Anda di halaman 1dari 5

Interaksi Obat - P4

Interaksi Obat Antiinflamasi Nonsteroid

Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dapat dibagi menjadi dua kelompok utama: inhibitor
siklooksigenase (cyclooxygenase, COX) dan inhibitor nonsiklooksigenase. Inhibitor COX mewakili
rentang obat yang luas. Inhibitor non-COX mewakili obat antireumatik yang memodifikasi penyakit
(disease-modifying antirheumatic drugs, DMARD), dan senyawa yang digunakan pada pirai.

Secara farmakologis, istilah OAINS seharusnya meliputi inhibitor COX dan inhibitor non-
COX. Akan tetapi, istilah generik OAINS hanya diarahkan pada inhibitor COX. Jadi, untuk
mencegah kebingungan, dan sesuai dengan terminologi yang paling sering digunakan, dalam bab
ini, istilah OAINS dan inhibitor COX dapat digunakan secara bergantian. Bab ini membahas
berbagai aspek farmakologi OAINS, DMARD, dan senyawa yang digunakan pada pirai.

INHIBITOR COX/OBAT ANTIINFLAMASI NONSTEROID


Inhibitor COX adalah salah satu obat bebas (over-the-counter, OTC) yang paling banyak
digunakan di dunia. Istilah umum lainnya untuk inhibitor COX adalah analgesik antipiretik,
senyawa antiinflamasi, analgesik antiinflamasi, dan lebih jarang analgesik nonnarkotik.

Walaupun ada beberapa sediaan OAINS yang tersedia di pasaran, tidak ada satu pun dari
senyawa ini ideal untuk mengontrol atau memodifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi.
Senyawa-senyawa ini hanya memberikan peredaan simtomatik, tapi tidak memperlambat
perkembangan penyakit yang mendasari. Meskipun senyawa ini biasanya disebut OAINS,
kebanyakan senyawa ini tidak hanya memiliki efek antiinflamasi, tetapi juga efek antipiretik dan
analgesik. Senyawa-senyawa ini digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang dan suhu
tubuh yang meningkat, artritis, dan gangguan inflamasi lainnya, dan juga pirai dan hiperurisemia.
Sejumlah OAINS yang penting tersedia sebagai obat bebas dan secara umum digunakan untuk sakit
dan nyeri ringan.

Walaupun tidak semua OAINS disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
pengobatan penyakit reumatik, kebanyakan obat ini efektif pada pengobatan artritis reumatoid,
osteoartritis, dan sindrom muskuloskeletal lokal seperti trauma sendi, cedera, dan nyeri punggung
bagian bawah.
1. Klasifikasi Fungsional OAINS
Enzim COX terdapat dalam dua isoenzim, COX-1 dan COX-2 (1). COX-1 adalah sebuah
enzim konstitutif yang terdapat pada kebanyakan jaringan dan trombosit darah. COX-2 adalah
enzim yang dapat diinduksi (dapat diinduksi oleh sitokin, faktor pertumbuhan, dan pemacu tumor)
dan terdapat sebagian besar pada sel inflamasi dan bertanggung jawab untuk produksi
prostaglandin, yang fungsinya sebagai mediator kimia dalam proses inflamasi. Efek antiinflamasi
OAINS biasanya adalah hasil penghambatan COX-2, sedangkan efek yang tidak diinginkan
terutama adalah hasil penghambatan COX-1. Investigasi yang dilakukan baru-baru ini oleh
Deininger dkk. (2) dan lainnya telah menunjukkan bahwa sel positif COX-2 berakumulasi di sel
tumor, makrofag tunggal, dan sel mikroglial yang berada tepat di luar daerah nekrotik (peneliti
menyimpulkan bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah COX-2 adalah
bagian dari respons tumor terhadap nekrosis, atau apakah COX-2 terlibat dalam munculnya
nekrosis).

OAINS yang lebih baru, seperti selekoksib dan rofekoksib, adalah inhibitor selektif COX-2.
Obat ini disetujui oleh FDA untuk pengobatan osteoartritis dan/atau artritis reumatoid. Secara
umum, OAINS diklasifikasikan menurut selektivitasnya untuk menghambat COX (3,4). OAINS
yang menghambat COX-1 dan COX-2 disebut sebagai inhibitor COX nonselektif, sedangkan
OAINS generasi baru yang secara selektif menghambat COX-2 disebut sebagai inhibitor selektif
COX-2 (Tabel 1).

2. Kimia
Kecuali nabumeton, yang merupakan prodrug keton, semua inhibitor COX nonselektif yang
tersedia di Amerika Serikat adalah asam organik lemah. Seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1,
obat-obat ini dikategorikan ke dalam beberapa kelas senyawa. Kelas senyawa tersebut yaitu: asam
salisilat, derivat asam asetat, derivat asam propionat, derivat asam fenamat, oksikam, derivat asam
para-fenolat, dan pirozalon. Perbedaan pada struktur kimia OAINS menghasilkan suatu spektrum
protean sifat-sifat farmakokinetik.

