Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 13: Farmakologi, Farmasi dan Obat alami

SKENARIO 2: Analgesik

Dosen Pembimbing:

drg. Dwi Kartika Apriyono, M.Kes., Sp.OF

Disusun Oleh: (Tutorial K)

Nafila Syahrani (191610101128)


Farah Nur Handayani (191610101129)
Maria Fransisca Utha (191610101130)
Helmy Affan F. (191610101131)
Afifah Grandis D.C. (191610101131)
Rachel Murwanenda (191610101133)
Dariya Emyra Kusuma D. (191610101134)
Salsabila Shofi Atikah D. (191610101135)
Fridha Ayu Amanda (191610101136)
Nada Shofiyah (191610101137)
M. Faiq Aqil Al Ghifari (191610101138)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya, laporan ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Laporan ini membahas mengenai pendekatan masalah kesehatan.

Dalam penyelesaian laporan tutorial skenario 2 blok 13 ini tentunya tidak dapat kami
selesaikan sendiri, saya banyak memperoleh bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmatnya


2. drg. Dwi Kartika Apriyono, M.Kes., Sp.OF selaku pembimbing tutorial
3. Teman-teman tutorial yang selalu setia, memberi motivasi dan selalu menyemangati
dengan senang hati.

Kami sadar dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
laporan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Kami harap laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua serta untuk menambah wawasan. Akhir kata kami ucapkan
terima kasih.

Jumat, 5 Februari 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario

SKENARIO 2 ANALGESIK

Di awal pandemi covid 19, Tono, 20 th sakit gigi karena berlubang pada gigi geraham
3, terutama bila terkena minuman dingin atau makanan yang terselib di gigi yang lubang dan
posisi tumbuhnya miring ke gigi depannya. Pada awal sakit, Tono minum cataflam dan
sembuh. 3 bulan kemudian gigi Tono kambuh lagi sakitnya, sekarang sakitnya lebih lama dan
tidak menghilang walaupun Tono sudah minum cataflam. Rasa sakit muncul tiba-tiba bahkan
saat tidur malam rasa sakit itu sering muncul dan intensitasnya semakin lama dan dalam. Mau
periksa ke dokter gigi , banyak dokter gigi yang tidak buka praktek, akhirnya Tono selain
minum cataflam dan ponstan juga memasukkan minyak kayu putih ke dalam giginya yang
berlubang dan hasilnya sakitnya lumayan berkurang bahkan sempat tidak sakit dalam
beberapa waktu, sakit maagnya kambuh. Sampai akhirnya giginya sakit lagi dan pipinya
bengkak, sakitnya membuat tono tidak bisa tidur. Tono pergi ke RSGM Unej. Oleh dokter
gigi , Tono disarankan untuk mencabut gigi geraham 3 nya yang tumbuh miring tersebut, dan
memberikan obat metronidazole, kalium diklofenak dan analsik untuk diminum sampai
bengkaknya hilang baru dilakukan operasi gigi tersebut.

1.2 Latar Belakang

Analgesik merupakan obat yang sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Obat
analgesic ini digunakan oleh sebagian besar masyarakat karena obat ini dapat menghilangkan
rasa sakit atau nyeri meskipun tidak dapat menyebuhkan penyebab dari penyakitnya. Adapun
rasa nyeri sendiri merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus
dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan. Rasa nyeri dapat
dirasakan seperti rasa nyeri tajam, tertusuk, akut, dan seperti tersetrum yang dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari.

Obat analgetik terbagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan opioid, non-opioid, dan
adjuvant. Mekanisme kerja dari ketika golongan tersebut pun berbeda, obat analgesic
narkotik (opioid) bekerja pada SSP, sedangkan analgesic non-narkotik (non-opioid) disebut
pula sebagai NSAIDs (non-steroidal anti-inflamatory drugs) merupakan obat yang
menghambat terjadinya sintesis prostaglandin, yaitu dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kata Sulit

1. Cataflam : obat yang digunakan untuk mengobati rasa sakit atau nyeri
2. Ponstan : mengandung asam mefenafat yang juga untuk pereda nyeri pada tingat
ringan dan sedang, mengurangi pembengkakan dan antiinflamasi
3. Metronidazole : obat antibiotic untuk mengobati infeksi, dengan cara menghentikan
bakteri/parasit
4. Kalium dikrofenat : masuk dalam obat anti nyeri dalam golongan OAINS, nama
lainnya kataflam
5. Analsik : untuk meringankan rasa nyeri juga, mengandung metamizole sama
diazepam, mengobati nyeri sedang sampai berat

2.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan obat analgesic?


Obat yang selektif mengobati rasa sakit dengan bertindak dalam system saraf pusat
tanpa secara signifikan mengubah kesadaran

2. Apa saja macam obat analgesic?


Secara umum, analgesik secara luas dikategorikan menjadi 3, yaitu (Council, 2001):
• Analgesik Non-Opioid : acetominophen dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs
(NSAIDs), termasuk didalamnya adalah aspirin dan derivat salisilat lainnya.
- Asam mefenamat
- Asetosal (asam asetilsalisilat)
- Ibuprofen
- Parasetamol (asetaminofen)
- Dipiron
• Analgesik Opioid : Mu opioid agonist (i.e., morphine-like agonist) dan opioid agonist-
antagonist.
- Morfin
- Methadone
- Ethorpin
- Levvorfanol
- Fentanyl
- Sufentanyl
- Butorfanol
Analgesik adjuvant atau co-analgesik : beberapa kelompok obat, dengan indikasi utama
untuk kondisi selain nyeri, dengan memiliki peranan atau mekanisme analgesik pada
beberapa kondisi. Obat analgesik adjuvant yang umum digunakan antara lain : obat anti
epilepsi (OAE) dan tricyclic antidepressants (TCAs).

3. Bagaimana mekanisme kerja obat analgesic?


Ketika terdapat stimulus atau rangsangan yang masuk dan merusak membrane
sel, maka enzim fosfolipase akan mengubah fosfolipid yang ada dalam mebran sel
diubah menjadi asam arakidonat. Kemudian asam arakidonat disintesis oleh enzim
COX (cyclooxygenase) menjadi prostaglandin, thromboxane, prostacyclin.
Prostaglandin merupakan mediator inflamasi.
Enzim COX (cyclooxygenase) ada 2, yaitu COX I yang bersifat konstitutif
atau agonis dan COX II yang bersifat induktif atau antagonis yang menghasilkan
prostaglandin waktu terjadi inflamasi. Prostaglandin normal dalam tubuh
memengaruhi vasodilatasi pembuluh darah sehingga pasokan darah menuju suatu
organ lancer, antiagregrasi platelet sehingga platelet tidak bergerumbul, dan juga
sebagai hambatan produksi asam lambung (melindungi lambung).
NSAIDs bekerja dengan cara menghambat enzim COX (cyclooxygenase)
sehingga sintesis prostaglandin waktu inflamasi pun menurun, sehingga rasa bengkak
dan nyeri berkurang. Namun prostaglandin yang baik dalam tubuh pun ikut
berkurang, contohnya ketika normal prostaglandin dapat menghambat produksi asam
lambung, jika hal tersebut ikut dihambat maka produksi asam lambung meningkat
yang merugikan bagi tubuh.

4. Apa efek dari penggunaan dan kontraindikasi obat analgesic?


Opioid : mual, muntah, konstipasi, dan mengantuk, jika digunakan dalam
dosis tinggi dapat menyebabkan depresi saluran nafas dan hipertensi. Non opioid :
gangguan lambung dan usus, reaksi hipersensitfitas, rusak ginjal dan hati kalau
digukanan dengan dosis berlebih
Kontraindikasi :
Toksisitas spesifik opioid lainnya, yang mungkin menghalangi penggunaannya pada
populasi tertentu. Misalnya, seperti yang disebutkan di atas, opioid dengan aktivitas
serotonergik berpotensi menurunkan ambang kejang, dan oleh karena itu, harus digunakan
dengan hati-hati atau dihindari sepenuhnya pada pasien dengan riwayat gangguan kejang
untuk menghindari penyebab atau perburukan kejang. Opioid seperti metadon, yang
berpotensi memperpanjang interval QTc harus digunakan dengan hati-hati atau dihindari
sepenuhnya pada pasien dengan sindrom long QT.

