Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I

PERCOBAAN VII

”Efek Lokal Obat Pada Kulit Dan Membran Mukosa”


DOSEN PENGAMPU PRAKTIKUM

SITI MARIAM, M.Farm, Apt

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4 A

PENANGGUNG JAWAB : RISA AMALIA K


 FANNY INDAH P 15010043
 IKBAL MUBAROK 15010054
 RIMA PUTU ISMARA 15010102
 RISA AMALIA KESUMA 15010105

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN PERCOBAAN


Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa :
1. Dapat mengetahui bentuk manifestasi efek lokal dari berbagai obat terhadap membran
mukosa berdasarkan cara kerjanya.
2. Mengetahui sifat dan intensitas kemampuan obat yang merusak membran dari berbagai
obat yang bekerja lokal.
3. Dapat merumuskan persyaratan farmakologi untuk obat yang dipakai secara lokal.

1.2 DASAR TEORI


Obat merupakan zat yang digunakan untuk mendiagnosis, mengurangi rasa sakit, serta
mengobati ataupun mencegah penyakit pada manusia dan hewan (Ansel, 1985). Sedangkan
menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 193/Kab/B.VII/71, obat merupakan suatu bahan
atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, atau
kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau
memperindah badan atau bagian badan manusia.
Efek lokal itu artinya pengaruh obat pada tubuh yang bersifat lokal, misalnya hanya
mempengaruhi daerah kulit yang dioleskan obat. Efek sistemik adalah pengaruh dari obat yang
(biasanya) diberikan melalui sistem fisiologis tubuh, misalnya obat penurun panas yang
diminum per oral (lewat mulut). Efek teratogen adalah efek samping obat yang dapat
menimbulkan kecacatan tubuh. Plasebo merupakan sediaan yang tidak mengandung bahan
aktif obat. Permeasi kurang lebih berarti daya tembus suatu zat.
Mayoritas obat bekerja secara spesifik terhadap suatu penyakit. Namun tidak jarang juga
obat yang bekerjanya secara menyeluruh. Berdasarkan efek obat yang diberikan obat kepada
tubuh, maka obat dibagi menjadi :
a. Obat yang berefek sistemik adalah obat yang memberi pengaruh pada tubuh yang
bersifat menyeluruh (sistemik) dan menggunakan sistem saraf sebagai perantara. Obat
ini akan bekerja jika senyawa obat yang ditentukan bertemu dengan reseptor yang
spesifik.
b. Obat yang berefek non-sistemik (lokal) merupakan obat yang mempunyai pengaruh
pada tubuh bersifat lokal atau pada daerah yang diberikan obat. Contoh obat ini adalah
obat-obat yang bersifat anestesi lokal ataupun transdermal.

Anastetika lokal atau yang dikenal dengan zat penghilang rasa setempat adalah obat yang
pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin.
Anastesi bekerja dengan menghindarkan untuk sementara pembentukan dan tranmisi
impuls melalui sel saraf dan ujungnya. Anastetik lokal juga dapat menghambat penerusan
impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas sel saraf untuk ion natrium. Beberapa kireteria
yang harus dipenuhi suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestetika lokal :
a. Tidak merangsang jaringan
b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf
c. Toksisitas sistemik rendah.
d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir
e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut dalam
air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pernapasan (sterilisasi).

Selain anestesi, obat-obatan yang digunakan melalui transdermal pun mayoritas


menggunakan prinsip efek lokal yang hanya mengobati/mencegah rasa yang tidak nyaman
pada bagian yang diolesi/ditempelkan obat.
Transdermal merupakan salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan
farmasi/obat berupa krim, gel atau patch (koyo) yang digunakan pada permukaan kulit, namun
mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (trans = lewat, dermal
= kulit) Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cedera pada tempat bahan itu bersentuhan
dengan tubuh. Efek lokal ini dapat diakibatkan oleh senyawa-senyawa kaustik, misalnya pada
saluran pencernaan, bahan korosif pada kulit, serta iritasi gas atau uap pada saluran napas. Efek
lokal ini menggambarkan perusakan umum pada sel-sel hidup.
Cara penggunaan obat yang memberi efek lokal adalah:
a. Inhalasi, yaitu larutan obat disemprotkan ke dalam mulut atau hidung dengan alat
seperti : inhaler, nebulizeer atau aerosol.
b. Penggunaan obat pada mukosa seperti: mata, telinga, hidung, vagina, dengan obat tetes,
dsb.
c. Penggunaan pada kulit dengan salep, krim, lotion, dsb.

