Anda di halaman 1dari 10

IMPLEMENTASI UNCAC KE DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

Oleh:
Ahmad Pazli
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Jambi.

Email: pazliahmad911@gmail.com

Abstrak
Indonesia telah menandatangai Konvensi Antikorupsi di Markas Besar PBB, New York, tanggal
18 Desember 2003 dan telah meratifikasinya pada tanggal 19 September 2006. Berhasil
ditandatanganinya ketentuan hukum internasional PBB, United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) oleh banyak negara di dunia, membuktikan bahwa tindak pidana korupsi bukan hanya menjadi
momok bagi bangsa Indonesia, bahkan dunia internasional pun menyadari bahwa korupsi merupakan
musuh bersama yang harus diberantas. Indonesia meratifikasi United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Akan tetapi sampai dengan saat
ini, undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi belum disesuaikan dengan konvensi tersebut. Di
satu sisi korupsi yang terjadi di Indonesia begitu masif, sedangkan di sisi lain undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi yang ada masih belum disesuaikan dengan instrumen internasional.
Dalam konteks ini, implementasi UNCAC menjadi suatu hal yang urgen. Selain memberantasan korupsi
secara efisien dan efektif, UNCAC mensyaratkan adanya kerjasama internasional dalam pemberantasan
korupsi.

Abstract
he Indonesian government signed the Anti-Corruption Convention at the United Nations
Headquarters, New York, on December 18, 2003. The successful signing of the United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC) by many countries in the world has proven that
corruption is not only a scourge for the nation. Indonesia, even the international community, is
aware that corruption is a common enemy that must be eradicated. Indonesia has ratified the
United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) with Law Number 7 of 2006.
However, until now, the law on eradicating corruption has not been adjusted to the convention.
On the one hand, the corruption that occurs in Indonesia is massive, while on the other hand the
existing laws for eradicating corruption have not been adapted to international instruments. In
this context, the implementation of UNCAC becomes an urgent matter. In addition to eradicating
corruption efficiently and effectively, UNCAC requires international cooperation in eradicating
corruption

A. Pendahuluan
Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang tidak hanya dapat merugikan keuangan
negara akan tetapi juga dapat menimbulkan kerugian-kerugian pada perekonomian rakyat. tindak
pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi
suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Menurut Sayed Hussein Alatas, korupsi adalah penyuapan, pemerasan, nepotisme, dan
penyalahgunaan kepercayaan atau jabatan untuk kepentingan pribadi. Sejarah membuktikan
bahwa praktik korupsi sudah terjadi di masa-masa silam, tidak saja di masyarakat Indonesia,
akan tetapi hampir di semua negara. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam
posisi yang sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan
praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian
keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya
sudah meluas dalam seluruh aspek masyarakat.
Pasca reoformasi, perubahan undang-undang tindak pidana korupsi telah dilakukan. Yang
pertama, undang-undang undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang secara tegas mencabut dan
menggantikan undang-undang nomor 3 tahun 1971 tentang tindak pidana korupsi. Kedua,
undang-undang nomor 20 tahun 2001 yang mengubah dan menambahkan beberapa pasal yang
telah ada dalam undang-undang sebelumnya.
Untuk memperkuat instrument pemberantasan korupsi di Indonesia, selain dibentuk
komisi pemberantasan korupsi, Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi United Nations
Convention Against Corruptionn (UNCAC) atau konvensi Antikorupsi PBB dengan undang-
undang no 7 tahun 2006.
United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC) merupakan Konvensi Anti
Korupsi (KAK) 2003 yang berlaku secara global, yang dirancang untuk mencegah dan
memerangi korupsi secara komprehensif. KAK 2003 menetapkan secara eksplsit bahwa korupsi
itu merupakan kejahatan transnasional dan membawa implikasi yang sangat luas.
Dalam penerapan nya di dalam sistem hukum Indonesia ada bebarapa doktrin yang biasa
di pakai oleh Indonesia dalam penerapan Hukum Internasional kedalam Hukum Nasional.