3. Farmakokinetika
Fakta bahwa OAINS memiliki rentang sifat farmakokinetik yang luas tidak berarti bahwa
obat-obat ini tidak memiliki karakteristik umum. Sebagai contoh, kebanyakan obat ini mudah
diabsorpsi, dan makanan tidak mengubah ketersediaan hayatinya secara drastis. Juga, kebanyakan
senyawa ini terikat kuat pada protein, biasanya pada albumin. Kebanyakan OAINS dimetabolisme
secara luas, beberapa melalui reaksi biotransformasi fase I dan fase II, sedangkan lainnya hanya
melalui reaksi konjugasi fase II. CYP3A atau CYP2C adalah famili enzim sitokrom P450 utama
yang menyebabkan sebagian besar reaksi biotransformasi fase I yang melibatkan OAINS. Meskipun
beberapa OAINS (dan metabolitnya) mengalami sirkulasi enterohepatik, secara umum, eliminasi
OAINS terjadi terutama melalui ekskresi ginjal.

4. Farmakodinamika dan Efek Antiinflamasi


OAINS Seperti disebutkan sebelumnya, eikosanoid, khususnya prostaglandin, merupakan
mediator kimia penting yang memainkan peranan penting pada proses inflamasi. Penghambatan
biosintesis eikosanoid ini menghasilkan gangguan peristiwa biokimia yang menyebabkan inflamasi.
Efek antiinflamasi utama OAINS diperantarai terutama oleh penghambatan sintesis prostaglandin.
Secara spesifik, OAINS menghambat COX, enzim yang mengatalisis pembentukan prostaglandin
endoperoksida PGG, dan PGH, dari asam arakidonat. Akibatnya, sintesis seluruh prostaglandin
yang diturunkan dari endoperoksida ini terhambat (Gambar 1). Akan tetapi, hal ini tidak berarti
bahwa penghambatan COX adalah mekanisme kerja antiinflamasi OAINS saja; mekanisme kerja
yang lain juga berperan pada keseluruhan aktivitas antiinflamasi beberapa OAINS (5). Leukotrien
adalah produk utama jalur lipoksigenase. Leukotrien (LT) C4 dan D4 merupakan bronkokonstriktor
poten dan komponen utama dari zat anafilaksis reaksi-lambat yang disekresi pada asma dan
anafilaksis. Leukotrien B4 adalah senyawa kemotaktik poten untuk leukosit polimorfonuklear
(PMN) dan makrofag. Inhibitor lipoksigenase, seperti zileuton, dan antagonis reseptor leukotrien
zafirlukas digunakan untuk meringankan gejala asma dan anafilaksis. Mekanisme tersebut akan
dibahas dengan senyawa tunggal yang dibicarakan dalam bab ini.

a. Efek Antipiretik OAINS


Pengaturan suhu tubuh terjadi pada pusat termoregulator di hipotalamus. Pusat ini mengatur
keseimbangan antara hilangnya panas tubuh dan produksi panas. Demam terjadi ketika
keseimbangan ini terganggu dalam produksi panas. Proses inflamasi dan/atau endotoksin bakteri
menyebabkan pelepasan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag yang, secara bergantian, menginduksi
biosintesis prostaglandin tipe E (PGEn) di hipotalamus, yang menyebabkan peningkatan dalam suhu
tubuh (demam) dengan meningkatkan set-point termostatik. OAINS dapat mengatur kembali set-
point termostatik tubuh melalui penghambatan COX sehingga menyebabkan biosintesis PGEn Kerja
tersebut menghasilkan pembuluh darah superfisial yang berdilatasi dan keringat yang meningkat,
diikuti oleh penurunan pada suhu tubuh. OAINS tidak memiliki efek pada suhu tubuh normal.
b. Efek Analgesik OAINS
Kerusakan dan inflamasi jaringan menyebabkan produksi prostaglandin. Beberapa
prostaglandin ini, contohnya PGE2, menyensitisasi nosiseptor terhadap kerja bradikinin, histamin,
dan 5-hidroksitriptamin, dan mediator kimia lainnya (6). Oleh sebab itu, keparahan nyeri yang
terjadi karena penyakit inflamasi, seperti artritis, bursitis, dan dengan beberapa bentuk kanker
(kanker metastatik tulang) secara efektif dapat diredakan dengan OAINS. Selain itu, dengan
menghambat COX, OAINS sangat efektif dalam meredakan sakit kepala yang disebabkan oleh efek
vasodilatasi PGE2. OAINS juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan opioid dan menghasilkan
penurunan dosis efektif opiat yang diperlukan sampai 30%.

