Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dapat dibagi menjadi dua kelompok utama: inhibitor
siklooksigenase (cyclooxygenase, COX) dan inhibitor nonsiklooksigenase. Inhibitor COX mewakili
rentang obat yang luas. Inhibitor non-COX mewakili obat antireumatik yang memodifikasi penyakit
(disease-modifying antirheumatic drugs, DMARD), dan senyawa yang digunakan pada pirai.
Secara farmakologis, istilah OAINS seharusnya meliputi inhibitor COX dan inhibitor non-
COX. Akan tetapi, istilah generik OAINS hanya diarahkan pada inhibitor COX. Jadi, untuk
mencegah kebingungan, dan sesuai dengan terminologi yang paling sering digunakan, dalam bab
ini, istilah OAINS dan inhibitor COX dapat digunakan secara bergantian. Bab ini membahas
berbagai aspek farmakologi OAINS, DMARD, dan senyawa yang digunakan pada pirai.
Walaupun ada beberapa sediaan OAINS yang tersedia di pasaran, tidak ada satu pun dari
senyawa ini ideal untuk mengontrol atau memodifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi.
Senyawa-senyawa ini hanya memberikan peredaan simtomatik, tapi tidak memperlambat
perkembangan penyakit yang mendasari. Meskipun senyawa ini biasanya disebut OAINS,
kebanyakan senyawa ini tidak hanya memiliki efek antiinflamasi, tetapi juga efek antipiretik dan
analgesik. Senyawa-senyawa ini digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang dan suhu
tubuh yang meningkat, artritis, dan gangguan inflamasi lainnya, dan juga pirai dan hiperurisemia.
Sejumlah OAINS yang penting tersedia sebagai obat bebas dan secara umum digunakan untuk sakit
dan nyeri ringan.
Walaupun tidak semua OAINS disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
pengobatan penyakit reumatik, kebanyakan obat ini efektif pada pengobatan artritis reumatoid,
osteoartritis, dan sindrom muskuloskeletal lokal seperti trauma sendi, cedera, dan nyeri punggung
bagian bawah.
1. Klasifikasi Fungsional OAINS
Enzim COX terdapat dalam dua isoenzim, COX-1 dan COX-2 (1). COX-1 adalah sebuah
enzim konstitutif yang terdapat pada kebanyakan jaringan dan trombosit darah. COX-2 adalah
enzim yang dapat diinduksi (dapat diinduksi oleh sitokin, faktor pertumbuhan, dan pemacu tumor)
dan terdapat sebagian besar pada sel inflamasi dan bertanggung jawab untuk produksi
prostaglandin, yang fungsinya sebagai mediator kimia dalam proses inflamasi. Efek antiinflamasi
OAINS biasanya adalah hasil penghambatan COX-2, sedangkan efek yang tidak diinginkan
terutama adalah hasil penghambatan COX-1. Investigasi yang dilakukan baru-baru ini oleh
Deininger dkk. (2) dan lainnya telah menunjukkan bahwa sel positif COX-2 berakumulasi di sel
tumor, makrofag tunggal, dan sel mikroglial yang berada tepat di luar daerah nekrotik (peneliti
menyimpulkan bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah COX-2 adalah
bagian dari respons tumor terhadap nekrosis, atau apakah COX-2 terlibat dalam munculnya
nekrosis).
OAINS yang lebih baru, seperti selekoksib dan rofekoksib, adalah inhibitor selektif COX-2.
Obat ini disetujui oleh FDA untuk pengobatan osteoartritis dan/atau artritis reumatoid. Secara
umum, OAINS diklasifikasikan menurut selektivitasnya untuk menghambat COX (3,4). OAINS
yang menghambat COX-1 dan COX-2 disebut sebagai inhibitor COX nonselektif, sedangkan
OAINS generasi baru yang secara selektif menghambat COX-2 disebut sebagai inhibitor selektif
COX-2 (Tabel 1).
2. Kimia
Kecuali nabumeton, yang merupakan prodrug keton, semua inhibitor COX nonselektif yang
tersedia di Amerika Serikat adalah asam organik lemah. Seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1,
obat-obat ini dikategorikan ke dalam beberapa kelas senyawa. Kelas senyawa tersebut yaitu: asam
salisilat, derivat asam asetat, derivat asam propionat, derivat asam fenamat, oksikam, derivat asam
para-fenolat, dan pirozalon. Perbedaan pada struktur kimia OAINS menghasilkan suatu spektrum
protean sifat-sifat farmakokinetik.
3. Farmakokinetika
Fakta bahwa OAINS memiliki rentang sifat farmakokinetik yang luas tidak berarti bahwa
obat-obat ini tidak memiliki karakteristik umum. Sebagai contoh, kebanyakan obat ini mudah
diabsorpsi, dan makanan tidak mengubah ketersediaan hayatinya secara drastis. Juga, kebanyakan
senyawa ini terikat kuat pada protein, biasanya pada albumin. Kebanyakan OAINS dimetabolisme
secara luas, beberapa melalui reaksi biotransformasi fase I dan fase II, sedangkan lainnya hanya
melalui reaksi konjugasi fase II. CYP3A atau CYP2C adalah famili enzim sitokrom P450 utama
yang menyebabkan sebagian besar reaksi biotransformasi fase I yang melibatkan OAINS. Meskipun
beberapa OAINS (dan metabolitnya) mengalami sirkulasi enterohepatik, secara umum, eliminasi
OAINS terjadi terutama melalui ekskresi ginjal.
Selain efek yang dimiliki OAINS untuk meredakan nyeri secara lokal, terdapat bukti bahwa
OAINS bekerja, sebagian, melalui komponen yang dimediasi secara sentral (7). Mekanisme pasti
mengenai kerja OAINS secara sentral masih tidak jelas. Selain kemampuan OAINS untuk
menghambat COX, OAINS dapat bekerja melalui sistem kontrol monoaminergik. Prostaglandin
seperti PGE2, telah terbukti menambah kerja mediator saraf eksitatori seperti kalsitonin, peptida
yang terkait gen, dengan memediasi pelepasannya. Dengan menghambat kerja COX secara sentral,
OAINS memblok interferensi yang dimediasi PGE2, dengan penurunan kadar nosisepsi sehingga
menurunkan tingkat dan durasi nyeri. Pada sumsum tulang belakang, datang dari penelitian terbaru
memperlihatkan bahwa inhibitor COX-1, dan bukan COX-1, mengurangi nyeri dengan menurunkan
eksitabilitas tulang belakang yang diinduksi oleh prostaglandin.
b. Pada Kulit
Efek merugikan paling sering kedua yang terjadi karena penggunaan OAINS adalah reaksi
kulit, yang dapat bervariasi dari ruam ringan, fotosensitivitas, dan urtikaria sampai kondisi yang
lebih serius. Untungnya, reaksi merugikan yang berhubungan dengan kulit yang kemungkinan fatal
jarang terjadi. Sulindak dan asam mefenamat secara khusus memiliki insiden reaksi kulit yang
sangat tinggi, dengan frekuensi kejadian masing-masing 5-10% untuk sulindak dan 10-15% untuk
asam mefenamat.