Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
kasih sayang-Nya lah sehingga kami dapat menyusun Makalah Farmakologi Dasar berjudul
“Anti Inflamasi Non Steroid” sebagai salah satu tugas untuk memenuhi syarat perkuliahan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik ditinjau dari
segi isi maupun penulisannya. Karena itu bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan makalah
ini masih sangat diperlukan dari berbagai pihak.

Kami menyadari pula bahwa makalah ini selesai tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, baik materil maupun moril. Untuk itu kepada semua pihak yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan, kami menyampaikan ucapan terima kasih para dosen Jurusan Farmasi
terutama dan teman-teman yang telah membantu dengan informasi dan dukungan moril.
Semoga amal kalian dapat diterima oleh Allah SWT. Akhir kata, semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila


tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan.
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat dengan bahan-bahan lain
tersebut termasuk obat tradisional dansenyawa kimia lain. Di dalam tubuh obat mengalami
berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut
meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses
tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu
interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi
bersamaan dengan obat.

Inflamasi adalah respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi
berlangsung terjadi reaksi vaskuler dimana cairan, elemenelemen dalam darah, sel darah putih,
dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan. Penyakit ini ditandai dengan
munculnya warna kemerahan, bengkak, nyeri dan disertai panas. Anti inflamasi adalah usaha
tubuh menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan
mengatur perbaikan derajat.

Obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan obat yang paling banyak diresepkan dan
juga digunakan tanpa resep dari dokter. Obat-obat golongan ini merupakan suatu obat yang
heterogen secara kimia. Klasifikasi kimiawi AINS, tidak banyak manfaat kliniknya karena ada
AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada obat AINS yang
berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa. Ternyata sebagian besar efek terapi dan
efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
1.2. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan anti inflamasi non steroid (AINS) ?

2. Apa kegunaan dari obat AINS ?

3. Bagaimana mekanisme kerja dari obat-obat AINS dan contoh dari obat-obat AINS ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan anti inflamasi non steroid (AINS).

2. Mengetahui kegunaan obat AINS.

3. Mengetahui mekanisme dari kerja obat AINS dan Mengetahui macam-macam obat dari AINS.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)

Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID
(Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs)/AINS adalah suatu golongan obat yang memiliki
khasiat analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang).
Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang
juga memiliki khasiat serupa. AINS bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika. Inflamasi
adalah salah satu respon utama dari system kekebalan tubuh terhadap infeksi atau iritasi.

OAINS dikelompokkan kedalam beberapa golongan kimiawi. Meskipun terdapat banyak


perbedaan dalam kinetik OAINS, semuanya memiliki kesamaan dalam beberapa sifat umum.
Metabolisme OAINS terutama dilanjutkan oleh famili CYP3A atau CYP2C dari enzim P450
dihati. Meskipun eksresi ginjal merupakan jalur eliminasi terakhir yang paling penting, hampir
semua OAINS mengalami eksresi dan reabsorbsi bilier yang bervariasi. Kebanyakan OAINS
sangat terikat pada protein (~98%) biasanya kepada albumin. Semua OAINS dapat ditemukan
dalam cairan sinovial setelah pemberian dosis berulang.

2.2. Kegunaan Dari Obat AINS

AINS banyak digunakan pada pasien pediatric. Obat ini merupakan bahan aktif yang secara
farmakologi tidak homogen dan terutama bekerja menghambat produksi prostaglandin serta
digunakan untuk perawatan nyeri akut dan kronik. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi
nyeri, demam dengan inflamasi, dan yang disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.

2.3. Mekanisme Kerja

Mekanisme dan sifat dasar AINS, obat analgesik anti inflamasi non steroid merupakan suatu
kelompok sediaan dengan struktur kimia yang sangat heterogen, dimana efek samping dan efek
terapinya berhubungan dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim
cyclooxygenase (COX). Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir memberikan penjelasan
mengapa kelompok yang heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping,
ternyata hal ini terjadi berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
Mekanisme kerja yang berhubungan dengan biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun 1971
oleh Vane dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan
indometason menghambat produksi enzimatik PG. Dimana juga telah dibuktikan bahwa jika sel
mengalami kerusakan maka PG akan dilepas.Namun demikian obat AINS secara umum tidak
menghambat biosintesis leukotrin,yang diketahui turut berperan dalam inflamasi. AINS
menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2
terganggu. Setiap obat menghambat cyclooxysigenase dengan cara yang berbeda.2 AINS
dikelompokkan berdasarkan struktur kimia,tingkat keasaman dan ketersediaan awalnya. Dan
sekarang yang popoler dikelompokkan berdasarkan selektifitas hambatannya pada penemuan
dua bentuk enzim constitutive cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible cycloocygenase-2
(COX-2).COX-1 selalu ada diberbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam mempertahankan
fisiologi tubuh seperti produksi mukus di lambung tetapi sebaliknya ,COX-2 merupakan enzim
indusibel yang umumnya tidak terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada
keadaan inflamasi atau patologik. AINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan berikatan
pada bagian aktif enzim,pada COX-1 dan atau COX - 2, sehingga enzim ini menjadi tidak
berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi mediator inflamasi prostaglandin.
AINS yang termasuk dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2 adalah
ibuprofen,indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal termasuk sangat selektif
menghambat menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif menyekat COX-1, sedangkan yang
termasuk selektif menyekat COX-2 antara lain diclofenak, meloxicam, dan nimesulid. Celecoxib
dan rofecoxib sangat selektif menghambat COX-2.