Timbul pertanyaan apakah dalam penerapan United Nations Convention Against Corruptionn
(UNCAC) ke dalam tindak pidana korupsi Indonesia menggunakan doktrin monoisme atau
doktrin dualisme?
Tulisan singkat saya ini mencoba mengulas pertanyaan tersebut. Agar sistematis, tulisan
ini terdiri dari beberapa subjudul. Pertama, Tindak pidana korupsi. Kedua, United Nations
Convention Against Corruptionn (UNCAC). Ketiga, Hubungan antara Hukum Internasional dan
Hukum nasional. Keempat, Implementasi United Nations Convention Against Corruptionn
(UNCAC) dalam tindak pidana korupsi Indonesia.
B. Pembahasan

1. Tindak Pidana Korupsi


Korupsi berasal dari satu kata latin yang tua yakni corrumpere. Corrumpere dapat
diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian, katakata atau ucapan yang menghina atau
memfitnah. Dalam studi kejahatan, korupsi bersama-sama dengan prostitusi adalah kejahatan
tertua di dunia.
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika
membicarakan korupsi kita akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi ini
menyangkut segi-segi moral, sifat, dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau
aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor
ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah
kekuasaan jabatannya.
Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan oleh mereka
yang justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar. Korupsi juga bisa dimungkinkan
terjadi pada situasi dimana seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan pembagian
sumber-sumber dana dan memiliki kesempatan untuk menyalahgunakannya guna
kepentingan pribadi.
Menurut Sayed Hussein Alatas, korupsi adalah tindakan yang dapat dikategorikan
sebagai korupsi adalah penyuapan, pemerasan, nepotisme, dan penyalahgunaan kepercayaan
atau jabatan untuk kepentingan pribadi. Sejarah membuktikan bahwa praktik korupsi sudah
terjadi di masa-masa silam, tidak saja di masyarakat Indonesia, akan tetapi hampir di semua
negara.
Didalam studi kejahatan ada 9 tipe kejahatan. Pertama, political bribery, kekuasaan di
bidang legislatif sebagai badan pembentuk undang-undang. Secara politis badan tersebut
dikendalikan oleh suatu kepentingan karena dana yang dikeluarkan pada masa pemilihan
umum sering berkaitan dengan aktivitas perusahaan tertentu. Kedua, political kickbacks,
kegiatan yang berkaitan dengan sistem kontrak pekerjaan borongan antara pejabat pelaksana
dan pengusaha yang memberi peluang untuk mendatangkan banyak uang bagi pihak-pihak
yang bersangkutan. Ketiga, election fraud, korupsi yang berkaitan langsung dengan
kecurangan pemilihan umum. Keempat, corrupt campaign practice, praktek kampanye
dengan menggunakan fasilitas negara. Kelima, discretionery corruption, korupsi yang
dilakukan karena ada kebebasan dalam menentukan kebijakan. Keenam, illegal corruption,
korupsi yang dilakukan dengan mengacaukan bahasa hukum atau interpretasi hukum.
Ketujuh, ideological corruption, perpaduan antara discretionery corruption dan illegal
corruption yang dilakukan untuk tujuan kelompok. Kedelapan, political corruption,
penyelewengan kekuasaan atau kewenagan yang dipercayakan kepadanya untuk
mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang berkaitan dengan kekuasaan.
Kesembilan, mercenary corruption yaitu menyalahgunakan kekuasaan semata-mata untuk
kepentingan pribadi.
Dari dulu sampai sekarang kasus korupsi semakin meraja lela di negara kita. Sering kita
melihat di berita maupun di media social banyak pejabat-pejabat negara yang melakukan
tindak pidana korupsi, yang sangat merugikan masyarakan, keuangan negara dan juga
perekonomian negara.
Yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi ialah suatu perbuatan yang bertentangan
dengan moral dan melawan hukum yang bertujuan menguntungkan dan/atau memperkaya
diri sendiri dengan meyalahgunakan kewenangan yang ada pada dirinya yang dapat
merugikan masyarakat dan negara.
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari tindak pidana khusus di samping
mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan tindak pidana umum. Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi merupakan aturan yang mempunyai sifat kekhususan, baik
menyangkut Hukum Pidana Formal (Acara) maupun Materil (Substansi).
Dalam kontek korupsi yang terjadi di Indonesia, harus disadari bahwa dengan
meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa dampak yang
tidak hanya sebatas kerugian negara dan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan
berbangsa dan bernegara. Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap
hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat
lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crime) melainkan telah menjadi kejahatan
luar biasa (extra ordinary crime), sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat
dilakukan “secara biasa”, tetapi “dituntut cara-cara yang luar biasa” (extra ordinary
enforcement)
Tindak pidana korupsi semulanya telah diatur di dalam undang-undang nomor 3 tahun
1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasca reformasi undang-undang tindak
pidana korupsi ini mengalami perubahan, dimana undang-undang nomor 31 tahun 1999
menggantikan undang-undang nomor 3 tahun 1971 tentang tindak pidana korupsi dan
undang-undang nomor 20 tahun 2001 yang mengubah dan menambahkan beberapa pasal
yang telah ada dalam undang-undang sebelumnya.

2. United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC)

Salah satu visi masyarakat internasional saat ini ialah semakin kuatnya kesepakatan untuk
saling bekerjasama dalam pemberantasan praktek-praktek korupsi. Ditandatanganinya
United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC) merupakan bukti deklarasi oleh
masyarakat internasional dalam memberantas korupsi.
United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC) adalah konvensi anti korupsi
pertama tingkat global yang mengambil pendekatan komprehensif dalam menyelesaikan
masalah korupsi. UNCAC ini digelar karena korupsi korupsi telah menggoyahkan sendi-
sendi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di suatu negara dan memberikan implikasi
pula terhadap masyarakat internasional. Dan juga korupsi berpotensi mengganggu stabilitas
dan keamanan masyarakat serta dapat memperlemah nilai-nilai demokrasi, etika, keadilan,
dan kepastian hukum.
Dalam praktik korupsi juga dapat menjadi mata rantai kejahatan yang terorganisasi
(crime organized), pencucian uang (money laundering), dan kejahatan ekonomi (economic
crime) lainnya. Bentuk-bentuk kejahatan besar yang muncul sebagai akibat dari korupsi ini
dapat merusak prinsip-prinsip persaingan sehat (fair competition) dan menyuburkan
persaingan tidak sehat (unfair competition) di dunia bisnis.
Tujuan umum dari UNCAC adalah (1) Memajukan dan mengambil langkah-langkah
tegas dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi secara efektif dan efisien, (2)
Memajukan, memfasilitasi, dan mendukung kerja sama internasional dan bantuan teknik
dalam mencegah dan memerangi perbuatan korupsi, termasuk pengembalian aset (3)
Memajukan integritas, pertanggungjawaban, dan hubungan manajemen publik yang sesuai
dengan kepemilikan umum.
United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC) terdiri dari 8 (delapan) bab
dengan 71 (tujuh puluh satu) pasal yang mengharuskan negara-negara peratifikasi
mengimplementasikan isi dari konvensi tersebut. Lingkup Konvensi pembukaan dan batang
tubuh yang terdiri atas 8 (delapan) bab dan 71 (tujuh puluh satu) pasal tersebut, dengan
sistematika diantaranya sebagai berikut.
Bab I :
Ketentuan Umum, memuat Pernyataan Tujuan; Penggunaan Istilah-istilah; Ruang
lingkup Pemberlakuan; dan Perlindungan Kedaulatan.
Bab II :
Tindakan-tindakan Pencegahan, memuat Kebijakan dan Praktek Pencegahan Korupsi;
Badan atau Badan-badan Pencegahan Korupsi; Sektor Publik; Aturan Perilaku Bagi
Pejabat Publik; Pengadaan Umum dan Pengelolaan Keuangan Publik; Pelaporan Publik;
Tindakan-tindakan yang Berhubungan dengan Jasa-jasa Peradilan dan Penuntutan; Sektor
Swasta; Partisipasi Masyarakat; dan Tindakan-tindakan untuk Mencegah Pencucian
Uang.
Bab III :
Kriminalitas dan Penegakan Hukum, memuat Penyuapan Pejabat-pejabat Publik
Nasional, Penyuapan Pejabat-pejabat Publik Asing dan Pejabatpejabat Organisasi-
Organisasi Internasional Publik; Penggelapan, Penyalahgunaan atau Penyimpangan lain
Kekayaan oleh Pejabat Publik; Memperdagangkan Pengaruh; Penyalahgunaan Fungsi;
Memperkaya Diri Secara Tidak Sah; Penyuapan di Sektor Swasta; Penggelapan
Kekayaan di Sektor Swasta; Pencucian Hasil-Hasil Kejahatan; Penyembunyian;
Penghalangan Jalannya Proses Pengadilan; Tanggung Jawab Badan-badan Hukum;
Keikutsertaan dan Percobaan; Pengetahuan, Maksud dan Tujuan Sebagai Unsur
Kejahatan; Aturan Pembatasan; Penuntutan dan Pengadilan, dan Saksi-saksi; Pembekuan,
Penyitaan dan Perampasan; Perlindungan para Saksi, Ahli dan Korban; Perlindungan
bagi Orangorang yang Melaporkan; Akibat-akibat Tindakan Korupsi; Kompensasi atas
Kerugian; Badan-badan Berwenang Khusus; Kerja Sama dengan Badan-badan Penegak
Hukum; Kerja Sama antar Badan-badan Berwenang Nasional; Kerja Sama antara Badan-
badan Berwenang Nasional dan Sektor Swasta; Kerahasian Bank; Catatan Kejahatan; dan
Yurisdiksi
Bab IV :
Kerja Sama Internasional. memuat Ekstradisi; Transfer Narapidana; Bantuan Hukum
Timbal Balik; Transfer Proses Pidana; Kerja Sama Penegakan Hukum; Penyidikan
Bersama; dan Teknik-teknik Penyidikan Khusus.
Bab V :
Pengembalian Aset, memuat Pencegahan dan Deteksi Transfer Hasil-hasil Kejahatan;
Tindakan-tindakan untuk Pengembalian Langsung atas Kekayaan; Mekanisme untuk
Pengembalian Kekayaan melalui Kerja Sama Internasional dalam Perampasan; Kerja
Sama Internasional untuk Tujuan Perampasan; Kerja Sama Khusus; Pengembalian dan
Penyerahan Aset; Unit Intelejen Keuangan; dan Perjanjian-perjanjian dan Pengaturan-
pengaturan Bilateral dan Multilateral.
BAB VI :
Bantuan Teknis dan Pertukaran Informasi, memuat Pelatihan dan Bantuan Teknis;
Pengumpulan, Pertukaran, dan Analisis Informasi tentang Korupsi; dan Tindakan-
tindakan lain; Pelaksanaan Konvensi melalui Pembangunan Ekonomi dan Bantuan
Teknis.
BAB VII :
Mekanisme-mekanisme Pelaksanaan, memuat Konferensi Negara-negara Pihak pada
Konvensi; dan Sekretariat.
BAB VIII :
Ketentuan-ketentuan Akhir, memuat Pelaksanaan Konvensi; Penyelesaian Sengketa;
Penandatanganan, Pengesahan, Penerimaan, Persetujuan, dan Aksesi; Pemberlakuan;
Amandemen; Penarikan Diri; Penyimpanan dan Bahasa-bahasa.