5. Obat metronidazole, kalium diklofenat, dan analsik merupakan analgesic jenis?

Metrodinazole merupakan obat antibiotic, digunakan untuk mengobati infeksi


bakteri atau parasite yang terjadi, namun tidak berkerja untuk infeksi virus. Penyakit
asam lambung dapat disebabkan oleh infeksi bakteri H.pylori. Salah satu obat asam
lambung resep dokter yang diberikan adalah Metrodinazole guna membunuh
bakteri H.pylori.

Kalium Diklofenak adalah obat generik yang digunakan sebagai pereda nyeri,
nyeri ringan hingga sedang, khususnya ketika pasien juga mengalami peradangan, dan
mengurangi gangguan inflamasi (peradangan) secara umum. Kalium Diklofenak
termasuk dalam golongan Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug (NSAID)

Analsik adalah obat pereda nyeri yang mengandung 2 kombinasi zat aktif,
yaitu diazepam dan (metamizole). Analsik masuk dalam golongan obat NSAID (obat
antiradang nonsteroid/OAINS). Yang bekerja dengan menghambat produksi zat
tertentu yang menyebabkan peradangan dalam tubuh. Analsik biasa digunakan untuk
meredakan nyeri sedang sampai berat.

Metampiron adalah obat analgesik- antipiretik. Obat ini merupakan derivat


metasulfonat dari amidopirin yang memiliki sifat mudah larut dalam air sehingga
akan dapat diserap dengan cepat ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan. Obat ini
mempunyai efek mengurangi rasa nyeri sedang – berat dengan cara bekerja secara
sentral pada otak, yakni dengan memengaruhi hipotalamus dalam menurunkan
sensitifitas rasa sakit dan termostat yang mengatur suhu tubuh sehingga dapat
menurunkan demam.
Diazepam adalah obat golongan benzodiazepine yang memengaruhi sistem
saraf otak Diazepam mempunyai kerja sebagai obat antiansietas, hipnotik, yang juga
memiliki sifat relaksasi otot rangka. Diazepam dimetabolisme terutama di dalam hati
dan terikat pada reseptornya yang terdapat di daerah spinal cord, serebelum, sistem
limbik dan korteks serebral.

6. Bagaimana mekanisme nyeri pada sakit gigi?


Nyeri gigi merupakan perasaan tidak menyenangkan pada gigi yang
menandakan adanya kerusakan pada struktur gigi yang disebabkan oleh rangsangan
luar (seperti mekanik, suhu dan kimia) dan rangsangan dari dalam (seperti flora
rongga mulut, penyakit sistemik, plak dan karang gigi). Penyebab nyeri gigi yang
paling umum adalah adanya inflamasi yang berasal dari pulpa atau struktur
penyangga gigi. Selain itu, pengeluaran mediator inflamasi juga dapat merangsang
reseptor nyeri pada serabut yang menghantarkan rasa nyeri (serabut aferen nosiseptif).
Serabut ini tersebar di seluruh tubuh dan ditemukan paling banyak pada nervus
trigeminalis yang mempersarafi pulpa dan jaringan periapikal gigi. Pada pulpa
ditemukan dua serabut aferen nosiseptif, yaitu serabut C dan serabut A-delta. Bila
kedua serabut tersebut dirangsang, maka sinyal nyeri akan dihantarkan melalui
gangliontrigeminalis ke subnukleus kaudalis yang terletak di medula pada susunan
saraf pusat melalui penglepasan substansi P dan asam amino glutamate. Lalu
subnukleus kaudalis atau tanduk dorsal medula menyampaikan sinyal nyeri ke
thalamus melalui jalur trigeminotalamik. Selanjutnya, sinyal nyeri diteruskan ke
korteks serebral melalui jalur talamokortikal. Sinyal yang sampai di korteks inilah
yang akan dipersepsikan oleh otak sebagai rasa nyeri.

7. Mengapa dokter menyarankan obat tersebut?


- Mengapa dokter menyarankan penggunaan obat metronidazole, kalium diklofenak
dan analsik?
a. Obat metronidazole: mengobati infeksi bakteri (antibiotic). Pemberian ini
dimmaksudkan untuk mengurangi keparahan kondisi rongga mulut. Diketahui
pasien memiliki gigi yang berlubang, sementara pasien hanya mengobati dari sakit
giginya saja, tidak mengobati lubangnya. Kemungkinan bakteri bisa masuk dan
memperparah keadaan.
b. Kalium diklofenak/cataflam: karena sebelumnya sudah pernah pakai ini, jadi pake
aja lagi wkwkw.
Analsik: meredakan rasa nyeri sedang sampai berat. Sampai gabisa tidur, makanya
perlu obat analsik.
8. Mengapa penggunaan obat kataflam masih menimbulkan rasa sakit gigi?
Kataflam atau diclofenac atau kalium diklofenak adalah obat NSAID (non-
steroid anti-inflammatory drugs) yang berfungsi untuk meredakan nyeri, bengkak dan
beberapa kondisi ringan sampai sedang. Guna dari obat ini untuk sakit otot, sakit
punggung, sakit gigi, nyeri haid dan injuri waktu olahraga. Diclofenac diketahui lebih
efektif dalam mengurangi rasa sakit setelah preparasi kavitas yang dalam dan
ekstraksi gigi daripada ibuprofen dan paracetamol. Rasa sakit muncul lagi
dikarenakan sumber penyakit belum diatasi, sehingga saat efek obat sudah habis,
sementara saraf-saraf nyeri masih menerima sinyal nyeri, maka rasa sakit gigi akan
kembali.

9. Mengapa bengkaknya perlu hilang dulu sebelum melakukan operasi?


Ketika terjadi pembengkakakn menandakan bahwa terdapat cairan
didalamnya. Cairan tersebut bisa terjadi tumpukan dari PUS ataupun abses. Abses
terbentuk dari sel-sel nekrotik yang menandakan bahwa terdapat bakteri di dalamnya.
Bakteri yang ada dapat memicu terjadinya proses inflamasi. Proses inflamasi
menyebabkan terbentuknnya pembuluh darah baru yang lebih tipis dan mudah pecah.
Ketika dilakukan ekstraksi gigi pada keadaan tersebut maka akan memicu terjadinya
pendarahan yang berlebih dan soket yang terbuka bisa menyebabkan semakin luasnya
infeksi yang terjadi. Maka dari itu proses pencabutan gigi harus dihindari ketika pipi
ataupun gusi dalam keadaan bengkak

10. Bagaimana khasiat minyak kayu putih sehingga dapat mengurangi rasa sakit
gigi?
Minyak kayu putih adalah suatu obat tradisional yang digunakan untuk
penyakit saluran nafas seperti asma,sinus,dan paru – paru. Didalam minyak kayu
putih itu ada kandungannya namanya eucalyptol dimana zat ini adalah bahan aktif
minyak kayu putih yang biasa digunakan untuk mengobati peradangan pada saluran
nafas. minyak kayu putih itu memiliki kandungan antimikroba terpinen-4-ol, 1,8-
cineol dan α- terpineol dimana kandungan ini memungkinkan dapat memperlambat
pertumbuhan s.mutans.

11. Mengapa sakit maagnya bisa kambuh setelah mengonsumsi kataflam dan
ponstan?

Sakit maag yang diderita tono kambuh karena cataflam mengandung asam
asetat dan ponstan mengandung asam mefenamat.

