimetabolisme dan dieksresi sebagai metabolit inaktif di urin.
2.4.4.2 FARMAKODINAMIK
Ibuprofen menghambat sintesis prostaglandin sehingga efektif dalam meredakan inflamasi
dan nyeri. Perlu waktu beberapa hari agar efek antiinflamasinya terlihat.Juga dapat
menambah efek koumarin, sulfonamid, banyak dari falosporin, dan fenitoin.Dapat terjadi
hipoglikemia jika ibuprofen dipakai bersama insulin atau obat hipoglikemik oral.Juga
berisiko terjadi toksisitas jika dipakai bersama-sama penghambat kalsium.
2.4.4.3 MEKANISME OBAT
Aktivitas analgesik (penahan rasa sakit) Ibuprofen bekerja dengan cara menghentikan Enzim
Sikloosigenase yang berimbas pada terhambatnya pula sintesis Prostaglandin yaitu suatu zat
yang bekerja pada ujung-ujung syaraf yang sakit.
Aktivitas antipiretik (penurun panas) Ibuprofen bekerja di hipotalamus dengan
meningkatkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan aliran darah.
2.4.4.4 INDIKASI
Karena efek analgesik dan antiinflamasinya maka dapat digunakan untuk meringankan
gejala-gejala penyakit rematik tulang, sendi dan non-sendi. Karena efek analgesiknya maka
dapat digunakan untuk meringankan nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada
dismenore primer (nyeri haid), nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri setelah
operasi.
2.4.4.5 KONTRA INDIKASI
Kontraindikasi absolut atau orang yang tidak dapat menggunakan ibuprofen adalah orang
yang alergi terhadap obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS). Kontraindikasi relatif antara
lain gangguan perdarahan, luka pada lambung/duodenum, penyakit lupus, kolitis ulseratif,
dan wanita hamil trimester 3 (karena dapat menyebabkan penutupan prematur pembuluh
darah jantung). Orang yang mengalami asma, radang mukosa hidung, jika menggunakan
aspirin atau obat AINS lain sebaiknya tidak menggunakan ibuprofen. Hindari penggunaan
pada penderita gangguan hati berat dan gangguan ginjal.
2.4.4.6 EFEK SAMPING
Walaupun jarang terjadi, tapi timbul efek samping sebagai berikut : gangguan saluran
pencernaan termasuk mual, muntah, gangguan pencernaan, diare, konstipasi dan nyeri
lambung. Juga pernah dilaporkan terjadi ruam pada kulit, bronchospasme (penyempitan
bronkus), trombositopenia (penurunan sel pembeku darah).
2.4.4.7 DOSIS
Usia
Takaran
>12 tahun
200-400 mg
10-12 tahun
300 mg atau 15 ml
7-10 tahun
200 mg atau 10 ml
4-7 tahun
1-4 tahun
100 mg atau 5 ml
6-12 bulan
50 mg atau 2,5 ml
3-6 bulan
50 mg atau 2,5 ml
2.4.4.8 SEDIAAN
Tablet, kapsul, obat kunyah, bubuk, cairan yang diminum.
2.4.4.9 SIGNETUR
Dewasa :
Sehari 3 - 4 kali 200 mg (1 tablet)
Anak-anak :
1-2 tahun : sehari 3-4 kali 50 mg (1/4 tablet)
3-7 tahun : sehari 3-4 kali 100 mg (1/2 tablet)
8-12 tahun : sehari 3-4 kali 200 mg (1 tablet)
Harus diminum setelah makan.
2.5 FENAMAT
Fenamat merupakan kelompok NSAID yang pertama kali ditemukan pada 1950s yang
merupakan derivate N-phenylanthranilic acid.Fenamat merupakan grup dari aspirinlike
drugs.Yang termasuk derivate ini adalah mefenamic, meclofenamic, dan flufenamic acids.
(Goodman & Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th Edition,2005)
Absorbsi
Diabsorbsi dari GIT (oral); konsentrasi puncak pada plasma setelah 2-4 jam
2)
Distribusi
Memasuki susu ibu (dalam jumlah kecil), >90% mengikat pada plasma albumin. Volume
distribusinya 1,06 l/kg
3)
Metabolisme
Ekskresi
Diekskresi pada urin (52%) sebagai obat yang tidak berubah dan metabolit; pada feses
(20%). Half life eliminasinya 2-4jam. (mims.com)
2.5.1.2 FARMAKODINAMIK
Asam mefenamic menghambat enzim cyclooxygenase (COX)-1 dan COX-2 dan mengurangi
pembentukan prostaglandins dan leukotrienes.Asam mefenamic juga bertindak sebagai
antagonis pada reseptor prostaglandin.Asam mefenamic juga memiliki sifat analgesic dan
antipiretik dengan aktivitas antiinflamasi minor. (Goodman & Gilman's The Pharmacological
Basis of Therapeutics, 11th Edition,2005)
2.5.1.3 INDIKASI SECARA UMUM
Asam Mefenamat diindikasikan untuk menghilangkan rasa sakit yang sedang / moderate
(terapinya tidak lebih dari 1 minggu) dan untuk menghilangkan primary dysmenorrheal.
Dapat juga digunakan untuk rheumatoid arthritis dan osteoarthritis. (Yagiela Pharmacology
and Theurapeutics for Dentistry,2004)
Indikasi di kedokteran gigi
1)
Untuk perawatan sakit postoperative atau sakit yang terjadi akibat adanya
komponen inflamasi
2)
Untuk sakit pada TMJ atau sakit akut akibat impaksi gigi (Goodman & Gilman's The
Terdapat riwayat alergi atau terjadi asma akibat aspirin atau NSAID.
2)
Pada pasien yang memiliki riwayat penyakit gastrointestinal seperti inflamasi atau
Disfungsi liver atau ginjal atau terdapat riwayat diare pada penggunaan asam
mefenamat sebelumnya.
4)
5)
1.
2.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L).
10.
Riwayat asma.
11.
Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis
inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500
5.000 unit setiap 12 jam).
12.
13.
14.
15.
16.
obat
yang
menghambat
sintesis
prostaglandin
dilaporkan
Penggunaan
bersama
NSAID
dengan
Warfarin
dihubungkan
dengan
ACE inhibitor karena Ketorolac dapat meningkatkan risiko gangguan ginjal yang
dihubungkan dengan penggunaan ACE inhibitor, terutama pada pasien yang
telah mengalami deplesi volume.
4.
5.
6.
7.
Pernah dilaporkan adanya halusinasi bila Ketorolac diberikan pada pasien yang
sedang menggunakan obat psikoaktif.
respon pasien. Lamanya terapi: Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus
secara intramuskular dan intravena tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek samping
dapat meningkat pada penggunaan jangka panjang.
1. Dewasa
Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10
30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif
terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa
dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang
berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari.
Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat mungkin.
Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak
boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan
pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg).
2. Pasien lanjut usia
Ampul: Untuk pasien yang usianya lebih dari 65 tahun, dianjurkan memakai
kisaran dosis terendah: total dosis harian 60 mg tidak boleh dilampaui (lihat
Perhatian).
3. Anak-anak
Keamanan dan efektivitasnya pada anak-anak belum ditetapkan. Oleh karena
itu, Ketorolac tidak boleh diberikan pada anak di bawah 16 tahun. Gangguan
ginjal: Karena Ketorolac tromethamine dan metabolitnya terutama diekskresi
di ginjal, Ketorolac dikontraindikasikan pada gangguan ginjal sedang sampai
berat (kreatinin serum > 160 mmol/l); pasien dengan gangguan ginjal ringan
dapat menerima dosis yang lebih rendah (tidak lebih dari 60 mg/hari IV atau
IM), dan harus dipantau ketat. Analgesik opioid (mis. Morfin, Phetidine) dapat
digunakan bersamaan, dan mungkin diperlukan untuk mendapatkan efek
analgesik optimal pada periode pasca bedah awal bilamana nyeri bertambah
berat. Ketorolac tromethamine tidak mengganggu ikatan opioid dan tidak
mencetuskan depresi napas atau sedasi yang berkaitan dengan opioid. Jika
digunakan bersama dengan Ketorolac ampul, dosis harian opioid biasanya
kurang dari yang dibutuhkan secara normal. Namun efek samping opioid masih
harus dipertimbangkan, terutama pada kasus bedah dalam sehari.
2.6.2. DIKLOFENAK
2.6.2.1 INDIKASI
Sebagai pengobatan jangka pendek untuk kondisi-kondisi akut sebagai berikut:
1.
2.
Nyeri dan inflamasi setelah operasi, seperti operasi tulang atau gigi.
3.
Sebagai ajuvan pada nyeri inflamasi yang berat dari infeksi telinga, hidung atau
tenggorokan,
misalnya
faringotonsilitis,
otitis.
Sesuai
dengan
prinsip
Dewasa:
Umumnya takaran permulaan untuk dewasa 100-150 mg sehari. Pada kasuskasus yang sedang, juga untuk anak-anak di atas usia 14 tahun 75-100 mg
sehari pada umumnya mencukupi.
Dosis harian harus diberikan dengan dosis terbagi 2-3 kali. Gunakan setelah
makan.
2.
Anak-anak:
Tablet kalium diklofenak tidak cocok untuk anak-anak.
rasa nyeri dapat dikurangi tanpa mengakibatkan ulkus lambung atau gangguan pembekuan
darah. Namun memang tidak ada obat yang sempurna. Obat NSAIDs COX-2 inhibitor ini
ternyata mengkibatkan efek samping buruk bagi jantung sehingga ada beberapa golongan
yang ditarik dari pasaran. Penggunaan obat COX-s inhibitor hanya terbatas pada pasien yang
memiliki risiko tinggi terbentuknya ulkus lambung, dan tidak digunakan pada pasien yang
memiliki penyakit jantung.
2.7.1 CELECOXIB
Rumus
kimianya
adalah
4-(5-[4-metilfenil]-3-[trifluorometil-1H-pirazol-1-il)
benzensulfonamid. Obat ini adalah suatu diaril yang merupakan substitusi pirazol.
2.7.1.1 INDIKASI
Osteoarthritis dan arthritis rematoid.
2.7.1.2 KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitif terhadap celecoxib dan jangan
diberikan pada penderita yang alergi terhadap sulfonamide atau menderita asma,
urtikaria atau alergi dengan NSAID lainnya.
2.7.1.3 FARMAKOKINETIK
Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3 jam setelah pemberian per oral. Bila
diberi bersama makanan yang kaya lemak, kadar puncak dalam plasma tertunda 1-2
jam. Kadarnya akan menurun sebanyak 37% bila diberikan bersama antacid yang
mengandung magnesium dan alumunium. Celecoxib dimetabolisme oleh sitokrom
P450 2C9 dan menghasilkan metabolit yang tidak aktif dan diekskresikan melalui
feses sebanyak 57% dan 27% melalui urin.
2.7.1.4 FARMAKODINAMIK
Cara kerjanya menghambat sintesis prostaglandin melalui penghambatan COX-2;
celecoxib tidak menghambat isoenzim COX-1. Celecoxib merupakan NSAID yang
memperlihatkan efek antiinflamasi, analgesic, dan antipiretik.
2.7.1.5 EFEK SAMPING
Dispepsia, diare, dan nyeri abdominal ringan hingga sedang.
2.7.1.6 INTERAKSI OBAT
Secara umum berinteraksi dengan obat yang menghambat sitokrom P450 2C9.
Potensial beraksi dengan flukonazol, litium, furosemid, dan Inhibitor Ace. Tidak ada
Australia manghapus obat ini dari pasaran karena banyak laporan toksisitas hati yang serius,
termasuk beberapa laporan kegagalan hati yang membutuhkan transplantasi.
2.8 ACETAMINOFEN
Acetaminofen (Nacetyl-aminophenol) merupakan satu-satunya derivat aniline yang
digunakan di klinik. Dikenal sebagai pilihan antipiretik analgetic yang digunakan ketika
aspirin tidak dapat digunakan karena masalah gastrik atau kontraindikasi lainnya.
2.8.1 FARMAKOKINETIK
Acetaminofen absorpsi paling baik di usus halus setelah administrasi oral. Obat
distribusi di cairan tubuh dan jaringan, dan secara bebas melewati plasenta. Waktu paruh
kiyrang lebih 2 hingga 4 jam dan tempat primer biotransformasi (oleh konjungsi
glucuronide) adalah di hati.metabolit minor lainnya termasuk konjungsi sulfat dan metabolit
hidrosilase. Reaktif tinggi dan metabilit hepatoxic, N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI),
biasanya sedikit signifikan. Bagaimanapun juga pada kasus overdosis acetaminofen dan
beberapa individu pengkonsumsi berat alkohol dan acetaminofen. Akan mengganggu
akumulasi dari metabolit. Pengikat acetaminofen dengan protein plasmabervariasi tetapi
jarang melebihi 40% total obat. Eliminasi di ginjaloleh filtrasi di glomelurus dan sekresi
tubularproksimal aktif.
2.8.2 FARMAKODINAMIK
Acetaminofen memiliki aktifitas analgetik dan antipiretik yang keduannya sama
esensialnya seperti aspirin. Mekanisme aksi obat adalah stem dari inhibisi dari sisntesis PG,
walaupun terdapat perbedaan dengan spektrum enzim COX yang diinhibisi. Acetaminofen
lebih aktif dibandingkan aspirin sebagai inhibitor CNS COX (termasuk COX-3, enzim karakter
baru) dan kurang aktif di perifer. Efek antiinflamasi acetaminofen lebih lemah daripada
aspirin. Acetaminofen merupakan selektif inhibitor neuronal sintesis PG daripada aspirin.
Mekanisme perifer acetaminofen
2.8.3 INDIKASI
Acetaminofen diindikasikan untuk meredakan secara temporer demam dan sakit dan
nyeri minor. Diindikasikan unutk meredakan nyeri ringan hingga sedang karena sakit kepala,
sakit otot, menstruasi, flu dan radang tenggorokan, sakit punggung, reaksi suntuk dan untuk
meredakan demam. Bisa juga untuk meredakan nyeri osteoarthritis.
2.8.4 KONTRAINDIKASI
Acetaminofen tidak dapat digunakan padapasien yang memiliki hipersensitif
terhadap acetaminofen
2.8.5 MEKANISME KERJA
Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak
mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan
lambung (Sartono,1993).
Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid
sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek
anti inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang,
seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011)
Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan asetosal,
meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti Asetosal, Parasetamol tidak
mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung.
Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol.
Diantara ketiga obat tersebut, Parasetamol mempunyai efek samping yang paling ringan dan
aman untuk anak-anak. Untuk anak-anak di bawah umur dua tahun sebaiknya digunakan
Parasetamol, kecuali ada pertimbangan khusus lainnya dari dokter. Dari penelitian pada
anak-anak dapat diketahui bahawa kombinasi Asetosal dengan Parasetamol bekerja lebih
efektif terhadap demam daripada jika diberikan sendiri-sendiri. (Sartono 1996)
2.8.6 SEDIAAN DAN POSOLOGI
Parasetamol tersedi sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500mg atau sirup yang
mengandung 120mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap,
dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis Parasetamol untuk dewasa 300mg-1g per kali,
dengan maksimum 4g per hari, untuk anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, dengan maksimum
1,2g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60mg/kali, pada keduanya diberikan maksimum 6 kali
sehari. .(Mahar Mardjono 1971)
2.8.7 EFEK SAMPING
Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya
berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada
mukosa.
Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik.
Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimmune, defisiensi enzim
G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.
Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarng menimbulkan masalah pada
dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb. Methemoglobinemia
baru merupakan masalah pada takar lajak. Insidens nefropati analgesik berbanding lurus
dengan penggunaan Fenasetin. Tetapi karena Fenasetin jarang digunakan sebagai obat
tunggal, hubungan sebab akibat sukar disimpulkan. Eksperimen pada hewan coba
menunjukkan bahwa
gangguan ginjal lebih mudah terjadi akibat Asetosal daripada Fenasetin. Penggunaan semua
jenis analgesik dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan
nefropati analgetik.
Mekanisme Toksisitas
Pada dosis terapi, salah satu metabolit Parasetamol bersifat hepatotoksik,
didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non toksik dan
diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi metabolit hepatotoksik
meningkat melebihi kemampuan glutation untuk mendetoksifikasi, sehingga metabolit
tersebut bereaksi dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis sentro-lobuler. Oleh karena
itu pada penanggulangan keracunan Parasetamol terapi ditujukan untuk menstimulasi
sintesa glutation. Dengan proses yang sama Parasetamol juga bersifat nefrotoksik.
Dosis Toksik
Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa berpotensi
hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak dan 15g pada dewasa dapat menyebabkan
hepatotoksitas berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler hati. Dosis lebih dari 20g
bersifat fatal. Pada alkoholisme, penderita yang mengkonsumsi obat-obat yang menginduksi
enzim hati, kerusakan hati lebih berat, hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit
meningkat.
Gambaran Klinis Keracunan Parasetamol
Gejala keracunan parasetamol dapat dibedakan atas 4 stadium :
1. Stadium I (0-24 jam)
Asimptomatis atau gangguan sistem pencernaan berupa mual, muntah, pucat, berkeringat.
Pada anak-anak lebih sering terjadi muntah-muntah tanpa berkeringat.
2. Stadium II (24-48 jam)
Peningkatan SGOT-SGPT. Gejala sistim pencernaan menghilang dan muncul ikterus, nyeri
perut kanan atas, meningkatnya bilirubin dan waktu protombin. Terjadi pula gangguan faal
ginjal berupa oliguria, disuria, hematuria atau proteinuria.
3. Stadium III ( 72-96 jam )
Merupakan puncak gangguan faal hati, mual dan muntah muncul kembali, ikterus dan
terjadi penurunan kesadaran, ensefalopati hepatikum.
4. Stadium IV ( 7-10 hari)
Terjadi proses penyembuhan, tetapi jika kerusakan hati luas dan progresif dapat terjadi
sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan kematian. (Lusiana Darsono 2002)
Penanganan Keracunan Paracetamol:
1. Dekontaminasi
Sebelum ke Rumah Sakit:
Dapat diberikan karbon aktif atau sirup ipekak untuk menginduksi muntah pada anak-anak
dengan waktu paparan 30 menit.
Rumah Sakit:
Pemberian karbon aktif, jika terjadi penurunan kesadaran karbon aktif diberikan melalui
pipa nasogastrik. Jika dipilih pemberian metionin sebagai antidotum untuk menstimulasi
glutation, karbon aktif tidak boleh diberikan karena akan mengikat dan menghambat
metionin.
2. Antidotum
A. N-asetilsistein merupakan antidotum terpilih untuk keracunan Parasetamol. N-asetilsistein bekerja mensubstitusi glutation, meningkatkan sintesis glutation dan mening-katkan
konjugasi sulfat pada parasetamol. N-asetilsistein sangat efektif bila diberikan segera 8-10
jam yaitu sebelum terjadi akumulasi metabolit.
B. Methionin per oral, suatu antidotum yang efektif, sangat aman dan murah tetapi absorbsi
lebih lambat dibandingkan dengan N asetilsistein
2.8.8 DOSIS
Cara pemberian N-asetilsistein
1. Bolus 150 mg /KBB dalam 200 ml dextrose 5 % : secara perlahan selama 15 menit,
dilanjutkan 50 mg/KBB dalam 500 ml dextrose 5 % selama 4 jam, kemudian 100
mg/KBB dalam 1000 ml dextrose melalui IV perlahan selama 16 jam berikut.
2. Oral atau pipa nasogatrik
Dosis awal 140 mg/ kgBB 4 jam kemudian, diberi dosis pemeliharaan 70 mg / kg BB setiap
4jam sebanyak 17 dosis. Pemberian secara oral dapat menyebabkan mual dan muntah. Jika
muntah dapat diberikan metoklopropamid ( 60-70 mg IV pada dewasa ). Larutan Nasetilsistein dapat dilarutkan dalam larutan 5% jus atau air dan diberikan sebagai cairan
yang dingin. Keberhasilan terapi bergantung pada terapi dini, sebelum metabolit
terakumulasi.