Proses pembuatan UNCAC (United Nations Convention Againts Corruption)
dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: Perundingan (Negotiation), Penandatanganan (
Signature), dan Ratifikasi (Ratification). Pelaksanaan dari tahapan-tahapan tersebut
membutuhkan waktu yang tidak singkat sehingga akhirnya sampai pada penyelesaian akhir
dari konvensi tersebut
United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) telah berhasil membangun
strategi besar terhadap pemberantasan korupsi yang dirinci menjadi 8 (delapan) bab dan 71
(tujuh puluh satu) pasal. UNCAC menyiapkan 3 (tiga) strategi yang memiliki saling
ketergantungan satu sama lain. Ketiga strategi tersebut adalah kriminalisasi (criminalisation),
pengembalian hasil aset korupsi (asset recovery), dan kerjasama internasional (international
cooperation).
3. Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional
Hukum internasional itu hukum yang mengatur hubungan antar negara atau hukum yang
mengatur aktivats mengatur aktivitas entitas berskala internasional dan juga mengatur
hubungan antar negara dan lintas batas negara. Hukum Nasional merupakan hukum yang
berlaku di suatu negara yang mengatur hubungan antara individu dengan individu dan
individu dengan negara.
Dalam ilmu Hukum Internasional, ada dua teori atau pandangan mengenai hubungan
antara hukum internasional dan Hukum nasional yaitu teori yaitu teori monoisme dan teori
dualism. Pertama, teori monoisme, teori ini menyatakan bahwa hukum internasional dan
hukum nasional merupakan dua aspek dari satu sistem hukum. Kedua, teori dualism, teori ini
menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional masing-masing merupakan dua
sistem hukum yang berbeda. Teori monisme melihat hukum internasional dan hukum
nasional merupakan satu kesatuan sistem hukum berupa kaidah-kaidah yang mengikat
individu, negara maupun kesatuan lainnya yang bukan negara. Hukum internasional
mengikat individu secara kolektif, sedangkan hukum nasional mengikat individu secara
perorangan. Teori dualisme melihat hubungan antara hukum internasional dan hukum
nasional sebagai dua hal yang terpisah, terlebih dalam dunia modern yang mana negara
mempunyai kedaulatan dan kesederajatan. Baik hukum internasional, maupun hukum
nasional adalah aturan-aturan hukum yang bebas terpisah dan tidak dapat dikatakan bahwa
hukum internasional adalah superior dari hukum nasional, begitu pula sebaliknya.
Terkait berlakunya hukum internasional dalam hukum nasional, menurut paham
monisme, hukum internasional dapat berlaku dan merupakan bagian dari hukum nasional,
khususnya bagi perjanjian-perjanjian yang merupakan self executing treaty. Sementara
paham dualisme berpendapat bahwa hak dan kewajiban yang ditetapkan oleh hukum
internasional melalui sebuah treaty tidak mempunyai pengaruh terhadap hukum nasional
tanpa ada pengesahan dari negara. Kalaupun berpengaruh, maka berlakunya hukum
internasional dalam hukum nasional kedudukannya tetap berada di bawah konstitusi negara.
Hubungan antara hukum pidana internasional dan hukum pidana nasional adalah
hubungan yang bersifat komplementer antara satu dengan yang lain dan memiliki arti penting
dalam rangka penegakan hukum pidana itu sendiri. Hal ini jelas terlihat banyaknya asas
dalam hukum pidana nasional diadopsi sebagai asas-asas dalam hukum pidana internasional.
Dalam ketentuan KUHP di semua negara, khususnya berkaitan dengan asas berlakunya
hukum pidana menurut tempat, tidak hanya meliputi teritorial negara tersebut tetapi juga
meliputi tempat-tempat tertentu yang dianggap perluasan teritorial, kendatipun berada di
wilayah negara lain. Demikian pula sebaliknya, tindakantindakan yang dikualifikasikan
sebagai kejahatan internasional oleh hukum pidana internasional kemudian diadopsi ke
dalam ketentuan-ketentuan dalam hukum pidana nasional dengan tujuan agar kejahatan
tersebut tidak terjadi di negaranya.