Cataflam termasuk dalam obat anti-inflamasi non-steroid (oains). OAINS


sendiri terbagi dalam beberapa jenis berdasarkan senyawa pembentuknya, antara lain
salisilat, turunan asam propionat, asam enolat, asam antranilat, sulfonanilid,
penghambat slektif COX-2, dan turunan asam asetat. Cataflam termasuk dalam jenis
turunan asam asetat. Asam asetat (cuka) merupakan asam organik larut air yang
sering digunakan sebagai bahan penyedap makanan.
Asam asetat dapat menyebabkan cedera pada organ maupun jaringan karena
sifatnya yang korosif dan iritan. Pada lambung, asam asetat dapat meningkatkan agen
perusak, dan mengakibatkan ketidakseimbangan bagian lambung dan dapat
menyebabkan gastritis atau ulkus peptikum. Gastritis merupakan proses inflamasi yg
disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi pada mukosa dan submukosa lambung.
Ponstan merupakan salah satu merek obat OAINS (obat anti-inflamasi non-
steroid. Kandungan utama dari ponstan adalah asam mefenamat, yang berdsarkan
senyawa pembentuk OAINS merupakan bagian dari turunan asam antranilat. Asam
mefenamat ini memiliki efek samping ke slauran cerna, karena asam mefenamat dapat
menghambat sintesis prostaglandin sehingga aliran darah pada pasien tidak dapat
mentoleransi efek samping dari obat tersebut seperti mual, muntah dan nyeri pada
daerah ulu hati.

12. Apa obat penghilang nyeri untuk menghilangkan rasa sakit gigi pada penderita
sakit maag?
Obat penghilang nyeri gigi yang cocok untuk dikonsumsi penderita sakit
maag, yaitu :
• Antasida : Antasida adalah basa-basa lemah yang digunakan untuk mengikat secara
kimiawi dan menetralkan asam lambung. Obat-obat yang termasuk antasida yaitu
kombinasi Magnesium hidroksida dan Alumunium hidroksida (Antasida doen),
Alumina dan Magnesia (Maalox), Calcium carbonate dan Magnesia (Rolaids). Kontra
indikasi obat ini yaitu jangan diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal yang
berat karena akan menimbulkan hipermagnesia dan efek samping obat yaitu
konstipasi (sembelit) dan diare.
• Antibiotik : Antibiotik digunakan untuk menghambat dinding sel Helicobacter
pylori. Obat-obat yang termasuk antibiotik antara lain Amoksisilin, Metronidazole,
Tetrasiklin, Klaritromisin, dan Bismufh Subsalicylate. Kontra indikasi obat ini yaitu
hipersensitif terhadap antibiotik dan efek samping obat yaitu mual, muntah, diare,
sakit kepala.
• Histamine (H2) Blockers : Cara kerja H2 Blockers adalah mengurangi produksi
asam di lambung. Efek samping dari H2 Blockers yaitu sakit kepala, mual dan sakit
perut. Beberapa obat yang tergolong dalam H2 Blockers yaitu Famotidine (Pepcid
AC), Ranitidine (Zantac 75). dan Cimetidine.

2.3 Mind Mapping

Nyeri

Obat Analgesik

Opioid Non- Analgesik


Opioid Adjufan

 Mekanisme
 Efek samping
 Farmakokinetik dan
farmakodinamik
 Kontraindikasi dan
indikasi
2.4 Learning objective

1. Mahasiswa mampu mengkaji dan menjelaskan dari pengerti dan jenis nyeri
(Rachel)
Nyeri merupakan bentuk respon langsung terhadap kejadian tidak
menyenangkan yang berkaitan langsung dengan kerusakan pada suatu jaringan,
seperti luka, inflamasi atau kanker. Nyeri sendiri disebabkan dapat berupa rangsangan
mekanis, kimiawi, atau fisik berupa kalor atau listrik. Nyeri sendiri diklasifikasikan
menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang
berlangsung selama ±7 hari dan biasanya terjadi secara tiba-tiba. Gejala yang timbul
biasanya berlangsung selama berjam-jam, berhari-hari, hingga satu minggu dan sering
dihubungkan dengan adanya luka pada jaringan, inflamasi, prosedur yang
berhubungan dengan pembedahan, proses kelahiran bayi. Sedangkan nyeri kronik
adalah nyeri menetap dengan durasi lebih lama biasanya berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun. Nyeri kronik sendiri sulit diobati karena biasanya nyeri ini tidak
memberikan respon terhadap pengobatan, sehingga dapat menyebabkan gangguan
yang berat bagi pasien yang mengalaminya. Contoh nyeri kronis yaitu nyeri tulang
belakang, nyeri diabetes neuropati, nyeri rematik, migrain, artritis.

2. Mahasiswa mampu mengkaji dan menjelaskan mekanisme nyeri


Mekanisme nyeri itu terdiri dari 4 tahapan, yaitu transduksi, transmisi,
modulasi, persepsi.
Transuksi itu proses saat ujung saraf aferen menerjemahkan stimulus (fisik
kimia panas), contohnya ketusuk jarum kedalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe
serabut sarag yang terlibat yaitu serabut A-beta, A-dekta, dan C.
Transmisi adalah proses saat impuls disalurkan ke kornu dorsalis medulla
spinalis, terus tractus sensorik menuju otak. Neuron aferen primer sebagai pengirim
dan penerima dari sinyal elektrik dan kiwiawi. Impuls dari neuron aferen primer ke
kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis neuron aferen bersinaps dengan
neuron SSP lalu sinyal menuju medulla spinalis, batang otak, dan talamus
Modulasi itu proses terjadi interaksi antara sistem analgesic endogen dengan
inpuit nyeri yang masuk ke kornu medulla spinalis. Sistem analgeik endogen meliputi
enkefalin, endorphin, serotonin, dan noradrenalin yang dapat menekan impuls nyeri
tersebut. Kornu posterior medulla spinalis ini ibarat pintu yang dapat membuka dan
tertutup. Proses ini yang menyebabkan rasa nyeri sangat subjektif terhadap
perindividu
Persepsi adalah penafsiran sensasi nyeri dalam otak.
Persepsi adalah hasil dari interaksi proses tranduksi, transmisi, modulasi,
aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya.

3. Mahasiswa mampu mengkaji dan menjelaskan tentang obat analgesic opioid


(pengertian, macam obat, farmakokinetik dan dinamik, dosis, efek samping,
kotraindikasi dan indikasi, serta pengaruh dengan obat lain)

Definisi:

Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan
dengan reseptor morfin. Opioid disebut juga sebagai anlgetika narkotikayang sering
dalam anesthesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca
pembedahan.

Macam obat:

Analgetik opioid di bedakan menjadi 3 kelompok :

1. Natural (Alkaloid opium): morfin dan kodein


2. Derivate semisintetik : diasetilmorfin (heroin), hidromorfin, oksimorfon, hidrokodon,
dan oksikodon.
3. Derifat sintetik: petidin, fentanil, alfentanil, pentazosin, fenazosin dan siklasozin,
lavorvanol, metadon, tramadol

Contoh farmako kinetik morfin

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang
luka. Morfin  juga dapat mmenembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi
efek analgesik setelah  pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang
timbul setelah pemberian  parenteral (suntik) dengan dosis yang sama. Morfin dapat
melewati sawar uri (Sawar uri adalah Barier yang memisahkan darah ibu dengan
darah janin yang terdiri dari sel epitel vili dan sel endotel kapiler janin) dan
mempengaharui janin.

Contoh farmako kinetik petidin

Absorbsi petidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi
kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam
plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat
bervariasi. Setelah  pemberian petidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara
cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang
lebih 60% petidin dalam plasma terikat  protein. Metabolisme petidin terutama dalam
hati. Pada manusia petidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang
kemudian sebagian mengalami konyugasi.

Petidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3
dari satu dosis petidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Petidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan
intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi
dapat masuk kefetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.