2.9 PRESCRIPTION
OBAT
SEDIAAN
DOSIS
DEWASA
Ibuprofen
Tablet
ANAK-ANAK
kali
50
(1 tablet)
tablet)
mg
(1/4
Tablet
Fenoprofen
Kapsul:
300mg.
200
600mg.
sehari
Aspirin
Asam mefenamat
Tablet
Tablet dan kapsul
Ketoprofen
Tablet
kali
sehari
(maximal 7 hari).
Ketorolac
Dosis
awal
yang
Dislofenac
Ampul
dianjurkan: 75 mg 3
Paracetamol
Tablet
Tablet
mg 4 kali sehari.
Dosis maksimum 300
mg sehari.
1-6
tahun:
Piroxicam
100-150mg sehari.
Tenoxicam
mg/kali,
Asam mefenamic
dengan maksimum
maksimum 1,2g/hari.
4g per hari.
Pada
Tablet
dengan
keduanya
diberikan maksimum
6 kali sehari.
10-20mg sekali
sehari.
10-20mg sekali
sehari.
250mg 4x sehari.
2.10
ANESTESI LOKAL
Anestetika lokal merupakan salah satu obat suntik yang banyak dipakai oleh
dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi dan tenaga paramedis dalam praktek
sehari-hari, baik di rumah sakit, puskesmas maupun di tempat praktek swasta
perorangan.
2.10.1 DEFINISI
Anestetik lokal adalah hilangnya sensasi di daerah terbatas dari tubuh
disebabkan oleh depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses konduksi
saraf tepi.
2.10.2 KLASIFIKASI
Anestesi lokal diklasifikasikan secara kimia sebagai amida dan ester. Agen ini
adalah basa lemah, amina tersier dengan tiga struktur umum:
1. Kelompok Aromatik
menganugerahkan kelarutan lipid danmemungkinkan penetrasi membran
saraf.
2. Rantai Menengah
membedakan anestesi sebagai ester atau amida.
3. Gugus Amino
berkontribusi kelarutan dalam air yang mencegah pengendapan anestesI.
2.10.3 FARMAKOKINETIK
1. Absorbsi
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari suatu tempat suntikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan,
ikatan
anestesi
aliran
darah
masa
kerjanya
mepivikain
(tidak
Bahan
di
daerah
singkat
untuk
lokal
ini.
atau
prilokain).
anestesi obat yang mudah larut dalam lipid dan bekerja lama (bupivukain,
etidokain), mungkin karena molekulnya sangat erat terikat dalam jaringan.
2. Metabolisme dan ekskresi
Anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut
dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang
bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak sama
sekali bentuk netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin akan meningkatkan
ionisasi basa tersier menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga
mudah diekskresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus
ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 m3nit untuk prokain dan
kloroprokain.
Ikatan amida dari anestesi lokal dihidrolisi oleh enzim mikrosomal hati. Kecepatan
metabolisme senyawa amida di dalam hati bervariasi bagi setiap individu, perkiraan
urutannya adalah prilokain (tercepat) > etidokain > lidokain > mevikain > bupivikain
(terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi lokal tipe amida ini akan meningkat
pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh, waktu paruh lidokain rerata
akan memanjang dari 1,8 jam pada pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada
pasien dengan penyakit hati yang berat.
2.10.4 FARMAKODINAMIK
Mekanisme kerja
Tempat tindakan anestesi lokal diyakini membran saraf.Pada
aksi diciptakan oleh masuknya ion natrium dari jaringan sekitarnya. Potensial aksi ini
mengakibatkan konduksi impuls saraf yang menghasilkan sensasi, termasuk rasa sakit.
KOKAIN
Cocaine hidrokloride tetap berguna terutama karena vasokonstriksi
menyediakan dengan penggunaan topikal. Toksisitas melarang penggunaannya
selain untuk anestesi topikal.
Cocaine
memiliki
onset
yang
cepat
tindakan
(1
menit)
dan
durasi sampai 2 jam, tergantung pada dosis atau konsentrasi. Konsentrasi yang lebih
rendah digunakan untuk mata, sedangkan yang lebih tinggi digunakan pada mukosa
hidung dan faring. Walaupun masih digunakan sesekali, ini berbahaya karena
FARMAKOKINETIK
Cocaine siap diserap dari membran mukosa, sehingga potensi toksisitas sistemik
adalah besar. SSP dirangsang, dan euforia dan stimulasi korteks (misalnya, kegelisahan,
kegembiraan) sering hasil. Overdosis menyebabkan kejang diikuti dengan depresi
SSP. Rangsangan kortikal yang dihasilkannya bertanggung jawab atas penyalahgunaan
obat.
Cocaine diserap dengan cepat melalui selaput lendir, dan kadar plasma puncak
(yaitu, 120-474 ng / mL) dicapai dalam waktu 15-60 menit. Paruh dalam serum adalah 3090 menit.
Cocaine
dimetabolisme
dalam
beberapa
cara. Hidrolisis
oleh
FARMAKODINAMIK
Cocaine
melibatkan
hubungan
yang
kompleks
neurotransmitter
(menghambat monoamina serapan pada tikus dengan rasio sekitar: serotonin : dopamin =
2:3, serotonin: norepinefrin = 2:5) yang dipelajari secara ekstensif efek yang paling cocaine
pada pusatsistemsaraf adalah blokade dari transporterdopamin protein.
Dopamin pemancar dilepaskan selama sinyal saraf biasanya didaur ulang melalui
transporter, yakni, transporter mengikat pemancar dan pompa keluar dari celah sinapsis
kembali ke presynaptic neuron, di mana ia diangkat ke penyimpanan vesikel. Cocaine
mengikat erat di transporter dopamin membentuk kompleks yang menghalangi fungsi
transporter itu. Transporter dopamin tidak dapat lagi menjalankan fungsinya reuptake, dan
dengan demikian dopamin terakumulasi di celahsinaptik.
2.11.1.3
INDIKASI
Sekarang ini, kokain dalam bentuk larutan kokain hidroklorida digunakan terutama
sebarai anestetik topikal untuk saluran anapas bagian atas. Selain memberikan efek
anesetetik, kokain juga menimbulkan pengerutan mukosa.
2.11.2 BENZOKAIN
2.11.2.1
FARMAKOKINETIK
Karena kelarutannya dalam air sangat rendah, Benzokain semata-mata
digunakan sebagai anestetik permukaan. Pada pemberian diatas permukaan
luka yang luas kemungkinan terjadi bahaya pembentukan Methemoglobin
setelah absorbsi (terutama pada bayi). Benzokain di metabolime oleh enzim
pseudokolinesterase dan di eksrkresikan pada urin.
2.11.2.2
FARMAKODINAMIK
Toksisitas benzokain rendah karena permukaan yang luas dari rongga mulut.
2.11.2.3
INDIKASI
Anstesi topikal pada kulit membrane mukosa karena nyeri.
2.11.2.4
KONTRAINDIKASI
1) Sensitivitas anastesi ester linked
2) Alergi
3) Infeksi ke dalam aplikasi jaringan infeksi
2.11.2.5
EFEK SAMPING
1) SSP : bradikardi, hipertensi, stimulasi respirasi, tremor, depresi
2) CVS : dilatasi dan hipertensi
2.11.2.6
MEKANISME KERJA
Menghambat konduksi saraf dengan mempemgaruhi proses dasar aksi pada saraf
sehingga menghambat peninggian permeabilitas membrane Na.
2.11.3 TETRACAIN HCL
2.11.3.1 FARMAKOKINETIK
Tetrakain dihidrolisis cepat menjadi produk yang tidak aktif oleh kolinesterase
plasma dan esterase hati.
2.11.3.2 FARMAKODINAMIK
Pada pemberian intravena, zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih toksik daripada
prokain.
2.11.3.3 MEKANISME OBAT
Menghambat penurunan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas membrane
sel saraf untuk ion natrium, yang perlu bagi fungsi saraf yang layak disebabkan adanya
persaingan dengan ion kalsium yang berbeda berdekatan dengan saluran natrium di
membrane neuron.
2.11.3.4 INDIKASI
Anastesi local yang menembus kornea dan konjungtiva, efektif setelah pemberian
topical pada mata dalam 30 detik dan anestesi bertahan selama min. 15 menit.
2.11.3.5 KONTRAINDIKASI
Jika diketahui adanya hipersensitif terhadap tetrakain, inflamasi okuler atau infeksi
2.11.3.6 EFEK SAMPING
Kegelisahan, Disorientasi, kebingungan, pusing, pengelihatan kabur, tremor, depresi
SSP, reaksi anafilaktoid.
2.11.3.7 SEDIAAN
Cairan, gel, dan krim
2.11.3.8 DOSIS DAN ATURAN PAKAI
Maksimal dosis dewasa topical: 50 mg, maksimal dosis dewasa mukosa: 20 mg,
maksimal dosis anak-anak mukosa: 0.75 mg/kg
2.11.4 PROCAIN
2.11.4.1 FARMAKOKINETIK
Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat absorpsi
perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh
esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol. PABA diekskresi dalam urine,
kira-kira 80% dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi. 30% dietilaminoetanol ditemukan
dalam urine, dan selebihnya mengalami degradasi lebih lanjut.
2.11.4.2 FARMAKODINAMIK
Dosis 100-800 mg: analgesic ringan, efek maksimal 10-20 menit dan hilang setelah 60
menit. Dihidrolisis menjadi PABA dan dapat menghambat kerja sulfonamide.
2.11.4.3 MEKANISME OBAT
Pemberian prokain dengan anestesi infiltrasi maximum dosis 400 mg dengan durasi
30-50 menit, dosis 800 mg, durasi 30-45 menit,Pemberian dengan anestesi epidural dosis
300-900, durasi 30-90 menit, onset 5-15 menit,Pemberian dengan anestesi spinal :
preparatic 10%, durasi 30-45 menit.
2.11.4.4 INDIKASI
Digunakan untuk memberikan anestesi lokal melalui suntikan. Ketika digunakan
intraoral, penambahan epinefrin disarankan. Satu-satunya indikasi sebagai anestesi lokal
gigi adalah untuk orang-orang yang sangat langka yang alergi terhadap kelompok amida dari
anestesi tetapi tidak hipersensitif ke grup ester. Lain digunakan untuk prokain selain untuk
local anestesi adalah sebagai suntikan intra-arteri untuk melawan arteriospasm diproduksi
oleh injeksi intra-arteri sengaja (prokain adalah vasodilator yang sangat baik).
2.11.4.5 KONTRAINDIKASI
Alergi terhadap kelompok ester anestesi lokal dan alergi terhadap paraben. Reaksi
alergi terhadap anestesi ester lebih umum daripada amida seperti lidokain, akibatnya
prokain jarang digunakan dalam kedokteran gigi. Tidak boleh diberikan bersama-sama
dengan sulfonamide.
2.11.4.6 EFEK SAMPING
Efek samping yang serius adalah hipersensitasi,yang kadang-kadang pada dosis
rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang harus
dipertimbangkan pula adalah reaksi alergi terhadap kombinasi prokain penisilin. Berlainan
dengan kokain, zat ini tidak mengakibatkan adiksi.
2.11.4.7 SEDIAAN
2 mL ampul 2% larutan.
2.11.4.8 DOSIS DAN ATURAN PAKAI
Dosis maksimum yang dianjurkan prokain adalah 6,0 mg / kg
2.12 ANESTESI LOKAL GOLONGAN AMIDA
2.12.1.1
FARMAKODINAMIK
Lidokain (Xilokain) adalah anestetik local yang kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama
dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan
aminoetilamid. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik
daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia infiltrasi, sedangkan
larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical. Anesthesia ini efektif bila digunakan tanpa
vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbs dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya
lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap
prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan kantuk sediaan berupa larutan
0,5%-5% dengan atau tanpa epinefrin. (1:50.000 sampai 1: 200.000).
2.12.1.2
FARMAKOKINETIK
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak.
Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Di dalam hati,
lidokain mengalami deakilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (Mixed-Function Oxidases
) membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilidid
maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek anestetik local. Pada manusia 75% dari
xilidid akan disekresi bersama urin dalam membentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6
dimetil-anilin.
2.12.1.3
INDIKASI
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf,
anesthesia epidural ataupun anesthesia selaput lender. Pada anesthesia infitrasi biasanya
digunakan larutan 0,25% 0,50% dengan atau tanpa adrenalin. Tanpa adrenalin dosis total
tidak boleh melebihi 200mg dalam waktu 24 jam, dan dengan adrenalin tidak boleh
melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya
digunakan larutan 1 2 % dengan adrenalin; untuk anesthesia infiltrasi dengan mula kerja 5
menit dan masa kerja kira-kira satu jam dibutuhkan dosis 0,5 1,0 ml. untuk blockade saraf
digunakan 1 2 ml.
Lidokain dapat pula digunakan untuk anesthesia permukaan. Untuk anesthesia
rongga mulut, kerongkongan dan saluran cerna bagian atas digunakan larutan 1-4% dengan
dosis maksimal 1 gram sehari dibagi dalam beberapa dosis. Pruritus di daerah anogenital
atau rasa sakit yang menyertai wasir dapat dihilangkan dengan supositoria atau bentuk
salep dan krem 5 %. Untuk anesthesia sebelum dilakukan tindakan sistoskopi atau
kateterisasi uretra digunakan lidokain gel 2 % dan selum dilakukan bronkoskopi atau
pemasangan pipa endotrakeal biasanya digunakan semprotan dengan kadar 2-4%.
