OLEH :
2022
A
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum,wr,wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur kami hanturkan kepada Allah SWT atas kehadirannya
yang telah memberi rahmat bagi saya untuk membuat makalah yang berjudul “Prinsip
kerja obat ssp” tepat dengan waktunya.Sejalan dengan proses pembuatan tugas ini kurang
lebih pasti memiliki kekurangan baik dalam materi,penulisan bahkan bahasa yang
digunakan.
Shalawat dan salam tak lupa kami hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
memperjuangkan agama islam hingga sampai kepada kita. Adapun tujuan dari pembuatan
tugas ini,yaitu untuk membahas mengenai “ Standar Pelayanan Kefarmasian”
Penulis
i
DAFTAR ISI
COVER ....A
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan..............................................................................................................................1
2.1 Analgetika........................................................................................................................3
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................10
3.2 Saran....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui”Cara kerja obat sistem saraf dan efek obT usat serta kegunaaan dan cara
penggunaan secara klinis Aalgetik,Anti inflamasi,Anti histamine
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Pengertian Analgetika.
. Analgetik atau analgesik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan,
berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau kondisi yang
menggambarkan kerusakan tersebut. Gejala Nyeri dapat digambarkan sebagai rasa benda
tajam yang menusuk, pusing, panas seperti rasa terbakar, menyengat, pedih, nyeri yang
merambat, rasa nyeri yang hilang timbul dan berbeda tempat nyeri.
Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu:
a. Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid, keseleo.
Pada nyeri ringan dapat digunakan analgetik perifer seperti parasetamol, asetosal dan
glafenin.
b. Nyeri yang disertai pembengkakan
Contohnya : Jatuh, tendangan, dan tubrukan
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik antiradang seperti aminofenazon dan NSAID
(ibu profen, mefenaminat, dll)
c. Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa morfin, atropine,
butilskopolamin (bustopan), camylofen ( ascavan).
d. Nyeri hebat menahun
Contoh : kanker, rematik, dan neuralgia berat. Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik
berupa fentanil, dekstromoramida, dan benzitramida.
B. Golongan Obat Analgetik
Berdasarkan aksinya, Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Analgesik narkotika
2
Analgetik narkotik kini disebut juga dengan opioida yang merupakan obat-obat yang daya
kerja nya meniru opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor
opioid. Zat-zat ini bekerja terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan
respon emosional terhadap nyeri berubah.
Analgesik narkotika merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium
atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri
seperti pada fractura dan kanker. Efek samping yang paling sering muncul adalah mual,
muntah, konstipasi, dan mengantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan hipotansi serta
depresi pernafasan. Selain itu, juga dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan
(habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-gejala
abstinensia bila pengobatan dihentikan.
Endorfin adalah kelompok polipeptida yang terdapat di CCS dan dapat menimbulkan
efek yang menyerupai efek morfin.
Mekanisme kerja utamanya ialah endofrin bekerja dengan jalam menduduki reseptor-
reseptor SSP, hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opioida berdasarkan
kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati endorphin.
Tetapi bila analgetik tersebut digunakan terus menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru
distimulasi dan produksi endorphin diujung saraf otak dirintangi. Akibatnya terjadilah
kebiasaan dan ketagihan.
Contoh zat Analgetik Narkotika yaitu morfin, kodein, fentanil, netadon, tramadol,
lokson, kanabis, dan pentazosin.
4
Contoh Obat Antipiretik, yaitu parasetamol, panadol, paracetol, paraco, praxion,
primadol, santol, zacoldin, poldan mig, acetaminophen, asetosal atau asam salisilat,
salisilamida.
5
D. Efek Farmakodinamik Antipiretik
Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada
keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik in
vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan
secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX yang ada
disentral otak terutama COX-3 dimana hanya parasetamoldan beberapa obat AINS
lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak dibenarkan
dgunakan sebagai antiperitik atas alas an tersebut.
6
proser respon inflamasi, yang khas ditandai dengan 4 fase. Pertama, pembuluh
darah didaerah sekitar daerah yang mengalami jejas memberi respon kepada sistem
imun. Kedua, sistem imun dalam pembuluh darah bermigrasi ke dalam jaringan yang
mengalami jejas, dan mekanisme dari sistum imun bawaan dan sistem imun adaptif
untuk menetralisir dan menghilangkan stimulus yang menimbulkan jejas. Selanjutnya
adalah proses perbaikan dan penyembuhan dari jaringan yang mengalami jejas. Dan
peristiwa tersebut merupakan proses dari inflamasi akut. Apabila peristiwa terus
berlanjut dan jaringan yang mengalami jejas tidak mengalami proses penyembuhan,
disebut inflamasi kronik.