A. Farmakodinamik Obat Analgesic Opoiod


Obat Opioid bekerja terutama pada reseptor opioid khas di sistem saraf pusat,
hingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Ada
4 jenis reseptor opioid, yaitu reseptor :

1. Reseptor Mu

Morfin bekerja secara agonis pada reseptor ini. Stimulasi pada reseptor ini akan
menimbulkan analgesia, rasa segar, euphoria dan depresi respirasi.

2. Reseptor Kappa

Stimulasi reseptor ini menimbulkan analgesia, sedasi dan anesthesia.

3. Reseptor Sigma

Stimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia, halusinasi, pupil midriasis


dan stimulasi respirasi.
4. Reseptor Delta

Pada manusia peran reseptor ini belum diketahui dengan jelas. Diduga memperkuat
reseptor Mu.

Μ (MU) reseptor memiliki jumlah yang paling banyak di otak dan merupakan
reseptor yang paling berinteraksi dengan opioid analgesik untuk mengasilkan efek
analgesik. Sedangkan κ (Kappa) dan σ (Sigma) reseptor menunjukkan selektivitas
terhahap enkefalin dan dinorfin secara respektif.

Aktivasi κ (Kappa) reseptor juga dapat menghasilkan efek analgesik, namun


berlawanan dengan μ (MU) agonis, yang dapat menyebabkan euforia. Beberapa opioid
analgesik mengahsilkan efek stimulandan psikomotorik denganberaksi padaσ reseptor.

Aktivasi pada μ (MU) dan σ (Sigma) reseptor dapat menyebabkan hiperpolarisasi


pada saraf melalui proses yang melibatkan G-protein. Sedangkan aktivasi κ reseptor
dapat menghambat membran Ca2+chanel.

Farmakodinamik (Contoh Obat) :

1. Morfin
Bekerja sebagai agonis reseptor pada reseptor (MU / Mikro), morfin ini memiliki
afinitas lebih rendah daripada reseptor Delta dan Kappa. Efek morfin pada sistem
saraf ini memiliki dua sifat yaitu sifat depresi (analgesi , sedasi, perubahan emosi,
hipoventilasi alveolar) dan Stimulasi (Stimulasi Parasimpatis, miosis, mual,
hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan skresi hormone anti diuretike (ADH)).

Pada Kulit menyebabkan Pelepasan histamin sehingga kulit menjadi tampak


merah dan terasa panas, terutama diarea wajah, leher, dan dada bagian atas.

2. Kodein
Termasuk dalam analgesik agonis opioid. KOdein dapat meningkatkan ambang
rasa nyeri dan mengubah reaksi yang timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi
nyeri diterima dari thalamus. Kodein juga merupakan antitusif yang bekerja pada
susunan saraf pusat dengan menekan pusat batuk.

B. Dosis Obat Analgesic Opioid


Dosis pemberian obat analgesic opioid ini berbeda-beda tergantung obat dan cara
pemberiannya. Contoh :
Morfin

Nyeri Akut :

A. Anak
1. PO (Per Oral) : > 6 bulan dengan BB < 50 Kg : 0.15 - 0.2 mg/KgBB tiap 3-4 jam
2. IM & IV (intramuskular dan intravena) : 0.1-0.2 mg/kgBB tiap 3-4 jam
B. Dewasa
1. PO : 10-30 mg/kgBB tiap 4 jam
2. IM : 5-10 mg/kgBB tiap 4 jam
3. IV : 2.5-5 mg/kgBB tiap 3-4 jam
Kodein :

Sebagai Analgesik :

A. Dewasa : 30-60 mg, tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan


B. Anak-anak : 0.5 mg/kg BB, 4-6 kali sehari

C. Efek Samping Obat opioid


Efek samping umum opioid:

1. Supresi SSP: sedasi, depresi pernapasan danbatuk, hipotermia, perubahan suasana

jiwa (mood), mual-muntah (stimulasi CTZ), dosis tinggi: menurunnya aktivitas


mental danmotoris.

2. Saluran cerna: obstipasi, kontraksi sfingter kandung empedu.

3. Saluran urogenital: retensi urin, waktu persalinan diperpanjang.

4. Saluran napas: bronkhokonstriksi (pernapasan lebih dangkal danfrekwensi turun).

5. Sistem sirkulasi: vasodilatasi, hipotensi, bradikardia.

6. Histamine liberator: urticaria dan gatal.

7. Kebiasaan: adiksi, bila henti → gejala abstinensi.

8. Overdosis

Efek Samping (Contoh Obat) :

1. Morfin
- Idiosinkrasi : Timbul eksitasi dengan tremor, dan jarang delirium

- Alergi : Dapat timbul urtikaria, eksantem, dermatitis kontak dan bersin

- Intoksikasi akut : Pasien akan tidur atau sopor atau kma jika intoksikasi cukup berat.
Frekuensi napas 2-3 kali per menit dan pupil sangat kecil

- Pada bayi mungkin timbul konvulsi

- Kematian biasnaya karena depresi napas.

2. Kodein
Dapat menimbulkan ketergantungan, mual, muntah, idiosinkrasi, pusing dan sembelit.
Depresi pernafasan, terutama pada penderita asma, depresi jantung dan syok.

 Kontraindikasi
- Pasien yang mengalami depresi napas akut dan alkoholisme akut.
- Harus dihindari pada pasien yang sedang mengalami cedera kepala karena dapat
mempengaruhi respon pupil yangg berhubungan dengan penilaian neurologis.
- Hipersensitivitas.
- Pasien yang memiliki penurunan atau gangguan pada fungsi hati.
- Gangguan pada fungsi ginjal.
- Kontraindikasi lainnya juga pada feokromositoma karena dapat menyababkan
tekanan darah naik yang merupakan respon terhadap pelepasan histamin.
Feokromositoma merupakan tumor yang dapat terjadi pada kelenjar adrenal.
 Indikasi
- Opioid morfin dapat diindkasikan untuk nyeri sedang hingga berat.
- Dapat juga diindikasikan untuk mengurangi cardiac preload ataupun cardiac
after load sekunder terhadap efek vasodilatasi.
- Analgesic opioid terutama morfin dan kodein memiliki efek antitusif sehingga
dapat diindikasikan pada pasien yang mengalami batuk. Hal ini karena antitusif
merupakan obat yang bisa menghentikan rangsang batuk dan bisa menurunkan
frekuensi serta intensitas batuk dengan menekan refleks batuk di batang otak dan
atau melalui blokade reseptor sensorik (reseptor batuk) di saluran bronchus.
- Analgesik opioid juga dapat diindikasikan untuk diare. Obat anti diare golongan
opioid dapat mengatasi diare dengan memperlambat gerakan feses di dalam
saluran cerna sehingga dapat meningkatkan penyerapan air dan elektrolit kembali
ke dalam tubuh.
 Pengaruh dengan obat lain
- Opioid yang diberikan bersama dengan benzodiazepine dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah, penurunan indeks cardiac, penurunan laju nadi dan
terjadi peningkatan resistensi sistemik.
- Kombinasi obat morfin dengan golongan depresan seperti benzodiazepin dapat
meningkatkan resiko depresi pernapasan.
- Morphin dapat meningkatkan efek blok dari obat golongan penlemas otot dan
resiko depresi nafas. Pasien yang menerima simetidin dan morphin secara
bersamaan dapat timbul efek samping berupa apnea, kebingungan dan kedutan
otot.

4. Mahasiswa mampu mengkaji dan menjelaskan tentang obat analgesic NSAID


(pengertian, macam obat, farmakokinetik dan dinamik, dosis, efek samping,
kotraindikasi dan indikasi serta pengaruh dengan obat lain)

NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non
steroid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti
inflamasi, analgetik dan juga antipiretik. NSAID merupakan obat yang heterogen,
dimana beberapa obat itu terlihat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-
obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.
Obat golongan NSAID dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non steroid, karena ada
obat golongan steroid yang juga berfungsi sebagai anti inflamasi.

