BAB I
Pendahuluan:
1.1. Latar Belakang.................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................4
1.3. Tujuan Praktikum............................................................................................4
1.4. Manfaat Praktikum..........................................................................................4
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Nyeri………………….......................................................................................5
2.2. Analgetika………………..................................................................................6
2.3. Identifikasi Bahan Praktikum…......................................................................8
2.4. Karakteristik Hewan Coba.............................................................................11
2.5. Metode Uji Analgetik……...............................................................................12
BAB III
Metode Percobaan:
3.1 Prosedur Kerja...............................................................................................14
3.2 Alat dan Bahan...............................................................................................15
3.3 Perhitungan.....................................................................................................15
3.4 Pembuatan Sediaan........................................................................................21
3.5 Cara Analisis...................................................................................................23
3.6 Definisi Operasional.......................................................................................24
BAB IV
Hasil dan Pembahasan:
4.1 Menabelkan....................................................................................................23
4.2 Pembuatan Grafik.........................................................................................25
4.3 Membahas hasil sesuai tujuan......................................................................26
BAB V
Kesimpulan dan Saran..............................................................................................29
Daftar Pustaka...........................................................................................................30
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap obat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami proses ADME (Adsorpsi,
Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi). Efek obat tidak hanya tergantung dari faktor
farmakologi saja, tetapi juga dari bentuk pemberian dan terutama dari formulasinya.
Dengan mempelajari ilmu farmakologi, kita dapat mengetahui efek-efek yang
ditimbulkan oleh suatu obat.
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum). Obat analgetik
adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk mengatasi sakit kepala, demam, dan
nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu singkat,
obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya macam obat analgetik yang
tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk pasien dalam keadaan tertentu.
Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang
diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan respons tubuh
pasien terhadap terapi. Sebelum memilih obat penghilang nyeri yang tepat, sebaiknya diketahui
dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgetika
(Medicastore, 2008)
Berdasarkan khasiat analgetika tersebut, kami mengadakan percobaan untuk menguji aktivitas
(khasiat) yang dihasilkan dari obat analgetika Diklofenak dan Piroksikam pada hewan uji, yaitu
mencit betina putih.
3
Dan metode yang kami gunakan pada percobaan kali ini adalah metode Sigmund, yaitu
dengan cara metode penapisan analgetik dengan induksi cara kimia. Obat uji dinilai
kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara kimia
(pemberian asam asetat) pada hewan percobaan mencit. Rasa nyeri ini pada mencit diperlihatkan
dalam bentuk respon gerakan geliatan. Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan
derajat nyeri yang dirasakannya.
2. Mencari perbandingan efek yang lebih besar dengan dosis analgetik yang berbeda-
beda pada masing-masing hewan uji
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Membuktikan bahwa Diklofenak mempunyai efek analgetik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Membandingkan efek analgetik Diklofenak dengan dosis yang berbeda yaitu 25
mg dan 50 mg
2. Menghitung % efek analgetik dari tiap kelompok percobaan
3. Membuktikan hubungan antara efek dengan dosis
4. Mengetahui waktu dari saat Diklofenak diberikan hingga saat obat terasa kerjanya
(onset)
1.4 Manfaat Percobaan
1. Mampu membuktikan efek analgetik dari Diklofenak
2. Mengetahui efek analgetik yang lebih baik dari Diklofenak dengan dosis yang
berbeda
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat. Menurut perkiraan zat-zat
ini meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang
diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-zat ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan
meningkatkan radang dan udema. Berhubung kerjanya serta inaktivasinya
pesat dan berkhasiat lokal, maka juga dinamakan hormon lokal. Mungkin
sekali zat-zat ini juga bekerja sebagai mediator demam.
6
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol,
asetosal, mefenaminat, propifenazon atau aminofenazon, begitu pula rasa
nyeri dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau
kodein. Nyeri yang disertai pembengkakan atau akibat trauma (jatuh,
tendangan, tubrukan) sebaiknya diobati dengan suatu analgetikum antiradang,
seperti aminofenazon dan NSAID (ibuprofen, mefenaminat, dll). Nyeri yang
hebat perlu ditanggulangi dengan morfin atau opiat lainnya (tramadol). Nyeri
kepala migrain dapat ditangani dengan obat-obat khusus.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat
empat, yakni pemberian:
1. Obat perifer (non-opioid) per oral atau rektal: parasetamol, asetosal
7
Neuralgia postherpetis (setelah sembuh dari Herpes zoster) di sekitar
bagian atas tubuh dan neuralgia trigeminus di wajah juga merupakan
gangguan saraf perifer terkenal. Untuk pengobatan umumnya digunakan
amitriptilin, karbamazepin, fenitoin dan valproat.