Selain efek yang dimiliki OAINS untuk meredakan nyeri secara lokal, terdapat bukti bahwa
OAINS bekerja, sebagian, melalui komponen yang dimediasi secara sentral (7). Mekanisme pasti
mengenai kerja OAINS secara sentral masih tidak jelas. Selain kemampuan OAINS untuk
menghambat COX, OAINS dapat bekerja melalui sistem kontrol monoaminergik. Prostaglandin
seperti PGE2, telah terbukti menambah kerja mediator saraf eksitatori seperti kalsitonin, peptida
yang terkait gen, dengan memediasi pelepasannya. Dengan menghambat kerja COX secara sentral,
OAINS memblok interferensi yang dimediasi PGE2, dengan penurunan kadar nosisepsi sehingga
menurunkan tingkat dan durasi nyeri. Pada sumsum tulang belakang, datang dari penelitian terbaru
memperlihatkan bahwa inhibitor COX-1, dan bukan COX-1, mengurangi nyeri dengan menurunkan
eksitabilitas tulang belakang yang diinduksi oleh prostaglandin.

5. Efek Merugikan OAINS yang Sering Terjadi


Efek merugikan OAINS sering terjadi khususnya pada orang yang menggunakan dosis tinggi
dalam jangka waktu yang lama. Efek merugikan sering ditemukan pada saluran gastrointestinal
(GI), kulit, ginjal, dan sedikit pada hati, limpa, darah, dan sumsum tulang. Keparahan dan frekuensi
timbulnya efek ini sangat bervariasi di antara OAINS.

a. Pada Saluran Gastrointestinal


Efek merugikan paling sering terjadi (sekitar tiga kali lipat dari pengguna non-OAINS) yang
disebabkan oleh penggunaan OAINS adalah gangguan saluran GI yang termasuk dispepsia, diare
atau konstipasi, mual, dan muntah (9). Tingkat kerusakan lambung pengguna kronis mungkin tidak
diketahui, yang kemungkinan mengarah pada gastritis erosif, ulser peptik, dan perdarahan serius.
Risiko kerusakan semacam itu pada pengguna kronis telah ditentukan terjadi pada sekitar satu dari
lima orang. Risiko perdarahan lambung dari OAINS yang sering diresepkan sangat bervariasi.
Karena tingkat keseriusan dan frekuensi iritasi GI yang terjadi karena OAINS, peringatan mengenai
risiko cedera GI serius sekarang dicantumkan dalam kemasan OAINS seperti yang ditentukan oleh
FDA.

Mekanisme pada OAINS yang menycbabkan kerusakan saluran GI merupakan akibat


penghambatan COX-Inya sehingga menyebabkan penghambatan produksi PGE2, yang bertanggung
jawab mengatur sekresi asam lambung dan perlindungan mukosa. Efek OAINS pada kerusakan
lambung dapat berkurang dengan pemberian oral analog prostaglandin seperti misoprostol.

b. Pada Kulit
Efek merugikan paling sering kedua yang terjadi karena penggunaan OAINS adalah reaksi
kulit, yang dapat bervariasi dari ruam ringan, fotosensitivitas, dan urtikaria sampai kondisi yang
lebih serius. Untungnya, reaksi merugikan yang berhubungan dengan kulit yang kemungkinan fatal
jarang terjadi. Sulindak dan asam mefenamat secara khusus memiliki insiden reaksi kulit yang
sangat tinggi, dengan frekuensi kejadian masing-masing 5-10% untuk sulindak dan 10-15% untuk
asam mefenamat.

c. Pada Sistem Ginjal


Biasanya, penggunaan normal OAINS memiliki dampak kecil pada fungsi ginjal. Akan tetapi,
beberapa orang menderita insufisiensi ginjal akut yang bersifat reversibel, yang biasanya berakhir
ketika penggunaan obat dihentikan. Dasar di balik efek ginjal ini adalah bahwa PGE 2, dan PGI2,
memengaruhi vasodilatasi ginjal dan menghambat kerja hormon antidiuretik (ADH). Hal ini
menyebabkan berkurangnya reabsorpsi air sehingga meningkatkan ekskresi air. Penghambatan
biosintesis prostaglandin oleh OAINS menyebabkan vasokonstriksi ginjal dan peningkatan
reabsorpsi air sehingga terjadi peningkatan retensi air. Tidak seperti penggunaan normal,
pengobatan kronik dengan OAINS dapat menyebabkan efek merugikan yang lebih serius seperti
nefritis kronis dan nekrosis papilari ginjal. Kombinasi dua kondisi ini menyebabkan "nefropati
analgesik."
Selanjut nya mengenai Interaksi Obat yang Umum, bisa dibaca pada literature Buku ajar
Interaksi Obat oleh: Ashraf Mozayani, PharmD, PhD. Dkk.

Anda mungkin juga menyukai