Iritansia
Iritansia merupakan kelompok zat kimia lokal yang menyebabkan terjadinya kerusakan
jaringan tubuh. Zat-zat ini mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bereaksi dengan jaringan
tubuh. Secara umum, paparannya tidak langsung mencapai pembuluh darah tetapi bereaksi
secara lokal pada tempat terjadinya paparan. Jaringan tubuh yang umumnya teriritasi akibat
paparan zat-zat tersebut adalah kulit dan mukosa. Kedua jaringan ini mudah ditembus oleh zat
iritan, baik yang bersifat hidrofil maupun lipofil. Berdasarkan daya kerjanya, iritansia terbagi
atas rubefaksi, vesikasi, pustulasi dan korosi.
a. Rubefaksi
Rubefaksi merupakan kelompok senyawa kimia iritansia yang mempunyai daya
kerja lemah. Gejala utama yang ditimbulkan oleh senyawa kimia ini adalah hiperemia
arteriol yang dilanjutkan dengan dermatitis eritrematosa. Contoh daya kerja dari
rubafasiensia terlihat pada paparan menthol, kloroform ataupun fenol pada kulit.
Menthol merupakan seyawa yang bisa menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah.
Rasa nyeri dan sakit akan timbul jika menthol digosokan secara terus-menerus pada
kulit. Kloroform akan menimbulkan iritasi ringan jika terpapar dalam waktu yang lama
di kulit. Hal ini disebabkan oleh kemampuan dari senyawa yang temasuk turunan asam
formiat ini untuk melarutkan lemak. Sedangkan daya kerja iritan dari fenol disebabkan
oleh sifat keratolisis dan vasokonstrifnya. Meskipun demikian, efek iritasinya dapat
berbeda-beda tergantung pada jenis larutannya. Fenol akan menjadi iritan jika
dicampurkan dengan air ataupun alkohol. Hal ini disebabkan oleh kemampuan fenol
sebagai pelarut, terutama pada senyawa-senyawa polar. Selain itu, terdapat juga
senyawa-senyawa lain yang bersifat kausatika. Senyawa-senyawa ini adalah asam kuat
dan basa kuat. Contoh asam kuat adalah asam nitrat, asam sulfat, dan asam klorida.
Sedangkan basa kuat adalah natrium hidroksida. Reaksi asam akan menyebabkan
koagulasi protein dan reaksi basa menyebabkan terjadinya lisis.
b. Vesikasi
Daya kerja vesikasi menyebabkan terjadinya pembentukan vesikel atau
gelembung. Hal ini merupakan akibat akumulasi cairan transudat yang tinggi sehingga
tidak dapat diangkut oleh bulu limfe. Cairan ini terakumulasi di stratum korneum dan
mengundang datangnya leukosit. Transudat yang awalnya jernih akan berubah menjadi
keruh.
c. Pustulasi
Daya kerja dari pustulasi adalah terbentuknya pus/nanah. Hal ini disebabkan
karena iritasi terjadi hanya pada kelenjar-kelenjar kutaneus.
d. Korosi
Daya kerja ini melibatkan tiga fase, yaitu: radang dengan hiperemi, nekrosis dan
pencairan kimia. Iritasi yang terjadi disebabkan oleh kerja iritan pada protoplasma.
BAB II

METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 ALAT DAN BAHAN

 Alat yang digunakan :


a. Alat bedah
b. Batang pengaduk
c. Kertas saring
d. wadah

 Bahan yang digunakan :


a. Asam salisilat
b. Asetosal
c. Kalium permanganat
d. Alkohol
e. Asam cuka
f. Kalium Iodida

 Hewan percobaan : mencit dengan ukuran besar

2.2 PROSEDUR KERJA

Penanganan hewan uji

Mencit di pegang

dituangkan sedikit kloroform pada kapas hingga kapas tersebut lembab

sekapkan pada hidung dan masukan mencit kedalam toples hingga mencit mati

Cukur bulu mencit pada bagian perut


Dilakukan pembedahan pada bagian perut

Diambil bagian kulit, lambung dan usus untuk pengujian, kemudian organ tersebut
dibagian menjadi 6 bagian.

Bagian-bagian tersebut diletakan pada cawan petri dan di tetesi dengan masing-
masing zat.

Amati perubahan pada masing-masing organ


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL PENGAMATAN


ORGAN YANG DIAMATI
NO NAMA OBAT KETERANGAN
KULIT LAMBUNG USUS

- Putih Pucat - Putih Pucat


1. Asam Salisilat - Putih Pucat Sebelum ditetesi
- lembek - Rusak

- Pucat - Pucat - Putih pucat


2. Asetosal
- lembek - Mengiritasi - Lembek

Kalium - Mengkerut - Rusak


3. - Mengkerut
Permanganat - Mengeras - Mengkerut

- Putih Pucat - Rusak - Putih pucat


4. Alkohol
- Mengeras - Mengkerut - Mengeras Setelah ditetesi

- Putih Pucat - Putih Pucat - Putih Pucat


5. Asam Cuka
- lembek - Mengiritasi - Mengeras

- Kemerahan - Hancur - Hancur


6. Kalium Iodida
- Mengkerut - Mengeras - Mengkerut
3.2 PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai efek lokal obat terhadap kulit dan
membran mukosa, dengan cara membandingkan sifat dan intensitas kemampuan obat yang
merusak membran dari berbagai obat yang bekerja local. Obat yang digunakan dalam
percobaan ini adalah Asam salisilat, Asetosal, Kalium permanganat, Alkohol, Asam cuka dan
Kalium Iodida, yang nantinya akan diujikan terhadap hewan mencit.
Sebelum diberikan obat, mencit dengan ukuran yang agak besar dilemaskan terlebih
dahulu hingga pingsan atau mati dengan cara anastesi lokal. Anastesi lokal dilakukan dengan
cara memasukkan tikus kedalam toples yang telah dijenuhkan dengan larutan kloroform dan
tertutup, tunggu hingga tikus dalam keadaan pingsan dan mati.
Tikus yang sudah dikorbankan kemudian dicukur bulunya pada bagian perutnya saja
kemudian dilakukan pembedahan untuk diambil bagian organ kulit, lambung dan ususnya.
Kemudian kulit, lambung, dan usus mencit dibersihkan dan dipotong menjadi 6 bagian yang
kemudian ditaruh di dalam plat tetes dan mulailah pengujian dengan meneteskan zat yang
sudah disiapkan. Zat yang digunakan adalah Asam salisilat, Asetosal, Kalium permanganat,
Alkohol, Asam cuka dan Kalium Iodida.
Setelah dibandingkan, hasilnya untuk zat yang menyebabkan kerusakan paling parah
yaitu Kalium Iodida dimana pada organ yg diuji baik kulit, lambung maupun usus semua
mengalami kerusakan dengan penampilan warna yg pucat dan kemerahan seperti terbakar pada
usus terlihat lebih mengkerut, pada lambung sendiri konsistensinya lebih keras dan kaku
sedangkan pada usus menjadi lebih lembek, hal ini terjadi karena usus mempunyai lapisan lebih
tipis dan halus dibandingkan dengan kulit dan lambung. Begitupun dengan zat-zat lain,
kerusakan terparah terdapat pada organ usus karena teksturn ya lebih halus dan tipis, sedangkan
pada kulit hanya mengkerut begitupun pada lambung.
Kalium iodida merupakan suatu senyawa kimia yang digunakan sebagai obat obatan pada
penyakit hipertiroidisme dan direkomendasikan untuk digunakan dalam radiasi saat keadaan
darurat saja, mengingat banyak efek samping yang ditimbulkan seperti ruam dan alergi.
Berdasarkan liletratur efek dari obat-obatan yang bekerja lokal, secara umum paparannya
tidak langsung mencapai pembuluh darah tetapi bereaksi secara lokal pada tempat terjadinya
paparan. Seperti halnya pada kulit, lambung dan usus yang digunakan sebagai bahan uji. hal
ini dapat terjadi karena, jaringan-jaringan tersebut mudah ditembus oleh zat iritan, baik yang
bersifat hidrofil maupun lipofil.
Berdasarkan daya kerjanya sendiri, zat-zat iritansia terbagi atas rubefaksi yang
merupakan kelompok senyawa kimia iritansia yang mempunyai daya kerja lemah, vesikasi
menyebabkan terjadinya pembentukan vesikel atau gelembung., pustulasi yang menyebabkan
terbentuknya pus/nanah. dan korosi yang menyebabkan terjadinya iritasi. Serta zat-zat yang
bersifat kausatika seperti asam kuat dan basa kuat.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Untuk zat yang menyebabkan kerusakan paling parah yaitu Kalium Iodida dimana pada
organ yg diuji baik kulit, lambung maupun usus semua mengalami kerusakan dengan
penampilan warna yg pucat dan kemerahan seperti terbakar
2. kemampuan obat-obatan yang bekerja secara lokal, secara umum paparannya tidak
langsung mencapai pembuluh darah tetapi bereaksi secara lokal pada tempat terjadinya
paparan
3. Jaringan tubuh yang umumnya teriritasi akibat paparan zat-zat tersebut adalah kulit dan
mukosa.

4.2 REFERENSI
 https://id.m.wikipedia.org/wiki/kalium_iodida
 https://www.academia.edu/19206731/EFEK_LOKAL_OBAT
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai