Anda di halaman 1dari 30

Daftar Isi

BAB I
Pendahuluan:
1.1. Latar Belakang.................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................4
1.3. Tujuan Praktikum............................................................................................4
1.4. Manfaat Praktikum..........................................................................................4
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Nyeri………………….......................................................................................5
2.2. Analgetika………………..................................................................................6
2.3. Identifikasi Bahan Praktikum…......................................................................8
2.4. Karakteristik Hewan Coba.............................................................................11
2.5. Metode Uji Analgetik……...............................................................................12
BAB III
Metode Percobaan:
3.1 Prosedur Kerja...............................................................................................14
3.2 Alat dan Bahan...............................................................................................15
3.3 Perhitungan.....................................................................................................15
3.4 Pembuatan Sediaan........................................................................................21
3.5 Cara Analisis...................................................................................................23
3.6 Definisi Operasional.......................................................................................24
BAB IV
Hasil dan Pembahasan:
4.1 Menabelkan....................................................................................................23
4.2 Pembuatan Grafik.........................................................................................25
4.3 Membahas hasil sesuai tujuan......................................................................26
BAB V
Kesimpulan dan Saran..............................................................................................29
Daftar Pustaka...........................................................................................................30

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan laporan resmi praktikum
Farmakologi yang berjudul “Pengaruh Dosis Diklofenak Terhadap Efek Analgetik” ini tepat
pada waktunya.
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah praktikum Farmakologi.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu dan
membimbing kami dalam mengerjakan laporan ini.
Dengan tersusunnya laporan praktikum farmakologi ini, kami mengucapkan
terimakasih kepada para dosen pembimbing praktikum farmakologi yang telah memandu
kami dalam melaksanakan praktikum hingga selesai, khususnya kepada;
1. Dra. Sujati Woro Indijah, Apt., M. Si, selaku pembimbing praktikum farmakologi.
2. Tati Suprapti, M. Biomed., Apt selaku pembimbing praktikum farmakologi.
Serta seluruh anggota dari masing-masing kelompok.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya laporan ini. Kami berharap semoga laporan ini bisa bermanfaat khususnya bagi
kami dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, November 2016

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta
perkembangan di bidang kefarmasian, maka dari itu kita sebagai ahli madya Farmasi
dituntut mempunyai kemampuan yang memadai dan harus siap menghadapi dunia luar
yang semakin maju dan kompeten, sehingga harus dapat memahami dan menerapkan
semua ilmu yang diperoleh untuk dimanfaatkan dan digunakan serta dikembangkan
dalam kehidupan sehari-hari, yang nantinya dapat digunakan dalam menghadapi dunia
kerja.

Setiap obat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami proses ADME (Adsorpsi,
Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi). Efek obat tidak hanya tergantung dari faktor
farmakologi saja, tetapi juga dari bentuk pemberian dan terutama dari formulasinya.
Dengan mempelajari ilmu farmakologi, kita dapat mengetahui efek-efek yang
ditimbulkan oleh suatu obat.

Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum). Obat analgetik
adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk mengatasi sakit kepala, demam, dan
nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu singkat,
obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya macam obat analgetik yang
tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk pasien dalam keadaan tertentu.
Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang
diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan respons tubuh
pasien terhadap terapi. Sebelum memilih obat penghilang nyeri yang tepat, sebaiknya diketahui
dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgetika
(Medicastore, 2008)

Berdasarkan khasiat analgetika tersebut, kami mengadakan percobaan untuk menguji aktivitas
(khasiat) yang dihasilkan dari obat analgetika Diklofenak dan Piroksikam pada hewan uji, yaitu
mencit betina putih.

3
Dan metode yang kami gunakan pada percobaan kali ini adalah metode Sigmund, yaitu
dengan cara metode penapisan analgetik dengan induksi cara kimia. Obat uji dinilai
kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara kimia
(pemberian asam asetat) pada hewan percobaan mencit. Rasa nyeri ini pada mencit diperlihatkan
dalam bentuk respon gerakan geliatan. Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan
derajat nyeri yang dirasakannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Mencari tahu bagaimana pengaruh dosis analgetik Diklofenak dengan efeknya
terhadap hewan coba mencit

2. Mencari perbandingan efek yang lebih besar dengan dosis analgetik yang berbeda-
beda pada masing-masing hewan uji

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Membuktikan bahwa Diklofenak mempunyai efek analgetik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Membandingkan efek analgetik Diklofenak dengan dosis yang berbeda yaitu 25
mg dan 50 mg
2. Menghitung % efek analgetik dari tiap kelompok percobaan
3. Membuktikan hubungan antara efek dengan dosis
4. Mengetahui waktu dari saat Diklofenak diberikan hingga saat obat terasa kerjanya
(onset)
1.4 Manfaat Percobaan
1. Mampu membuktikan efek analgetik dari Diklofenak

2. Mengetahui efek analgetik yang lebih baik dari Diklofenak dengan dosis yang
berbeda

3. Sebagai pengalaman bagi praktikan untuk terjun ke lapangan pekerjaan

4. Menambah wawasan bagi yang membaca mengenai laporan analgetik ini

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RASA NYERI DAN DEMAM


2.1.1 Pengertian nyeri
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau
memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri.
Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri
berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni
pada 44-45O C.
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti
peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik atau kejang otot. Nyeri yang
disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kalor, listrik) dapat
menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu
pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, a.l. histamin, bradikin,
leukotrien dan prostaglandin.
Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di
ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian
menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga
terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat
ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk
neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum-belakang, sumsun-lanjutan
dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di
otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.

2.1.2 Mediator nyeri


Mediator nyeri penting adalah amin histamin yang bertanggung jawab
untuk kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi, pengembangan mukosa,
pruritus) dan nyeri. Bradikinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino)
yang dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin mirip strukturnya dengan

5
asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat. Menurut perkiraan zat-zat
ini meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang
diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-zat ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan
meningkatkan radang dan udema. Berhubung kerjanya serta inaktivasinya
pesat dan berkhasiat lokal, maka juga dinamakan hormon lokal. Mungkin
sekali zat-zat ini juga bekerja sebagai mediator demam.