Lidokain juga dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu juga digunakan
sebagai aritmia.
2.12.1.4
EFEK SAMPING
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya
mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Mungkin sekali
metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam
timbulnya efek samping ini.
Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel,
atau oleh hentijantung
2.12.1.5
INTERAKSI OBAT
Klirens lidokain dapat berkurang oleh propranolol dan simetidin. Efek depresi
jantung lidokain bersifat aditif dengan beberapa beta bloker dan antiaritmia. Efek aditif
kardiak dapat terjadi ketika lidokain diberikan dengan fenitoin IV. Bagaimanapun
penggunaan jangka panjang fenitoin dan penginduksi enzim lainnya dapat meningkatkan
pemberian dosis lidokain. Hipokalemia terjadi pada penggunaan lidokain dengan
asetazolamid, diuretik loop, dan antagonis tiazid.
2.12.2 MEPIVAKAIN
Mepivakain adalah produk amida dari vylidine dan asam N-methylpipecolic .
Serupa dengan lidokain, mepivakain hidroklorida dipasarkan dalam konsentrasi 2% dan
sebagai solusi 3% tanpa vasokonstriktor.
2.12.2.1
INDIKASI
Anastesi lokal melalui suntikan. Memiliki sifat yang mirip dengan lidokain tapi
dengan duraksi aksi yang sedikit lebih panjang. Pain solution lebih efektif dibandingkan
dengan plain lidocaine.
2.12.2.2
KONTRAINDIKASI
Alergi terhadap anastesi lokal golongan amida
2.12.2.3
EFEK SAMPING
Depresi saraf pusat dan sistem kardiovaskuler pada dosisi tinggi. Kurangi dosis
INTERAKSI OBAT
Mepivakain meningkatkan toksisitas bupivakain
2.12.2.5
SEDIAAN
Berupa dental local anasthaetic cartridge:
DOSIS
Dosis maksimum yang disarankan adalah 4,4 mg/kg dengan batas mutlak 300 mg.
2.12.3 ARTIKAIN
Artikain merupakan golongan amida yang unik karena didasarkan pada struktur
cincin tiofena. Dipasarkan di Amerika Utara dalam konsentrasi 4% dengan 1:100.000 atau
1:200.000 epinefrin, artikain populer untuk penggunaan rutin dalam kedokteran gigi.
Hidrolisis yang cepat dari rantai samping ester membantu mengurangi toksisitas terkait
dengan penyerapan lambat dari injeksi situs; sebaliknya, konsentrasi tinggi agen mungkin
menonjolkan bahaya injeksi intravaskular dan risiko kerusakan saraf di daerah injeksi,
terutama mempengaruhi saraf alveolar lingual dan inferior setelah rendah blok saraf
alveolar.
2.12.3.1
INDIKASI
Digunakan untuk anastesi intra oral dengan injeksi.
2.12.3.2
KONTRAINDIKASI
Alergi terhadap obat anastesi lokal golongan amida. Artikain tidak biasa sebagai
obat bius lokal amida di dalamnya berisi sebuah komponen sulfur, sehingga kontraindikasi
alergi terhadap penggunaan sulfit (beberapa pasien asma memiliki alergi sulfit). Produsen
tidak merekomendasikan penggunaan pada anak di bawah usia 12 tahun.
2.12.3.3
EFEK SAMPING
Parastesia.
2.12.3.4
INTERAKSI OBAT
Tidak diketahui. Mengurangi dosis pada penderita penyakit hati. Solusi yang
Dalam 1,7 mL cartridge yang mengandung 4% artikain (68 mg) dengan 1: 100.000 (17 _g)
atau 1: 200.000 (8,5 _g) epinefrin (adrenalin). Dosis maksimum yang disarankan adalah 7,0
mg / kg.
2.12.4 PRILOCAINE
2.12.4.1 FARMAKODINAMIK
Secara Farmakokinetik, prilocaine adalah agen anestesi lokal dengan potensi dan durasi aksi
yang intermediet. Penghilangan prilocaine dari tubuh adalah yang paling cepat diantara
golongan amino-amida lainnya karena tingginya tingkat redistribusi ke jaringan serta
metabolisme hepatik yang cepat. (Covino, 1984)
2.12.4.2
MEKANISME OBAT
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan
permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada
selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan
dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan dengan protein mempengaruhi lama kerja
dan konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika local
dipengaruhi oleh: ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis menghambat blockade
saraf), frekuensi stimulasi saraf.
2.12.4.3
INDIKASI
KONTRAINDIKASI
Alergi, porphyria akut, EMLA tidak untuk digunakan untuk bayi dibawah satu tahun.
Prilocaine dapat menghasilkan methaemogobinaemia pada dosis tinggi atau pada reaksi
idiosinkratik. Ditandai dengan sianosis yang diakibatkan presensi besi dalam hemoglobin
darah sebagai bentik ferric bukan ferrous yang menurunkan pengangkutan oksigen. Pada
dosis tinggi juga dapat mengakibatkan depresi pada SSP dan sistem kardiovaskuler.
(Meechan dan Seymour, 2002)p
2.12.4.5
DOSIS
Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 6.0mg/kg dengan batasan mutlak 400 mg.
Sediaan ada yang terdiri atas 1.8 mL or 2.2 mL cartridges dari solusi 3% (berurutan
mengandung 54 dan 66 mg prilocaine) dengan 0.03IU/mL felypressin, 1.8 mL atau 2.2 mL
dari solusi 4% (berurutan mengandung 72 dan 88 mg, dan sebagai komponen krim EMLA
yang digunakan untuk penggunaan anestesi topikal pada kulit (EMLA adalah 5% campuran
prilocaine and lidocaine).
2.12.5 BUPIVACAINE
2.12.5.1 FARMAKODINAMIK
Secara Farmakologi, Bupivacaine adalah agen anestesi lokal dengan potensi tinggi dan
durasi aksi yang lama. Penghilangan Bupivacaine dari tubuh adalah yang paling lambat
diantara golongan amino-amida lainnya karena rendahnya tingat degradasi secara hepatik.
(Covino, 1984)
2.12.5.2
MEKANISME OBAT
Obat bekerja dengan mengurangi aliran natrium kedalam dan keluar saraf. Hal tersebut
mengurangi insiasi dan trandfer sinyal saraf pada area yang diaplikasikan obat.
Penghalangan ini mengakibatkan kehilangan sensasi nyeri, lalu temperatur, sentuhan,
tekanan dalam, dan kontrol otot.
2.12.5.3
INDIKASI
KONTRAINDIKASI
DOSIS
Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan 0,25-0,75%.Duration 3-8 jam.
Konsentrasi efektif minimal 0,125. Untuk anesthesia spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso
atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.
Dosis tersebut dapat diberikan kembali hingga tiiap tiga jam sekali. Dalam studi klinis, dosis
maksimum perhari dapat hingga 400 mg.
2.13 HEMOSTATIK
Definisi
Hemostatik ialah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan perdarahan.
Obat-obat ini diperlukan untuk mengatasi perdarahan yang meliputi daerah yang luas.
Klasifikasi
Obat hemostatik sendiri terbagi dua yaitu :
1. Obat hemostatik lokal
2. Obat hemostatik sistemik
2.13.1 HEMOSTATIK LOKAL
Yang termasuk dalam golongan ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan mekanisme hemostatiknya.
2.13.1.1. HEMOSTATIK SERAP
Mekanisme kerja :
Menghentikan perdarahan dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan
jala serat-serat yang mempermudah bila diletakkan langsung pada permukaan yang
berdarah . Dengan kontak pada permukaan asing trombosit akan pecah dan membebaskan
factor yang memulai proses pembekuan darah.
Indikasi :
Hemostatik golongan ini berguna untuk mengatasi perdarahan yang berasal dari
pemubuluh darah kecil saja misalnya kapiler dan tidak efektif untuk menghentikan
perdarahan arteri atau vena yang tekanan intra vaskularnya cukup besar.
Contoh obat :
Spon gelatin, oksisel ( selulosa oksida )
Spon gelatin, dan oksisel dapat digunakan sebagai penutup luka yang akhirnya akan
diabsorpsi. Hal ini menguntungkan karena tidak memerlukan penyingkiran yang
memungkinkan perdarahan ulang seperti yang terjadi pada penggunaaan kain kasa . Untuk
absorpsi
yang
sempurna
pada
kedua
zat
diperlukan
waktu
1-
jam. Selulosa oksida dapat mempengaruhi regenerasi tulang dan dapat mengakibatkan
pembentukan
kista
bila
digunakan
jangka
panjang
pada
patah tulang. Selain itu karena dapat menghambat epitelisasi, selulosa oksida tidak
dianjurkan untuk digunakan dalam jangka panjang. Busa fibrin insani yang berbentuk spon,
setelah dibasahi dengan tekanan sedikit dapat menutupi dengan baik permukaan yang
berdarah.
2.13.1.2 ASTRINGEN DAN STYPTIC
Astringent
Jenis ini dari struktur kimianya kebanyakan bersifat vasokonstrinktif ataupun memiliki
kemampuan untuk mendenaturasi protein tetapi beberapa dapat digunakan di kedokteran
gigi. Preparat yang tersedia pada umumnya berupa garam dari bebrapa logam, sebagian
besar dari timah, perak, logam, dan alumunium. Garam alumunium dan logam bersifat asam
dengan Ph 1,3-3,1 dan dapat mengiritasi.
Protein darah terdiri dari tiga jenis, yakni globulin, albumin dan fibrinogen. Fibrinogen
merupakan protein darah yang berperan dalam proses koagulasi darah, di mana fibrinogen
merupakan factor I dalam faktor dalam obat pembekuan darah.
Denaturasi protein merupakan proses pengubahan rantai molekul nitrogen dalam gugus
protein, yang menyebabkan protein menjadi terendapakan (koagulasi). Fibrinogen secara
fisiologis akan terdenaturasi menjadi fibrin yang mengendap sebagai filamen-filamen
penutup luka.
Mekanisme kerja dari obat astringent itu mendenaturasi protein darah, khususnya
fibrinogen. Di mana fibrinogen akan terendapkan dengan cepat melalui proses salting, yang
mana proses salting ini memerlukan katalis yang berupa logam dalam obat (Zn, Al, Cu).
sebelumnya sudah ada bronkokontriksi (misalnya pada serangan asma bronkial). Adrenalin
(Epinefrin) yang mempunyai efek vasokonstriksi sehingga dapat mengurangi kongesti
mukosa dan dapat memperkuat efek pelebaran saluran nafas. Adrenalin (epinefrin)
merupakan senyawa endogen yang amat penting dalam pengaturan metabolisme, terutama
metabolisme karbohidrat. Adrenalin meningkatkan glikogenolisis di hepar dan otot rangka,
menghambat sekresi insulin melalui aktivitas adrenoseptor (lebih dominan dibandingkan
peningkatan sekresi insulin melalui aktivitas adrenoseptor 2. Adrenalin (epinefrin) juga
memacu pemecahan lemak (lipolisis) melalui aktivitas adrenoseptor 1 dan meningkatkan
aktivitas lipase. Adapun efek samping dari adrenalin (epinefrin) adalah disritmia ventrikel,
angina pektoris, nyeri kepala, tremor, pengurangan urin berkurang, ketakutan serta
ansietas.
2.13.2 HEMOSTATIK SISTEMIK
Dengan memberikan transfusi darah, seringkali pendarahan dapat dihentikan
segera. Hal ini terjadi karena pasien mendapatkan semua faktor pembekuan darah
yang terdapat dalam darah transfusi. Perdarahan yang disebabkan defisiensi faktor
pembekuan darah tertentu dapat diatasi dengan mengganti atau memberikan faktor
pembekuan yang berkurang.
2.13.2.1
FAKTOR
ANTIHEMOFILIK
(FAKTOR
VIII)
DAN
CRYOPRECIPITATED
ANTIHEMOPHILIC FACTOR
Kedua zat ini bermanfaat untuk mencegah atau mengatasi perdarahan pada
hemofilia A (defisiensi faktor VIII yang sifatnya herediter) dan pada penderita yang
darahnya mengandung inhibitor faktor VIII. Cryoprecipiteted anthemophilic factor
didapat dari plasma donor tunggal dan kaya akan faktor VIII dan fibrinogen dan
protein plasma lain. Akan tetapi jumlah faktor VIII yang dikandung bervariasi dan hal
ini berbeda dengan konsentrat faktor antihemofilik yang mengandung faktor VIII.
Selain untuk penderita hemofilia A cryoprecipitated antihemophilic factor
juga dapat digunakan untuk pasien dengan penyakit von Willebrand dan penyakit
herediter yang selain terdapat defisiensi faktor VIII juga terdapat gangguan suatu
faktor plasma yaitu kofaktor ristoestin yang penting untuk adhes trombosit dan
stabilitas kapiler. Kofaktor ristoestin ini biasanya hilang selama proses pembuatan
sediaan konsentrat faktor antihemofilik.
Efek Samping Cryoprecipitated antihemophilic factor mengandung fibrinogen
dan protein plasma lain dalam jumlah yang lebih banyak dari sediaan konsntrat
faktor VIII, sehingga kemungkinan terjadinya rekasi hipersensitivitas lebih besar pula,
VITAMIN K
Vitamin K adalah vitamin yang larut didalam lemak. Terdapat tiga bentuk
vitamin K yaitu vitamin K1, vitamin K2, dan vitamin K3. Vitamin K1 dapat ditemukan
dari makanan seperti sayur hijau (brokoli, bayam, dan lainnya). Vitamin K 1 disebut
juga phytonadione. Vitamin K2 dapat ditemukan di jaringan manusia, biasanya
disintesis oleh bakteri intestinal dan sering disebut menaquinone. Vitamin K3 adalah
synthetic compound. Vitamin K diperlukan dalam tahap akhir dari sintesis faktor
koagulan seperti faktor II, VII, IX, dan X pada hati.
Kekurangan vitamin K dapat menyebabkan penyakit hati, jaundice, sindrom
malabsorpsi, dan lainnya. Efek sampingnya termasuk haemolysis terutama pada bayi
baru lahir (infant) dan orang dengan defisiensi G-6-PD. Menadione dapat
menyebabkan jaundice dan haemolysis pada bayi baru lahir (infant).
Sebagai hemostatik, vitamin K memerlukan waktu untuk dapat menimbulkan
efek, sebab vitamin K harus merangsang pembentukan faktor-faktor pembekuan
darah lebih dahulu. Dosis untuk vitamin K bersama dengan vitamin lain yang tersedia
adalah 0,66 mg OD-BD, pada vitamin K analog seperti Menapthone yaitu 5-20
mg/hari, Menadione yaitu 10-30 mg TDS, dan lainnya.
2.13.2.3
KOMPLEKS FAKTOR X
Sediaan ini mengandung faktor II, VII, IX, dan X, serta sejumlah kecil protein
plasma lain dan digunakan untuk pengobatan hemophilia B, atau bila diperlukan
faktor-faktor yang terdapat dalam sediaan tersebut untuk mencegah perdarahan.
Akan tetapi karena ada kemungkinan timbulnya hepatitis, preparat ini sebaiknya
tidak diberikan kepada pasien nonhemofilia. Efek samping lainnya adalah
3. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemakaian koagulan adalah tidak pada penderita hipertensi, tidak
disarankan pada saat kehamilan, hati hati terhadap pasien yang pernah menderita
trombuembuli.
4. EfekSamping
1. Gangguan gastrointestinal: mual, muntah, sakit kepala, anoreksia
2. Gangguan penglihatan, gejala menghilang dengan pengurangan dosis atau penghentian
pengobatan
5. Dosis
1. Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi IV pelan-pelan) pada3
hari pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai pada hari ke-4 setelah
operasi sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis). Untuk mencegah perdarahn
ulang dapat diberikan peroral 1 gram 3-4x sehari selama 7 hari.
2. Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemophilia:
1) Sesaat sebelum operasi: 10 mg/kgBB (IV)
2) Setelah operasi: 25 mg/kgBB (oral) 3-4x sehari selama 2-8 hari
3. Pada penderita yang tidak dapat diberikan terapi oral dapat dilakukan terapi parenteral
10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3-4kali)
6. Sediaan
Kapsul 250 mg, 500 mg
Injeksi 5 ml/250 mg dan 5 ml/500 mg
2.13.2.6 KARBAZOKROM
1. Definisi
Carbazocrome merupakan derivat dari semikarbozon yang berfungsi untuk
menghentikan perdarahan dengan memperbaiki permeabilitas kapiler. Penggunaan
karbazokrom lebih tepat digunakan untuk ibu bersalin karena pada saat persalinan terjadi
perdarahan baik fisiologis maupun patologis dengan daya kerjanya yang memperbaiki
permeabilitas kapiler darah akan membantu mengatasi perdarahan tersebut
2. Mekanisme kerja
1) Menghambat peningkatan permeabilizas kapiler
2) Meningkatkan resistensi kapiler
3. Indikasi
2.
3.
4.
Penderita hipertensi, tidak disarankan pada saat kehamilan, hati hati terhadap pasien yang
pernah menderita trombuembuli.
5. Dosis dan sediaan
Sediaan :
CHAPTER 3
CASE STUDY
3.1 TUTORIAL 1
3.1.1 KASUS
A 30 years old woman name Mrs. Open came to RSGM with the chief complain
painful in the right posterior gum lower jaw since 2 days ago and everytime she eat
the gum is bitten. She used paracetamol but the pain is not relief. She feel suffered
with the condition and asked the dentist to help her.
Physical examination shown her temperature is 37o C and blood pressure is 120/80
mmHg. Intra oral examination shown the gum is redness and edema at region 48,
tooth 48 partial eruption and extra oral examination shown lymphadenitis around
right submandibular lymph node.
Radiograph examination shown tooth 48 impacted class II.
The dentist diagnosed pericoronitis et causa impaction class II tooth 48 and he/she
gave the patient a prescription of ibuprofen 400 mg for 3 days if needed after meal.
The dentist asked her to come back 3 days later for extraction.
Instructions:
1. What is the problem?
2. What is the caused of the problem?
3. Please generate your hypotesis.
3.1.2 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Mrs. Open
: 30 Tahun
Pemeriksaan Umum
Suhu
: 37oC
Pemeriksaan Radiografi
Impaksi Kelas II gigi 48
Diagnosa
Pericoronitis et causa Impaksi Kelas II gigi 48
3.1.4 TERMINOLOGI
Impaksi kelas II: impaksi dengan ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih
besar dari jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
Keluhan utama: sakit pada gusi rahang bawah posterior kanan sejak dua hari
lalu karena gusinya selalu tergigit ketika mengunyah.
3.1.6 HIPOTESIS
Pericoronitis et causa Impaksi Kelas II gigi 48
3.1.7 MEKANISME
Impaction tooth 48
Gum bitten
Pericoronitis
Inflamation
Given Paracetamol
Given Ibuprofen
Farmakokinetik
Farmakodinamik
Mekanisme obat
Indikasi
Kontraindikasi
Efek samping
Dosis
Sediaan
Signetur
Paracetamol
Ibuprofen
3.2 TUTORIAL 2
3.2.1 KASUS
After 3 days shes back and the condition is better. The pain is relief, the gum was
never bitten again. The dentist follow the treatment with odontectomy tooth 48 by
using lidocain + adrenalin before surgery. The dentist is giving instruction to do not
touch the wound with tongue, hands or anything. But a few hours later shes back
because the blood wouldnt stop and the dentist treated with topical hemostatic
agents to stop the bleeding. She must come back a week later to control the wound
after extraction.
Instruction:
1. What is the problem?
2. What is the caused of the problem?
3. Please generate your hypothesis!
3.2.2 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Mrs. Open
: 30 Tahun
3.2.4 TERMINOLOGI
3.2.6 HIPOTESIS
Perdarahan karena pasien mungkin tidak mengikuti instruksi dokter gigi
3.2.7 MEKANISME
Pemberian Lidocain dan Adrenalin sebelum operasi
Odontectomi gigi 48
Lidocain
Klasifikasi hemostatik
Adrenalin
REFERENCES