NSAID diatur dalam subkelompok menurut struktur kimia induknya. Sebagian


besar merupakan asam organik dengan relative pKa (konstanta disosiasi asam) rendah
(Tabel 1.2), dan sifat asam ini mempengaruhi profil farmakodinamik dan
farmakokinetik mereka (lihat di bawah). Pengecualian untuk ini Aturannya adalah
turunan parasetamol dan pirazol (metamizole, propyphenazone), yang sering terjadi
dikecualikan dari grup NSAID karena aktivitas anti-inflamasi yang rendah, dan juga
buku harian tersebut senyawa heterosiklik (coxibs) (Lanas, 2016).
Farmakodinamik

Efek terapeutik NSAID memediasi terutama melalui penghambatan


prostaglandin. Prostanoid dibentuk secara enzimatis melalui sintase prostaglandin-
endoperoksida 1 dan 2 (PGHS-1 dan PGHS-2), yang juga dikenal sebagai
siklooksigenase 1 dan 2 (COX-1 dan COX-2). PGHS mengkatalisasi dua reaksi
berbeda di dua situs yang secara fisik berbeda tetapi secara fungsional terhubung.
Reaksi siklooksigenase memprovokasi bisoksigenasi asam arakidonat menghasilkan
prostaglandin G2 (PGG2), yang kemudian diubah menjadi PGH2 melalui reaksi
peroksidase. Perantara yang tidak stabil ini terjadi dengan cepat berubah menjadi
prostaglandin, prostacyclins, dan tromboksan secara sintase spesifik. Faktor pembatas
utama formasi prostanoid adalah ketersediaan substrat
asam arakidonat, dan batasan ini biasanya menentukan tingkat pembentukan
prostanoid basal yang rendah. Namun, jalur sintetis ini sangat luar biasa ditingkatkan
ketika fosfolipase A2 diaktifkan dan melepaskan asam arakidonat dari fosfolipid.
Jenis nsaid ada 2 yaitu spesifik dan tidak spesifik. Nsaid tidak spesifik bekerja
dengan memblokade cox-1 dan cox-2 sehingga efek samping yang ditimbulkan
bermacam-macam seperti hemorage pada lambung, antikoagulan sehingga mudah
berdarah, bronkospasme, vomit, nausea, ulser gastrik, memperparah penyakit ginjal.
Contoh obatnya ada aspirin, ibuprofen, dan naproxen.
NSAID spesifik bekerja dengan memblokade COX-2 meskipun masih belum
diketahui pasti mekanisme kerjanya. Karena yang diblokade hanya COX-2 maka efek
samping tidak terlalu banyak seperti jenis yang tidak spesifik. Contoh dari jenis ini
adalah paracetamol. Efek samping dari obat ini adalah dalam dosis tinggi
menyebabkan keracunan.

Farmakokinetik

Sebagian besar NSAID terikat pada protein plasma (95-99%), dan pengikatan
ini mungkin terjadi jenuh dengan potensi interaksi dengan obat-obatan yang bersaing
untuk situs pengikatan yang sama. Pola sebaran memiliki pengaruh yang signifikan
pada tindakan farmakologis dan efek samping dari NSAID. Kebanyakan senyawa
mencapai cukup konsentrasi di sistem saraf pusat ke efek analgesik sentral, sementara
kinetika mereka dalam fokus inflamasi tampaknya dipengaruhi oleh karakteristik
fisikokimia tertentu, seperti keasaman. Obat asam (pKa 4–5), termasuk diklofenak,
ibuprofen, ketoprofen, atau lumiracoxib, tampaknya terakumulasi dan bertahan di
jaringan yang meradang, seperti di cairan synovial sendi yang meradang (diulas di
Brune dan Patrignani [31]). Akumulasi ini mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Lingkungan mikro asam lokal yang disebabkan oleh peradangan
memfasilitasi difusi nonionic obat-obatan ini masuk ke bagian dalam sel;
Sesampainya disana, pH intraseluler yang lebih tinggi menyebabkan ionisasi obat.
Proses ini, disebut penjebakan ion, meningkatkan konsentrasi intraseluler obat.
b. Perubahan hemodinamik jaringan selama inflamasi termasuk
meningkat aliran darah terlokalisasi dan edema, memungkinkan obat yang terikat-
protein dan obat yang tidak terikat protein keluar ke jaringan.
c. Konsentrasi albumin yang tinggi di radang jaringan dan cairan sinovial
menyajikan afinitas tinggi untuk protein ini.
d. Mungkin pH ekstraseluler agak asam mengurangi pengikatannya pada
protein plasma dan meningkatkan fraksi bebas obat.

Bioavailability : proporsi obat yang saat masuk ke dalam sirkulasi tubuh.


First pass efek : proses diaktivasi obat. Karena nsaid adalah obat asam,
beberapa obat ini akan diabsorpsi di tubuh sebelum masuk ke system sirkulasi, bukan
diionisasi atau dengan kata lain sebagian kecil obat hilang. Terurama pada obat yag
diberikan peroral.

Time peak: Waktu puncak merupakan waktu dari konsentrasi maksimum


teobromin di dalam plasma, dan waktu puncak ini menandakan suatu proses dari
absorbsi obat. Pada hasil yang telah diuraikan, waktu konsentrasi maksimum
teobromin pada plasma adalah pada jam ke 2,5 (Suwandi, Abrori and Hasan, 2018)

Waktu paruh: Waktu paruh merupakan waktu yang diperlukan untuk turunnya


kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menjadi separuhnya. Waktu
paruh merupakan bilangan konstan, tidak tergantung dari besarnya dosis, interval
pemberian, kadar plasma maupun cara pemberian [4]. Faktor yang
mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolisme dan ekskresi. Waktu
paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan.

Contoh obat :

1. Derivat salisilat
a). Aspirin
Merupakan obat untuk mengurangi rasa sakit dan menurunkan demam. Perlu diingat,
sebaiknya konsumsi aspirin setelah makan, karena obat ini dapat menimbulkan sakit
maag. Untuk mengatasi demam dan nyeri. Dosis untuk orang dewasa: 325-650 mg setiap
4 jam sekali atau 975 mg setiap 6 jam sekali, atau 500-1000 mg setiap 4-6 jam. Maksimal
4 g/hari selama 10 hari.

b). Salisilamid
Salisilamid merupakan amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgesic dan
antipiretik mirip asetosal,

2. Derivat para aminophenol = Efek obat ini adalah menghilangkan atau


mengurangi nyeri ringan sampai sedang.
a). Fenasetin : Phenacetin sendiri juga tersedia dalam dosis 250 dan 300 mg sebagai tablet,
dan hingga dosis 500 mg sebagai bubuk. Dosis biasa adalah 300 mg 4-6 kali per hari,
dan dosis harian tidak melebihi 2g.
b). Asetaminofen : Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari fenasetin. Obat ini
menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki
efek antiinflamasi yang signifikan. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai
sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain

3. Derivat asam propionat


a). Ibuprofen
Bersifat analgesik dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat. Absorpsi cepat
melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu
paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Ekskresi berlangsung cepat dan lengkap.

4. Derivat asam enolic

a). Phenylbutazone (Butazolidin)

Untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Obat ini
mempunya efek anti-inflamasi yang kuat. Tetapi memiliki efek samping yang serius
seperti agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik, dan nekrosis tubulus ginjal.

5. Derivat asam fenamat

a). Asam mefenamat : Asam mefenamat sebagai analgesik dan terikat sangatkuat pada
protein plasma.
b). Meklofenamat : Obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral.