2.1.3 Ambang nyeri


Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri
dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan yang
terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya
adalah konstan.

2.1.4 Penanganan rasa nyeri


Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan
beberapa cara, yakni dengan:
1. Analgetika perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada
reseptor nyeri perifer.
2. Anastesika lokal, yang merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf
sensoris.
3. Analgetika sentral (narkotika), yang memblokir pusat nyeri di SSP
dengan anastesi umum.
4. Antidepresiva trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf,
mekanisme kerjanya belum diketahui, misalnya amitriptilin.
5. Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang
sinaps pada nyeri, misalnya pregabalin. Juga karbamazepin,
okskarbazepin, fenitoin, valproat dan lain-lain.

Pada pengobatan nyeri dengan analgetika, faktor-faktor psikis turut


memegang peranan seperti sudah diuraikan di atas, misalnya kesabaran
individu dan daya mengatasi nyerinya. Obat-obat dibawah ini dapat digunakan
sesuai jenis nyerinya.

2.1.5 Penanganan bentuk-bentuk nyeri

6
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol,
asetosal, mefenaminat, propifenazon atau aminofenazon, begitu pula rasa
nyeri dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau
kodein. Nyeri yang disertai pembengkakan atau akibat trauma (jatuh,
tendangan, tubrukan) sebaiknya diobati dengan suatu analgetikum antiradang,
seperti aminofenazon dan NSAID (ibuprofen, mefenaminat, dll). Nyeri yang
hebat perlu ditanggulangi dengan morfin atau opiat lainnya (tramadol). Nyeri
kepala migrain dapat ditangani dengan obat-obat khusus.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat
empat, yakni pemberian:
1. Obat perifer (non-opioid) per oral atau rektal: parasetamol, asetosal

2. Obat perifer bersama kodein, atau tramadol

3. Obat sentral (opioid) per oral atau rektal

4. Obat opioid parenteral

Guna memperkuat efek analgetikum dapat ditambahkan suatu co-


analgetikum, seperti psikofarmaka (amitriptilin, levopromazin) atau prednison.
Nyeri saraf kronis, antara lain dikenal nyeri saraf nociceptif yang
disebabkan oleh saraf terluka atau terjepit, nyeri neuropatis perifer dan nyeri
saraf yang berasal dari SSP.
Polyneuropati adalah suatu gangguan saraf perifer dengan perasaan
seperti ditusuk-tusuk, kelemahan otot, hilang perasaan dan refleks yang
diawali dari jari-jari, kemudian menimbulkan kelumpuhan pada kedua kaki
atau tangan. Penyebab utamanya adalah diabetes, selain itu juga minum
alkohol berlebihan, peradangan, gagal ginjal atau juga obat-obat neurotoksis
seperti virustatika anti-HIV. Dasar keluhan-keluhan ini sangat bervariasi
karena berbagai sistem reseptor memegang peranan. Maka itu umumnya
digunakan kombinasi dari dua atau lebih obat. Nyeri ini sukar diatasi dengan
analgetika klasik (parasetamol, NSAIDs dan opioid) karena tidak bersifat
nociceptif. Yang ternyata lebih efektif adalah antidepresiva trisiklis dan
antiepileptika, tunggal atau juga sebagai tambahan pada zat opioid seperti
tramadol dan fentanil.

7
Neuralgia postherpetis (setelah sembuh dari Herpes zoster) di sekitar
bagian atas tubuh dan neuralgia trigeminus di wajah juga merupakan
gangguan saraf perifer terkenal. Untuk pengobatan umumnya digunakan
amitriptilin, karbamazepin, fenitoin dan valproat.
Pada nyeri neuropatis akut yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk
jarum, karbamazepin ternyata paling efektif, sedangkan pada nyeri terus
menerus yang menjemukan atau seperti perasaan terbakar amitriptilin dan
gabapentin lebih ampuh.
Pada polyneuropati yang bertalian dengan HIV lamotrigin paling
efektif, sedangkan kebanyakan obat lainnya yang ampuh pada polineuropati
diabetes, tidak efektif.
Pregabalin telah dipasarkan dengan indikasi khusus nyeri neuropatis.
Rumus kimianya mirip GABA, tetapi mekanisme kerjanya tidak melalui
pendudukan reseptor GABA. Pregabalin mengurangi jumlah noradrenalin,
glutamat dan substance-P di ruang sinaps, dengan efek peringanan nyeri.
Efektivitasnya belum dipastikan dengan tuntas.
Efek samping utamanya adalah perasaan hebat yang mirip keadaan
mabuk dan kejang kaki, yang tidak hilang sesudah 4-5 hari seperti halnya pada
obat-obat nyeri saraf lain. Efek-efek ini membatasi penggunaannya sebagai
obat tunggal. Keberatan lain adalah harganya yang sama tingginya dengan
gabapentin (yang patennya kini sudah kadarluwarsa).

2.1.6 Pengertian demam


Demam adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri.
Kini para ahli bersependapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis yang
berguna dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu di atas 37oC limfosit dan
makrofag menjadi lebih aktif. Bila suhu melampaui 40-41oC, barulah terjadi
situasi kritis yang bisa menjadi fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh
tubuh.

8
2.2 ANALGETIKA
2.2.1 Definisi
Analgetika atau penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua
kelompok besar, yakni:
1. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk
kelompok ini.
2. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,
seperti pada fraktura dan kanker.