Pada nyeri neuropatis akut yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk
jarum, karbamazepin ternyata paling efektif, sedangkan pada nyeri terus
menerus yang menjemukan atau seperti perasaan terbakar amitriptilin dan
gabapentin lebih ampuh.
Pada polyneuropati yang bertalian dengan HIV lamotrigin paling
efektif, sedangkan kebanyakan obat lainnya yang ampuh pada polineuropati
diabetes, tidak efektif.
Pregabalin telah dipasarkan dengan indikasi khusus nyeri neuropatis.
Rumus kimianya mirip GABA, tetapi mekanisme kerjanya tidak melalui
pendudukan reseptor GABA. Pregabalin mengurangi jumlah noradrenalin,
glutamat dan substance-P di ruang sinaps, dengan efek peringanan nyeri.
Efektivitasnya belum dipastikan dengan tuntas.
Efek samping utamanya adalah perasaan hebat yang mirip keadaan
mabuk dan kejang kaki, yang tidak hilang sesudah 4-5 hari seperti halnya pada
obat-obat nyeri saraf lain. Efek-efek ini membatasi penggunaannya sebagai
obat tunggal. Keberatan lain adalah harganya yang sama tingginya dengan
gabapentin (yang patennya kini sudah kadarluwarsa).
8
2.2 ANALGETIKA
2.2.1 Definisi
Analgetika atau penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua
kelompok besar, yakni:
1. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk
kelompok ini.
2. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,
seperti pada fraktura dan kanker.
9
2.3 ANALGETIKA PERIFER
2.3.1 Penggolongan
Secara kimiawi, analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa
kelompok, yakni:
a) Parasetamol
b) Salisilat: asetosal, salisilamida dan benorilat
c) Penghambat prostaglandin (NSAIDs): ibuprofen
d) Derivat-antranilat: mefenaminat, glafenin
e) Derivat-pirazolinon: propifenazon, isopropilaminofenazon dan
metamizol
f) Lainnya: benzidamin (Tantum)
Co-analgetika adalah obat yang khasiat dan indikasi utamanya
bukanlah menghalau nyeri, misalnya antidepresiva trisiklis (amitriptilin) dan
antiepileptika (karbamazepin, pregabalin, fenitoin, valproat). Obat-obat ini
digunakan tunggal atau terkombinasi dengan analgetika lain pada keadaan-
keadaan tertentu, seperti pada nyeri neuropatis.
2.3.2 Penggunaan
Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri
tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan
ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang.
Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri, melainkan juga
pada demam (infeksi virus/kuman, selesma, pilek) dan peradangan seperti
rema dan encok. Obat-obat ini banyak diberikan untuk nyeri ringan sampai
sedang, yang penyebabnya beraneka-ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot
atau sendi (rema, encok), perut, nyeri haid (dysmenorroe), nyeri akibat
benturan atau kecelakaan (trauma). Untuk kedua nyeri terakhir, NSAID lebih
layak. Pada nyeri lebih berat misalnya setelah pembedahan atau fraktur (tulang
patah), kerjanya kurang ampuh.
Daya antipiretis: Berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di
hipothalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan
bertambahnya pengeluaran kalor yang disertai keluarnya banyak keringat.
Daya antiradang: Kebanyakan analgetika memiliki daya antiradang
khususnya kelompok besar dari zat-zat penghambat prostaglandin
10
(NSAIDs termasuk asetosal), begitu pula benzidamin. Zat-zat ini banyak
digunakan untuk rasa nyeri yang disertai peradangan.
Kombinasi: dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena
terjadi efek potensiasi. Lagi pula efek sampingnya yang masing-masing
terletak di bidang yang berlainan, dapat berkurang, karena dosis dari
masing-masing komponennya dapat diturunkan. Kombinasi analgetika
dengan kofein dan kodein sering kali digunakan, khususnya dalam
sediaan dengan paracetamol dan asetosal.
2.4.2 Penggolongan
Atas dasar cara kerjanya, obat-obat ini dapat dibagi dalam 3 kelompok, yakni:
1. Agonis opiate, yang dapat dibagi dalam:
- Alkaloida candu: morfin, kodein, heroin, nikomorfin
- Zat-zat sintetis: metadon dan derivatnya (dekstromoramida,
propoksifen, bezitramida), petidin dan derivatnya (fentanil, sufentanil)
dan tramadol
11
Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan mengenai
potensi dan lama kerjanya, efek samping dan risiko akan kebiasaan
dengan ketergantungan fisik.