6. Derivat asam asetat indol

a). Indometasin : obat ini lebih efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat
prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek terhadap saluran cerna
seperti nyeri abdomen, diare, pendarahan saluran cerna, dan pancreatitis, serta
menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati. Dosis obat minum
kapsul Dewasa: 25 mg, 2–3 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 150–200
mg per hari

7. Derivat oxicam

a). Peroksikam
b). Meloksikam
Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan hanya sekali
sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma.

5. Mahasiswa mampu mengkaji dan menjelaskan tentang obat analgesic ajufan


(pengertian, macam obat, farmakokinetik dan dinamik, dosis, efek samping,
kotraindikasi dan indikasi, serta pengaruh dengan obat lain)

Obat analgesic adjuvan adalah obat yang mempunyai indikasi untuk terapi
namun efek analgesiknya hanya didapat pada kondisi tertentu. Analgesic adjuvan
adalah jenis obat untuk mengurangi nyeri neuropati yang sering kali underdiagnosed
atau tidak adekuatnya terapi ataupun keduanya. Biasanya keluhan yang sering
disampaikan oleh pasien seperti perasaan panas seperti terbakar, seperti tertembak,
terpanah ataupun tertusuk pada bagian sekitar dermatomal, dimana struktur neuralnya
mengalami kerusakan. Namun dalam pemberian obat ini tidak memberi efek yang
begitu ampuh untuk mengurangi nyeri neuropati.

Manfaat obat analgesic adjuvan yaitu untuk meningkatkan kemanjuran dari


pengobatan nyeri secara tradisional, mengurangi efek yang tidak diinginkan atau
berlawanan dengan opioid dan untuk terapi teambahan keluhan insomnia, depresi
maupun kecemasan. Obat analgesic adjuvan meliputi kelompok obat-obatan yang
bermacam-macam dengan indikasinya masing-masing. Yang termasuk obat analgesic
adjuvan yaitu antidepresan, antikonvulsan, cannabinoids, antiarrytmicc dan
bisphonate.

1. Antidepresan
Pada mulanya tidak dirancang sebagai analgesik, tetapi dilaporkan memiliki
efek anallgesik untuk nyeri kronis. Antidepresan yang spesifik dengan efek analgesik
yaitu antidepresan trisiklik (TCA) dan serotonin noradrenalin reuptake inhibitor
(SNRI). SNRI efektif digunakan untuk mengobati depresi, namun tidak untuk nyeri
kronis.
Mekanisme utama antidepresan menghambat nyeri neuropatik yaitu pertama
meningkatkan noradrenalin pada spinal cord, kedua bekerja pada LC sehingga
langsung menginhibisi nyeri dan meningkatkan aktivitas sistem inhibitor nyeri pada
jalur noradrenergik. Efek inhibitor noradrenalin melalui jalur tambahan mengalami
peningkatan akibat dopamin dan 5-HT mengalami peningkatan pada sistem saraf
pusat.
Efek farmakologis antidepresan melibatkan pengikatan dengan transporter
noradrenalin dan serotonin (5-HT). Terjadi peningkatan kadar noradrenalin dan 5-HT
di celah sinaptik akibat inhibisi pada reuptake neurotransmitter. Inhibisi reuptake
noradrenalin meningkatkan efek analgesik terutama di dorsal horn spinal cord melalui
reseptor α2-adrenergik. Reseptor α2- circle adrenergik bergabung dengan G-protein
inhibitor (Gi), yang menghambat presinaptik kanal Voltage-gated Ca2+ dorsal horn
spinal cord sehingga menginhibisi pelepasan neurotransmitter eksitatori dari serabut
aferen primer. Pada saat yang sama, G-protein coupled membuka kanal K+ di post
sinaptik dorsal horn spinal cord, sehingga membran sel hiperpolarisasi, dan
eksitabilitas menurun. Reseptor α2-adrenergik yang diekspresikan dalam interneuron
kolinergik dari dorsal horn spinal cord bergabung dengan Gprotein eksitatori (GS)
oleh aksi dari brain-derived neurotrophic factor (BDNF) melalui reseptor TrkB dan
asetilkolin dirilis oleh stimulasi adrenergik α2 reseptor. Akibatnya, reseptor
muskarinik, yang menginduksi gamma-aminobutyric acid (GABA) rilis, berkontribusi
pada efek penghambatan aktivasi reseptor α2- adrenergik pada nyeri neuropatik.
 Antidepresan trisiklik (TCAs)
Anti-depresan trisiklik (TCAs) telah digunakan bertahun-tahun untuk
mengobati kanker yang telah dibuktikan manfaatnya oleh beberapa peneliti untuk
manajemen nyeri kanker. TCAs tidak mahal dan hanya dikonsumsi sekali sehari.
TCAs bekerja mengurangi nyeri dengan cara menghambat reuptake norephinefrin dan
serotonin sehingga kadar keduanya tetap tinggi.
Efek samping yang ditimbulkan yaitu efek antikolinergik seperti mulut kering,
retensi urin dan konstipasi. Lalu dapat menyebabkan hipotensi ortostatik dan sedasi.
TCAs harus dihindari oleh pasien dengan riwayat penyakit jantung coroner karena
dapat memicu interval QT yang berkepanjangan dan aritmia jantung, sehingga
pemeriksaan dengan elektrokardiografi diperlukan pada pasien dengan usia diatas 40
tahun dan dosis awal ditritasi.
Analgesik adjuvant (adjuvant analgesic) yang merupakan obat yang
mempunyai sifat analgesik lemah atau tidak ada sifat analgesik sama sekali apabila
diberikan sendiri, namun dapat meningkatkan efek agen analgesic lain. Obat ini dapat
dikombinasikan dengan analgesic primer sesuai dengan sistem WHO Analgesic
Ladder untuk mengurangi rasa nyeri. Analgesik adjuvant biasanya diberikan kepaada
pasien yang menggunakan berbagai obat sehingga keputusan mengenai administrasi
dan dosis obat harus dibuat dengan pemahaman yang jelas dari tahap penyakit dan
tujuan perawatan.
Sebagian analgesic adjuvant mempunyai efek yang bagus pada beberapa
situasi nyeri tertentu sehingga diberikan nama multipurpose adjuvant analgesics
(antidepressants, corticosteroids, α2-adrenergic agonists, neuroleptics). Ada juga yang
spesifik pada kondisi nyeri tertentu saja, seperti pada nyeri neuropatik
(anticonvulsants, local anesthetics, N-methyl-D-aspartate receptor antagonists), nyeri
tulang (calcitonin, bisphosphonates, radiopharmaceuticals), nyeri otot (muscle
relaxants), atau nyeri pada obstruksi usus (octreotide, anticholinergics)

Dosis antidepresan, contoh amitriptilin

• Dosis oral: 0,2-0,5 mg/kg (nyeri neuropatik pathic) dan 1-5 mg/kg/hari
(antidepresan).
• Umur 2-12 tahun: oral 0,2-0,5 mg/kg (maksimal 25 mg), diminum malam hari dan
alua perlu dapat dinaikkan 1 mg/kg 2 x sehari.
• Umur 12-18 tahun: oral 10-25 mg/kg, diminum malam hari dan dapat dinaikkan
hingga maksimal 75 mg.
• Efek samping: mengantuk, sedasi, letargi, mulut dan mata kering, penglihatan
kabur, hipotensi, dan konstipasi.
• Dianjurkan untuk diberikan pada anak besar mengingat efek samping yang
ditimbulkan.

ANTIKONVULSAN
1. GABAPENTIN
Gabapentin adalah analog struktural dari asam gammaaminobutirat
penghambat neurotransmitter (GABA); Namun, ia memiliki sedikit aktivitas di
reseptor GABA. Sebaliknya, diperkirakan bahwa gabapentinoids mengerahkan efek
utamanya dengan mengikat subunit a2-d dari saluran kalsium dengan gerbang
tegangan. Gabapentin juga menghambat pelepasan GABA presinaptik dan
menginduksi pelepasan glutamat di lokus coeruleus yang terletak di batang otak. Oleh
karena itu, gabapentin bekerja juga pada sistem penghambatan noradrenergik yang
menurun.
Pada manusia, pemberian bersama hidrokodon atau morfin dapat
menyebabkan peningkatan konsentrasi plasma gabapentin. Penundaan selama 2 jam
juga dianjurkan bila gabapentin diberikan bersamaan dengan aluminiummagnesium
hidroksida karena dapat menurunkan absorpsi gabapentin.
Gabapentin disetujui oleh US Food and Drug Administration sebagai obat
antiepilepsi dan antihiperalgesik tambahan (untuk nyeri neuropatik yang terkait
dengan neuralgia postherpetik) pada manusia.
Sebuah meta-analisis baru-baru ini menunjukkan bahwa dosis tunggal
gabapentin atau pregabalin yang diberikan sebelum operasi mengurangi konsumsi
opioid pada periode pasca operasi. Gabapentin memberikan kontrol nyeri yang
memadai pada periode awal setelah operasi caesar tanpa meningkatkan efek samping
pada ibu atau bayi. Namun, itu tidak meningkatkan skor nyeri atau mengurangi
kebutuhan opioid bila digunakan pada pasien sakit kritis dengan patah tulang rusuk
atau sebelum histerektomi dengan laparoskopi.
• Dosis oral: 10mg/kg (2-6 tahun), 10mg/kg (6- 12 tahun), 300mg (12-18 tahun)
• Usia 2-12 tahun: oral 10 mg/kg pada hari-1, 2x/hari hari-2, dan 3x/hari pada hari-
3. Dosis pemeliharaan 10 - 20 mg/kg 3 x sehari.
• Usia 12-18 tahun: oral 300 mg pada hari-1, 2 x 300 mg pada hari-2, dan 3 x 300
mg pada hari-3. Maksimal 800 mg 3 sehari.
• Efek samping: mengantuk dan pusing.
• Jangan dihentikan seketika dan jangan diberikan pada anak dengan gangguan
psikiatrik.
2. KETAMINE

Efek analgesik ketamin sebagian besar disebabkan oleh antagonisme


nonkompetitif dan nonspesifik dari reseptor N-metil D-aspartat (NMDA). Reseptor ini
diaktivasi oleh 2 neurotransmiter rangsang (yaitu, glisin dan glutamat) selama
nosisepsi berkelanjutan di tanduk dorsal sumsum tulang belakang dan penting dalam
transmisi dan modulasi rangsangan nosiseptif (yaitu, fasilitasi nyeri). Untuk alasan ini,
reseptor NMDA adalah pemain kunci dalam sensitisasi sentral dan depolarisasi
kumulatif (yang disebut wind-up). Aktivasi reseptor NMDA kebanyakan terjadi pada
maladaptif dan bukan pada nyeri nosiseptif. Dosis ketamin subanestetik dapat
melawan reseptor NMDA dan menghasilkan efek antihiperalgesik; ketamin tidak
dianggap sebagai analgesik yang berdiri sendiri klasik. Ketamin juga memiliki efek
antara lain pada reseptor m-opioid, muskarinik, monoaminergik, dan GABA, yang
bertanggung jawab atas beberapa efek sistemik.

Dosis subanestetik ketamin digunakan sebagai variabel atau infus laju konstan
(CRI) untuk manajemen nyeri pada periode perioperatif. Pemberian bolus tunggal saja
untuk analgesia perioperatif jarang terjadi karena pembersihannya yang cepat. Obat
ini diberikan untuk mencegah atau mengobati hiperalgesia dan allodynia yang
umumnya terkait dengan sensitisasi sentral selama operasi besar.

Dosis ketamin subanestetik diberikan untuk perlindungan saraf terhadap


cedera otak iskemik dan cedera otak akibat glutamat. Dosis rendah ini (2-16 m / kg /
menit) tidak berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Namun, ketamin
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien ini ketika ventilasi sudah terganggu
karena hipoventilasi (yaitu, peningkatan PaCO2) dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Dosis anestesi ketamin jarang digunakan pada pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial karena aktivasi simpatis tidak langsung dapat
meningkatkan tekanan darah, aliran darah otak, dan tekanan perfusi otak.

Regimen dosis biasanya terdiri dari pemberian dosis muatan (0,15-0,7 mg /


kg) diikuti dengan CRI (2-10 mg / kg / menit). Ketamine digunakan dalam kombinasi
dengan opioid dan analgesik lain (yaitu, lidokain sistemik dan blok anestesi lokal)
tetapi jarang sebagai analgesik lini pertama untuk pengobatan nyeri.

3. TRAMADOL

Tramadol adalah obat analgesik aksi ganda. Ini adalah agonis opioid lemah
sintetis yang bekerja di pusat dan penghambat reuptake serotonin dan norepinefrin.
Oleh karena itu, selain efek opioidnya, tramadol menghasilkan modulasi sentral
nosisepsi dengan meningkatkan aktivitas noradrenergik dan serotoninergik. Tramadol
biasanya diberikan untuk pengobatan nyeri akut dan kronis. Ini sering diresepkan
untuk nyeri pasca operasi jangka panjang.

Tramadol dimetabolisme oleh enzim sitokrom P (CYP) -450 menjadi


metabolit aktif. Metabolit (1) -M1 mengikat reseptor m-opioid untuk menghasilkan
analgesia dan terlibat dalam efek samping yang diinduksi opioid. The (1) -O-
desmethyltramadol adalah metabolit M1 yang paling penting.
Data yang disajikan sebelumnya menunjukkan bahwa khasiat analgesik dan
efek samping yang dihasilkan oleh tramadol bervariasi menurut spesies tetapi juga
metabolisme hati intrinsik dan polimorfisme genetik pada subfamili CYP450.
Misalnya, efek tramadol dapat berbeda secara signifikan tergantung pada efisiensi dan
jumlah enzim CYP450 spesifik di antara individu. Perbedaan fenotipe CYP450 ini
akan mempengaruhi kecepatan metabolisme dan laju akumulasi atau eliminasi, yang
mengarah pada kegagalan atau efektivitas analgesik dan potensi efek samping.

Dua meta-analisis Cochrane menunjukkan bahwa tramadol memiliki


kemanjuran yang baik dalam pengobatan nyeri neuropatik dan osteoartritis yang
diinduksi nyeri. Beberapa bukti juga ada untuk pengobatan nyeri punggung bawah;
Namun, penggunaan tramadol untuk pengobatan nyeri akut dan pasca operasi masih
belum jelas. Karena perbedaan spesies dalam metabolisme obat, ekstrapolasi dari
bukti pada manusia untuk penggunaan hewan tidak dianjurkan.

6. Mahasiswa mampu mengkaji dan menjelaskan tentang penggunaan analgesic


pada penderita maag dan pada anak
1. Penggunaan obat analgesik pada anak :

Pertimbangan pemilihan obat AINS pada anak ini tentunya didasarkan pada
hasil penelitian yang telah menguji keamanannya, yang dilakukan oleh para ahli.
Hal yang harus menjadi perhatian penting adalah pemberian obat secara rasional
dan pemahaman dasar gambaran farmakokinetik dan farmakodinamik obat.

Obat-obat AINS banyak digunakan untuk pasien anak. Satu-satunya obat dari
kelompok indol yang diizinkan oleh FDA adalah

- tolmetin atau naproksen sebagai analgesik pediatrik. Indometasin adalah salah


satu penghambat prostaglandin yang paling kuat, tetapi penggunaannya pada
pasien anak hanya terbatas pada terapi duktus arteriosus. Akan tetapi indometasin
bermanfaat dalam mengurangi kebutuhan akan analgesia narkotik pasca bedah
pada anak, hanya saja indometasin mempunyai sifat toksik pada ginjal.

Selain itu, Pemilihan obat AINS pada anak yang sudah diuji penggunaanya
pada anak, yaitu

- aspirin, naproksen atau tolmetin, kecuali untuk pemberian aspirin pada anak
kemungkinan dapat terjadi Reye’s Syndrome. Pada kasus demikian untuk
menurunkan panas atau demam pada anak aspirin dapat diganti dengan
asetaminofen.

- Sebagai antipiretik-analgesik untuk anak, parasetamol juga dianggap suatu


pilihan yang tepat, akan tetapi tetap harus mempertimbangkan kemungkinan efek
samping terhadap kondisi tubuh anak.

- kemudian ada ibufrofen turut menjadi pilihan dan terbukti aman untuk anak-
anak. Dimana dia lebih berperan sebagai analgesik untuk menekan nyeri.

2. Penggunaan analgetik pada penderita maag :

jadi obat obat yang tergolong dalam obat anti inflamasi Non steroid umumnya
mempunyai efek samping berupa iritasi lambung (gastritis) atau maag.

Penghambat sistemik terhadap pelindung mukosa lambung terjadi melalui inhibisi


aktivitas COX ( cyloogikenase ) mukosa lambung. Prostaglandin berasal dari
proses esterifikasi asam arakidonat pada membran sel mempunyai peran penting
dalam memperbaiki dan mempertahankan integitas mukosa lambung.Enzim utama
yang mengatur pembentukan prostaglandin adalah COX yang mempunyai dua
bentuk enzim yaitu COX-1 dan COX-2, kedua enzim tersebut mempunyai
karakteristik berbeda berdasarkan struktur dan distribusi jaringan.
Cyclooxygenase-1 mempunyai peranan penting dalam mempertahankan integritas
fungsi renal, agregasi trombosit, dan integritas mukosa lambung.
Cyclooxygenase-2 yang diinduksi oleh rangsangan inflamasi terekspresi pada
leukosit, makrofag, sel sinovial dan fibroblas.

Nah pada jaringan inflamasi, OAINS ini memiliki efek menguntukngkan


melalui penghambatan COX 2 yaitu menurunkan inflamasi jaringan dan
mengurangi efek toksik pada saluran cerna. Namun demikian, golongan obat
tersebut memiliki efek samping pada sistem kardiovaskular berupa peningkatan
risiko stroke, kelainan sistem kardiovaskular, dan kematian mendadak.

Efek samping tersebut berkaitan dengan efek antiplatelet yang minimal oleh
penghambat COX-2 karen dari segi kajian farmakologi molekuler diketahui
bahwa COX-2 sangat dibutuhkan dalam menjaga kesehatan jantung. Pada
penelitian Shinmura dkk disimpulkan bahwa COX-2 adalah protein
kardioprotektif, sehingga jika aktivitas COX-2 dihambat akan berakibat semakin
meningkatnya kejadian kardiovaskuler. Efek toksik melalui penghabatan COX 1
yang dapat menyebabkan difungsi renal dan ulserasi mukosa labmung.

Penggunaan OAINS sebagai obat penekan nyeri dapat mempengaruhi terjadinya


gastritis melalui dua mekanisme yaitu mekanisme lokal dan sistemik.

 Pada mekanisme lokal gastritis terjadi karena OAINS bersifat lipofilikdan asam,
sehingga mempermudah penangkapan ion hidrogen masuk mukosa lambungdan
menimbulkan kerusakan.

 Pada mekanisme sistemik, gastritis terjadi karena kerusakan mukosa akibat


produksi PG yang menurun secara bermakna, dimana PG khususnya PG E
merupakan substansi sitoproteksi yang amat penting bagi mukosa lambung.
Fungsinya yaitu memperkuat mukosa lambung dengan cara meningkatkan kadar
fosfolipid mukosa lambung, sehingga hidrofobisitas permukaan mukosa
meningkat, selanjutnya akan mengurangi difusi balik ion hidrogen. ( nah jika
produksi PG menurun maka sitoproteksi terhadap mukosa lambung jugaa akan
menurun dan nantinya akan menyebabkan mukosa lambung luka dan terjadi
gastritis atau maag)

DAFTAR PUSTAKA
Kentjono, Widodo Ario dkk. Emergency on Ortorhinolaryngology Head & Neck Surgery :
Latest Clinical Update. Surabaya. Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga.
Munir, Badrul dkk. 2018. Continuing Neurological Education (CNE-7) Comprehensive
Approach to Pain Management. UB Media, Universitas Brawijaya, Malang. p29-49.
ISBN 978-602-462-103-2
Majority | Volume 5 | Nomor 5 | Desember 2016 Hubungan Konsumsi OAINS terhadap
Gastritis, Fathan Muhi Amrulloh, Mahasiswa, FakultasKedokteran, Universitas
Lampung.
Anti Inflamasi Non Steroid ( Ains ) Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15 (3): 200-204
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia PEMBERIAN OBAT-OBATAN ANTI
INFLAMASI NON STEROID ( AINS ) PADA ANAK oleh Fajriani, Bagian Ilmu
Kesehatan Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

Bahrudin, Mochamad. (2018). PATOFISIOLOGI NYERI (PAIN). Saintika Medika. 13. 7.


10.22219/sm.v13i1.5449.

Woro, Sujati. 2016. Farmakologi. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Heri, A. A. P., & Subarnas, A. (2019). Morfin: Penggunaan Klinis dan Aspek-
Aspeknya. Farmaka, 17(3), 134-141.

Angkejaya, O. W. (2018). OPIOID. Molucca Medica, 79-95.

Linnisaa, U. H., dan Wati, S. E. 2014. Rasionalitas Peresepan Obat Batuk Ekspektoran Dan
Antitusif Di Apotek Jati Medika Periode Oktober-Desember 2012. Indonesian Journal on
Medical Science, 1(1):30-39.

Kumpulan Kuliah Farmakologi/Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran


Universitas Sriwijaya Ed. 2. 2008. Jakarta : EGC.

Pusat Informasi Obat Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan.


http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/47-analgesik/471-analgesik-non-
opioid

Ruel dan Steagall. 2019. Adjuvant Analgesics in Acute Pain Management. Elsevier Inc.

Hasbar, A. 2017. Karakteristik Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri di Puskesmas
Batua Kota Makassar Pada Bulan Februari 2017. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Cregg, R., Russo, G., Gubbay, A., Branford, R., & Sato, H. (2013). Pharmacogenetics of
analgesic drugs.  British journal of pain, 7(4), 189–208.
https://doi.org/10.1177/2049463713507439

Cohen B, Ruth LJ, Preuss CV. Opioid Analgesics. [Updated 2021 Feb 17]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459161/

Kurniawan, S. N., Handoko, E. A. 2018. Mekanisme Molekular Analgesik (Molecular


Mechanism of Analgesic) dalam Continuing Neurological Education (CNE-7),
Comprehensive Approach To Pain Management. UB Media, Universitas Brawijaya,
Malang. p29-49. ISBN 978-602-462-103-2

Anonimus. 2015. Petunjuk Teknis: Program Paliatif Kanker Anak. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.

Lanas, A. (2016) ‘NSAIDs and aspirin: Recent advances and implications for clinical
management’, NSAIDs and Aspirin: Recent Advances and Implications for Clinical
Management, pp. 1–263. doi: 10.1007/978-3-319-33889-7.

Suwandi, N. D., Abrori, C. and Hasan, M. (2018) ‘Kadar Puncak ( C max ), Waktu Puncak
( T max ), Waktu Paruh ( T ½ ) dan Bersihan Teobromin pada Sukarelawan Sehat setelah
Pemberian Dark Chocolate Bar Per Oral ( The Maximum Consentration ( C max ) ,
Maximum Time ( T max ) , Half- time ( T ½ ) and Clearan’, Pustaka kesehatan, 6(2), pp.
257–261.

Anda mungkin juga menyukai