Berikut ini adalah mediator-mediator inflamasi beserta efeknya :
a) Vasodilatasi : prostaglandin dan nitrit oksida
b) Peningkatan permeabilitas vaskular : histamin, serotonin, bradikinin,
leukotrien C4, leukotrien D4, dan leukotrien E4
c) Kemotaksis, aktivasi leukosit : leukotrien B4, kemokin (misalnya:
interleukin 8 [IL-8])
d) Demam : IL-1, IL-6, prostaglandin, faktor nekrosis tumor (TNF)
e) Nyeri: prostaglandin dan bradikinin
f) Kerusakan jaringan: nitrit oksida, enzim lisosom neutrofil dan
makrofag 17
Tanda dan Gejala terjadinya suatu inflamasi ialah :
7
e) Functio Laesa (hilangya fungsi), disebabkan oleh penumpukan cairan pada
cidera jaringan dan karena rasa nyeri. Keduanya mengurangi mobilitas pada daerah
yang terkena.17
Salah satu faktor penyebab terjadinya inflamasi adalah produk yang dihasilkan
dari metabolisme asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan suatu asam lemak
tak jenuh ganda dengan 20 atom karbon. Asam arakhidonat dilepaskan oleh fosfolipid
melalui fosfolipase sel yang telah diaktifkan oleh rangsang mekanik, kimiawi, atau
fisik. Proses metabolisme asam arakhidonat terjadi melalui dua jalur utama, yaitu
siklooksigenase dengan menyintesis prostaglandin juga tromboksan dan lipooksigenase
yang menyintesis leukotrien dan lipoksin.
D Efek samping
Karena antihistaminika juga memiliki khasiat menekan pada susunan saraf pusat, maka efek
sampingannya yang terpenting adalah sifat menenangkan dan menidurkannya. Sifat sedatif ini adalah
paling kuat pada difenhidramin dan promethazin, dan sangat ringan pada pirilamin dan
klorfeniramin. Kadang-kadang terdapat stimulasi dari pusat, misalnya pada fenindamin. Guna
melawan sifat-sifat ini yang seringkali tidak diinginkan pemberian antihistaminika dapat disertai
suatu obat perangsang pusat, sebagai amfetamin. Kombinasi dengan obat-obat pereda dan narkotika
sebaiknya dihindarkan. Efek sampingan lainnya adalah agak ringan dan merupakan efek daripada
khasiat parasimpatolitiknya yang lemah, yaitu perasaan kering di mulut dan tengg orokan, gangguan-
gangguan pada saluran lambung usus, misalnya mual, sembelit dan diarrea. Pemberian
antihistaminika pada waktu makan dapat mengurangi efek sampingan ini.
Pada dosis terapi, semua antihistamin H1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius
dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Terdapat variasi yang besar dalam toleransi
obat antar individu, kadang-kadang efek samping ini sangat mengganggu sehingga terapi perlu
dihentikan.1
Efek Samping Antihistamin H1 Generasi Pertama :
1. Alergi : fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2. Kardiovaskular : hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia, trombosis vena pada sisi
injeksi (IV prometazin)
3. Sistem Saraf Pusat : drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue, bingung,
12
reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi
4. Gastrointestinal : epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)
5. Genitourinari : urinary frequency, dysuria, urinary retention
6. Respiratori : dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning (nasal
spray)
Antihistamin Generasi kedua dan ketiga :
1. Alergi : fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2. SSP : mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi
3. Respiratori : mulut kering
4. Gastrointestinal : nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine, fexofenadine)
Efek samping SSP sebanding dengan placebo pada uji klinis, kecuali cetirizine yang tampak lebih
sedatif ketimbang placebo dan mungkin sama dengan generasi pertama. Efek samping pada
respiratori dan gastrointestinal lebih jarang dibanding generasi pertama. 4
17
14
6. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin
dan turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
7. Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga
berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat,
sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8. Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu,
antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-
antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang
tinggi.Berdasarkan aksinya, Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu: Analgesik narkotika dan Obat
Analgetik Non-narkotik. Pada obat Antipiretik penggolongan obatnya, yaitu Benorylate,
Fentanyl, dan Piralozon.
2.AINS adalah golongan obat yang memiliki khasiat analgesic,anti piretik,dan anti
inflamasi,AINS menghambat enzim cylclooxygenase sehingga konversi asam arikidonat menjadi
PGG2 terganggu
3. Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja
histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana
pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang
bekerja pada reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh
tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman.
Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh
.
3.2 Saran
Dalam pembuatan tugas ini tidak terlepas dari kesalahan kata,maka dari itu dibutuhkan
saran yang mendukung dan saran yang membangun demi kelengkapan materi dalam
tugas ini. Diharapkan bagi para pembacanya dapat memahami isi dari tugas yang
berkaitan”prinsip kerja obat sistem saraf pusat”
DAFTAR PUSTAKA
16
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 2. Jakarta : Salemba Medika.
Sardjono, Santoso dan Hadi rosmiati D.1995. Farmakologi dan Terapi, bagian
farmakologi FK-UI. Jakarta : Universitas Indonesia
Tjay, Tan howan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting edisi ke VI. Jakarta :
Elex Media Kompetindo
Hansten, P.D., and Horn, J.R., 2002, Managing Clinically Important Drug
Interactions,xii,162, Facts and Comparisons, St. Louis, Missouri.
Hartono, A., 1995, Tanya Jawab Diet Penyakit Gula, Penerbit Arcan, Jakarta.
17