2. Antagonis opiate : nalokson, nalorfin, pentazosin dan buprenorfin
(Temgesic). Bila digunakan sebagai analgetikum, obat-obat ini dapat
menduduki salah satu reseptor.
3. Campuran : nalorfin, nalbufin (Nubain). Zat-zat ini dengan kerja
campuran juga mengikat pada reseptor-opioid, tetapi tidak atau hanya
sedikit mengaktivasi daya kerjanya. Kurva dosis/efeknya
memperlihatkan plafon, sesudah dosis tertentu peningkatan dosis tidak
memperbesar lagi efek analgetiknya. Praktis tidak menimbulkan
depresi pernafasan.
12
Sistem sirkulasi: vasodilatasi perifer pada dosis tinggi hipotensi dan
bradicardia.
13
prostaglandin yang merupakan mediator nyeri (Tan HT,
2007)
Efek Samping : Efek ulcerogen, yakni mual, muntah, nyeri lambung,
gastritis, tukak lambung-usus dan perdarahan samar (occult)
yang disebabkan perintangan sintesa prostacyclin dan
kehilangan daya perlindungannya serta gangguan fungsi hati
dan haid (Tan HT, 2007)
Dosis : Oral 3 dd 25-50 mg garam-Na/K (d.c/p.c), rektal 1 dd 50-100
mg, i.m pada nyeri kolik 1-2 dd 75 mg selama 1-3 hari (Tan
HT, 2007)
Tragakan
Tragakan adalah eksudat kering gom dari Astragalus gummifer Labillardiere atau
spesies Asiatic lain dari Astragalus (Familia Leguminosae)
Pemerian : Tidak berbau; hampir tidak berasa (FI III hal 612)
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang
menjadi masa homogen, lengket seperti gelatin (FI
III ed 6 hal 612)
Karakteristik Botani : Tragakan fragmen, datar, lamelia, kadang-kadang
melengkung atau helaian lurus atau spiral melengkung dengan
ketebalan dari 0,5 mm sampai 2,5 mm; warna putih hingga kuning
muda, bening dan susunanya bertonjolan, patahannya pendek. Lebih
mudah diserbukkan apabila dipanaskan pada suhu hingga 500; tidak
berbau; rasa tawar seperti lendir.
Jaringan helaian tragakan menjadi lunak dalam air atau gliserin P,
terbentuk banyak lamella dan sedikit butiran-butiran tepung.
Serbuk tragakan putih hingga putih kekuningan. Bila diamati di
dalam tetesan air, menujukkan sejumlah fragmen angular dari
musilago dengan lamella melingkar atau tidak beraturan, kadang-
kadang butiran tepung berdiameter sampai 25 μm sebagaian besar
sederhana, sferis hingga elip, kadang-kadangberkumpul 2 butir
sampai 4 butir, beberapa butir mengembang dan beberapa diantaranya
berubah. Serbuk menunjukkan beberapa atau tidak ada fragmen
jaringan tanaman berlignin (Gom India) (FI IV hal 799)
Khasiat : Suspending agent
14
Asam asetat
Asam Asetat mengandung tidak kurang dari 32,5% dan tidak lebih dari 33,5%
C2H4O2 (FI III hal 41)
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; bau menusuk; rasa asam
tajam (FI III hal 41)
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan gliserol
(FI III hal 41)
Khasiat : Induktor rasa nyeri
Etanol
Etanol adalah campuran etilalkohol dan air. Mengandung tidak kurang dari 94,7% v/v
atau 92,0% dan tidak lebih dari 95,2% v/v atau 92,7% C2H6O
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau
khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang
tidak berasap (FI III hal 65)
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P (FI
III hal 65)
Khasiat : Pada kadar 60-80% berkhasiat bekterisid dan fungisid kuat, bekerja
cepat (efektif dalam 2 menit). Pada konsentrasi 80-90% efektif terhadap
virus, misalnya hepatitis-B dan enterovirus dan konsentrasi optimal
untuk daya bakterisid adalah pada kadar 70% (Tan HT, 2007)
15
Hewan coba memiliki sifat seperti berikut:
mudah ditangani
bersifat penakut,
fotofobik,
cenderung berkumpul sesamanya,
kecenderungan untuk bersembunyi,
lebih aktif pada malam hari dan
kehadiaran manusia akan menghambat mencit
Adapun cara memperlakukan mencit adalah Mencit diangkat dengan memegangnya
pada ujung ekornya dengan tangan kanan lalu biarkan mencit menjangkau kawat kandang
dengan kaki depannya. Dengan tangan kiri, kulit tengkuknya dijepit diantara telunjuk dan ibu
jari lalu pindahkan ekornya dari tangan kanan keantara jari manis dan jari kelinking tangan
kiri, sehingga mencit cukup erat dipegang.Pemberian obat kini dapat dimulai.
Adapun cara pemberian per-oral, bentuk sediaannya harus dalam bentuk suspensi,
larutan atau emulsi. Cara pemberian ini membutuhkan pertolongan jarum suntik yang
ujungnya tumpul (bentuk bola atau kanulla). Kanulla ini dimasukan kedalam mulut,
kemudian perlahan-lahan dimasukan melalui tepi langit-langit kebalakang sampai esofagus
Adapun cara pemberian intraperitonial adalah pertama peganglah mencit lalu pindahkan
ekor mencit dari tangan kanan kejari kelingking tangan kiri sehingga kulit abdomennya
menjadi tegang. Pada saat penyuntikan posisi kepala mencit lebih rendah dari abdomennya
lalu desinfeksi kulit abdomen dengan etanol 70%. Suntikkan jarum dengan membentuk sudut
45º dengan abdomennya., agak menepi dari garis tengah, untuk menghindari terkenanya
kandung kencing, jangan pula terlalu tinggi agar tidak mengenai hati. Perdarahan
menandakan suntikan mengenai pembuluh darah, bukan i.p, hewa coba harus
diganti.Kepekatan larutan obat yang disuntikan, sesuai dengan volume yang dapat disuntikan
16
7. Frekuensi kelahiran/tahun 4
8. Suhu tubuh 37,9-39,2ºC
9. Kecepatan respirasi 136-216/mencit
10. Tekanan darah 147/106 SD
11. Volume darah 7,5% BB
( Anonim, 2011)
Prosedur pemberian
Oral (Pada pemberian Tragakan 0.5%, Piroksikam 10 mg, dan Piroksikam 20 mg)
1. Mencit diangkat dengan cara memegangnya pada pangkal ekornya dengan tangan
17
2. Letakaan mencit pada alas kawat, biarkan mencit memengang kawat dengan kaki
depannya
3. Dengan tangan kiri, kulit tengkuknya dijepit diantara jari telunjuk dan ibu jari
4. Pindahkan ekornya dari tangan kanan ke tangan kiri diantara jari manis dan jari
kelingking
5. Lakukan pemberian oral (masing-masing mencit diberikan sediaan yang berlainan
yaitu tragakan, piroksikam 10 mg, dan piroksikam 20 mg) diawali dengan
memasukkan ujung sonde ke dalam mulut.
6. Kemudian secara perlahan-lahan dimasukkan melalui dinding mulut atas sampai ke
esophagus
7. Dorong piston sonde hingga cairan obat masuk seluruhnya.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.2 Bahan:
1. Diklofenak
2. Tragakan 0,5%
3. Asam asetat 1%
4. Etanol 70 %,
5. Kapas (Induktor nyeri)
6. Mencit putih betina DDY, 20-25 gram
20
2. Dosis yang akan diberikan
a) Tragakan 0,5% : 0,26 ml/20 g BB
b) Diklofenak 25 mg : 2,5 mg/ 6 ml
c) Diklofenak 50 mg : 5 mg/6 ml
d) Asam asetat 1% : 125 mg/kg BB
3. Dosis yang dihitung untuk volume sediaan yang akan diambil
a) Berat mencit
Mencit No 1 : 25,74
Mencit No 4 : 25,63
Mencit No 7 : 23,29
Mencit No 10 : 22,63
Mencit No 2 : 25,02
Mencit No 5 : 26,37
Mencit No 8 : 27,45
Mencit No 11 : 25,38
b) Mencit No 1 Normal 1
25,74 g
Sediaan yang diambil × 0,26 ml=0,33 ml
20 g
25,74 g
Sediaan asetat yg diambil ×125 mg=3,22mg
1000 g
3,22mg
×100 ml=0,32 ml
1000 mg
c) Mencit No 4 Normal 2
25,63 g
Sediaan yang diambil ×0,26 ml=0,33 ml
20 g
25,63 g
Sediaan asetat yg diambil ×125 mg=3,20 mg
1000 g
3,20 mg
×100 ml=0,32 ml
1000 mg
d) Mencit No 7 Normal 3
23,29 g
Sediaan yang diambil ×0,26 ml=0,30 ml
20 g
21
23,29 g
Sediaan asetat yg diambil ×125 mg=2,91 mg
1000 g
2,91mg
×100 ml=0,29 ml
1000 mg
e) Mencit No 10 Normal 4
22,63 g
Sediaan yang diambil ×0,26 ml=0,30 ml
20 g
22,63 g
Sediaan asetat yg diambil ×125 mg=2,83 mg
1000 g
2,83 mg
×100 ml=0,28 ml
1000 mg
f) Mencit No 2 D25
Sediaan Diklofenak
25 mg 37
AED × =5,125 mg/kg
60 kg 3
25,02mg
Dosis Mencit × 5,125 mg=0,13 mg
1000 g
0,13 mg
Dosis yang dibutuhkan X 6 ml=0,31 ml
2,5 mg
25,02 g
Sediaan asetat × 125 m g=3,13 mg
1000 g
3,13 mg
×100 ml=0,31 ml
1000 mg
g) Mencit No 5 D25
Sediaan Diklofenak
25 mg 37
AED × =5,125 mg/kg
60 kg 3
26,37 mg
Dosis Mencit ×5,125 mg=0,14 mg
1000 g
0,14 mg
Dosis yang dibutuhkan × 6 ml=0,34
2,5 mg
26,37 g
Sediaan asetat ×125 mg=3,30 mg
1000 g
3,30 mg
×100 ml=0,33 ml
1000 mg
22
h) Mencit No 8 D50
Sediaan Diklofenak
50 mg 37
AED × =10,25 mg/kg
60 kg 3
27,45 mg
Dosis Mencit ×10,25 mg=0,28 mg
1000 g
0,28 mg
Dosis yang dibutuhkan ×6 ml=0,34 ml
5 mg
27,45 g
Sediaan asetat ×125 mg=3,43 mg
1000 g
3,43 mg
×100 ml=0,34 ml
1000 mg
i) Mencit No 11 D50
Sediaan Diklofenak
50 mg 37
AED × =10,25 mg/kg
60 kg 3
25,38 mg
Dosis Mencit ×10,25 mg=0,26 mg
1000 g
0,26 mg
Dosis yang dibutuhkan ×6 ml=0,31 ml
5 mg
25,38 g
Sediaan asetat ×125 mg=3,17 mg
1000 g
3,17 mg
×100 ml=0,32 ml
1000 mg
23
3. Aktivitas dan mekanisme efek analgetik dievaluasi berdasarkan pengaruhnya
terhadap penurunan jumlah geliatan dibandingkan jumlah geliatan normal dengan
inductor asam asetat.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data yang disajikan dalam table data
kelompok dari masing-masing kelompok penguji
13.2 13.5
1 N 25.74 0.33 0.32 14.10 14 0 1 0 0 1 2 4
6 6
13.1 13.5
2 N 25.63 0.33 0.32 13.55 4 12 10 8 9 7 7 53
6 1
13.3 14.1
3 N 23.29 0.30 0.29 14.16 4 7 8 6 5 5 7 38
7 2
13.2 13.5
4 N 22.63 0.30 0.28 13.59 5 11 10 8 9 6 5 49
3 4
Rata-rata 36
13.3 14.0
5 D25 25.02 0.31 0.31 14.13 4 1 3 14 6 4 4 32
5 9
13.3 14.0
6 D25 26.37 0.34 0.33 14.18 9 1 3 1 2 0 1 8
3 9
Rata-rata 20 44.45
13.3 14.1
7 D50 27.45 0.34 0.34 14.20 10 6 4 4 0 1 1 16
8 0
13.2 14.0
8 D50 25.38 0.31 0.32 14.08 1 6 6 3 1 0 3 19
6 7
Rata-rata 17.5 51.39
25
1. Normal 50% x Geliat normal = 50% x 36 = 18
2. D25 = 20 >18
3. D50 = 17,5 <18
30
20
10
0
Normal D25 D50
Perlakuan
Gambar 2 Diagam perbandingan efek analgetik berdasarkan presentase dengan rumus efek
100-(P/Kx100)%.
52.00
Efek Analgetik %
50.00
48.00
46.00
44.00
42.00
40.00
D25
D50
Perlakuan
26
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini melakukan percobaan untuk membuktikan adanya khasiat
analgetik dari diklofenak dengan menggunakan dosis yang berbeda dan menghitung
% efek analgetik dari tiap kelompok percobaan. Sebelum melakukan praktikum,
hewan coba yaitu mencit dipuasakan dahulu selama 16 jam, hal ini dilakukan untuk
menghindari variasi biologis.