2.2.3 Metode uji analgetik

a. Metode penapisan analgetik dengan induksi cara kimia (Metode Sigmund)


Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa
nyeri yang diinduksi secara kimia (pemberian asam asetat) pada hewan
percobaan mencit. Rasa nyeri ini pada mencit diperlihatkan dalam bentuk
respon gerakan geliatan. Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu
menyatakan derajat nyeri yang dirasakanya.
b. Metode induksi nyeri cara panas
Hewanpercobaan yang ditempatkan di atas pelat panas dengan suhu tetap
sebagai stimulus nyeri akan memberikan respon dalam bentuk mengangkat
atau menjilat telapak kaki depan ,atau meloncat. Selang waktu antara
pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon yang di sebut waktu
relaksasi dapat di perpanjang oleh pengaruh obat-obat analgetika.
Perpanjangan waktu relaksasi ini dapat dijadikan sebagai ukuran dalam
mengevaluasi aktivitas analgetika.

c. Metode penapisan analgetik untuk nyeri sendi


Analgetika tertentu dapat mengurangi atau meniadakan rasa nyeri sendi,
tipe nyeri artitis pada hewan percobaan yang ditimbulkan oleh suntikan
intra artikular larutan AgNO3 1%.

9
2.3 ANALGETIKA PERIFER
2.3.1 Penggolongan
Secara kimiawi, analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa
kelompok, yakni:
a) Parasetamol
b) Salisilat: asetosal, salisilamida dan benorilat
c) Penghambat prostaglandin (NSAIDs): ibuprofen
d) Derivat-antranilat: mefenaminat, glafenin
e) Derivat-pirazolinon: propifenazon, isopropilaminofenazon dan
metamizol
f) Lainnya: benzidamin (Tantum)
Co-analgetika adalah obat yang khasiat dan indikasi utamanya
bukanlah menghalau nyeri, misalnya antidepresiva trisiklis (amitriptilin) dan
antiepileptika (karbamazepin, pregabalin, fenitoin, valproat). Obat-obat ini
digunakan tunggal atau terkombinasi dengan analgetika lain pada keadaan-
keadaan tertentu, seperti pada nyeri neuropatis.

2.3.2 Penggunaan
Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri
tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan
ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang.
Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri, melainkan juga
pada demam (infeksi virus/kuman, selesma, pilek) dan peradangan seperti
rema dan encok. Obat-obat ini banyak diberikan untuk nyeri ringan sampai
sedang, yang penyebabnya beraneka-ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot
atau sendi (rema, encok), perut, nyeri haid (dysmenorroe), nyeri akibat
benturan atau kecelakaan (trauma). Untuk kedua nyeri terakhir, NSAID lebih
layak. Pada nyeri lebih berat misalnya setelah pembedahan atau fraktur (tulang
patah), kerjanya kurang ampuh.
 Daya antipiretis: Berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di
hipothalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan
bertambahnya pengeluaran kalor yang disertai keluarnya banyak keringat.
 Daya antiradang: Kebanyakan analgetika memiliki daya antiradang
khususnya kelompok besar dari zat-zat penghambat prostaglandin
10
(NSAIDs termasuk asetosal), begitu pula benzidamin. Zat-zat ini banyak
digunakan untuk rasa nyeri yang disertai peradangan.
 Kombinasi: dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena
terjadi efek potensiasi. Lagi pula efek sampingnya yang masing-masing
terletak di bidang yang berlainan, dapat berkurang, karena dosis dari
masing-masing komponennya dapat diturunkan. Kombinasi analgetika
dengan kofein dan kodein sering kali digunakan, khususnya dalam
sediaan dengan paracetamol dan asetosal.

2.3.3 Efek samping


Efek samping yang paling umum adalah gangguan lambung usus (B, C, E),
kerusakan darah (A, B, D dan E), kerusakan hati dan ginjal (A, C) dan juga reaksi
alergi kulit. Efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis
tinggi. Oleh karena itu penggunaan analgetika secara kontinu tidak dianjurkan.
Interaksi, kebanyakan analgetika memperkuat efek antikoagulansia, kecuali
paracetamol dan glavenin. Kedua obat ini pada dosis biasa dapat dikombinasi dengan
aman dengan waktu maksimal 2 minggu.

2.4 ANALGETIKA NARKOTIK


2.4.1 Definisi
Analgetik narkotik, kini disebut juga opioida (=mirip opiat) adalah
obat-obat yang daya kerjanya meniru (mimic) opioid endogen dengan
memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid (biasanya µ-reseptor).
Zat-zat ini bekerja terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi nyeri
dan respon emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi).

2.4.2 Penggolongan
Atas dasar cara kerjanya, obat-obat ini dapat dibagi dalam 3 kelompok, yakni:
1. Agonis opiate, yang dapat dibagi dalam:
- Alkaloida candu: morfin, kodein, heroin, nikomorfin
- Zat-zat sintetis: metadon dan derivatnya (dekstromoramida,
propoksifen, bezitramida), petidin dan derivatnya (fentanil, sufentanil)
dan tramadol
11
Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan mengenai
potensi dan lama kerjanya, efek samping dan risiko akan kebiasaan
dengan ketergantungan fisik.
2. Antagonis opiate : nalokson, nalorfin, pentazosin dan buprenorfin
(Temgesic). Bila digunakan sebagai analgetikum, obat-obat ini dapat
menduduki salah satu reseptor.
3. Campuran : nalorfin, nalbufin (Nubain). Zat-zat ini dengan kerja
campuran juga mengikat pada reseptor-opioid, tetapi tidak atau hanya
sedikit mengaktivasi daya kerjanya. Kurva dosis/efeknya
memperlihatkan plafon, sesudah dosis tertentu peningkatan dosis tidak
memperbesar lagi efek analgetiknya. Praktis tidak menimbulkan
depresi pernafasan.

2.4.3 Mekanisme kerja


Endorphin bekerja dengan jalan menduduki reseptor-reseptor nyeri di
SSP, hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opioida
berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang
belum ditempati endorphin. Tetapi bila analgetika tersebut digunakan terus-
menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi
endorphin di ujung saraf otak dirintangi. Akibatnya terjadilah kebiasaan dan
ketagihan.

2.4.4 Efek samping


Morfin dan opioida lainnya menimbulkan sejumlah besar efek samping yang
tidak diinginkan, yaitu:
 Supresi SSP, misalnya sedasi, menekan pernafasan dan batuk, miosis,
hypothermia dan perubahan suasana jiwa (mood). Akibat stimulasi
langsung dari CTZ (Chemo Trigger Zone) timbul mual dan muntah. Pada
dosis lebih tinggi mengakibatkan menurunnya aktivitas mental dan motoris

 Saluran napas : bronchokonstriksi, pernafasan menjadi lebih dangkal dan


frekuensinya menurun.

12
 Sistem sirkulasi: vasodilatasi perifer pada dosis tinggi hipotensi dan
bradicardia.

 Saluran-cerna: motilitas berkurang (obstipasi), kontraksi sfingter kandung


empedu (kolik batu empedu), sekresi pankreas, usus dan empedu
berkurang.

 Saluran urogenital: retensi urin (karena naiknya tonus dari sfingter


kandung kemih), motilitas uterus berkurang (waktu persalinan
diperpanjang).

 Histamine-liberator: urticaria dan gatal-gatal, karena menstimulasi


pelepasan histamine.

 Kebiasaan dengan resiko adiksi pada penggunaan lama. Bila terapi


dihentikan dapat terjadi gejala abstinensi.

2.5 Identifikasi Bahan praktikum


 Diklofenak
Pemerian : Serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa (USP 30 NF
25,2007)
Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alcohol; praktis tidak
larut dalam kloroform dan eter; bebas larut dalam alcohol
metil. Ph larutan 1% dalam air adalah antara 7,0 dan 8
(Martindale 36,2009)
Khasiat : NSAID yang terkuat daya antiradangnya. Obat ini sering
digunakan untuk segala macam nyeri, juga pada migraine dan
encok. Pada sediaan parenteral sangat efektif untuk
menanggulangi nyeri kolik hebat (kandung kemih dan
kandung empedu) (Tan HT, 2007)
Mekanisme Kerja : Menghambat enzim Cyclooxygenase kurang lebih bekerja
secara tidak selektif, yaitu lebih kuat menghambat
Cyclooxygenase 2 (COX-2) daripada cyclooxygenase 1
(COX-1) sehingga menghambat pembentukan sintesis

13
prostaglandin yang merupakan mediator nyeri (Tan HT,
2007)
Efek Samping : Efek ulcerogen, yakni mual, muntah, nyeri lambung,
gastritis, tukak lambung-usus dan perdarahan samar (occult)
yang disebabkan perintangan sintesa prostacyclin dan
kehilangan daya perlindungannya serta gangguan fungsi hati
dan haid (Tan HT, 2007)
Dosis : Oral 3 dd 25-50 mg garam-Na/K (d.c/p.c), rektal 1 dd 50-100
mg, i.m pada nyeri kolik 1-2 dd 75 mg selama 1-3 hari (Tan
HT, 2007)
 Tragakan
Tragakan adalah eksudat kering gom dari Astragalus gummifer Labillardiere atau
spesies Asiatic lain dari Astragalus (Familia Leguminosae)
Pemerian : Tidak berbau; hampir tidak berasa (FI III hal 612)
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang
menjadi masa homogen, lengket seperti gelatin (FI
III ed 6 hal 612)
Karakteristik Botani : Tragakan fragmen, datar, lamelia, kadang-kadang
melengkung atau helaian lurus atau spiral melengkung dengan
ketebalan dari 0,5 mm sampai 2,5 mm; warna putih hingga kuning
muda, bening dan susunanya bertonjolan, patahannya pendek. Lebih
mudah diserbukkan apabila dipanaskan pada suhu hingga 500; tidak
berbau; rasa tawar seperti lendir.
Jaringan helaian tragakan menjadi lunak dalam air atau gliserin P,
terbentuk banyak lamella dan sedikit butiran-butiran tepung.
Serbuk tragakan putih hingga putih kekuningan. Bila diamati di
dalam tetesan air, menujukkan sejumlah fragmen angular dari
musilago dengan lamella melingkar atau tidak beraturan, kadang-
kadang butiran tepung berdiameter sampai 25 μm sebagaian besar
sederhana, sferis hingga elip, kadang-kadangberkumpul 2 butir
sampai 4 butir, beberapa butir mengembang dan beberapa diantaranya
berubah. Serbuk menunjukkan beberapa atau tidak ada fragmen
jaringan tanaman berlignin (Gom India) (FI IV hal 799)
Khasiat : Suspending agent
14
 Asam asetat
Asam Asetat mengandung tidak kurang dari 32,5% dan tidak lebih dari 33,5%
C2H4O2 (FI III hal 41)
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; bau menusuk; rasa asam
tajam (FI III hal 41)

Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan gliserol
(FI III hal 41)
Khasiat : Induktor rasa nyeri

 Etanol

Etanol adalah campuran etilalkohol dan air. Mengandung tidak kurang dari 94,7% v/v
atau 92,0% dan tidak lebih dari 95,2% v/v atau 92,7% C2H6O
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau
khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang
tidak berasap (FI III hal 65)
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P (FI
III hal 65)
Khasiat : Pada kadar 60-80% berkhasiat bekterisid dan fungisid kuat, bekerja
cepat (efektif dalam 2 menit). Pada konsentrasi 80-90% efektif terhadap
virus, misalnya hepatitis-B dan enterovirus dan konsentrasi optimal
untuk daya bakterisid adalah pada kadar 70% (Tan HT, 2007)

2.6 Hewan Coba


Kingdom : Mamalia
Filum : Chordata
Clasis : Mamalia
Ordo : Rodentia
Familia : Muridae
Sub familia : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus Linn

15
Hewan coba memiliki sifat seperti berikut:
 mudah ditangani
 bersifat penakut,
 fotofobik,
 cenderung berkumpul sesamanya,
 kecenderungan untuk bersembunyi,
 lebih aktif pada malam hari dan
 kehadiaran manusia akan menghambat mencit
Adapun cara memperlakukan mencit adalah Mencit diangkat dengan memegangnya
pada ujung ekornya dengan tangan kanan lalu biarkan mencit menjangkau kawat kandang
dengan kaki depannya. Dengan tangan kiri, kulit tengkuknya dijepit diantara telunjuk dan ibu
jari lalu pindahkan ekornya dari tangan kanan keantara jari manis dan jari kelinking tangan
kiri, sehingga mencit cukup erat dipegang.Pemberian obat kini dapat dimulai.
Adapun cara pemberian per-oral, bentuk sediaannya harus dalam bentuk suspensi,
larutan atau emulsi. Cara pemberian ini membutuhkan pertolongan jarum suntik yang
ujungnya tumpul (bentuk bola atau kanulla). Kanulla ini dimasukan kedalam mulut,
kemudian perlahan-lahan dimasukan melalui tepi langit-langit kebalakang sampai esofagus
Adapun cara pemberian intraperitonial adalah pertama peganglah mencit lalu pindahkan
ekor mencit dari tangan kanan kejari kelingking tangan kiri sehingga kulit abdomennya
menjadi tegang. Pada saat penyuntikan posisi kepala mencit lebih rendah dari abdomennya
lalu desinfeksi kulit abdomen dengan etanol 70%. Suntikkan jarum dengan membentuk sudut
45º dengan abdomennya., agak menepi dari garis tengah, untuk menghindari terkenanya
kandung kencing, jangan pula terlalu tinggi agar tidak mengenai hati. Perdarahan
menandakan suntikan mengenai pembuluh darah, bukan i.p, hewa coba harus
diganti.Kepekatan larutan obat yang disuntikan, sesuai dengan volume yang dapat disuntikan

Karakteristik hewan coba


Karakteristik Mencit (Mus musculus)
1. Pubersitas 35 hari
2. Masa beranak Sepanjang tahun
3. Hamil 19-20 hari
4. Jumlah sekali lahir 4-12 (biasanya 6-8)
5. Lama hidup 2-3 tahun
6. Masa laktasi 21 hari

16
7. Frekuensi kelahiran/tahun 4
8. Suhu tubuh 37,9-39,2ºC
9. Kecepatan respirasi 136-216/mencit
10. Tekanan darah 147/106 SD
11. Volume darah 7,5% BB
( Anonim, 2011)

2.7 Metode Uji Analgetik


a. Metode penapisan analgetik dengan induksi cara kimia (Metode Sigmund)
Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang
diinduksi secara kimia ( pemberian asam asetat ) pada hewan percobaan mencit. Rasa
nyeri ini pada mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliatan. Frekuensi
gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakanya.

b. Metode induksi nyeri cara panas


Hewan percobaan yang ditempatkan di atas pelat panas dengan suhu tetap sebagai
stimulus nyeri akan memberikan respon dalam bentuk mengangkatatau menjilat telapak
kaki depan ,atau meloncat. Selang waktu antara pemberian stimulus nteri dan terjadinya
respon yang di sebut waktu relaksasi dapat di perpanjang oleh pengaruh obat-obat
analgetika. Perpanjangan waktu relaksasi ini dapat dijadikan sebagai ukuran dalam
mengevaluasi aktivitas analgetika.

c. Metode Penapisan Analgetik untuk Nyeri Sendi


Analgetika atertentu dapat mengurangi atau meniadakan rasa nyeri sendi, tipe nyeri
artitis pada hewan percobaan yang ditimbulkan oleh suntikan intra artikular larutan
AgNO3 1%.
(Anonim, 1993)

Prosedur pemberian
Oral (Pada pemberian Tragakan 0.5%, Piroksikam 10 mg, dan Piroksikam 20 mg)
1. Mencit diangkat dengan cara memegangnya pada pangkal ekornya dengan tangan

17
2. Letakaan mencit pada alas kawat, biarkan mencit memengang kawat dengan kaki
depannya
3. Dengan tangan kiri, kulit tengkuknya dijepit diantara jari telunjuk dan ibu jari
4. Pindahkan ekornya dari tangan kanan ke tangan kiri diantara jari manis dan jari
kelingking
5. Lakukan pemberian oral (masing-masing mencit diberikan sediaan yang berlainan
yaitu tragakan, piroksikam 10 mg, dan piroksikam 20 mg) diawali dengan
memasukkan ujung sonde ke dalam mulut.
6. Kemudian secara perlahan-lahan dimasukkan melalui dinding mulut atas sampai ke
esophagus
7. Dorong piston sonde hingga cairan obat masuk seluruhnya.

Intraperitonial (Pemberian Asam Asetat sebagai Induktor rasa nyeri)


Prosedur memegangnya hampir sama dengan prosedur memegang mencit untuk pemberian
peroral.
1. Pindahkan ekor mencit dari tangan kanan ke jari kelingking tangan kiri, tarik kulit
abdomennya sehingga menjadi tegang
2. Pada saat penyuntikkan posisi kepala mencit lebih rendah dari abdomennya
3. Bersihkan jarum dan permukaan luar kulit abdomen mencit dengan kapas beralkohol.
4. Jarum yang sudah berisi asam asetat 1% disuntikkan dengan membentuk sudut 450
dengan abdomen. Agak menepi dari garis tengah, untuk menghindari terkenanya
kandung kencing dan jangan pula terlalu tinggi agar tidak mengenai hati.
(Anonim.2011)

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 ALAT DAN BAHAN


18
3.1.1 Alat:
1. Timbangan mencit
2. Timbangan analitik
3. Alat suntik 1 ml
4. Alat pengukur waktu
5. Sonde oral mencit
6. Bejana pengamatan mencit
7. Spidol merah

3.1.2 Bahan:
1. Diklofenak
2. Tragakan 0,5%
3. Asam asetat 1%
4. Etanol 70 %,
5. Kapas (Induktor nyeri)
6. Mencit putih betina DDY, 20-25 gram

3.2 PROSEDUR KERJA

1. Hewan coba dipuasakan mulai jam 17.00 (16 jam)


2. Ambil 6 mencit untuk tiap meja dan beri nomor (meja1: 1-6, meja2: 7-12) lalu
timbang
3. Semua volume direncanakan 0,26 m;/20 g BB mencit, Normal = 0,26 ml/20 g
BB trag ½%
4. Hitung, ukur dosis dan berikan per-oral masing-masing perlakuan, kembalikan
ke kandang bulat
5. 30’ kemudian mencit disuntik i.p larutan asam asetat 1% & dosis 75 mg/kg
BB mencit
6. Catat waktu jarum suntik dicabut dan waktu mencit mulai menggeliat
7. Amati geliat mencit dan hitung jumlah geliat 10 menit sesudah pemberian
asam asetat
8. Catat masing-masing data dalam tabel jumlah geliatan setiap 5’ selama 30’
9. Catat data praktek hari ini, rata-ratakan jumlah geliatan tiap kelompok
10. Hitung efek analgetik menggunakan rumus : Efek analgetik = 100 – P/K*100
19
3.3 Pembuatan Sediaan
1. Pembuatan Asam Asetat
 Tuang larutan dari sediaan asam asetat 1% ke dalam gelas ukur sebanyak
100 ml
 Kemudian masukan ke wadah dan beri etiket (asam asetat 1%)
2. Pembuatan sediaan Diklofenak
 Sediaan induk Diklofenak 50mg /10 ml
1. Masukan 1 tablet diklofenak 50 mg ke dalam lumpang, gerus ad halus
2. Tambahkan aqua dest sedikit demi sedikit ad 10 ml sambil diaduk
sampai semua suspensi tercampur rata.
3. Masukan ke wadah, beri etiket ( Diklofenak 5mg/ml)
 Sediaan suspensi Diklofenak 2,5 mg/6 ml
1. Ambil 0,5 ml dari sediaan induk diklofenak 5mg/ml
2. Encerkan dengan tragakan 0,5% ad 6 ml
3. Masukan ke wadah , beri etiket (Diklofenak 2,5mg/6ml)
 Sediaan suspensi Diklofenak 5 mg/6 ml
1. Ambil 1 ml dari sediaan induk diklofenak 5mg/ml
2. Encerkan dengan tragakan 0,5% ad 6 ml
3. Masukan ke wadah , beri etiket (Diklofenak 5mg/6ml)

3. Pembuatan sediaan suspensi tragakan


1. Timbang 350 mg tragakan
2. Masukan ke dalam lumpang, gerus ad halus
3. Tambahkan aqua dest sedikit demi sedikit ada 70 ml sambil diaduk
4. Masukan ke wadah, beri etiket (Tragakan 0,5%)

3.6 Perhitungan bahan


1. Mencit yang akan digunakan untuk percobaan uji efek analgetik adalah mencit betina
DDY, 21-27 g.
Kel Normal : Mencit No: 1,4,7,10 (4 ekor)
Kel Diklofenak 25 mg : Mencit No: 2,5 (2 ekor)
Kel Diklofenak 50 mg : Mencit No: 8,11 (2 ekor)

20
2. Dosis yang akan diberikan
a) Tragakan 0,5% : 0,26 ml/20 g BB
b) Diklofenak 25 mg : 2,5 mg/ 6 ml
c) Diklofenak 50 mg : 5 mg/6 ml
d) Asam asetat 1% : 125 mg/kg BB
3. Dosis yang dihitung untuk volume sediaan yang akan diambil
a) Berat mencit
 Mencit No 1 : 25,74
 Mencit No 4 : 25,63
 Mencit No 7 : 23,29
 Mencit No 10 : 22,63
 Mencit No 2 : 25,02
 Mencit No 5 : 26,37
 Mencit No 8 : 27,45
 Mencit No 11 : 25,38

b) Mencit No 1 Normal 1
25,74 g
 Sediaan yang diambil × 0,26 ml=0,33 ml
20 g
25,74 g
 Sediaan asetat yg diambil ×125 mg=3,22mg
1000 g
3,22mg
×100 ml=0,32 ml
1000 mg
c) Mencit No 4 Normal 2
25,63 g
 Sediaan yang diambil ×0,26 ml=0,33 ml
20 g
25,63 g
 Sediaan asetat yg diambil ×125 mg=3,20 mg
1000 g
3,20 mg
×100 ml=0,32 ml
1000 mg

d) Mencit No 7 Normal 3

23,29 g
 Sediaan yang diambil ×0,26 ml=0,30 ml
20 g
21
23,29 g
 Sediaan asetat yg diambil ×125 mg=2,91 mg
1000 g
2,91mg
×100 ml=0,29 ml
1000 mg
e) Mencit No 10 Normal 4

22,63 g
 Sediaan yang diambil ×0,26 ml=0,30 ml
20 g
22,63 g
 Sediaan asetat yg diambil ×125 mg=2,83 mg
1000 g
2,83 mg
×100 ml=0,28 ml
1000 mg

f) Mencit No 2 D25
 Sediaan Diklofenak
25 mg 37
AED × =5,125 mg/kg
60 kg 3
25,02mg
Dosis Mencit × 5,125 mg=0,13 mg
1000 g
0,13 mg
Dosis yang dibutuhkan X 6 ml=0,31 ml
2,5 mg
25,02 g
 Sediaan asetat × 125 m g=3,13 mg
1000 g
3,13 mg
×100 ml=0,31 ml
1000 mg

g) Mencit No 5 D25
 Sediaan Diklofenak
25 mg 37
AED × =5,125 mg/kg
60 kg 3
26,37 mg
Dosis Mencit ×5,125 mg=0,14 mg
1000 g
0,14 mg
Dosis yang dibutuhkan × 6 ml=0,34
2,5 mg
26,37 g
 Sediaan asetat ×125 mg=3,30 mg
1000 g
3,30 mg
×100 ml=0,33 ml
1000 mg

22
h) Mencit No 8 D50
 Sediaan Diklofenak
50 mg 37
AED × =10,25 mg/kg
60 kg 3
27,45 mg
Dosis Mencit ×10,25 mg=0,28 mg
1000 g
0,28 mg
Dosis yang dibutuhkan ×6 ml=0,34 ml
5 mg
27,45 g
 Sediaan asetat ×125 mg=3,43 mg
1000 g
3,43 mg
×100 ml=0,34 ml
1000 mg
i) Mencit No 11 D50

 Sediaan Diklofenak
50 mg 37
AED × =10,25 mg/kg
60 kg 3
25,38 mg
Dosis Mencit ×10,25 mg=0,26 mg
1000 g
0,26 mg
Dosis yang dibutuhkan ×6 ml=0,31 ml
5 mg
25,38 g
 Sediaan asetat ×125 mg=3,17 mg
1000 g
3,17 mg
×100 ml=0,32 ml
1000 mg

3.7 Cara Analisis


1. Tabulasikan data-data pengamatan yang diperoleh dan untuk setiap kelompok
dirata-ratakan.
2. Adanya jumlah geliatan yang lebih sedikit 50% dari jumlah geliatan dalam
kelompok kontrol merupakan adanya aktivitas analgetik atau berdasarkan rumus
efek (100-(P/K x 100)) % menunjukan hasil ≥ 50% yang merupakan adanya
aktivitas analgetik

23
3. Aktivitas dan mekanisme efek analgetik dievaluasi berdasarkan pengaruhnya
terhadap penurunan jumlah geliatan dibandingkan jumlah geliatan normal dengan
inductor asam asetat.

3.8 Definisi Operasional


1. Induktor rasa sakit adalah induktor kimiawi yaitu Asam asetat 1% steril yang
disuntikan secara intraperitoneal dengan dosis
2. Mulai geliat adalah saat mencit mulai merasakan rasa sakit setelah 10 menit
pemberian asam asetat dan piroksikam/tragakan
3. Kelompok Normal adalah kelompok mencit yang diberi perlakuan menggunakan
asetat dan tragakan dengan kadar 0,5 %
4. Kelompok Uji adalah kelompok mencit yang diberi perlakuan menggunakan asam
asetat dan Piroksikam
5. Bejana Pengamatan adalah bejana yang terbuat dari gelas kaca yang diameternya
20 cm
6. Geliatan adalah suatu reaksi dimana mencit merasakan sakit. Biasanya geliatan di
tandai dengan mencit tersebut menjulurkan kaki dan tangannya ke depan dengan
perut menempel pada permukaan bejana pengamatan.

24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data yang disajikan dalam table data
kelompok dari masing-masing kelompok penguji

Tabel 1. Data Kelompok


%
Kum
Obat Asam Asetat Mulai geliat Jumlah Geliat 5' ke Anal
Berat 30 '
No Perlakuan getik
(g)
(ml) Jam (ml) Jam Jam (') 1 2 3 4 5 6

13.2 13.5
1 N 25.74 0.33 0.32 14.10 14 0 1 0 0 1 2 4  
6 6
13.1 13.5
2 N 25.63 0.33 0.32 13.55 4 12 10 8 9 7 7 53  
6 1
13.3 14.1
3 N 23.29 0.30 0.29 14.16 4 7 8 6 5 5 7 38  
7 2
13.2 13.5
4 N 22.63 0.30 0.28 13.59 5 11 10 8 9 6 5 49  
3 4
                      Rata-rata 36  
13.3 14.0
5 D25 25.02 0.31 0.31 14.13 4 1 3 14 6 4 4 32  
5 9
13.3 14.0
6 D25 26.37 0.34 0.33 14.18 9 1 3 1 2 0 1 8  
3 9
                      Rata-rata 20 44.45
13.3 14.1
7 D50 27.45 0.34 0.34 14.20 10 6 4 4 0 1 1 16  
8 0
13.2 14.0
8 D50 25.38 0.31 0.32 14.08 1 6 6 3 1 0 3 19  
6 7
                      Rata-rata 17.5 51.39

A. Perhitungan persentasi analgetik


% Analgetik: Persentase jumlah geliatan yang dihitung dengan rumus
efek = (100-(P/K x 100)) % ,hasilnya > 50% = efek analgetik

1. D25 100-( P/K x 100) % = 100-(20/36) x 100) % = 44,45 %


2. D50 100-( P/K x 100) % = 100-(17,5/36) x 100) = 51,39 %

B. Perhitungan persentasi geliatan

Adanya aktivitas analgetika bila jumlah geliatan ≤ 50% kelompok kontrol

25
1. Normal 50% x Geliat normal = 50% x 36 = 18
2. D25 = 20 >18
3. D50 = 17,5 <18

Gambar 1. Diagam perbandingan Efek Analgetik berdasarkan jumlah geliatan terhadap


kontrol normal

Perbandingan jumlah geliatan terhadap kontrol normal


40
Jumlah Geliatan

30
20
10
0
Normal D25 D50
Perlakuan

Gambar 2 Diagam perbandingan efek analgetik berdasarkan presentase dengan rumus efek
100-(P/Kx100)%.

Efek Analgetik Piroksikam

52.00
Efek Analgetik %

50.00
48.00
46.00
44.00
42.00
40.00
D25
D50

Perlakuan

26
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini melakukan percobaan untuk membuktikan adanya khasiat
analgetik dari diklofenak dengan menggunakan dosis yang berbeda dan menghitung
% efek analgetik dari tiap kelompok percobaan. Sebelum melakukan praktikum,
hewan coba yaitu mencit dipuasakan dahulu selama 16 jam, hal ini dilakukan untuk
menghindari variasi biologis.
Percobaan diawali dengan memberi nomor pada mencit agar tidak keliru dalam
memberi perlakuan. Mencit ditimbang sebelum diberi perlakuan agar dapat
menentukan berapa dosis dan volume oral yang harus diberikan sesuai dengan berat
badannya. Lalu diberi perlakuan oral (masing-masing mencit diberikan sediaan yang
berlainan yaitu tragakan ½ %, diklofenak 25 mg serta diklofenak 50 mg) diawali
dengan memasukkan ujung sonde ke dalam mulut. 30 menit kemudian mencit
disuntik i.p. larutan asam asetat 1 % sesuai dosis yang telah dihitung. Kemudian
mengamati geliatan mencit.

Penelitian menggunakan Metode Sigmund bertujuan untuk memberikan


pembuktian ilmiah mengenai efek analgetik dari asetosal. Zat dinyatakan berkhasiat
analgetik apabila pada perhitungan menggunakan rumus diperoleh angka yang lebih
kecil 50 % dari kelompok normal.
Dari data yang kami dapatkan, kontrol normal yang kami peroleh, yaitu : 50% x
Geliat normal = 50% x 36 = 18. Dan obat dinyatakan berkhasiat jika data yang
diperoleh < 50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa D25 yaitu 20 > 18. Lalu,
dengan dosis diklofenak 50 m terdapat aktivitas (khasiat) analgetika, karena
perbandingan dengan kelompok normal < 50%. Data yang kami peroleh, yaitu : 17,5
< 18

27
Data lain menunjukkan obat D25 memiliki persentase efek analgetik sebesar
44,45%, sementara D50 memiliki persentase efek analgetik sebesar 51,39%.
Berdasarkan data yang kami peroleh, dapat disimpulkan bahwa D25 dan D50
mempunyai efek analgetik, karena berdasarkan rumus efek = (100-(P/K x 100)) %
hasilnya > 50% = efek analgetik. Hubungan efek dengan dosis dari penelitian ini
adalah semakin besar dosis asetosal semakin tinggi pula efek analgetiknya.
Namun hasil ini belum sepenuhnya dapat membuktikan secara meyakinkan karena
banyaknya variasi biologis yang ada seperti berat badan mencit yang tidak memenuhi
bobot yang ditetapkan dan penggunaan mencit yang belum terseleksi kepekaannya.
Geliatan yang dihasilkan mencit tidak dapat dijamin keseragamannya karena
ambang rasa nyeri yang dimiliki mencit berbeda-beda atau terjadi variasi biologis lain
yang tidak diketahui. Selain itu perlakuan saat pemberian sonde dan i.p. dapat
mempengaruhi hasil karena apabila dosis tidak masuk sempurna atau dosis berkurang
karena muntah akan mempengaruhi hasilnya.
Dari jumlah mencit yang digunakan, hanya 20 ekor yang menggeliat. Sedangkan
yang lainnya tidak menggeliat. Hal ini kemungkinan disebabkan asam asetat yang
digunakan sudah terlalu encer atau kadarnya rendah akibat penguapan, dan lain-lain,
sehingga pemberiannya kurang menimbulkan efek nyeri.

28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Diklofenak 25 mg mempunyai efek analgetik karena presentase efek analgetiknya
berdasarkan rumus 100-(P/Kx100)% adalah 44,45 %, memenuhi syarat untuk zat
berefek analgetik yang harus ≥ 50%
2. Diklofenak 50 mg mempunyai efek analgetik atau memiliki efek analgetik karena
presentase efek analgetiknya berdasarkan rumus 100-(P/Kx100)% adalah 51,39 %,
memenuhi syarat untuk zat berefek analgetik yang harus ≥ 50%
3. Hubungan efek dengan dosis yang terjadi adalah hubungan efek dengan dosis
yang positif, dimana semakin tinggi dosisnya semakin besar efek analgetiknya.

5.2 Saran
1. Untuk mendapatkan efek analgetik, dibutuhkan dosis dalam jumlah yang besar,
karena dalam data hasil percobaan, dosis dalam jumlah besar yang memiliki efek atau
khasiat analgetik
2. Untuk mendapatkan hasil percobaan analgetik yang maksimal, praktikan harus
memiliki keahlian khusus dalam memberikan obat secara oral dengan sonde kepada
mencit agar mencit tetap dalam kondisi yang tenang dan tidak stress, karena faktor
stress pada mencit dapat mempengaruhi hasil percobaan analgetik ini.
3. Sebaiknya bejana yang digunakan untuk menimbang mencit berukuran pas dan sesuai
dengan ukuran mencit yang akan ditimbang, sehingga mencit tidak dapat melakukan
banyak gerakan sehingga timbangan tetap stabil dan bisa didapatkan hasil
penimbangan yang akurat dan tepat.

29
4. Diperlukan uji efek analgetik lain seperti metode induksi nyeri dengan cara plat
panas, jentik ekor atau metode penapisan analgetik untuk nyeri sendi sehingga hasil
yang diperoleh dan metode yang digunakan peneliti dapat dibandingkan.

Daftar Pustaka

1. Anonim, Farmakope Indonesia edisi III. 1979. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.
2. Anonim. Farmakope Indonesia Edisi IV. 1995. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
3. Rahardja, Kirana, dan Tjay, Tan Hoan. Obat-obat Penting Edisi VI. 2007. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.
4. Handoko, T, Suharto, B. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. 1995. Jakarta: Bag.
Farmakologi FKUI Jakarta.
5. Anonim, 2011, Pengantar Praktikum Farmakologi, Jakarta
6. Anonim. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. 1993.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Pusat Pemeriksaan Obat dan
Makanan.

30

Anda mungkin juga menyukai