4. Implementasi United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC) dalam
tindak pidana korupsi Indonesia.

Berhasil ditandatanganinya United Nations Convention Against Corruptionn (UNCAC)


oleh banyak negara di dunia, membuktikan bahwa tindak pidana korupsi bukan hanya
menjadi momok bagi bangsa Indonesia, bahkan dunia internasional pun menyadari bahwa
korupsi merupakan musuh bersama yang harus diberantas.
Dampak yang semakin luas dari korupsi ini pada dasarnya akan menjadi ancaman yang
sangat serius bagi kelangsungan bangsa dan negara, sehingga sudah merupakan ancaman
yang bersifat serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat nasional dan internasional.
selama ini pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan khusus yang berlaku sejak tahun
1957 dan telah diubah sebanyak 5 (lima) kali, akan tetapi peraturan perundang-undangan
dimaksud belum memadai, antara lain karena belum adanya kerja sama internasional dalam
masalah pengembalian hasil tindak pidana korupsi. Pemerintah Republik Indonesia pada
tanggal 18 Desember 2003 di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa telah ikut
menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Anti Korupsi yang diadopsi
oleh Sidang ke-58 Majelis Umum melalui Resolusi Nomor 58/4 pada tanggal 31 Oktober
2003. Indonesia lewat rapat paripurna DPR, 20 Maret 2006 mengesahkan Undang-Undang
No.7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC 2003. Dengan demikian, peraturan mengenai
tindak pidana korupsi di Indonesia semakin lengkap. Indonesia bisa menggunakan UNCAC
untuk menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia terutama masalah korupsi yang melintas
batas negara (cross border)
Dalam backround paper UNCAC paling tidak ada enam dampak korupsi8 yang
melatarbelakangi internasionalisasi kejahatan korupsi. Pertama, korupsi dianggap merusak
demokrasi. Kedua, korupsi dianggap merusak aturan hukum. Ketiga, korupsi dapat
menggangu pembangunan berkelanjutan. Keempat, korupsi dianggap merusak pasar. Kelima,
korupsi dapat merusak kualitas hidup. Keenam atau yang terakhir, korupsi dianggap
melanggar hak-hak asasi manusia
Ratifikasi uncac ini merupakan komitmen nasional untuk meningkatkan citra bangsa
Indonesia dalam percaturan politik internasional. Arti penting lainnya dari ratifikasi
Konvensi uncac tersebut adalah: (1) Untuk meningkatkan kerja sama internasional khususnya
dalam melacak, membekukan, menyita, dan mengembalikan aset-aset hasil tindak pidana
korupsi yang ditempatkan di luar negeri; (2) Meningkatkan kerja sama internasional dalam
mewujudkan tata pemerintahan yang baik; (3) Meningkatkan kerja sama internasional dalam
pelaksanaan perjanjian ekstradisi, bantuan hukum timbal balik, penyerahan narapidana,
pengalihan proses pidana, dan kerja sama penegakan hukum; 59 ibid.,(4) Mendorong
terjalinnya kerja sama teknik dan pertukaran informasi dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi di bawah payung kerja sama pembangunan ekonomi dan bantuan
teknis pada lingkup bilateral, regional, dan multilateral; (5) Harmonisasi peraturan
perundang-undangan nasional dalam pencegahan dan (6) pemberantasan tindak pidana
korupsi sesuai dengan Konvensi ini.
Prinsip-prinsip dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang
sudah diadopsi dalam peraturan perundang-undangan nasional namun ada juga yang belum
diadopsi dalam peraturan perundangundangan nasional. Perlu pula diketahui bahwa
meskipun dalam peraturan perundang-undangan nasional sudah terdapat prinsip-prinsip yang
sesuai dengan The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), prinsip-prinsip
tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam rangka mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi tidak hanya berkaitan dengan pengadopsian prinsip-
prinsip yang terdapat dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)
melainkan juga tahap pelaksanaannya.
Dalam bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi terdapat ketentuan-
ketentuan yang ada di dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang
sudah diimplementasikan maupun yang belum diimplementasikan ke dalam peraturan
perundang-undangan nasional Indonesia.
Mengenai ketentuan-ketentuan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
sebagaimana yang telah tertuang di dalam United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) yang sudah ataupun yang belum diimplementasikan dalam peraturan perundang-
undangan Indonesia dintaranya sebagai berikut.
Indonesia telah menandatangani UNCAC pada tanggal 18 Desember 2003 dan Indonesia
telah meratifikasi Undang-Undang No.7 tahun 2006 sebagai tindak lanjut dari kesepahaman
UNCAC pada tanggal 18 April 2006. Partsipasi Indonesia dalam konvensi tersebut
menunjukkan bahwa komitmen Indonesia dalam usaha memberantas korupsi tidak hanya
dalam skala nasional tetapi juga internasional.
UNCAC yang telah diratifikasi dengan UU RI Nomor 7 Tahun 2006, dalam sistem
hukum pidana Indonesia masih diperlukan UU Pemberlakuannya baik bersifat perubahan
terhadap UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001,
maupun UU baru yang menggantikan seluruh ketentuan dalam UU tersebut. pemberlakuan
tersebut diperlukan karena ketentuan Pasal 11 UUD 1945 hanya bersifat pengesahan atas
UNCAC bukan bersifat pemberlakuan ketentuan suatu tindak pidana. Selain itu, juga karena
sistem hukum pidana Indonesia mengakui asas legalitas (Pasal 1 ayat 1 KUHP) yang
menegaskan tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan perundang-
undangan pidana (Indonesia) yang telah ada. Artinya sistem hukum pidana Indonesia
mengakui asas non-retroaktif sepanjang mengenai perbuatan yang dapat dipidana (hukum
pidana materiil) menurut Undang-Undang Pidana.
Ini artinya dalam penerapan UNCAC kedalam tindak pidana korupsi di Indonesia
menggunakan teori dualisme dimana isi dari UNCAC di transformasikan terlebih dahulu
kedalam hukum positif Indonesia melalui dpr/undang-undang dan keputusan presiden
Indonesia sebagai aktor yang telah meratifikasi UNCAC memiliki hak yang mana juga
hak tersebut telah sesuai dengan ketentuan dalam pasal- pasal di dalam UNCAC. Dalam
yurisdiksi, terlihat perubahan dari hukum internasional menjadi hukum nasional hal ini
terlihat pada pengesahan UNCAC oleh badan legislatif Indonesia, meskipun jauh sebelum
Indonesia meratifikasi UNCAC sebenarnya Indonesia telah memiliki regulasi sendiri terkait
pemberantasan korupsi yang sejalan dengan pasal-pasal di dalam UNCAC sehingga dapat
disimpulkan jika Indonesia telah mengadopsi UNCAC.
C. Penutup
Berdasarkan tulisan dan uraian yang saya buat tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak
pidana korupsi merupakan tindak pidana korupsi di kategorikan sebagai kejahatan luar biasa
(extra ordinary crime). Tindak pidana korupsi tak hanya merugikan masyarakat tetapi juga
merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.
Pada dasarnya hukum tindak pidana korupsi di Indonesia, pada undang-undang nomor 31
tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi di Indonesia sudah tertinggal dan tidak sesuai dengan United Nations Convention
Against Corruption (UNCAC). Ketidak sesuaian tersebut, tentu akan berakibat pada
lemahnya penegakkan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia. Maka dari itu,
sangat penting untuk disesuaikan dengan UNCAC yang telah di ratifikasi.
Dalam pengimplementasian United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)
kedalam tindak pidana korupsi di Indonesia, Indonesia menggunakan teori dualism dimana
pasal-pasal yang terkandung didalam UNCAC harus di transformasikan terlebih dahulu agar
bisa berlaku menjadi hukum postif Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai