Oleh:
Ahmad Pazli
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Jambi.
Email: pazliahmad911@gmail.com
Abstrak
Indonesia telah menandatangai Konvensi Antikorupsi di Markas Besar PBB, New York, tanggal
18 Desember 2003 dan telah meratifikasinya pada tanggal 19 September 2006. Berhasil
ditandatanganinya ketentuan hukum internasional PBB, United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) oleh banyak negara di dunia, membuktikan bahwa tindak pidana korupsi bukan hanya menjadi
momok bagi bangsa Indonesia, bahkan dunia internasional pun menyadari bahwa korupsi merupakan
musuh bersama yang harus diberantas. Indonesia meratifikasi United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Akan tetapi sampai dengan saat
ini, undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi belum disesuaikan dengan konvensi tersebut. Di
satu sisi korupsi yang terjadi di Indonesia begitu masif, sedangkan di sisi lain undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi yang ada masih belum disesuaikan dengan instrumen internasional.
Dalam konteks ini, implementasi UNCAC menjadi suatu hal yang urgen. Selain memberantasan korupsi
secara efisien dan efektif, UNCAC mensyaratkan adanya kerjasama internasional dalam pemberantasan
korupsi.
Abstract
he Indonesian government signed the Anti-Corruption Convention at the United Nations
Headquarters, New York, on December 18, 2003. The successful signing of the United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC) by many countries in the world has proven that
corruption is not only a scourge for the nation. Indonesia, even the international community, is
aware that corruption is a common enemy that must be eradicated. Indonesia has ratified the
United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) with Law Number 7 of 2006.
However, until now, the law on eradicating corruption has not been adjusted to the convention.
On the one hand, the corruption that occurs in Indonesia is massive, while on the other hand the
existing laws for eradicating corruption have not been adapted to international instruments. In
this context, the implementation of UNCAC becomes an urgent matter. In addition to eradicating
corruption efficiently and effectively, UNCAC requires international cooperation in eradicating
corruption
A. Pendahuluan
Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang tidak hanya dapat merugikan keuangan
negara akan tetapi juga dapat menimbulkan kerugian-kerugian pada perekonomian rakyat. tindak
pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi
suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Menurut Sayed Hussein Alatas, korupsi adalah penyuapan, pemerasan, nepotisme, dan
penyalahgunaan kepercayaan atau jabatan untuk kepentingan pribadi. Sejarah membuktikan
bahwa praktik korupsi sudah terjadi di masa-masa silam, tidak saja di masyarakat Indonesia,
akan tetapi hampir di semua negara. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam
posisi yang sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan
praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian
keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya
sudah meluas dalam seluruh aspek masyarakat.
Pasca reoformasi, perubahan undang-undang tindak pidana korupsi telah dilakukan. Yang
pertama, undang-undang undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang secara tegas mencabut dan
menggantikan undang-undang nomor 3 tahun 1971 tentang tindak pidana korupsi. Kedua,
undang-undang nomor 20 tahun 2001 yang mengubah dan menambahkan beberapa pasal yang
telah ada dalam undang-undang sebelumnya.
Untuk memperkuat instrument pemberantasan korupsi di Indonesia, selain dibentuk
komisi pemberantasan korupsi, Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi United Nations
Convention Against Corruptionn (UNCAC) atau konvensi Antikorupsi PBB dengan undang-
undang no 7 tahun 2006.
United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC) merupakan Konvensi Anti
Korupsi (KAK) 2003 yang berlaku secara global, yang dirancang untuk mencegah dan
memerangi korupsi secara komprehensif. KAK 2003 menetapkan secara eksplsit bahwa korupsi
itu merupakan kejahatan transnasional dan membawa implikasi yang sangat luas.
Dalam penerapan nya di dalam sistem hukum Indonesia ada bebarapa doktrin yang biasa
di pakai oleh Indonesia dalam penerapan Hukum Internasional kedalam Hukum Nasional.
Timbul pertanyaan apakah dalam penerapan United Nations Convention Against Corruptionn
(UNCAC) ke dalam tindak pidana korupsi Indonesia menggunakan doktrin monoisme atau
doktrin dualisme?
Tulisan singkat saya ini mencoba mengulas pertanyaan tersebut. Agar sistematis, tulisan
ini terdiri dari beberapa subjudul. Pertama, Tindak pidana korupsi. Kedua, United Nations
Convention Against Corruptionn (UNCAC). Ketiga, Hubungan antara Hukum Internasional dan
Hukum nasional. Keempat, Implementasi United Nations Convention Against Corruptionn
(UNCAC) dalam tindak pidana korupsi Indonesia.
B. Pembahasan
Salah satu visi masyarakat internasional saat ini ialah semakin kuatnya kesepakatan untuk
saling bekerjasama dalam pemberantasan praktek-praktek korupsi. Ditandatanganinya
United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC) merupakan bukti deklarasi oleh
masyarakat internasional dalam memberantas korupsi.
United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC) adalah konvensi anti korupsi
pertama tingkat global yang mengambil pendekatan komprehensif dalam menyelesaikan
masalah korupsi. UNCAC ini digelar karena korupsi korupsi telah menggoyahkan sendi-
sendi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di suatu negara dan memberikan implikasi
pula terhadap masyarakat internasional. Dan juga korupsi berpotensi mengganggu stabilitas
dan keamanan masyarakat serta dapat memperlemah nilai-nilai demokrasi, etika, keadilan,
dan kepastian hukum.
Dalam praktik korupsi juga dapat menjadi mata rantai kejahatan yang terorganisasi
(crime organized), pencucian uang (money laundering), dan kejahatan ekonomi (economic
crime) lainnya. Bentuk-bentuk kejahatan besar yang muncul sebagai akibat dari korupsi ini
dapat merusak prinsip-prinsip persaingan sehat (fair competition) dan menyuburkan
persaingan tidak sehat (unfair competition) di dunia bisnis.
Tujuan umum dari UNCAC adalah (1) Memajukan dan mengambil langkah-langkah
tegas dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi secara efektif dan efisien, (2)
Memajukan, memfasilitasi, dan mendukung kerja sama internasional dan bantuan teknik
dalam mencegah dan memerangi perbuatan korupsi, termasuk pengembalian aset (3)
Memajukan integritas, pertanggungjawaban, dan hubungan manajemen publik yang sesuai
dengan kepemilikan umum.
United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC) terdiri dari 8 (delapan) bab
dengan 71 (tujuh puluh satu) pasal yang mengharuskan negara-negara peratifikasi
mengimplementasikan isi dari konvensi tersebut. Lingkup Konvensi pembukaan dan batang
tubuh yang terdiri atas 8 (delapan) bab dan 71 (tujuh puluh satu) pasal tersebut, dengan
sistematika diantaranya sebagai berikut.
Bab I :
Ketentuan Umum, memuat Pernyataan Tujuan; Penggunaan Istilah-istilah; Ruang
lingkup Pemberlakuan; dan Perlindungan Kedaulatan.
Bab II :
Tindakan-tindakan Pencegahan, memuat Kebijakan dan Praktek Pencegahan Korupsi;
Badan atau Badan-badan Pencegahan Korupsi; Sektor Publik; Aturan Perilaku Bagi
Pejabat Publik; Pengadaan Umum dan Pengelolaan Keuangan Publik; Pelaporan Publik;
Tindakan-tindakan yang Berhubungan dengan Jasa-jasa Peradilan dan Penuntutan; Sektor
Swasta; Partisipasi Masyarakat; dan Tindakan-tindakan untuk Mencegah Pencucian
Uang.
Bab III :
Kriminalitas dan Penegakan Hukum, memuat Penyuapan Pejabat-pejabat Publik
Nasional, Penyuapan Pejabat-pejabat Publik Asing dan Pejabatpejabat Organisasi-
Organisasi Internasional Publik; Penggelapan, Penyalahgunaan atau Penyimpangan lain
Kekayaan oleh Pejabat Publik; Memperdagangkan Pengaruh; Penyalahgunaan Fungsi;
Memperkaya Diri Secara Tidak Sah; Penyuapan di Sektor Swasta; Penggelapan
Kekayaan di Sektor Swasta; Pencucian Hasil-Hasil Kejahatan; Penyembunyian;
Penghalangan Jalannya Proses Pengadilan; Tanggung Jawab Badan-badan Hukum;
Keikutsertaan dan Percobaan; Pengetahuan, Maksud dan Tujuan Sebagai Unsur
Kejahatan; Aturan Pembatasan; Penuntutan dan Pengadilan, dan Saksi-saksi; Pembekuan,
Penyitaan dan Perampasan; Perlindungan para Saksi, Ahli dan Korban; Perlindungan
bagi Orangorang yang Melaporkan; Akibat-akibat Tindakan Korupsi; Kompensasi atas
Kerugian; Badan-badan Berwenang Khusus; Kerja Sama dengan Badan-badan Penegak
Hukum; Kerja Sama antar Badan-badan Berwenang Nasional; Kerja Sama antara Badan-
badan Berwenang Nasional dan Sektor Swasta; Kerahasian Bank; Catatan Kejahatan; dan
Yurisdiksi
Bab IV :
Kerja Sama Internasional. memuat Ekstradisi; Transfer Narapidana; Bantuan Hukum
Timbal Balik; Transfer Proses Pidana; Kerja Sama Penegakan Hukum; Penyidikan
Bersama; dan Teknik-teknik Penyidikan Khusus.
Bab V :
Pengembalian Aset, memuat Pencegahan dan Deteksi Transfer Hasil-hasil Kejahatan;
Tindakan-tindakan untuk Pengembalian Langsung atas Kekayaan; Mekanisme untuk
Pengembalian Kekayaan melalui Kerja Sama Internasional dalam Perampasan; Kerja
Sama Internasional untuk Tujuan Perampasan; Kerja Sama Khusus; Pengembalian dan
Penyerahan Aset; Unit Intelejen Keuangan; dan Perjanjian-perjanjian dan Pengaturan-
pengaturan Bilateral dan Multilateral.
BAB VI :
Bantuan Teknis dan Pertukaran Informasi, memuat Pelatihan dan Bantuan Teknis;
Pengumpulan, Pertukaran, dan Analisis Informasi tentang Korupsi; dan Tindakan-
tindakan lain; Pelaksanaan Konvensi melalui Pembangunan Ekonomi dan Bantuan
Teknis.
BAB VII :
Mekanisme-mekanisme Pelaksanaan, memuat Konferensi Negara-negara Pihak pada
Konvensi; dan Sekretariat.
BAB VIII :
Ketentuan-ketentuan Akhir, memuat Pelaksanaan Konvensi; Penyelesaian Sengketa;
Penandatanganan, Pengesahan, Penerimaan, Persetujuan, dan Aksesi; Pemberlakuan;
Amandemen; Penarikan Diri; Penyimpanan dan Bahasa-bahasa.
Proses pembuatan UNCAC (United Nations Convention Againts Corruption)
dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: Perundingan (Negotiation), Penandatanganan (
Signature), dan Ratifikasi (Ratification). Pelaksanaan dari tahapan-tahapan tersebut
membutuhkan waktu yang tidak singkat sehingga akhirnya sampai pada penyelesaian akhir
dari konvensi tersebut
United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) telah berhasil membangun
strategi besar terhadap pemberantasan korupsi yang dirinci menjadi 8 (delapan) bab dan 71
(tujuh puluh satu) pasal. UNCAC menyiapkan 3 (tiga) strategi yang memiliki saling
ketergantungan satu sama lain. Ketiga strategi tersebut adalah kriminalisasi (criminalisation),
pengembalian hasil aset korupsi (asset recovery), dan kerjasama internasional (international
cooperation).
3. Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional
Hukum internasional itu hukum yang mengatur hubungan antar negara atau hukum yang
mengatur aktivats mengatur aktivitas entitas berskala internasional dan juga mengatur
hubungan antar negara dan lintas batas negara. Hukum Nasional merupakan hukum yang
berlaku di suatu negara yang mengatur hubungan antara individu dengan individu dan
individu dengan negara.
Dalam ilmu Hukum Internasional, ada dua teori atau pandangan mengenai hubungan
antara hukum internasional dan Hukum nasional yaitu teori yaitu teori monoisme dan teori
dualism. Pertama, teori monoisme, teori ini menyatakan bahwa hukum internasional dan
hukum nasional merupakan dua aspek dari satu sistem hukum. Kedua, teori dualism, teori ini
menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional masing-masing merupakan dua
sistem hukum yang berbeda. Teori monisme melihat hukum internasional dan hukum
nasional merupakan satu kesatuan sistem hukum berupa kaidah-kaidah yang mengikat
individu, negara maupun kesatuan lainnya yang bukan negara. Hukum internasional
mengikat individu secara kolektif, sedangkan hukum nasional mengikat individu secara
perorangan. Teori dualisme melihat hubungan antara hukum internasional dan hukum
nasional sebagai dua hal yang terpisah, terlebih dalam dunia modern yang mana negara
mempunyai kedaulatan dan kesederajatan. Baik hukum internasional, maupun hukum
nasional adalah aturan-aturan hukum yang bebas terpisah dan tidak dapat dikatakan bahwa
hukum internasional adalah superior dari hukum nasional, begitu pula sebaliknya.
Terkait berlakunya hukum internasional dalam hukum nasional, menurut paham
monisme, hukum internasional dapat berlaku dan merupakan bagian dari hukum nasional,
khususnya bagi perjanjian-perjanjian yang merupakan self executing treaty. Sementara
paham dualisme berpendapat bahwa hak dan kewajiban yang ditetapkan oleh hukum
internasional melalui sebuah treaty tidak mempunyai pengaruh terhadap hukum nasional
tanpa ada pengesahan dari negara. Kalaupun berpengaruh, maka berlakunya hukum
internasional dalam hukum nasional kedudukannya tetap berada di bawah konstitusi negara.
Hubungan antara hukum pidana internasional dan hukum pidana nasional adalah
hubungan yang bersifat komplementer antara satu dengan yang lain dan memiliki arti penting
dalam rangka penegakan hukum pidana itu sendiri. Hal ini jelas terlihat banyaknya asas
dalam hukum pidana nasional diadopsi sebagai asas-asas dalam hukum pidana internasional.
Dalam ketentuan KUHP di semua negara, khususnya berkaitan dengan asas berlakunya
hukum pidana menurut tempat, tidak hanya meliputi teritorial negara tersebut tetapi juga
meliputi tempat-tempat tertentu yang dianggap perluasan teritorial, kendatipun berada di
wilayah negara lain. Demikian pula sebaliknya, tindakantindakan yang dikualifikasikan
sebagai kejahatan internasional oleh hukum pidana internasional kemudian diadopsi ke
dalam ketentuan-ketentuan dalam hukum pidana nasional dengan tujuan agar kejahatan
tersebut tidak terjadi di negaranya.
4. Implementasi United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC) dalam
tindak pidana korupsi Indonesia.