Percobaan diawali dengan memberi nomor pada mencit agar tidak keliru dalam
memberi perlakuan. Mencit ditimbang sebelum diberi perlakuan agar dapat
menentukan berapa dosis dan volume oral yang harus diberikan sesuai dengan berat
badannya. Lalu diberi perlakuan oral (masing-masing mencit diberikan sediaan yang
berlainan yaitu tragakan ½ %, diklofenak 25 mg serta diklofenak 50 mg) diawali
dengan memasukkan ujung sonde ke dalam mulut. 30 menit kemudian mencit
disuntik i.p. larutan asam asetat 1 % sesuai dosis yang telah dihitung. Kemudian
mengamati geliatan mencit.
27
Data lain menunjukkan obat D25 memiliki persentase efek analgetik sebesar
44,45%, sementara D50 memiliki persentase efek analgetik sebesar 51,39%.
Berdasarkan data yang kami peroleh, dapat disimpulkan bahwa D25 dan D50
mempunyai efek analgetik, karena berdasarkan rumus efek = (100-(P/K x 100)) %
hasilnya > 50% = efek analgetik. Hubungan efek dengan dosis dari penelitian ini
adalah semakin besar dosis asetosal semakin tinggi pula efek analgetiknya.
Namun hasil ini belum sepenuhnya dapat membuktikan secara meyakinkan karena
banyaknya variasi biologis yang ada seperti berat badan mencit yang tidak memenuhi
bobot yang ditetapkan dan penggunaan mencit yang belum terseleksi kepekaannya.
Geliatan yang dihasilkan mencit tidak dapat dijamin keseragamannya karena
ambang rasa nyeri yang dimiliki mencit berbeda-beda atau terjadi variasi biologis lain
yang tidak diketahui. Selain itu perlakuan saat pemberian sonde dan i.p. dapat
mempengaruhi hasil karena apabila dosis tidak masuk sempurna atau dosis berkurang
karena muntah akan mempengaruhi hasilnya.
Dari jumlah mencit yang digunakan, hanya 20 ekor yang menggeliat. Sedangkan
yang lainnya tidak menggeliat. Hal ini kemungkinan disebabkan asam asetat yang
digunakan sudah terlalu encer atau kadarnya rendah akibat penguapan, dan lain-lain,
sehingga pemberiannya kurang menimbulkan efek nyeri.
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Diklofenak 25 mg mempunyai efek analgetik karena presentase efek analgetiknya
berdasarkan rumus 100-(P/Kx100)% adalah 44,45 %, memenuhi syarat untuk zat
berefek analgetik yang harus ≥ 50%
2. Diklofenak 50 mg mempunyai efek analgetik atau memiliki efek analgetik karena
presentase efek analgetiknya berdasarkan rumus 100-(P/Kx100)% adalah 51,39 %,
memenuhi syarat untuk zat berefek analgetik yang harus ≥ 50%
3. Hubungan efek dengan dosis yang terjadi adalah hubungan efek dengan dosis
yang positif, dimana semakin tinggi dosisnya semakin besar efek analgetiknya.
5.2 Saran
1. Untuk mendapatkan efek analgetik, dibutuhkan dosis dalam jumlah yang besar,
karena dalam data hasil percobaan, dosis dalam jumlah besar yang memiliki efek atau
khasiat analgetik
2. Untuk mendapatkan hasil percobaan analgetik yang maksimal, praktikan harus
memiliki keahlian khusus dalam memberikan obat secara oral dengan sonde kepada
mencit agar mencit tetap dalam kondisi yang tenang dan tidak stress, karena faktor
stress pada mencit dapat mempengaruhi hasil percobaan analgetik ini.
3. Sebaiknya bejana yang digunakan untuk menimbang mencit berukuran pas dan sesuai
dengan ukuran mencit yang akan ditimbang, sehingga mencit tidak dapat melakukan
banyak gerakan sehingga timbangan tetap stabil dan bisa didapatkan hasil
penimbangan yang akurat dan tepat.
29
4. Diperlukan uji efek analgetik lain seperti metode induksi nyeri dengan cara plat
panas, jentik ekor atau metode penapisan analgetik untuk nyeri sendi sehingga hasil
yang diperoleh dan metode yang digunakan peneliti dapat dibandingkan.
Daftar Pustaka
30