2.4 Penggunaan NSAID

Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) bekerja menghambat enzim cyclooxygenase


(enzim pembentuk prostaglandin). NSAID hanya dipakai untuk nyeri inflamasi dan antipiretik
akibat produksi prostaglandin. NSAID mempunyai 3 efek yakni: anti-inflamasi, analgesik (untuk
nyeri ringan hingga sedang), dan antipiretik. Namun, NSAID tidak bisa digunakan untuk
mengatasi nyeri karena angina pectoris karena nyeri disebabkan karena hipoksia dan
penumpukan laktat. Penggunaan NSAID sebagai analgesik bersifat simptomatik sehingga jika
simptom sudah hilang, pemberiannya harus dihentikan.

Pada keadaan gout arthritis, NSAID berperan untuk mengurangi inflamasinya. Asam urat yang
meningkat dan menurun masih dapat menyebabkan inflamasi sehingga menimbulkan nyeri.
Asam urat dapat menumpuk di jaringan (biasanya pada jari kaki tampak tofi, bendol- bendol).
Penggunaan NSAID masih menimbulkan recruitment sel radang karena tidak menghambat LOX/
leukotrien (chemotoxin). Namun efeknya ini perlu diturunkan untuk mencegah adanya
kemotaksis dengan penggunaan kortikosteroid.
NSAID tidak mempengaruhi proses penyakit (ex. kerusakan jaringan muskuloskeletal) dan
hanya mencegah simtom peningkatan prostaglandin pada kerusakan jaringan.

Jadi, NSAID memblok pembentukan prostaglandin, akan tetapi jaringan tetap rusak. NSAID
efeknya bersifat sentral, sehingga tidak menimbulkan adiksi.

Penggunaan NSAID sebagai antipiretik digunakan untuk demam yang patologis (tidak
digunakan untuk demam karena peningkatan suhu setelah aktivitas yang berlebih). Demam
patologis dirangsang oleh zat pirogen endogen (IL-1) yang mengakibatkan pelepasan
prostaglandin di preoptik hipotalamus. Penggunaannya untuk simptomatik juga (ketika panas
turun harus dihentikan).

2.5 Efek samping

Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga memiliki efek samping serupa,
karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Efek samping yang paling sering
terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia
sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-
masing obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang
menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan;
dan (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis
PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi
menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mucus usus halus yang bersifat
sitoprotektif.

2.6 Contoh-contoh Dari Obat AINS

1. Asam mefenamat dan Meklofenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi, asam mefenamat kurang
efektif dibandingkan dengan aspirin. Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-inflamasi pada
reumatoid dan osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat merupakan golongan antranilat.
Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma. Dengan demikian interaksi dengan oabt
antikoagulan harus diperhatikan.

Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai diare
berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali
250-500 mg sehari. Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit sendi adalah 240-400
mg sehari. Karena efek toksisnya di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan kepada anak
dibawah 14 tahun dan ibu hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari.
2. Diklofenak

Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna
berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan mengalami efek
metabolisma lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%.

Walaupun waktu paruh singkat 1-3 jam, dilklofenakl diakumulasi di cairan sinoval yang
menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.

Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua
AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian selama
kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau tiga dosis.

3. Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali dibanyak negara.
Obat ini bersifat analgesik dengan daya efek anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek
analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya terlihat pada dosis 1200-
2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma
dicapai dicapai setelah 1-2 jam. 90% ibuprofen terikat dalam protein plasma, ekskresinya
berlangsung cepat dan lengkap.

Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada obat anti hipertensi karena dapat
mengurangi efek antihipertensi, efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis prostaglandin
ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin. Ibuprofen
tidak dianjurkan diminum wanita hamil dan menyusui. Ibuprofen dijual sebagai obat generik
bebas dibeberapa negara yaitu inggris dan amerika karena tidak menimbulkan efek samping
serius pada dosis analgesik dan relatif lama dikenal.

4. Fenbufen

Berbeda dengan AINS lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-drug. Jadi fenbufen bersifat
inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam 4-bifenil-asetat. Zat ini memiliki waktu paruh 10 jam
sehingga cukup diberikan 1-2 kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung dan kadar puncak
metabolit aktif dicapai dalam 7.5 jam. Efek samping obat ini sama seperti AINS lainnya,
pemakaian pada pasien tukak lambung harus berhati-hati. Pada gangguan ginjal dosis harus
dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah 2 kali 300 mg sehari dan dosis pemeliharaan 1 kali
600 mg sebelum tidur.
5. Indometasin

Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan
artritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka
penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek anti-inflamasi sebanding dengan
aspirin, serta memiliki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro indometasin menghambat
enzim siklooksigenase, seperti kolkisin.

Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%. Indometasin terikat pada protein plasma dan
metabolisme terjadi di hati. Di ekskresi melalui urin dan empedu, waktu paruh 2- 4 jam. Efek
samping pada dosis terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan
lambung dan pankreatis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25% pasien dan disertai
pusing. Hiperkalemia dapat terjadi akibat penghambatan yang kuat terhadap biosintesis
prostaglandin di ginjal.

Karena toksisitasnya tidak dianjurka pada anak, wanita hamil, gangguan psikiatrik dan pada
gangguan lambung. Penggunaanya hanya bila AINS lain kurang berhasil. Dosis lazim
indometasin yaitu 2-4 kali 25 mg sehari, untuk mengurangi reumatik di malam hari 50-100 mg
sebelum tidur.

6. Piroksikam dan Meloksikam

Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat.
Waktu paruh dalam plasma 45 jam sehingga diberikan sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat
di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Frekuensi kejadian efek samping dengan
piroksikam mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek samping adalah gangguan saluran cerna, dan
efek lainnya adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit. Piroksikam tidak dianjurkan
pada wanita hamil, pasien tukak lambung dan yang sedang minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg
sehari.

Meloksikam cenderung menghambat COXS-2 dari pada COXS-1. Efek samping meloksikam
terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam.
7. Salisilat

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik
dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan. Struktur kimia golongan salisilat.

Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat
dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya
asetosal. Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik dalam kadar plasma perlu
dipertahankan antara 250-300 mg/ml. Pada pemberian oral sebagian salisilat diabsorpsi dengan
cepat dalam bentuk utuh di lambung. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian.
Setelah diabsorpsi salisilat segera menyebar ke jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga
ditemukan dalam cairan sinoval. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak
lambung atau tukak peptik, efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat
penghambatan biosintesa tromboksan.

8. Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat merupakan sejenis obat yang sering digunakan sebagai
penghilang rasa nyeri atau sakit minor, peradangan atau anti-inflamasi, dan antipiretik (pada
demam). Selain digunakan sebagai analgesik untuk nyeri dari berbagai penyebab (sakit kepala,
nyeri tubuh, arthritis, dismenore, neuralgia, gout, dan sebagainya), dan untuk kondisi demam,
aspirin juga berguna dalam mengobati penyakit rematik, dan sebagai anti-platelet (untuk
mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah) dalam arteri koroner (jantung) dan di
dalam vena pada kaki dan panggul.

Aspirin menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat enzim COX-2. Molekul


aspirin menempel pada enzim COX-2.Penempelan ini menghambat enzim melakukan reaksi
kimia. Bila tidak ada reaksi kimia yang dihasilkan, tidak ada pesan ditransmisikan ke otak untuk
memproduksi prostaglandin. Dengan tidak diproduksinya prostaglandin, rasa sakit kepala dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.

Dosis aspirin bervariasi sesuai dengan intensitas rasa sakit yang dirasakan. Biasanya dosis
normal adalah 324 mg setiap empat jam. Untuk sakit kepala berat, Anda dapat mengambil
hingga 648 mg aspirin setiap empat jam. Disarankan tidak mengonsumsi lebih dari 48 tablet
dalam jangka waktu dua puluh empat jam. Anak-anak di bawah usia dua belas tahun harus
berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi aspirin.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat
analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang).

2. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan inflamasi, dan yang
disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.

3. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam arakidonat


menjadi PGG2 terganggu.

4. Asam mefenamat dan Meklofenamat, Diklofenak, Ibuprofen, Fenbufen, Indometasin,


Piroksikam dan Meloksikam, Salisilat, Diflunsial, Fenilbutazon dan Oksifenbutazon.

DAFTAR PUSTAKA

Priyanto, 2010. Farmakologi Dasar. Leskonfi. Jakarta.

Tjay, T.H,. dan Kirana, R,. 2008. Obat-obat Penting. PT Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai